Pengaruh Pencucian dan Penyimpanan pada Pembuatan Surimi dan Kamaboko Ikan Nila (Oreochromis sp) Effect of washing time and storage of raw Material on Surimi and Kamaboko of Tilapia (Oreochromis sp.)

  

Pengaruh Pencucian dan Penyimpanan pada Pembuatan Surimi dan

Kamaboko Ikan Nila (Oreochromis sp)

Effect of washing time and storage of raw Material on Surimi and

Kamaboko of Tilapia (Oreochromis sp.)

  1* 1 Eka Saputra Departemen Kelautan , Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya 6015

  • ekasaputra@fpk.unair.ac.id

  

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencucian dan bahan baku pada penyimpanan beku terhadap

kualitas surimi dan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp). Ada tiga macam bentuk bahan baku yang digunakan

yaitu fillet, minced fish, dan minced fish + sorbitol, dengan tiga perlakuan pencucian dan empat minggu masa

penyimpanan beku yang diamati setiap minggunya. Metode yang digunakan terdiri dari pengukuran pH, kadar air,

uji gigit, dan uji lipat. Maka diperoleh hasil bahwa untuk kamaboko ikan nila (Oreochromis sp) terbaik

didapatkan dari bahan baku fillet dibandingkan dengan bahan baku minced fish dan bahan baku minced fish +

sorbitol, dengan frekuensi pencucian satu kali dan masa penyimpanan beku selama 3 minggu. Kata kunci : kamaboko, tilapia, masa simpan, kualitas

  

Abstract

This study aim was to determine the effect of washing and raw materials on frozen storage on the quality of

surimi and kamaboko from raw material of tilapia (Oreochromis sp). There were three types of raw materials

used, namely minced fish, surimi, and surimi with addition of sorbitol, with three washing treatments and four

weeks frozen storage period observed every week. The method used consisted of measurements of pH, water

content, bite test, and folding test. Then the results obtained for the best kamaboko tilapia (Oreochromis sp)

were obtained from fillet raw materials compared to the raw material of Minced fish and raw materials of

Minced Fish + Sorbitol, with a frequency of washing once and frozen storage for 3 weeks. Keywords: kamaboko, tilapia, shelf life, quality

  Diterima/Received: 16 Juli 2018 Diterima/Received: 16 Juli 2018 PENDAHULUAN Latar Belakang

  Ikan merupakan sumber bahan pangan yang bermutu tinggi, terutama karena ikan banyak mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Namun demikian, ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (highly perishable food). Oleh sebab itu untuk menanggulangi hal tersebut perlu adanya suatu cara pengawetan dan pengolahan yang dapat mempertahankan daya awet dan tidak banyak mengurangi nilai gizinya. Selain meningkatkan daya simpan, pengolahan ikan juga bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai ekonomis ikan adalah dengan cara diversifikasi pengolahan hasil perikanan guna memperoleh produk-produk perikanan yang baru sehingga dapat menarik minat masyarakat dalam mengkonsumsi produk tersebut.

  Surimi merupakan nama umum untuk daging lumat yang telah mengalami proses pemisahan tulang, minyak dan flavor (Rogols et al. 1995). Produk intermediet ini dapat dibuat berbagai macam produk gel ikan diantaranya, sosis ikan, siomay, fish cake, burger ikan dan bakso ikan. Produk-produk ini membutuhkan spesifikasi pembentukan gel yang kuat sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi, dapat digunakan ikan, baik ikan air tawar maupun ikan laut. Pada penelitian ini digunakan ikan nila (Oreochromis sp) yang merupakan ikan air tawar. Ikan ini memiliki rasa yang gurih, daging yang tebal, tidak lunak, harga terjangkau dan durinya sedikit. Ikan ini banyak dipelihara di kolam dan keramba jaring apung (Suyanto 1994).

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencucian dan bahan baku pada penyimpanan beku terhadap kualitas surimi dan kamaboko ikan nila (Oreochromis sp).

  MATERI PENELITIAN Bahan dan Alat

  Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah surimi ikan nila. Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah garam dapur, air, dan es batu. Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, baskom plastik, talenan, sendok, alat penggiling, alat pengepres, alat perebus, kompor, selongsong, dan kain kasa. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk keperluan analisis bahan dan produk akhir adalah score sheet dan pH meter.

  Prosedur Kerja

  Tahap-tahap pembuatan surimi adalah dengan seleksi bahan mentah, pemfiletan dengan membuang kulit dan tulang, pelumatan daging, pencucian dengan air dingin ± 5

  o

  C selama 15 menit, pembuangan air, penyaringan, dan pemerasan. Seleksi bahan mentah Adonan kamaboko kemudian dimaksud untuk memilih ikan yang segar dipanaskan secara bertahap yaitu dengan

  o

  dan bersifat seragam. Kemudian dilakukan suhu setting 40 C selama 20 menit dan

  o

  pemfiletan daging ikan dengan membuang dilanjutkan pada suhu cooking 90 C kulit dan tulang. Selanjutnya daging selama 20 menit. Setelah selesai dilumatkan dengan cara penggilingan. dipanaskan, cetakan kemudian langsung

  Daging yang telah dilumatkan selanjutnya dimasukkan ke dalam air es untuk

  o

  dicuci dengan air dingin (5

  C) dengan menghentikan proses pemasakan yang

  • –10 cara direndam dan diaduk-aduk selama 15 mungkin masih berlanjut karena adanya menit, yang kemudian diikuti dengan panas yang tersisa. Selain itu, pendinginan penyaringan. Pencucian dilakukan ini juga berperan dalam menghasilkan sebanyak 2-3 kali. Pencucian berguna pembantukan gel yang baik pada untuk memisahkan darah, enzim, urea, kamaboko. protein larut air serta memperbaiki warna

  Uji Lipat

  surimi. Untuk menghilangkan air dapat Sampel kamaboko yang digunakan dilakukan dengan pemerasan dengan untuk uji lipat dipotong dengan ketebalan menggunakan kain saring (kain kasa) atau 4-5 mm. Adapun tingkat kualitas uji lipat blacu, kemudian diperas baik dengan menurut Suzuki (1981) adalah sebagai tangan atau alat pemeras mekanik. berikut :

  Pada pembuatan kamaboko, surimi 1)

  Tidak retak jika dilipat seperempat yang telah diperoleh sebanyak 10 gram lingkaran, kualitas “AA” dengan nilai 5. kemudian dimasukkan ke dalam meat

  2) Tidak retak jika dilipat setengah processor dan ditambahkan air ± 10% dan lingkaran, kualitas “A” dengan nilai 4. garam (NaCl) 2,5 % dari berat surimi,

  3) Retak jika dilipat menjadi setengah selain itu ada yang ditambahkan dengan lingkaran, kualitas “B” dengan nilai 3. sorbitol 0,2%. Selanjutnya adonan tersebut

  4) Putus menjadi dua bagian jika dilipat dimasukkan ke dalam cetakan kamaboko setengah lingkaran, kualitas “C” dengan yang berbentuk silinder (selongsong) nilai 2. dengan panjang 3 cm dan diameter 2,5 cm.

  5) Pecah menjadi bagian-bagian kecil kamaboko dalam cetakan ini harus padat jika ditekan dengan jari-jari tangan, dan jangan sampai ada rongga udara kualitas “D” dengan nilai 1. kemudian tutup dan diikat dengan kencang

  Uji Gigit agar tidak bergeset saat dipanaskan.

  Persiapan sampel sama seperti pada kekuatan gel, namun menggunakan ukuran

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  tebal/tinggi 1 cm. Pengujian dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sampel antara gigi seri atas dan gigi seri bawah. Tingkat kualitas uji gigit adalah sebagai berikut: 10 = daya lenting amat sangat kuat 9 = daya lenting amat kuat 8 = daya lenting kuat 7 = daya lenting agak kuat 6 = daya lenting diterima 5 = daya lenting agak diterima 4 = daya lenting agak lemah 3 = daya lenting lemah 2 = daya lenting amat lemah

  1 = tidak ada daya lenting, seperti bubur

  Pengujian pH

  Sebelum melakukan pengukuran, pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu, dengan cara mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer pH 7. Analisis sampel dilakukan dengan cara menimbang 5 gram sampel kemudian dihomogenkan dalam 45 ml aquades dingin. Setelah homogen diukur pH-nya dengan pH-meter.

  Kadar Air

  Sampel yang sudah homogen ditimbang 5 gram dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya, dimana cawan sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100-102

  o

  C selama enam jam. Cawan lalu diinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang.

  Kadar air dapar dihitung dengan rumus : Dimana : W1 = berat sampel awal W2 = berat sampel setelah dikeringkan

  Rancangan Percobaan

  Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pencucian terhadap surimi dan kamaboko, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sedangkan untuk mengetahui pengaruh bentuk bahan baku dan penyimpanan, menggunakan rancangan faktorial. Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ).

  HASIL DAN PEMBAHASAN Frekuensi Pencucian Derajat Keasaman (pH)

  Nilai pH surimi ikan nila merah (Oreochromis sp.) pada berbagai frekuensi pencucian disajikan pada gambar 1.

  Berdasarkan pengukuran pH, maka didapatkan nilai rata-rat pH surimi antara 6-7, nilai rata-rata pH tertinggi yaitu sebesar 7,01 pada pencucian 1 kali, sedangkan nilai rata-rata pH terendah yaitu

  • , yang berkaitan dengan protein miofibril ikan sehingga membebaskan asam, sehingga nilai pH menurun (Suzuki,

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  sebesar 6,45 pada pencucian 3 kali, dan pencucian 2 kali memeliki nilai rata-rata pH sebesar 6,54. Berdasarkan uji BNJ didapatkan bahwa pencucian 1 kali berbeda nyata dengan pencucian 2 kali dan pencucian 3 kali.

  Nilai pH mempengaruhi kekuatan gel (ashi). Kekuatan gel akan tinggi jika pH daging berkisar antara 6-7, karena protein miosin sudah larut pada pH tersebut. Di luar kisaran pH tersebut, baik dalam keadaan lebih basa (pH>7) ataupun dalam keadaan lebih asam (pH<6) kekuatan gel akan rendah atau turun (OFF, 1987).

  Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan pH secara perlahan dengan semakin banyaknya pencucian. Hal ini diduga karena adanya penambahan garam dalam hal ini yang berperan ion Na

  1981). Penurunan nilai pH surimi ikan nila merah masih termasuk dalam kisaran pH yang dapat membentuk gel yaitu 6-8 (Shimizu, 1992).

  Kadar Air

  Pada surimi pencucian 1 kali, mempunyai kadar air rata-rata yaitu 82,42%. Sedangkan pada pencucian 2 kali kadar air rata-rata 89,42% dan pada pencucian 3 kali kadar air rata-ratanya menjadi 84,95% (Gambar 2). Demikian pula kadar air rata-rata pada kamaboko, juga mengalami peningkatan dengan bertambahnya frekuensi pencucian. Pencucian 1 kali, kadar air rata-rata kamaboko 79,98%. Pada pencucian 2 kali sebesar 86,15% dan pencucian 3 kali, kadar air rata-rata kamaboko menjadi 81,57% (Gambar 2). Berdasarkan hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa peningkatan kadar air dari surimi dan kamaboko berbeda nyata pada semua pasang perlakuan.

  

Gambar 1. Nilai pH rata-rata pada berbagai frekuensi pencucian surimi.

  6 6,2 6,4 6,6 6,8

  7 7,2 pencucian 1x pencucian 2x pencucian 3x

pH

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  Kadar air surimi memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada kadar air kamaboko. Kandungan air yang terdapat pada bahan dapat mempengaruhi kekutan gel, dimana semakin tinggi kadar airnya maka semakin rendah kekuatan gelnya.

  Menurut Santoso et al (1997), naiknya kadar air setelah dilakukan pencucian disebabkan oleh ter- perangkapnya sebagaian air pencuci di dalam celah atau ruangan yang telah ditinggalkan oleh zat-zat terlarut.

  Disamping itu, juga adanya sebagian air pencuci yang masuk secara osmosis

  

Gambar 2. Kadar air surimi dan kamaboko dari berbagai frekuensi pencucian

Gambar 3. Nilai rata-rata uji lipat kamaboko pada berbagai pencucian.

  1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

  

1x pencucian 2x pencucian 3x pencucian

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  kedalam cairan intrasel. Hal ini disebabkan adanya pemberian garam, sehingga air yang terdapat dalam intrasel keluar secara osmosis. Disisi lain, garam juga dapat meluaskan globular-globular dalam sel sehingga air yang masuk lebih banyak dari air yang keluar.

  Uji Lipat

  Frekuensi pencucian mem- pengaruhi nilai uji lipat kamaboko, pada pencucian 2 kali memiliki nilai rata- rata uji lipat tertinggi yaitu 3,6, sedangkan nilai rata-rata uji lipat terendah yaitu 2,3 pada pencucian 3 kali, dan pencucian 1 kali memiliki nilai rata-rata uji lipat 3,3 (Gambar 3). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa frekuensi pencucian 1 kali dan 2 kali berbeda nyata dibandingkan dengan pencucian 3 kali. Sementara pencucian 1 kali tidak berbeda nyata dengan pencucian 2 kali. Hal tersebut berarti frekuensi pencucian satu kali merupakan perlakuan yang paling baik. Sebab dengan satu kali pencucian sudah dapat menghasilkan kualitas kekuatan gel yang sama baik dengan perlakuan yang ke- 2.

  Shaban et al (1985) dan Rustamaji (1989) menyatakan bahwa hasil uji lipat berkaitan langsung dengan tekstur gel terutama kekuatan gel. Semakin baik hasil uji lipat maka mutu dari produk gel yang dihasilkan juga akan semakin baik (Shaban et al , 1985 dalam Santoso, 1997).

  Uji Gigit

  Uji gigit dilakukan untuk memberikan taksiran secara subyektif yang dilakukan oleh 10 orang panelis. Pengujian dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sampel antar gigi seri atas dan bawah. Nilai rata-rata uji gigit tertinggi didapat pada pencucian 1 kali yaitu 7,90 Gambar 4. Nilai rata-rata uji gigit kamaboko pada berbagai pencucian.

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

1x pencucian 2x pencucian 3x pencucian

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  (daya lenting kuat) sedangkan nilai rata- rata uji gigit terendah pada pencucian 3 kali yaitu 3,40 (daya lenting lemah), dan pada pencucian 2 kali memiliki nilai rata- rata uji gigit yaitu 5,8 (daya lenting diterima) (Gambar 4).

  Berdasarkan hasil analisis statistik terhadap uji gigit didapatkan bahwa semua perlakuan pencucian berbeda nyata. Semakin banyak frekuensi pencucian, maka kandungan protein juga berkurang. Suzuki (1981) mengatakan bahwa protein adalah senyawa kimia yang paling berperan dalam pembentukan gel.

  Lama Penyimpanan Derajat Keasaman (pH)

  Nilai pH rata-rata bahan baku (b1 fillet, b2 mince fish, b3 mince fish+sorbitol) pada pembuatan surimi dan kamaboko memiliki nilai rata-rata yang berbeda-beda berdasarkan lama masa penyimpanannya. Pada bahan baku b1 fillet nilai rata-rata pH berfluktuasi, terjadi penurunan pada minggu ke 1 yaitu dari 6,07 menjadi 5,89 pada minggu ke 2 dan meningkat pada minggu ke 3 yaitu 6,08. Untuk bahan baku b2 mince fish terjadi peningkatan pada minggu ke 2 dan minggu ke 3 kemudian menurun pada minggu ke 4, begitu pula bahan baku b3 mince fish+sorbitol terjadi peningkatan pada minggu ke 2 dan minggu ke 3 yaitu dari 6,01 menjadi 6,40 dan menurun pada minggu ke 4 menjadi 5,85 (Gambar 5 A).

  Nilai pH rata-rata pada surimi fillet (s1) terjadi peningkatan pada penyimpanan hingga minggu ke 3 yaitu dari 5,87 menjadi 6,4, kemudian menurun pada minggu ke 4 menjadi 5,82. Surimi dengan bahan baku mince fish (s2) juga mengalami peningkatan nilai pH rata-rata hingga penyimpanan minggu ke 3, yaitu dari 5,88 menjadi 6,2 kemudian menurun pada minggu ke 4 yaitu mencapai 5,90. Begitu pula untuk surimi dengan bahan baku minced fish+sorbitol (s3) terjadi peningkatan nilai pH rata-rata hingga penyimpanan minggu ke 3 yaitu dari 5,89 menjadi 6,3 dan menurun pada minggu ke 4 menjadi 5,90 (Gambar 5 B).

  Untuk nilai pH rata-rata pada kamaboko dengan bahan baku fillet (k1), terjadi peningkatan nilai pH rata-rata pada penyimpanan minggu ke 1 yaitu dari 6,02 menjadi 6,04 pada minggu ke 3, kemudian menurun pada minggu ke 4 yaitu menjadi 5,82. Begitu juga untuk kamaboko dengan bahan baku minced fish (k2) terjadi peningkatan pada minggu ke 1 dari 6,06 menjadi 6,11 pada minggu 3, kemudian menurun pada minggu ke 4 menjadi 5,99. Sedangkan kamaboko dengan bahan baku minced fish + sorbitol (k3), nilai pH rata- ratanya 6,10 pada minggu 1 kemudian menjadi 5,88 pada minggu keempat (Gambar 5 C). A B C Gambar 5. Nilai pH rata-rata pada berbagai masa penyimpanan. A. Bahan baku (b1 fillet; b2 mince fish; b3 mince fish+sorbitol); B. Surimi (s1 fillet; s2 mince fish; s3 mince fish+sorbitol); C. Kamaboko (k1 fillet; k2 mince fish; k3 mince fish+sorbitol).

  Berdasarkan hasil analisis ragam surimi, diketahui bahwa ada interaksi (ANOVA) terhadap nilai rata-rata pH antara bahan baku dengan lama masa

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  • sorbitol (b3) memiliki kadar air rata-rata antara 79,60-81,01 (Gambar 6A).
  • sorbitol maupun bahan baku fillet. Tetapi surimi berbahan baku minced fish + sorbitol, nilai pH rata-rata tidak berbeda nyata dengan surimi berbahan baku fillet. Dan pada penyimpanan minggu ke 4, nilai pH rata-rata tidak berbeda nyata antara perlakuan.

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  penyimpanan. Sehingga dilakukan uji lanjut BNJ terhadap pengaruh interaksinya. Hasil nilai pH rata-rata pada perbedaan bahan baku pembuatan surimi terhadap waktu penyimpanan, menunjukkan bahwa nilai pH rata-rata surimi bahan baku fillet pada penyimpanan minggu ke 2 berbeda nyata dengan surimi berbahan baku minced fish, tetapi tidak berbeda nyata dengan surimi berbahan baku minced fish + sorbitol. Pada penyimpanan minggu ke 3, surimi berbahan baku minced fish berbeda nyata dengan surimi berbahan baku minced fish

  Pada uji lanjut BNJ bahan baku kamaboko, diketahui bahwa kamaboko berbahan dasar fillet berbeda nyata dengan kamaboko berbahan dasar minced fish maupun minced fish + sorbitol. Sedangkan untuk nilai pH rata-rata kamaboko berbahan dasar minced fish tidak berbeda nyata dengan kamaboko berbahan dasar minced fish + sorbitol.

  Kadar air

  Kadar air rata-rata untuk berbagai bahan baku dengan berbagai lama masa penyimpanan mengalami peningkatan. Pada bahan baku fillet (b1) kadar air rata- rata berkisar antara 78,50-81,43, sedangkan pada bahan baku minced fish (b2) kadar air rata-rata mengalami penurunan pada penyimpanan minggu ke 2 hingga minggu ke 4 yaitu dari 81,80 hingga 74,40, dan bahan baku minced fish

  Kadar air rata-rata untuk surimi dengan bahan baku fillet (s1) mengalami penurunan setiap minggunya, dengan nilai rata-rata berkisar antara 78,80-82,27. Kemudian pada surimi dengan bahan baku miced fish (s2) berfluktuasi setiap minggunya, dengan nilai rata-rata berkisar antara 77,90-81,30. Sedangkan untuk surimi dengan bahan baku minced fish + sorbitol mengalami peningkatan pada penyimpanan minggu ke 1 sampai minggu ke 4, dengan nilai rata-rata berkisar antara 73,49-81,71 (Gambar 6B). A B C Gambar 6. Kadar air rata-rata berdasarkan masa penyimpanan. A. Bahan baku (b1 fillet; b2 mince fish; b3 mince fish+sorbitol); B. Surimi (s1 fillet; s2 mince fish; s3 mince fish+sorbitol); C. Kamaboko (k1 fillet; k2 mince fish; k3 mince fish+sorbitol).

  Sedangkan untuk kadar air rata-rata pada baku fillet (k1), memiliki nilai kadar air kamaboko mengalami fluktuasi setiap rata-rata berkisar antara 75,60-87,80. minggunya. Kamaboko dengan bahan Kemudian kamaboko dengan bahan baku

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  • sorbitol memiliki nilai rata-rata uji lipat berkisar antara 2-5 (Gambar 7).

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  minced fish (k2), berkisar antara 75,40- 79,37 dan kamaboko dengan bahan baku minced fish + sorbitol (k3) berkisar antara 68,30-81,49 (Gambar

  6C). Adanya peningkatan kadar air ini, diduga karena proses denaturasi protein daging ikan yang dapat membebaskan air selama penyimpanan beku. Selain itu, aktivitas bakteri dalam menguraikan komponen daging juga dapat membebaskan air. Meningkatnya kadar air dalam surimi dan kamaboko ini, dapat menyebabkan berkurangnya kekenyalan (Uju, 2006).

  Uji Lipat

  Nilai rata-rata uji lipat pada kamaboko berdasarkan masa penyimpanan dengan 3 macam bahan baku yaitu fillet, mince fish, dan mince fish + sorbitol mengalami penurunan pada setiap minggunya. Kamaboko dengan bahan baku fillet nilai rata-rata uji lipat berkisar antara 4-5, sedangkan kamaboko dengan bahan baku mince fish memiliki nilai rata- rata uji lipat berkisar antara 3-5, dan kamaboko dengan bahan baku mince fish

  Hasil uji lanjut BNJ diketahui bahwa kamaboko dengan berbahan baku fillet tidak berbeda nyata pada berbagai penyimpanan. Sedangkan kamaboko berbahan baku minced fish pada penyimpanan minggu ke 2 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke 1 dan

  Gambar 7. Nilai rata-rata uji lipat kamaboko pada berbagai bahan baku dan lama penyimpanan

  Diterima/Received: 16 Juli 2018

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kamaboko ikan nila (Oreochromis sp) terbaik didapatkan dari bahan baku fillet dibandingkan dengan bahan baku minced fish dan bahan baku minced fish + sorbitol, dengan frekuensi pencucian satu kali dan masa penyimpanan beku selama 3 minggu.

  Benjakul S, Visessanguan W, Thongkaewa

  ed. Maryland: Association of Official Analytical Chemists Inc.

  th

  18

  [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Methods of Analysis .

  Adapun saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan perlakuan yang berbeda pada pembuatan kamaboko pada jenis bahan baku ikan yang lainnya untuk mendapatkan kualitas kamaboko yang terbaik.

  SARAN

  KESIMPULAN

  tidak berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke 3 dan minggu ke 4. Untuk kamaboko berbahan baku minced fish + sorbitol, penyimpanan minggu ke 2 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke 3 dan minggu ke 4.

  Berdasarkan uji lanjut BNJ, menunjukkan bahwa kamaboko berbahan baku minced fish + sorbitol berbeda nyata dibandingkan dengan kamaboko berbahan baku fillet pada penyimpanan minggu ke 1 dan minggu ke 3, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kamaboko bahan baku minced fish. Pada penyimpanan minggu ke 2 dan empat ke 4, bahan baku fillet berbeda nyata dengan bahan baku minced fish maupun minced fish + sorbitol. Namun minced fish tidak berbeda nyata dibandingkan dengan minced fish + sorbitol pada penyimpanan minggu ke 2 maupun minggu ke 4.

  Uji gigit dilakukan untuk memberikan taksiran secara subyektif yang dilakukan oleh 10 orang panelis. Nilai rata-rata uji gigit pada kamaboko cenderung mengalami penurunan berdasarkan masa penyimpanan dari ke 3 macam bahan baku (fillet, mince fish, dan mince fish + sorbitol. Kamaboko bahan baku fillet nilai uji gigit berkisar antara 8- 9, sedangkan kamaboko bahan baku minced fish berkisar antara 7-8, dan kamaboko minced fish + sorbitol 6-8 (Gambar 8).

  Uji Gigit

  Rustamaji (1989) menyatakan bahwa hasil uji lipat berkaitan langsung dengan tekstur gel terutama kekuatan gel. Semakin baik hasil uji lipat, maka mutu produk gel yang dihasilkan juga akan semakin baik (Shaban et al., 1985 dalam Santoso, 1997).

  dalam

  . (1985)

  et al

  Shaban

  C, Tanaka M. 2008. Effect of frozen storage on chemical and gel-forming Technology . New York: Reinhold properties of fish commonly used for Publishing co. surimi production in Thailand.

  Suzuki T. 1981. Fish Krill Protein Processing Technology. London: Applied Science

  Chaijan M, Jongjarenrak, Akkasit, Publisher, LTd.

  Phatcharat S, Scoottawat B, Rawdkuen S. 2010. Komposisi kimia dan karakteristik daging ikan patin raksasa (Gigas pangasianodon). Journal of fisheries 80: (35-45).

  Charles M, Mankoo A. 2005. Surimi

  nd

  seafood flavor. Dalam: Park JW (2 eds). Surimi and Surimi Seafood. Taylor dan Francis Group: CRC press. Hossain MI, Kamal MM, Shikka, Hoque

  MDS. 2004. Effect of washing and salt concentration on the gel forming ability of two tropical fish species.

  Journal of Food Science 70: 114-124.

  Jannah C. 2010. Perubahan karakteristik surimi komposisi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) selama penyimpanan suhu dingin. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

  Karmas, E and E. Lauber, 1987. Novel products from underutilized fish using combined processing technology. J.

  ., 52: 7

Food Sci –9

  Lee CM, Wu CM, Okada M. 1992.

  Ingredient And formulation technology for surimi based product. Dalam Lanier Tc, Lee CM (eds). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Scott, D. N., Porter, R. W., Kudo, G.,

  Miller, R., & Koury, B. (1988). Effect of freezing and frozen storage of Alaska pollock on the chemical and gel-forming.

  Stansby ME, OLcott HS. 1963.

  Composition of Fish. Dalam Stansby ME (Ed). Industrial Fisheries

  Diterima/Received: 16 Juli 2018