BAB I PENDAHULUAN - BAB I-III

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan
penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan
berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru
adalah seorang pencari atau peneliti. Dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karena
itu dia sendiri merupakan subyek pembelajaran. Dengan kesadaran bahwa dia
tidak mengetahui sesuatu maka dia berusaha mencarinya melalui kegiatan
penelitian. (Mulyasa, E [1]). Oleh karena itu, seorang guru harus senantiasa
melakukan penelitian terkait dengan proses pengajaran yang dilakukannya.
Supaya sukses dalam pengajaran suatu mata pelajaran tertentu, sangatlah
penting bagi seorang guru untuk meneliti dan mengindentifikasi apa saja yang
menjadi kesulitan siswa dalam mata pelajaran tersebut. Tak terkecuali untuk
mata pelajaran matematika. Selama ini banyak guru mengeluh tentang masih
banyaknya siswa yang tidak mampu menguasai mata pelajaran matematika
dengan baik. Padahal para guru merasa bahwa mereka telah memberikan

kemampuan terbaiknya dalam mengajar. Tugas guru matematika tentu bukanlah
tugas yang ringan. Guru dituntut untuk memberikan pemahaman tentang konsepkonsep matematika yang memiliki obyek kajian abstrak. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh (Soedjadi, dalam Nisa [2]) tentang beberapa karakteristik
matematika, yaitu: (1) memiliki objek kajian abstrak, (2) bertumpu pada
kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) memiliki simbol yang kosong dari
arti, (5) memperhatikan semesta pembicaraan, dan (6) konsisten dalam
sistemnya.
Dengan berbagai karakteristik matematika tersebut, banyak siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Menurut (NJCLD, dalam Subini
[3]) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai
jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.
Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena faktor
pengaruh lingkungan, melainkan karena factor kesulitan dari dalam individu itu
sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap obyek
yang dinderainya. Lebih lanjut, (Subini, [3]) menegasan bahwa kesulitan belajar
merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan
untuk mencapai tujuan sehingga diperlukan usaha yang lebih baik untuk
mengatasi gangguan tersebut. Anak yang mengalami kesulitan belajar akan sukar
dalam menyerap materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga ia
akan malas dalam belajar. Selain itu anak tidak dapat menguasai materi, bahkan


1

2

menghindari pelajaran, mengabaikan tugas yang diberikan guru, sehingga terjadi
penurunan nilai belajar dan prestasi belajar menjadi rendah.
Pada dasarnya kesulitan belajar siswa pada matematika bukan karena
kebodohan siswa atau ketidakmampuannya dalam belajar, tetapi terdapat
kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya tidak siap untuk belajar. Indikator
kesulitan belajar siswa pada matematika terlihat ketika siswa melakukan
kesalahan saat melakukan proses pemecahan soal-soal matematika. (Soedjadi, [2]
dalam Nisa) mengatakan bahwa kesulitan merupakan penyebab terjadinya
kesalahan. Oleh karena itu, untuk menciptakan dan mempersiapkan pembelajaran
matematika yang efektif dan efisien, para guru haruslah dapat mengidentifikasi
dan menganalisis kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa pada saat
melakukan pemecahan masalah matematika kemudian berusaha memberikan
solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Kesalahan siswa perlu adanya analisis untuk mengetahui kesalahan apa
saja yang banyak dilakukan dan mengapa kesalahan tersebut dilakukan siswa.

Melalui analisis kesalahan akan diperoleh bentuk dan penyebab kesalahan siswa,
sehingga guru dapat memberikan jenis bantuan kepada siswa. Kesalahan yang
dilakukan siswa perlu kita analisis lebih lanjut, agar mendapatkan gambaran yang
jelas dan rinci atas kelemahan-kelemahan siswa dalam menyelesaikan soal.
Kesalahan yang dilakukan oleh siswa dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan pengajaran dalam usaha meningkatkan kegiatan belajar dan
mengajar.adanya peningkatan kegiatan belajar dan mengajar diharapkan dapat
memperbaiki hasil belajar atau prestasi belajar siswa (Sahriah,dkk [4]).
Didalam proses dan aktifitas pembelajaran, seorang siswa mungkin saja
melakukan beberapa kesalahan saat memahami dan mengerjakan soal pada
materi-materi tertentu. Tugas seorang guru adalah mempersiapkan metode
pengajaran yang tepat sehingga guru dapat memberi pemahaman kepada siswa.
Apabila ada siswa yang mengalami kesulitan belajar dan melakukan kesalahankesalahan maka guru juga dapat memberikan petunjuk terhadap kesalahankesalahan yang telah dilakukan siswa sehingga kesalahan tersebut dapat
diminimalkan atau dihilangkan sama sekali.
Tujuan dari pengajaran matematika tentu saja untuk mengajar semua
siswa dengan sukses. Namun, fakta membuktikan bahwa meskipun beberapa
siswa sukses dalam pelajaran matematika, tetapi sebagian besar dari mereka
mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika. (Yudariah dan Roselainy,
dalam Yasin dan Enver [5]) menegaskan bahwa sangatlah penting untuk
menentukan dan menghilangkan kesalahan siswa dalam pembelajaran

matematika dengan segera. Untuk matematika yang memiliki konsep-konsep
yang tersusun secara hierarkis dengan konstruksi yang saling berkaitan, konsep

3

tidak bisa dijelaskan secara sempurna tanpa diberi pemahaman pre-conditional
konsep sebelumnya. Sejalan dengan itu, (Suherman dkk, [6]) menyatakan bahwa
konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan
sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang
paling kompleks. Hal ini berarti bahwa di dalam matematika terdapat konsep
prasyarat dimana konsep ini sebagai dasar untuk memahami suatu topik atau
konsep selanjutnya.
Mengacu pada kedua pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan apabila
dalam suatu tingkatan tertentu konsep tidak dikuasai secara sempurna oleh siswa,
maka pada tingkat selanjutnya siswa tersebut akan semakin mengalami kesulitan.
Jika siswa mengalami kesulitan, maka siswa tersebut akan berpeluang untuk
melakukan kesalahan pada saat melakukan pemecahan masalah matematika.
Salah satu materi matematika yang sulit dikuasai oleh sebagian besar siswa
adalah integral. Integral merupakan salah satu materi pelajaran matematika yang
diajarkan ditingkat SLTA dan perguruan tinggi dalam mata kuliah kalkulus.

Untuk dapat menguasai materi integral dengan sempurna, diperlukan pemahaman
konsep serta kemampuan mengabstraksi dan bernalar yang cukup bagus. Sebab
materi integral berisi cukup banyak rumus, konsep dan aplikasi integral. Aplikasi
integral yang diperkenalkan di tingkat SLTA antara lain aplikasi untuk
menghitung luas daerah di bawah kurva dan menghitung volume benda putar.
Untuk dapat menguasai materi-materi tersebut, seorang siswa harus
mempunyai kemampuan dalam memahami dan menggambar grafik fungsi. Siswa
dituntut untuk menguasai konsep tersebut, karena siswa yang tidak menguasai
rumus-rumus integral, dan yang tidak bisa memahami abstraksi grafik, serta
siswa yang kurang dalam penguasaan berhitung, maka akan menjadi suatu
kendala bagi siswa untuk memahami dan menguasai materi integral.
Umumnya materi integral ini diajarkan setelah siswa menyelesaikan materi
prasaratnya, yaitu materi Limit dan Deferensial. Selain kedua materi tersebut,
banyak materi lain yang juga merupakan dasar dan terkait langsung dengan
operasi-operasi dalam integral. Materi tersebut antara lain aljabar, geometri dan
trigonometri. Meskipun integral ini merupakan materi yang sangat penting dalam
matematika, tetapi secara umum siswa mengalami berbagai macam kesulitan
untuk menyelesaikan masalah pengintegralan.
Penelitian terkait kesulitan siswa dalam memahami materi integral telah
banyak dilakukan. Sebagai contoh, (Yasin dan Enver, [5]) menyatakan bahwa

beberapa kesulitan yang teridenfikasi adalah lemahnya pemahaman terkait
konsep dasar integral, ketidakmampuan merumuskan masalah secara matematis
dan kurangnya pemahaman pada materi aljabar, geometri dan trigonometri.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh (Ahuja dkk, dalam Kiat [7]) yang

4

diprakarsai dan didanai oleh National Institute of Education of the Nanyang
University di Singapura menyimpulkan bahwa meskipun secara umum
mahasiswa mempunyai minat yang bagus dalam belajar kalkulus, tetapi mereka
hanya menghafal rumus untuk menyelesaikan soal dengan pemahaman yang
minim. Mereka tidak memahami konsep sebagai bagian yang penting dalam
matematika dan kalkulus. Bahkan beberapa mahasiswa mengalami kesulitan
dalam belajar kalkulus, terutama yang berkaitan dengan konsep, definisi,
teorema, pembuktian sehingga secara umum mahasiswa mengalami kebosanan
dalam belajar kalkulus.
Penelitian lain juga dilakukan oleh (Orton, dalam Kiat [7]) dengan
menggunakan metode interview untuk menyelidiki tingkat pemahaman siswa
terhadap dasar-dasar kalkulus. Selanjutnya, respon siswa yang berhubungan
dengan materi limit dan integral dianalisis secara detail. Dari data diperoleh hasil

tentang tingkat pemahaman siswa, kesalahan dan miskonsepsi umum yang
banyak dilakukan oleh siswa. Secara umum siswa mempunyai masalah terkait
integral sebagai limit jumlah dan hubungan antara integral tentu dengan luas
daerah di bawah kurva. Menurut Orton, banyak guru telah menerima anggapan
bahwa integral merupakan materi yang tidak mudah untuk dipelajari. Para guru
mencoba untuk mengajarkankan materi integral dengan banyak cara. Beberapa
guru mengenalkan integral sebagai aturan atau sebagai anti turunan sementara
sebagian yang lain terlebih dahulu membangun pemahaman siswa tentang limit
dan aljabar sebelum mereka memperkenalkan integral.
(Kiat,[7]) dalam penelitiannya mengelompokkan berbagai macam
kesalahan (error) yang mungkin dilakukan siswa ketika menyelesaikan soal
integral. Kesalahan yang mungkin dibuat siswa dikelompokkan dalam 3 jenis.
Jenis pertama adalah conceptual error yang menunjuk pada kesalahan siswa
karena kesalahan dalam memahami konsep yang berkaitan dengan soal. Jenis
kedua adalah procedural error yang menunjuk pada kegagalan dalam
memanipulasi atau mengalgoritma soal meski pemahaman konsep sudah
dimiliki. Jenis ketiga adalah technical error yaitu kesalahan siswa karena
kurangnya pemahaman siswa pada materi lain yang berhubungan dengan integral
atau kesalahan karena kecerobohan (carelessness) yang dilakukan siswa
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa banyak siswa yang

melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal integral. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesalahan Siswa
Dalam Menyelesaikan Soal Integral di Tinjau Dari Gender”

5

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa jenis kesalahan yang dilakukan siswa kelas XII SLTA putra dalam
menyelesaikan soal integral?
2. Apa jenis kesalahan yang dilakukan siswa kelas XII SLTA putri dalam
menyelesaikan soal integral?
3. Apa faktor yang menjadi penyebab siswa melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal integral?

C. Definisi Operasional
Agar tidak menimbulkan penafsiran yang keliru, maka penulis perlu

menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam makalah ini, yaitu:
1. Analisis adalah penyelidikan terhadap hasil pekerjaan siswa dalam
menyelesaikan soal integral untuk mengetahui jawaban tersebut sesuai
dengan kebenaran yang ada dalam kunci jawaban pada masing-masing butir
soal
2. Kesalahan adalah kekeliruan atau penyimpangan yang dilakukan siswa
terhadap kebenaran yang ada dalam kunci jawaban pada masing-masing
butir soal ditinjau berdasarkan jenis kesalahannya
3. Jenis kesalahan adalah macam-macam kesalahan yang kemungkinan
dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah integral
4. Faktor penyebab kesalahan adalah hal yang ikut mempengaruhi siswa
melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal integral
5. Alternatif cara adalah pilihan-pilihan metode yang kemungkinan dilakukan
untuk mengurangi kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah integral.

6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi setiap
manusia, sebab sebagaian besar kehidupan manusia selalu berhadapan dengan
berbagai masalah. Untuk itu diperlukan suatu kemampuan untuk
menyelesaikannya masalah yang dihadapi. Jika kita gagal dengan suatu cara,
maka kita harus mencoba dengan metode atau cara yang lainnya.
Menurut (Rusenfendi, dalam Nisa [2]) bahwa suatu persoalan itu
merupakan masalah jika: 1) persoalan itu tidak dikenalnya, 2) siswa harus
mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan
siapnya; terlepas dari apakah akhirnya siswa sampai atau tidak kepada
jawabannya, 3) siswa ada niat menyelesaikannya.
(Hudoyo, dalam Nisa [2]) menyatakan bahwa suatu pertanyaan akan
merupakan masalah hingga jika seseorang tidak mempunyai aturan atau hukum
tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban atas
pertanyaan tersebut.
Sedangkan (Sutawijaya, dalam Anjani [8]) mengemukakan bahwa untuk
mengatakan bahwa suatu soal dapat menjadi masalah apabila; 1) kita tidak
mengetahui gambaran tentang jawaban soal itu, dan 2) kita berkeinginan atau
berkemauan untuk menyelesaikan soal tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian tentang masalah
diatas, maka dapat dikatakan bahwa suatu masalah dalam matematika adalah soal

atau pertanyaan matematika dimana siswa tidak mampu memahami, tidak
mengetahui adanya aturan yang dapat digunakan untuk menemukan solusi dari
masalah tersebut dan siswa tidak mempunyai gambaran tentang langkah-langkah
pemecahan masalah.
(Polya, [9]) mengartikan pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari
jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu
mudah segera untuk dicapai, sedangkan menurut (Sumarmo, dalam Anjani [8])
bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan
teknik atau produk baru. Bahkan dalam pembelajaran matematika pemecahan
masalah mempunyai interpretasi berbeda. Misalnya menyelesaikan soal cerita,
soal yang tidak rutin, dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan seharihari. Soal non-rutin yaitu soal (masalah) yang penyelesaiannya menuntut
perencanaan dengan mengaitkan dunia nyata/kehidupan sehari-hari, dan
penyelesaian tersebut memungkinkan banyak alternatif jawaban (open-ended)

6

7

yang memerlukan cara berfikir divergen yang dapat melatih siswa berfikir
kreatif.
(Polya, [9]) mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah yaitu
memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan
melakukan pengecekan kembali semua langkah yang telah dikerjakan. Fase
memahami masalah tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan,
siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, selanjutnya
para siswa harus mampu menyusun rencana atau strategi. Penyelesaian masalah,
dalam fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa lebih kreatif dalam
menyusun penyelesaian suatu masalah, jika rencana penyelesaian satu masalah
telah dibuat baik tertulis maupun tidak. Langkah selanjutnya adalah siswa
mampu menyelesaikan masalah, sesuai dengan rencana yang telah disusun dan
dianggap tepat. Dan langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah menurut
polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan. Mulai dari fase
pertama hingga hingga fase ketiga. Dengan model seperti ini maka kesalahan
yang tidak perlu terjadi dapat dikoreksi kembali sehingga siswa dapat
menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan masalah yang diberikan.
Pemecahan masalah matematika merupakan hal yang lebih sulit karena
matematika adalah pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak
sehingga pemecahan masalah matematika membutuhkan daya nalar dan daya
abstraksi yang baik dari siswa. Bukan hanya itu, hal lain yang dibutuhkan dalam
pemecahan masalah matematika adalah pemahaman konsep yang harus dibangun
secara benar sebab konsep matematika tersusun secara terstruktur dan hierarkis.
Kesalahan dalam memahami konsep dasar akan membuat siswa juga melakukan
kesalahan dan mengalami kesulitan dalam memahami konsep lanjut yang lebih
kompleks. (Skemp, [10]) berpendapat bahwa ada dua macam konsep yang harus
dibedakan, yaitu primary concept, yang berasal dari rangsangan atau sejumlah
pengalaman yang memiliki kesamaan secara umum, dan secondary concept yang berasal
dari pengalaman yang di abstraksikan dari primary concept.
Mengacu pada pendapat Skemp, bahwa primary concept dalam pembelajaran
matematika dapat dimaknai sebagai konsep-konsep dasar dalam matematika yang
digunakan untuk mempelajari konsep-konsep lanjut yang lebih kompleks (secondary
concept). Kesalahan dalam memahami konsep dasar tentu saja akan membuat

siswa melakukan kesalahan dan mengalami kesulitan dalam memahami konsep
lanjut yang lebih kompleks tersebut.
Lebih lanjut, (Skemp, [10]) menegaskan bahwa:
In Mathematics, however, not only are the concept far more abstract than those of
everyday life, but the direction of learning is for the most part in the direction of still
greater abstraction. The communication of mathematical concept is therefore much
more difficult, on the part of both communicator and receiver

8

Maksudnya adalah bahwa di dalam matematika, tidak hanya konsepnya yang jauh
lebih abstrak dari pada hal-hal dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tujuan pembelajaran
yang menjadi bagian paling penting dalam pembelajaran juga merupakan sesuatu yang
lebih abstrak. Komunikasi konsep matematika lebih sulit, pada bagian penyampai
(guru) dan penerimanya (siswa). Sejalan dengan itu, (Hudojo, dalam Rode[10])
menyatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/ konsep-konsep abstrak yang
tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif. Oleh karenanya, dalam proses
pembelajaran matematika tidak semua siswa selalu berhasil mencapai tujuan
pembelajaran. Jika ada siswa yang tidak dapat belajar, ini berarti ia mengalami kesulitan
yang berakibat pada terjadinya kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal matematika.

B. Masalah Belajar Matematika Di Sekolah
Matematika sekolah adalah unsur atau bagian matematika yang dipilih
berdasarkan dan berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan
perkembangan iptek (Soedjadi, dalam Siswono [11]). Di dalam pembelajaran
matematika sekolah terdapat banyak permasalahan. Masalah belajar matematika
di sekolah dikemukakan oleh (Siswono, [11]) antara lain:
1. Masalah belajar di kelas (seperti bagaimana gaya belajar siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika, bagaimana proses berfikir siswa dalam
mengajukan masalah matematika atau bagaimana karakteristik siswa dalam
menyelesaikan masalah terbuka/open ended)
2. Kesalahan-kesalahan pembelajaran (seperti bagaimana langkah-langkah
memperbaiki kesalahan siswa dalam belajar perbandingan, bagaimana
strategi pembelajaran yang dapat mengatasi kesalahan konsep siswa dalam
menyelesaikan masalaha yang berkaitan bangun datar, atau apa saja
kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan
lingkaran)
3. Miskonsepsi (seperti factor-faktor apa yang menyebabkan miskonsepsi siswa
dalam menjumlahkan bilangan pecahan, apa saja miskonsepsi-miskonsepsi
yang dilakukan siswa dalam mengurangkan bilangan bulat, atau apa saja
miskonsepsi yang terjadi dalam belajar pecahan)
4. Peningkatan hasil belajar siswa (seperti factor-faktor apa saja yang
mendukung dan menghambat hasil belajar siswa dalam mempelajari pecahan
decimal, bagaimana pola pemberian tugas yang dapat meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif siswa dalam belajar geometri atau apakah
pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis)
Integral merupakan salah satu materi yang diajarkan di sekolah lanjutan
tingkat atas (SLTA). Dalam kurikulum 2013 maupun kurikulum-kurikulum
sebelumnya materi integral diajarkan pada kelas XII SLTA. Hal ini cukup
beralasan sebab materi integral membutuhkan penalaran yang baik dari siswa.

9

Selain itu, materi integral merupakan materi yang kompleks karena melibatkan
banyak konsep matematika seperti fungsi, aljabar, aritmatika, geometri maupun
trigonometri. Sebelum materi integral diperkenalkan, siswa diharuskan
menguasai materi prasaratnya yaitu konsep limit dan turunan. Kedua materi
tersebut sangat berkaitan erat dengan integral. Kesulitan belajar pada kedua
materi tersebut pasti akan mengakibatkan siswa juga sulit dalam belajar integral.
Materi-materi integral yang diajarkan di sekolah antara lain, integral tak
tentu dan integral tentu, integral fungsi aljabar dan fungsi trigonometri serta
diperkenalkan prosedur pengintegralan, yakni integral substitusi dan integral
parsial. Materi yang juga sangat penting adalah aplikasi integral, yaitu aplikasi
untuk menghitung luas daerah dan untuk menghitung volume benda putar.
Masalah aplikasi integral inilah yang membutuhkan penalaran dan kemampuan
pemecahan masalah yang bagus dari siswa.
C. Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Integral
Dalam menyelesaikan soal matematika siswa sering melakukan kesalahan.
Kesalahan yang dilakukan oleh siswa beraneka ragam dan sangat kompleks
tergantung kepada pengetahuan individu siswa tersebut. Kesalahan merupakan
bentuk penyimpangan terhadap hal yang benar, prosedur yang ditetapkan
sebelumnya, atau penyimpangan dari sesuatu yang diharapkan.
(Sukirman, [2] dalam Nisa) mengidentifikasi jenis kesalahan yang
dilakukan siswa pada setiap aspek penguasaan bahan ajar matematika .
Kesalahan yang diidentifikasi antara lain:
1. Kesalahan konsep, yaitu kesalahan yang berkaitan dalam penggunaan
konsep-konsep yang digunakan dalam materi.
2. Kesalahan prinsip, yaitu kesalahan yang berkaitan dengan hubungan antara
dua atau lebih objek matematika.
3. Kesalahan operasi, yaitu kesalahan dalam melakukan perhitungan.
Sementara itu, (Kostolan, dalam Rode [12]) menggambarkan jenis-jenis
kesalahan siswa ketika melakukan pemecahan masalah matematika, yaitu:
1. Kesalahan konseptual, yaitu kesalahan yang dilakukan dalam menafsirkan

istilah, konsep dan prinsip atau salah dalam menggunakan istilah, konsep
dan prinsip.
2. Kesalahan prosedural, yaitu kesalahan dalam menyusun langkah-langkah
yang hirarkis sistematis untuk menjawab suatu masalah.
Mengingat kompleksnya materi integral, tentu saja akan banyak jenis
kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam memecahkan masalah integral. Oleh
karena itu, jenis kesalahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis
kesalahan yang diidentifikasi oleh Kiat. Di dalam penelitiannya, (Kiat,[7])

10

mengelompokkan berbagai macam kesalahan (error) yang mungkin dilakukan
siswa ketika menyelesaikan soal integral. Kesalahan yang mungkin dibuat siswa
dikelompokkan dalam 3 jenis. Jenis pertama adalah conceptual error yang
menunjuk pada kesalahan siswa karena kesalahan dalam memahami konsep yang
berkaitan dengan soal. Jenis kedua adalah procedural error yang menunjuk pada
kesalahan dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal meski pemahaman
konsep sudah dimiliki. Jenis ketiga adalah technical error yaitu kesalahan siswa
karena kurangnya pemahaman siswa pada materi lain yang berhubungan dengan
integral atau kesalahan karena kecerobohan.
(Kiat,[7]) menguraikan tentang indikator conceptual error, procedural
error dan technical error , yaitu sebagai berikut:
1. Indikator conceptual error
conceptual error adalah kesalahan siswa karena kesalahan dalam memahami
konsep yang berkaitan dengan soal atau kesalahan yang berkaitan dalam
penggunaan konsep-konsep yang digunakan dalam soal.
a. Conceptual Error 1: Integral sebagai luas daerah di bawah sebuah kurva
Contoh soal:
Tentukan luas daerah yang di batasi oleh kurva y = x(x – 4) dan sumbu-X dari
x = 0 sampai x = 5!
Kemungkingkan jawaban siswa adalah:
5

5

x( x  4) dx x( x  4) dx
0

0

5

x 3


 2x2 
3
0
125
 50
3
1
 8
satuan luas
3


Siswa tidak menyadari bahwa daerah yang dibatasi oleh kurva y = x(x – 4)
dan sumbu-X dari x = 0 sampai x = 5 akan terbentuk 2 daerah, yaitu
1) Daerah berada di bawah sumbu-X dari x = 0 sampai x = 4
2) Daerah berada di atas sumbu-X dari x = 4 sampai x = 5
Siswa juga tidak memahami konsep bahwa luas daerah tidak mungkin
negatif.
Kemungkinan jawaban siswa yang lain:
4

4

x( x  4) dx x( x  4) dx
0

0

11

4

x 3


 2x 2 
3

0
64

 32
3
1
 10
satuan luas
3

Siswa hanya menghitung luas daerah di atas sumbu-X dari x = 0 sampai x = 4
sementara luas daerah dari x = 4 sampai x = 5 diabaikan oleh siswa.
b. Conceptual Error 2 : Integral sebagai luas daerah antara 2 kurva
Contoh soal:
Perhatikan gambar di bawah ini!

Tentukan luas daerah B!
Kemungkinan jawaban dari siswa adalah:
4

4

Luas daerah B = (8  2 x) dx ( x 2  6 x  8) dx
2

2

4

1

  x 3  3x 2  8 x 
2

2
 (32 16)  (16  4)]  [(32  48  32)  ( 4 12  16)
 4 8
 4 satuan luas



 8x  x 2

c.

4



2

Conceptual Error 3 : Integral sebagai anti turunan
Contoh soal:
Gradien garis singgung sebuah kurva pada setiap titik (x, y) dinyatakan oleh
dy
6

.
dx
(2 x  3) 2

Jika kurva melalui titik (3, 5), maka koordinat titik potong

kurva terhadap sumbu-X adalah....

12

Kemungkinan jawaban siswa adalah:
dy

6

Diberikan dx  ( 2 x  3) 2 .

Jika x = 3, maka

dy
6
2


2
dx
3
( 2 3  3)

Karena kurva melalui titik (3, 5), maka persamaan kurva adalah:
2
( x  3)
3
2
y  x 3
3

y 5 

Jika kurva memotong sumbu-X, maka y = 0
2
x 3
3
1
x  4
2

0

1

Jadi koordinat titik potong kurva terhadap sumbu-X adalah (  4 2 , 0).
Siswa melakukan kesalahan karena siswa tidak mencari persamaan kurva,
tetapi mencari persamaan garis singgung kurva di titik (3, 5).
Apabila seorang siswa memberikan jawaban sebagaimana yang diuraikan
diatas, maka siswa tersebut dikaterogikan telah melakukan conceptual error.
2.

Indikator procedural error
Procedural error adalah kesalahan dalam memanipulasi atau mengalgoritma
soal meski pemahaman konsep sudah dimiliki atau kesalahan dalam
menyusun langkah-langkah yang hirarkis sistematis untuk menjawab suatu
masalah.
a. Procedural error 1 : tidak menuliskan konstan c dalam integral tak tentu
Contoh soal:
Tentukan cos(2 x  1) dx
Kemungkinan jawaban siswa adalah:
1

cos(2 x  1) dx  2 sin(2 x  1)
Siswa mengintegralkan integral tak tentu tanpa menambahkan sebuah
konstan c. Siswa mengabaikan konstan c karena mungkin menganggap
konstan c tidak diperlukan.
b. Procedural error 2: Bingung antara turunan atau integral
Contoh soal:
Tentukan cos(2 x  1) dx
Kemungkinan jawaban siswa adalah:

cos(2 x  1) dx  2 sin( 2 x  1)  c

13

Siswa menggunakan procedur turunan untuk mengintegralkan soal tersebut.
Jenis error ini biasanya terjadi pada integral yang melibatkan fungsi
trigonometri.
Apabila seorang siswa memberikan jawaban sebagaimana yang diuraikan
diatas, maka siswa tersebut dikaterogikan telah melakukan procedural error.
3. Indikator technical errors

Technical error yaitu kesalahan siswa karena kurangnya pemahaman siswa
pada materi lain yang berhubungan dengan integral atau kesalahan karena
kecerobohan.
a. Kurangnya pengetahuan tentang koordinat geometri
Contoh soal:
Perhatikan gambar di bawah ini!

Tentukan luas daerah A!
Kemungkinan jawaban dari siswa adalah:
Luas daerah A =

1
 1

  4  8    2  8   8 satuan luas
2
 2


Siswa berfikir bahwa bagian dari kurva y = x2 – 6x + 8 yang melalui titik
(2, 0) dan (0, 8) merupakan garis lurus, sehingga siswa berfikir bahwa
luas daerah A adalah luas segitiga yang melalui titik (0, 8), (4, 0) dan
(0, 0) dikurangi dengan luas segitiga yang melalui titik (0, 8), (2, 0) dan
(0, 0).
b. Technical errors 2: Kurangnya pengetahuan tentang operasi dalam aljabar
Contoh soal:
4

Tentukan 2(3  4 x) dx.
Kemungkinan jawaban siswa adalah:

2(3  4 x)

4

dx 

(6  8 x)

4

dx

14

(6  8 x ) 5
c
5 8
1

(6  8 x ) 5  c
40


Siswa mengalikan konstanta 2 secara langsung sebelum melakukan
pengintegralan.
c. Technical Error 3: Kurangnya pengetahuan siswa pada materi
trigonometri
Contoh soal:
2
Tentukan tan 2 x dx.
Agar dapat melakukan pengintegralan pada soal tersebut, siswa harus
mengubah indentitas trigonometri dari tan2x menjadi sec2x – 1.
Kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh siswa adalah kurangnya
pengetahuan siswa terhadap identitas trigonometri, sehingga siswa tidak
melakukan pengubahan atau melakukan pengubahan yang salah.
d. Technical error 4: Kecerobohan
Jenis kesalahan ini mengacu kepada kecerobohan siswa dalam
menuliskan soal sehingga jawabannya pasti tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan
Contoh: Di dalam soal tertulis fungsi y = x(x + 1), tetapi siswa menulis
y = x(x – 1).
Apabila seorang siswa memberikan jawaban sebagaimana yang diuraikan
di atas, maka siswa tersebut dikaterogikan telah melakukan technical
error.

D. Faktor Penyebab Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Integral
Kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika
erat kaitannya dengan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Siswa yang
mengalami kesuliatan belajar tentu saja akan lebih mempunyai peluang untuk
membuat kesalahan dari pada siswa yang tidak mengalami kesulitan belajar.
Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar
mengajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. (Soedjadi, dalam Nisa [2]) mengatakan bahwa kesulitan
merupakan penyebab terjadinya kesalahan. Siswa yang mengalami kesulitan
belajar akan sukar dalam menyerap materi-materi pelajaran yang disampaikan
oleh guru sehingga ia akan malas dalam belajar. Selain itu anak tidak dapat
menguasai materi, bahkan menghindari pelajaran, mengabaikan tugas-tugas yang
diberikan guru, sehingga terjadi penurunan nilai belajar dan prestasi akademik.

15

(Subini, [3]) mengelompokkan bahwa kesulitan belajar anak disebabkan
oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Faktor internal sangat tergantung pada
perkembangan fungsi otaknya. Faktor internal tersebut antara lain:
1. Daya ingat rendah
2. Terganggunya alat-alat indera
3. Usia anak
4. Jenis kelamin
5. Kebiasaan atau rutinitas belajar
6. Tingkat kecerdasan (Intelegensi)
7. Minat belajar
8. Emosi (perasaan).
9. Motivasi atau cita-cita
10. Sikap dan perilaku
11. Konsentrasi belajar.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan di sekitar anak. Faktor eksternal ini meliputi 3 hal, antara lain:
1. Faktor keluarga
2. Faktor lingkungan sekolah
3. Faktor pendekatan belajar.
Sedangkan menurut (Soedjadi, dalam Nisa [2]) kesulitan belajar
matematika siswa, yang terlihat dalam proses belajarnya dapat dilokalisasikan
sebagai berikut:
1. Kesulitan belajar yang berkaitan dengan penguasaan objek-objek
matematika.
2. Kesulitan belajar yang berkaitan dengan penguasaan tujuan belajar yang
dirumuskan menurut taksonomi Bloom.
3. Kesulitan belajar yang berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan
masalah-masalah dalam pemecahan masalah.
Dalam penelitian ini faktor penyebab kesalahan yang dimaksud adalah
faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yaitu
menyangkut kemampuan intelektual siswa dalam memahami materi integral dan
aplikasinya. Adapun faktor penyebab kesalahan siswa dalam penelitian ini antara
lain:
1. Kurangnya pemahaman konsep terhadap materi integral
2. Kurangnya kemampuan siswa dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal
3. Kurangnya kemampuan siswa dalam menyusun langkah-langkah yang
hirarkis sistematis untuk menjawab soal-soal integral

16

Kurangnya pengetahuan atau konsep siswa terhadap materi-materi yang lain
yang menjadi materi prasyarat integral
5. Kecerobohan siswa dalam menyelesaikan soal integral.
4.

E. Tinjauan Tentang Gender
Didasarkan kepada jenis kelamin, manusia dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai perbedaan yang mencolok
bagi dari segi fisik maupun mental. Menurut (Pasiak, dalam Anjani [8]), ada tiga
hal yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, yaitu: (1) struktur fisik;
(2) organ reproduksi; dan (3) cara berfikir. Struktur otak dan pengaruh hormonal
diketahui sebagai penyebab perbedaan tersebut. Perbedaan ini terjadi karena
faktor genetika yang diciptakan sedemikian rupa. Beberapa peneliti menemukan
bahwa hormon tertentu mempengaruhi perkembangan komponen otak, yang akan
mempengaruhi perilaku laku-laki dan perempuan. Hormon seks juga memberi
pengaruh besar pada perkembangan otak pada awal perkembangan si janin.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan itulah yang mengakibatkan
adanya konsep mengenai perbedaan gender. (Mulia, S.M, [13] menegaskan
bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antar laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Sedangkan menurut Defriani
[14] gender adalah suatu komponen dari sistem gender/jenis kelamin yang
merujuk pada seperangkat aturan dimana masyarakat mentransformasikan
seksualitas biologis ke dalam produk aktivitas manusia, dan dimana transformasi
kebutuhan (akan produk aktivitas manusia) ini dapat dipuaskan. Hampir semua
masyarakat mempunyai sistem gender, meskipun komponen dan bekerjanya
sistem gender ini bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain
F. Hubungan Antara Perbedaan Gender dan Kesalahan Dalam Menyelesaikan
Soal Matematika
Dalam sebuah artikel yang ditulisnya, Ahmad [15] menjelaskan
penelitian-penelitian ilmiah menunjukkan bahwa otak laki-laki dan perempuan
memiliki perbedaan struktur, kimiawi, dan fungsi. Kondisi ini berpengaruh pada
perbedaan antara wanita dan pria dalam cara berpikir dan berperilaku seperti
dalam menilai waktu, menilai kecepatan benda-benda, mengerjakan perhitungan
matematika, orientasi ruang, dan visualisasi objek-objek dalam tiga dimensi.
Perbedaan otak inilah yang menyebabkan adanya kenyataan bahwa
dibandingkan dengan perempuan, terdapat lebih banyak pria yang menjadi ahli
matematika, ilmuwan, arsitek, insinyur, dan profesi-profesi lain yang berkaitan
dengan matematika. Sementara kaum perempuan lebih baik dalam kemampuan
berbahasa, relasi antarmanusia, ekspresi emosi dan artistik, serta apresiasi estetik.

17

Perbedaan gender juga dalam sudut pandang dunia pendidikan
(khususnya matematika) juga telah diteliti. Berikut ini merupakan pendapat para
ahli tentang kemampuan berfikir berdasarkan jenis kelamin, antara lain:
1. Menurut (Arends, dalam Maf’ula[16]) bahwa:
a. Anak perempuan sedikit lebih baik dalam kemampuan verbalnya, sedangkan
laki-laki lebih baik dalam kemampuan visual-spatialnya (penglihatan ruang).
b. Anak Perempuan pada umumnya lebih peduli tentang prestasi di sekolah.
Mereka cenderung bekerja lebih keras diberbagai tugas tetapi juga kurang
berani mengambil resiko. Sedangkan laki-laki mengerahkan usaha yang
lebih besar, seperti matematika, dan sains. Ini berarti kemampuan
matematika laki-laki lebih baik daripada perempuan.
2. Menurut (Krutetskii, dalam Maf’ula [16]) mengatakan bahwa:
a. Laki-laki lebih unggul dalam penalaran logis, sedangkan perempuan lebih
unggul dalam ketepatan, ketelitian, dan kecermatan berfikir.
b. Laki-laki mempunyai kemampuan matematika lebih baik daripada
perempuan.
3. Menurut (Cameron, dalam Anjani [8]) menyatakan bahwa tidak terlalu banyak
perbedaan kemampuan laki-laki dan perempuan kecuali pada konsep keruangan,
yaitu laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Cameron juga mengatakan
bahwa laki-laki lebih menguasai bayangan bentuk-bentuk yang lebih kompleks.
4. (Carr dan Jessup, dalam Anjani [8]) juga mengungkapkan bahwa dalam
menyelesaikan tugas perhitungan pada kelas 1, anak perempuan lebih sering
menggunakan manipulasi untuk menghitung sedangkan anak laki-laki lebih
sering mengingat kembali fakta-fakta matematika dari memori mereka daripada
anak perempuan
Mengacu kepada pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
perbedaan Gender juga akan memberikan pengaruh terhadap kesalahan yang
dilakukan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Jika siswa laki-laki
melakukan kesalahan, maka dia akan cenderung untuk melakukan technical error.
Sebab dibandingkan perempuan, laki-laki cenderung ceroboh dan tidak teliti dalam
menyelesaikan suatu masalah. Selain itu, siswa laki-laki cenderung kurang bekerja
keras dalam belajar, mengerjakan tugas-tugas maupun latihan-latihan soal, maka
siswa laki-laki juga cenderung untuk melakukan procedural error karena dia kurang
terbiasa memanipulasi dan menyusun langkah-langkah prosedural dalam
menyelesaikan soal. Sementara itu, jika siswa perempuan melakukan kesalahan,
maka dia akan cenderung melakukan conceptual error, sebab perempuan tidak
begitu bagus dalam penalaran logis dan visual-spasialnya. Padahal dalam materi
integral ini memerlukan daya nalar dan abstraksi yang baik, selain itu penerapan
integral sebagai luas daerah di bawah kurva juga memerlukan kemampuan visualspasial yang cukup baik karena terkait dengan konsep keruangan. Meskipun

18

demikian, siswa laki-laki maupun perempuan dimungkinkan dapat melakukan ketiga
jenis kesalahan sekaligus dalam mengerjakan sebuah soal. Hal tersebut juga
bergantung pada kecerdasan dari masing-masing siswa.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis menarik beberapa kesimpulan,
antara lain:
1. Jika siswa laki-laki melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal integral, maka
dia akan cenderung untuk melakukan procedural error dan technical error.
Procedural error adalah kesalahan dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal
meski pemahaman konsep sudah dimiliki atau kesalahan dalam menyusun
langkah-langkah yang hirarkis sistematis untuk menjawab suatu masalah.
Sementara itu, Technical error yaitu kesalahan siswa karena kurangnya

19

2.

3.

pemahaman siswa pada materi lain yang berhubungan dengan integral atau
kesalahan karena kecerobohan.
Jika siswa perempuan melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal integral,
maka dia akan cenderung melakukan conceptual error. Conceptual error adalah
kesalahan siswa karena kesalahan dalam memahami konsep yang berkaitan
dengan soal atau kesalahan yang berkaitan dalam penggunaan konsep-konsep
yang digunakan dalam soal.
Faktor penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal integral adalah
faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yaitu
menyangkut kemampuan intelektual siswa dalam memahami materi integral dan
aplikasinya. Adapun faktor penyebab kesalahan siswa tersebut antara lain:
a. Kurangnya pemahaman konsep terhadap materi integral
b. Kurangnya kemampuan siswa dalam memanipulasi atau mengalgoritma soal
c. Kurangnya kemampuan siswa dalam menyusun langkah-langkah yang
hirarkis sistematis untuk menjawab soal-soal integral
d. Kurangnya pengetahuan atau konsep siswa terhadap materi-materi yang lain
yang menjadi materi prasyarat integral
e. Kecerobohan siswa dalam menulis soal atau menulis jawaban soal integral.

DAFTAR PUSTAKA
1
9

[1]

Mulyasa, E. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.

[2]

Nisa, Titin Fardatun. 2010. Analisis Kesalahan Siswa Kelas VIII SMP Kemala
Bhayangkari Surabaya dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Bangun
Ruang. Surabaya: UNESA.

[3]

Subini, Nini. 2011.Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak. Jogjakarta: PT
Buku Kita

20

[4]

Sahriah, dkk. 2010. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Matematika Materi Operasi Pecahan Bentuk Aljabar Kelas VIII SMP Negeri
Malang. Malang: UM

[5]

Yasin, Soylu dan Enver, Tatar. 2007. Students′ Difficulties with Application of
Definite Integration. Educatia Matematica Vol. 3, Nr. 1-2, p15-27

[6]

Suherman, Erman. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Kerjasama JICA dengan FMIPA UPI.

[7]

Kiat, Kiat Eng. 2003. Analysis of Students’ Difficulties in Solving Integration
Problems. The Mathematics Educator Vol. 9, No.1, 39-5

[8]

Anjani, Norma Wiwik. 2010. Profil Kreatifitas Penyelesaian Masalah
Matematika Oleh Siswa SMP Negeri 28 Surabaya Ditinjau Dari IQ Dan
Perbedaan Gender. Surabaya: UNESA. Tesis Magister Pendidikan.

[9]

Polya, George. 1985. How To Solve It 2nd ed Princeton University Press. New
Jersey.

[10] Skemp, Richard R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics. Lawrence
Erlbraum Associates Publisher. New Jersey.
[11] Siswono, Tatag Y.E. 2010. Penelitian Pendidikan Matematika. Surabaya:
Unesa University Press.
[12] Rode, Rangga Getrudis. 2013. Analisis Kesalahan dan Solusinya Dalam
Menyelesaikan Soal Matematika Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan
Linier Dua Variabel Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 01 Kodi NTT. Malang:
Wisnuwardhana. Skripsi Sarjana Pendidikan.
[13] Mulia, S.M. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama Cetak I.
[14] Defriani, Vanisa. 2012. Gender. Diakses pada 25 September 2013 di
http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/15/gender-463085.html

21

[15] Akhmad. 2013. Wanita Tak Pintar Matematika. Diakses pada 23 September
2013 di http://tentangsains.blogdetik.com/2012/12/18/wanita-tak-pintarmatematika/
[16] Maf’ula, Syarifatul. 2010. Profil Kreatifitas Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2
Ploso Dalam Pengajuan Soal Matematika Ditinjau Dari Perbedaan
Kemampuan Matematika Dan Perbedaan Gender. Surabaya: UNESA. Tesis
Magister Pendidikan

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

BAB IV HASIL PENELITIAN - Pengaruh Dosis Ragi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Berbahan Dasar Biji Cempedak (Arthocarpus champeden) Melalui Uji Organoleptik - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 2 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan Berdasarkan Metode Nilai MPN Coliform di Lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Pahandut Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 12

The effect of personal vocabulary notes on vocabulary knowledge at the seventh grade students of SMP Muhammadiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN - Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak lurus - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 23

CHAPTER I INTRODUCTION - The effectiveness of anagram on students’ vocabulary size at the eight grade of MTs islamiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Sebelumnya - Perbedaan penerapan metode iqro’ di TKQ/TPQ Al-Hakam dan TKQ/TPQ Nurul Hikmah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 26