TANTANGAN KELUARGA SEBAGAI KOMUNITAS BASIS DALAM MENGHADAPI FENOMENA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI DUNIA PENDIDIKAN
TANTANGAN KELUARGA SEBAGAI KOMUNITAS BASIS DALAM MENGHADAPI
FENOMENA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI DUNIA PENDIDIKAN
Prof. Richardus Eko Indrajit – indrajit@post.harvard.edu
Pendahuluan
Sungguh mengejutkan hasil dari sejumlah penelitian yang menyimpulkan bahwa entitas yang paling banyak dan sangat efektif memberikan pengaruh terhadap perilaku remaja (siswa atau pelajar) dewasa ini bukanlah lagi keluarga, sekolah, atau masyarakat – melainkan media elektronik. Media elektronik yang dimaksud adalah berbasis televisi (video), radio (audio), surat kabar/tabloid (teks dan gambar), dan internet (digital) – yang dapat dengan leluasa diakses oleh teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, telepon genggam, dan piranti elektronik (misalnya: blackberry atau ipad) – melalui beragam aplikasi populer seperti email, search engine (browsing), sms, mailing list, jejaring sosial (misalnya: facebook atau twitter), dan lain sebagainya. Bahkan dewasa ini sangat jarang ditemui seorang remaja atau pemuda yang berjalan tanpa menggenggam “gadget elektronik” di tangannya, yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan “jejaring sosial”-‐nya melalui dunia siber – sebuah arena maya/virtual yang dibentuk oleh manusia dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Alhasil, kebanyakan anak-‐anak yang lahir setelah tahun 198o, hidup di tengah-‐tengah empat “komunitas basis”, yaitu: (i) keluarga; (ii) sekolah; (iii) masyarakat; dan (iv) internet.
Peranan dan Dampak Teknologi
Seperti halnya pedang bermata dua, warna warni dampak yang ditimbulkan dengan adanya sebuah teknologi baru sangatlah bergantung pada manusia yang mempergunakannya. Mereka yang pada dasarnya merupakan individu yang bersikap baik benar-‐benar memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi ini untuk meningkatkan kualitas hidupnya, seperti: meningkatkan efisiensi kerja, memperbaiki mutu penyelenggaraan pendidikan, memperkaya ilmu pengetahuan, menciptakan lapangan kerja, membentuk jejaring bantuan sosial, menyuburkan alam demokrasi, dan lain sebagainya. Sementara di tangan mereka yang tidak bertanggung jawab, teknologi ini dipergunakan untuk melakukan aktivitas yang berdampak negatif, seperti: menyebarkan fitnah, membohongi publik, menyebarluaskan kebencian, mencuri hak milik orang lain, memanipulasi data/informasi, memata-‐matai individu, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, kehadiran dan peranan teknologi informasi dan komunikasi di tengah-‐tengah masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh budaya dan karakteristik dari komunitas tersebut, sehingga memberikan spektrum akibat yang ditimbulkan – dari yang sangat negatif, hingga yang begitu positif. Menghadapi masyarakat yang sangat beragam dan heterogen -‐ terutama karena adanya perbedaan generasi, pola pikir, dan pendidikan -‐ melalui buku berjudul “When Generations Collide”, Lynne Lancaster dan Davis Stillman mengatakan hanya ada dua pilihan strategi yang dapat diterapkan dalam menyikapi kehadiran suatu fenomena baru seperti teknologi dalam masyarakat majemuk tersebut, yaitu membiarkan terjadinya konflik secara alami (pasif) atau mencoba menjalin komunikasi yang efektif (aktif).
Manfaat Teknologi Pendidikan
Khusus di bidang pendidikan, berkaca dari keberhasilan berbagai negara berkembang dan maju yang telah memanfaatkannya, teknologi informasi dan komunikasi memberikan nilai tambah kepada para pemangku kepentingan sebagai berikut:
- Guru: (i) memperkaya materi ajar; (ii) menambah wawasan pengetahuan; (iii)
(v) memudahkan jalinan komunikasi dengan siswa dan orang tua; (vi) mempermudah evaluasi hasil pembelajaran; (vii) merapikan pekerjaan administratif; dan lain sebagainya;
- Siswa: (i) membuat belajar lebih bermakna dan menyenangkan; (ii) membantu mengerjakan tugas; (iii) memudahkan kolaborasi dan kooperasi antar teman; (iv) memungkinkan belajar mandiri; (v) mempercepat penguasaan ilmu/kompetensi; (vi) memberikan kesempatan maju yang sama; (vii) mengurangi biaya pembelajaran; dan lain sebagainya; dan
- Sekolah: (i) merapikan administrasi pendidikan; (ii) meningkatkan kinerja guru;
(iii) mengurangi beban pengadaan materi; (iv) mempermudah komunikasi antar pemangku kepentingan; (v) memantau/memonitor kinerja manajemen sekolah; (vi) mengotomatisasikan beragam proses; (vii) mengorganisir kegiatan; dan lain sebagainya.
Tentu saja keseluruhan manfaat yang disampaikan di atas diperoleh dari kenyataan yang ada di lapangan, terlepas dari berbagai variasi aplikasi yang dipergunakan dan strategi penerapannya. Secara tegas dan gamblang UNESCO menyatakan bahwa kehadiran dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan adalah “to meet the unmet educational needs” – artinya “untuk memenuhi kebutuhan dunia pendidikan yang selama ini tidak terpenuhi”.
Kekhawatiran Guru dan Orang Tua
Namun demikian, mengiringi berbagai manfaat yang ada, sejumlah efek negatif pun timbul. Katakanlah misalnya fenomena sebagai berikut: memudahkan seorang siswa untuk menjiplak (mencontek) karya orang lain, mengerjakan tugas secara instan tanpa mendalami esensinya, mengurangi nalar analisa karena semua sudah tersedia di internet, dan lain-‐lain. Berdasarkan pengamatan dan studi yang ada, paling tidak ada 2 (dua) hal utama yang paling ditakuti oleh kebanyakan guru dan orang tua dewasa ini terkait dengan terbukanya kebebasan memperoleh informasi di dunia siber, yaitu: (i) ketakutan akan tereksploitasinya siswa dalam berbagai masalah berbau pornografi; dan (ii) kekhawatiran menyebar dan diadopsinya beragam paham radikalisme di kalangan anak-‐ anak muda. Ketakutan guru dan orang tua tersebut sangatlah beralasan, mengingat begitu banyaknya kejadian dan kasus nasional belakangan ini yang berakar pada dua permasalahan tersebut – bahkan statistik memperlihatkan semakin meningkatnya frekuensi kejadian yang dimaksud dengan modus operandi yang beragam. Kasus pornografi dan pornoaksi anak, peledakan bom oleh remaja, tawuran antar dua aliran agama, maupun merebaknya video porno di kalangan remaja – hanya merupakan sejumlah kecil peristiwa yang sungguh menakutkan yang jika tidak ditangani sungguh-‐ sungguh dapat terjadi secara masif di seluruh negeri.
Mencermati Fenomena Dunia Baru
Berkaca pada kekhawatiran tersebut, apa yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru? Walaubagaimanapun, sesuai dengan teori dan konsep psikologi, watak, perilaku, dan karakter seorang anak akan sangat tergantung dari kondisi lingkungannya selama yang bersangkutan tumbuh. Dalam konteks ini, tentu saja keluarga di rumah (orang tua, saudara kandung, dan penghuni rumah) dan “keluarga” di sekolah (guru, teman-‐teman, dan karyawan sekolah) akan sangat menentukan kepribadian seorang anak di masa pertumbuhannya. Jika dipandang secara sungguh-‐sungguh, sebenarnya yang terjadi dewasa ini adalah “fenomena lama, dengan perilaku baru”. Yang dimaksud dengan pernyataan tersebut adalah sebagai berikut. Peristiwa seperti ayah memarahi anak, guru tetap terjadi dalam kehidupan sehari-‐hari. Bedanya adalah perilaku yang dilakukan atau akibat yang ditimbulkan ketika generasi sekarang menghadapi “peristiwa biasa tersebut”. Seorang anak yang dimarahi ayahnya segera “mengupdate” status jejaring sosialnya (baca: facebook) di internet yang berisi keluhan dan kesedihannya; siswa yang dimarahin guru “melaporkan” kejadiannya di mailing list; seorang istri yang bertengkar dengan suaminya langsung “curhat” dengan rekan-‐rekannya via piranti digital (baca: blackberry); dua orang yang sedang dilanda asmara tanpa segan-‐segan “mendokumentasi” seluruh kisah cintanya; dan lain sebagainya. Perilaku semacam ini merupakan suatu hal yang normal bagi generasi baru, karena semenjak mereka lahir, teknologi semacam telepon genggam, internet, blackberry, facebook, yahoo, google, dan lain-‐lain sudah ada mendampingi hidup mereka. Bahkan dalam pertumbuhannya di keluarga, secara jelas dan rutin mereka melihat ayah, ibu, saudara kandung, kerabat, dan teman-‐temannya menggunakan teknologi yang sama dan melakukan kegiatan serupa. Hal-‐hal yang dulu serba tertutup, saat ini menjadi sesuatu yang terbuka; dan hal-‐hal yang dulu hanya “berseliweran” di sebuah komunitas terbatas tertentu, saat ini menjadi konsumsi publik seluruh dunia karena adanya internet yang menerobos batas-‐batas fisik dan geografis.
Strategi Mendidik Anak
Menghadapi situasi ini, hanya ada dua pendekatan ekstrim yang dapat dipergunakan dalam mendidik anak di era teknologi canggih seperti ini. Pendekatan pertama adalah dengan cara menutup sebanyak mungkin akses sang anak terhadap internet atau teknologi yang berpotensi menyesatkan dan memberikan dampak negatif; sementara pendekatan kedua adalah memikirkan cara yang efektif mendidik anak-‐anak jaman sekarang di tengah-‐tengah era serba terbuka yang dipicu karena kecanggihan teknologi. Kedua pendekatan ekstrim tersebut memiliki plus-‐minusnya masing-‐masing, sehingga akan efektif dan sungguh bijaksana jika dicarikan pendekatan kombinasi, yang berada di antara kedua cara tersebut. Sebelum menentukan strategi yang pas, ada baiknya dipegang sejumlah prinsip “tidak mungkin” sebagai berikut:
- Tidak mungkin membendung perkembangan teknologi maupun keingintahuan seorang anak, karena keduanya bersifat alami dan berada di luar kendali guru maupun orang tua;
- Tidak mungkin mengawasi seorang anak selama 24 jam penuh untuk memastikan yang bersangkutan tidak melakukan kegiatan yang membahayakan, karena dinamika aktivitas sang anak yang beragam dan berbeda-‐beda setiap harinya;
- Tidak mungkin menutup seluruh kanal akses teknologi maupun modus pergaulan sang anak karena begitu banyak variasinya dan aktivitas tersebut membutuhkan biaya yang mahal;
- Tidak mungkin membiarkan seorang anak untuk tumbuh dengan sendirinya sambil berharap yang bersangkutan akan melakukan hal-‐hal yang baik, karena begitu banyaknya pengaruh positif maupun negatif di lingkungan sekitar sang anak;
- Tidak mungkin ada pihak-‐pihak lain yang sedemikian perdulinya terhadap perkembangan sang anak kecuali orang tua yang bersangkutan, karena mereka memiliki hubungan darah dan emosional yang kental; dan
- Tidak mungkin menghilangkan semua potensi negatif dan ancaman yang ditimbulkan oleh teknologi, karena hal tersebut bersifa paradoksial dengan semakin besarnya manfaat yang diberikan internet pada saat yang sama.
Oleh karena itulah maka akan sangat ideal jika apa pun strategi dan pendekatan yang dipilih guru maupun orang tua, semuanya bermuara pada target terciptanya atau tertanamnya jiwa “self cencorship” masing-‐masing individu anak muda. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Kuncinya hanya satu: PENDAMPINGAN!
Semangat Mendampingi Sang Anak
Pendampingan orang tua dalam masa-‐masa pertumbuhan awal seorang anak secara intens merupakan kunci tertanamnya karakter positif berupa kapabiltas “self censorship”. Dalam hal ini, sepuluh tahun pertama perkembangan anak semenjak yang bersangkutan lahir, merupakan masa-‐masa kritikal pendampingan dimaksud. Contoh pertama adalah terkait dengan kekhawatiran akan isu pornografi via internet, yang dapat ditangkal dengan cara pendampingan sebagai berikut:
- Berikanlah pendidikan seks sedini mungkin, yaitu semenjak sang anak lahir, dengan bahasa dan pendekatan yang disesuaikan dengan usia pertumbuhannya. Akan sangat terlambat jika pemberian pendidikan seks pada saat sang anak harus menunggu dahulu sampai yang bersangkutan akil balik, karena sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan, dan situasi kondisi lingkungan pada saat ini.
- Ketika orang tua mulai mengamati adanya perubahan perilaku sang anak yang aneh setelah yang bersangkutan mengenal dunia siber atau internet, itulah saat yang tepat untuk memulai pendampingan intensif. Tidak perlu merasa tabu bagi seorang ibu bersama putrinya, atau ayah bersama putranya, bersama-‐sama berselancar atau “browsing” di dunia maya membahas secara akademik/rasional mengenai situs-‐situs yang dinilai mengandung unsur pornografi/pornoaksi. Peristiwa sederhana ini terbukti ampuh menekan “hormon-‐hormon” yang berpotensi merusak sang anak di masa mendatang, karena adanya memori atau kenangan berdiskusi dengan sang ayah atau ibu tercinta di masa lalu.
- Sang orang tua dianjurkan untuk memiliki nomor telepon psikolog atau ahli komunikasi di telepon genggamnya. Hal ini untuk mengantisipasi berbagai pertanyaan dari sang anak yang dapat timbul dan ditanyakan sewaktu-‐waktu (baca: ceplas ceplos) ke ayah ibunya, dimana pertanyaannya cukup mencengangkan kedua orang tuanya – karena dahulu pertanyaan semacam itu biasanya ditanyakan oleh orang dewasa. Jaman sekarang, sang orang tua dituntut untuk menjawab pertanyaan apapun yang dilontarkan anaknya, karena jika tidak, yang bersangkutan akan menanyakannya ke sumber yang lain, seperti internet. Agar jawabannya tepat dan sesuai dengan kondisi psikologis anak, maka akan sangat menguntungkan bagi orang tua jika memiliki teman atau rekan yang kebetulan seorang psikolog atau ahli komunikasi.
- Hampir semua anak-‐anak sekarang menjadi anggota aktif dalam satu atau lebih jejaring sosial di dunia siber atau internet. Tidak ada salahnya bagi orang tua untuk turut menjadi bagian dari jejaring sosial komunitas anak-‐anaknya tersebut; sehingga paling tidak secara virtual sang orang tua dapat mengikuti perkembangan sang anak dari hari ke harinya – dan sang anak pun biasanya senang karena orang tuanya tidak “gaptek” (baca: gagap teknologi). Memang untuk hal yang satu ini, sang ayah atau ibu harus sedikit meluangkan waktu belajar menggunakan aplikasi dimaksud.
Senada dengannya, hal yang sama berlaku pula untuk ketakutan akan tertanamnya paham-‐paham radikalisme dan/atau fundamentalisme di kalangan anak-‐anak muda. Pendampingan yang dapat dilakukan misalnya:
- Bersama-‐sama berselancar di dunia siber antara orang tua dan sang anak membahas berbagai hal mendasar yang terlihat meresahkan si anak – dimana diharapkan terjadinya dialog sehat di antara keduanya yang dapat menenangkan keresahan sang anak, baik secara rasional maupun emosional. Intinya tidak selalu pada hasil yang didapat, namun proses tukar pikiran antara orang tua dan anak merupakan sesuatu yang tak ternilai harganya (baca: “priceless”) – karena akan memberikan dampak dan kesan mendalam untuk masa yang cukup lama.
- Sang orang tua pun harus mampu berselancar dan berkomunikasi efektif via internet agar dapat memperoleh modal “berdebat” atau “diskusi” dengan anak tercinta, sehingga cara menghadapinya pun sesuai dengan kaidah yang benar. Melalui email yang bersangkutan dapat berkomunikasi dengan para pakar, ahli agama, dan nara sumber lainnya.
- Bukalah senantiasa jalur dialog dengan sang anak dalam hal apa pun, dan melalui jalur apa pun yang mereka sukai (misalnya: via sms, email, jejaring sosial, dan lain-‐ lain). Karena dengan proses ini selain terjadi hubungan emosional yang sehat, sang anak pun akan merasa senantiasa diperhatikan oleh orang tuanya, dan sang orang tuanya pun senantiasa mengetahui kehidupan serta perkembangan putra putrinya.
Kunci Sukses Pendampingan
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, kunci sukses pendampingan terhadap anak terletak pada “passion” (baca: gairah, kecintaan, keperdulian) dari sang orang tua. Semua orang tua pada dasarnya ingin memberikan yang terbaik bagi putra putrinya; namun tidak semua orang tua mau dan bersedia “meluangkan waktu dan energi” yang dimilikinya untuk memberikan yang terbaik bagi putra putrinya melalui jalinan komunikasi yang intensif dan efektif. Ruang dan waktu berdialog serta menjalin interaksi dengan anak-‐anak harus senantiasa disediakan dalam keluarga – kapanpun dan dimanapun. Dengan berbekal “kemauan” dan “kemampuan”, nischaya “kolaborasi” antara generasi orang tua dan generasi anak muda akan merupakan suatu pengalaman yang menarik untuk dijalani. Generasi orang tua yang penuh dengan kearifan (baca: wisdom) dengan tingkat literasi informasi yang tinggi akan bertemu dengan generasi anak muda yang sangat dinamis dengan tingkat literasi teknologi yang tinggi. Dialog dan “perkawinan” di antara keduanya akan melahirkan kekuatan yang luar biasa jika ditekuni secara sungguh-‐ sungguh. Dalam keluarga, kualitas “leadership and communication skills” orang tua akan sangat menentukan pola kehidupan anak-‐anak di era keterbukaan informasi dan globalisasi dewasa ini. (rei)
- ‐-‐-‐ oOo -‐-‐-‐