BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah - Analisis Fosfor Pada Cacing Tanah (Megascolex sp. dan Fridericia sp.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cacing Tanah

  Cacing tanah seperti yang banyak dikenal masyarakat dan menempati bagian permukaan tanah yang lembab termasuk dalam hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (avertebrata). Dalam klasifikasi biologi, cacing tanah termasuk dalam filum Annelida atau hewan beruas-ruas atau bergelang-gelang. Cirinya yaitu bertubuh simetris bilateral, silindris memanjang, bersegmen-segmen (sekitar 115-200 segmen), dan pada bagian permukaan tubuh terdapar sederetan sekat atau dinding tipis (Sugiantoro, 2012).

  Di habitat alaminya cacing tanah hidup dan berkembang biak di dalam tanah yang lembab dengan suhu sekitar 15-25°C. Makanan cacing tanah adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pembusukan. Setiap cacing tanah dapat menghabiskan bahan-bahan organik seberat hingga dua kali berat tubuhnya dalam tempo waktu 24 jam (Sugiantoro, 2012).

  Di antara fauna tanah di daerah humid sedang, cacing tanah merupakan penyumbang bahan organik tanah terbesar, yaitu kira-kira 100 kg/ha (0,005%) dengan populasi 7.000 ekor hingga 1.000 kg/ha dengan populasi 1 juta ekor (Hanafiah, dkk, 2005).

  Cacing tanah mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia antara lain sebagai bahan baku kosmetik, makanan sumber protein, obat-obatan herbal dan kotorannya yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Kascing (bekas cacing) masih mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi lantaran bisa dijual untuk kemudian digunakan sebagai pupuk organik yang sangat baik untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah. Bahkan sifat kimia dan unsur hara kascing setara dengan kompos, dan lebih bagus dan lengkap ketimbang pupuk buatan/anorganik. Kascing mengandung unsur hara N (nitrogen), P (fosfor) dan K (kalium), serta mengandung hormon pengatur tumbuh seperti auksin sitokinin dan giberelin. Selain itu kascing bersifat netral dengan pH 6,5-7,4, atau rata-ratanya adalah 6,8 (Sugiantoro, 2012). sebagai obat alternatif untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Penggunaan cacing tanah untuk obat-obatan ini banyak dikembangkan di Cina sampai sekarang, hingga kemudian dipraktikkan oleh banyak orang di berbagai belahan dunia. Nilai lebih dari pengobatan alternatif dengan bahan baku cacing tanah ini adalah selain relatif murah, juga tidak mempunyai efek samping karena murni menggunakan bahan baku organik, yaitu cacing tanah yang dipelihara secara khusus. Salah satunya yang paling populer adalah penggunaan cacing tanah untuk menyembuhkan penyakit tifus dengan cara dicuci terlebih dahulu, dikeringkan, dihaluskan menjadi serbuk, kemudian dicampur dalam minuman.

  Selain penyakit tifus, cacing tanah juga dimanfaatkan untuk penyembuhan penyakit dang gangguan kesehatan, mulai dari tekanan darah tinggi, menurunkan demam, meredakan sakit kepala, meningkatkan daya tahan tubuh, menghaluskan dan melembabkan kulit dan sebagainya (Sugiantoro, 2012).

2.1.1 Cacing Tanah Megascolex sp.

  Menurut Edward dan Lofty (1997), warna tubuh bagian dorsal cacing tanah Megascolex sp. adalah merah keunguan, bagian ventral kekuningan (pucat), panjang tubuh 50-105 mm, diameter 1,5-3,5 mm, jumlah segmen 160-180. Berikut adalah sistematika cacing tanah Megascolex sp.:

  Kingdom : Animalia Filum : Annelida Kelas : Chaetopoda Ordo : Oligochaeta Famili : Megascolidae Genus : Megascolex Spesies : Species 2.1.2 Cacing Tanah Fridericia sp.

  Menurut Edward dan Lofty (1997), warna tubuh bagian dorsal cacing tanah Fridericia sp. adalah coklat kekuningan, bagian ventral kekuningan, panjang tubuh 10-15 mm, diameter 0,5-0,9 mm, jumlah segmen 43-62, prostomium pendek, seta mulai segmen 11 tipe lumbrisin, klitelum terletak pada segmen XII-XIII. Berikut adalah sistematika cacing tanah Fridericia sp.:

  Kingdom : Animalia Filum : Annelida Kelas : Chaetopoda Ordo : Oligochaeta Famili : Enchytraeidae Genus : Fridericia Spesies : Species

2.2 Tanah

  Tanah adalah hasil pelapukan batuan induk yang tidak sederhana, tetapi sangat kompleks. Tanah adalah produk kombinasi dari berbagai faktor fisik yang dikendalikan iklim dan vegetasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah melalui penambahan bahan organik. Tanah juga selalu berkembang, melibatkan berbagai mekanisme dimana dekomposisi dan akumulasi bahan organik merupakan salah satu kuncinya. Karakteristik fisik dan kemik tanah juga menggambarkan tingkat kuantitas dan kualitas bahan organik dan cara bahan organik tersebut bergabung dengan mineral tanah. Evolusi pembentukan tanah dan bahan organik diarahkan oleh makhluk hidup sehingga interaksi antara bahan organik tanah dan biodiversitas sangat kuat (Yulipriyanto, 2010).

  Tanah mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda dari tempat yang satu ke tempat yang lain yang disebabkan faktor pembentukannya. Unsur hara garam yang terlarut menjadi ion dalam larutan tanah atau dalam bentuk unsur terikat pada permukaan koloid kompleks liat dan humus. Ion-ion yang terdapat

  2-

  dalam larutan tanah atau pada permukaan koloid tanah adalah karbon (CO

  3 ,

  • 2-

  HCO

  3 ); hidrogen (H , OH ); nitrogen (NH 3 , NO 3 ); fosfor (HPO 4 , H

  2 PO4 );

  • 2+ 2+ 2+ 3+

  kalium (K ); Kalsium (Ca ); Magnesium (Mg ); ferum (Fe , Fe ); mangan

  2+ 3+ (Mn , Mn ); dsb (Yulipriyanto, 2010).

2.3 Fosfor

2.3.1 Fosfor pada Tubuh

  Fosfor pada darah selalu ditentukan sebagai fosfat namun dihitung dan dinyatakan sebagai fosfor elemental. Ada beberapa tipe fosfor yang terdapat dalam darah dan jaringan. Banyak yang terdapat sebagai ester fosfat. Fosfat yang ditemukan dalam darah adalah fosfat anorganik, dan terkandung dalam darah

  • 2-

  dalam bentuk H

2 PO 4 dan HPO 4 dengan ratio tertentu sesuai dengan pH darah (West dan Todd, 1957).

  Asam fosfat maempunyai berbagai bentuk dan anion dalam tubuh, tetapi tiga bentuk yang paling utama adalah asam fosfat, asam difosfat dan asam trifosfat. Ketiganya merupakan bentuk asam poliprotik, tetapi dalam pH cairan tubuh yang cenderung basa, ketiganya tidak terdapat dalam bentuk bebas, melainkan sebagai campuran anion (Holum, 1987).

  Ester Monofosfat Ester fosfat memiliki dua gugus OH pendonor proton, oleh karena itu bentuknya berubah-ubah berdasarkan perubahan pH. Pada pH yang rendah dalam bentuk asam diprotik, pada pH tepat di bawah 7 dalam bentuk ion negatif 1 dan ester fofat berada dalam bentuk ion negatif 2 (Holum, 1987).

  Ester Difosfat Suatu ester difosfat memiliki tiga gugus fungsi, yaitu gugus ester fosfat, gugus OH pendonor proton dan suatu unit yang disebut sistem fosfat anhidrat.

  Sistem Fosfat

  

O O

R O P O P OH

  Gugus Pendonor

OH OH

  Proton Gugus

  Salah satu bentuk ester difosfat yaitu adenosin difosfat, atau ADP. Pada pH tubuh ADP terdapat dalam bentuk sepenuhnya terionkan dengan negatif 3 (Holum, 1987). O O N NH 2 N O P O P O CH O O H

2

H H OH O OH H N N

  Sistem fosfat anhidrat yang terdapat pada ADP merupakan tempat penyimpanan energi utama dalam tubuh. Rantai utama memiliki atom oksigen dengan muatan negatif yang saling tarik menarik. Hal ini menyebabkan sistem anhidrat putus secara eksoterm dengan adanya reaktan dan enzim yang sesuai (Holum, 1987). Ester Trifosfat paling banyak terdapat dalam tubuh, dikarenakan ATP memiliki dua sistem fosfat anhidrat pada tiap molekulnya. Trifosfat lebih banyak digunakan sebagai sumber energi dalam tubuh dibandingkan difosfat. Sebagai contoh yaitu proses kontraksi

  2- -

  otot, dimana P i adalah ion fosfat anorganik seperti H

  2 PO 4 dan HPO 4 yang terbentuk dari perombakan ATP yang terjadi pada tubuh. enzim

  Otot berelaksasi + ATP �⎯⎯� Otot Berkontraksi + ADP + P i

  Proses ini membutuhkan ATP, dan apabila tidak terdapat ATP dalam tubuh maka proses tersebut tidak dapat terjadi. Resintesis ATP dari ADP dan ion fosfat anorganik merupakan penggunaan energi kimia terbesar dari makanan yang dikonsumsi (Holum, 1987).

2.3.2 Fungsi Fosfor pada Tubuh

  Menurut Almatsier (2004), fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh, antara lain:

  1. Kalsifikasi tulang dan gigi Kalsifikasi tulang dan gigi diawali dengan pengendapan fosfor pada matriks tulang. Kekurangan fosfor menyebabkan peningkatan enzim fisfatase yang diperlukan untuk melepas fofor dari jaringan tubuh ke dalam darah agar diperoleh perbandingan kalsium terhadap fosfor yang sesuai untuk pertumbuhan tulang.

  2. Mengatur pengalihan energi Melalui proses fosforilasi fosfor mengaktifkan berbagai enzim dan Vitamin B dalam pengalihan energi pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Bila satu gugus fosfat ditambahkan pada ADP (Adenin dalam ikatannya.

  3. Absorpsi dan transportasi zat gizi Dalam bentuk fosfat, fosfor berperan sebagai alat angkut untuk membawa zat-zat gizi menyeberangi membran sel atau di dalam aliran darah. Proses ini dinamakan fosforilasi dan terjadi pada absorpsi di dalam saluran cerna, pelepasan zat gizi dari aliran darah ke dalam cairan intraselular dan pengalihannya ke dalam sel. Lemak yang tidak larut dalam air, diangkut di dalam darah dalam bentuk fosfolipida. Fosfolipida adalah ikatan fosfat dengan molekul lemak, sehingga lemak menjadi lebih larut. Glikogen yang dilepas dari simpanan hati atau otot berada dalam darah terikat dengan fosfor.

  4. Bagian dari ikatan tubuh esensial Vitamin dan enzim tertentu hanya dapat berfungsi bila terlebih dahulu mengalami fosforilasi, contohnya enzim yang mengandung vitamin B

  1

  tiamin pirofosfat (TPP). Fosfat merupakan bagian esensial dari DNA dan RNA, bahan pembawa kode gen/keturunan yang terdapat di dalam inti sel

2.4.1 Analisis Kualitatif

  2 −

  5. Pengaturan keseimbangan asam basa Fosfat memegang peranan penting sebagai buffer untuk mencegah perubahan tingkat keasaman cairan tubuh. Ini terjadi karena kemampuan fosfor mengikat tambahan ion hidrogen.

  Menurut Almatsier (2004), kecukupan fosfor rata-rata sehari untuk Indonesia ditetapkan sebagai berikut:

  1. Bayi : 200-250 mg

  2. Anal-anak : 250-400 mg

  3. Remaja dan dewasa : 400-500 mg

  4. Ibu hamil dan menyusui : 600-800 mg

2.4 Analisis

  Menurut Vogel (1985), berikut ini beberapa analisis kualitatif fosfat:

  1. Larutan Perak Nitrat Endapan kuning perak ortofosfat, Ag

  3 PO

  4

  yang larut dalam larutan ammonia encer dan dalam asam nitrat encer.

  dan sitoplasma semua sel hidup. DNA dan RNA dibutuhkan untuk reproduksi sel.

  • Ag
  • 3Ag
  • → Ag
  • Ag
  • 3Ag
  • → H
  • PO
  • → 3[Ag(NH

  4

  3 PO

  4

  ↓ + 2H

  3 PO

  4 −

  3 PO 4 ↓ + 6NH

  3

  3

  )

  2

  ]

  4

  3 −

  HPO

  3 PO 4 ↓ +H

  2. Larutan Barium Klorida BAHPO

  Endapan amorf yang putih yaitu barium fosfat sekunder, , dari larutan

  4

  netral, yang larut dalam asam mineral encer dan dalam asam asetat. Dengan adanya larutan amonia encer, akan mengendap fosfat tersier, Ba (PO ) , yang

  3

  4

  2 lebih sedikita larut.

  2 2+ −

  HPO + Ba

  4 → BAHPO 4 ↓

  • 2 2+

  2HPO + 3Ba + 2NH (PO )

  4 3 → Ba

  3

  4 2 ↓ +2NH

  4

  3. Larutan Amonium Molibdat Penambahan reagensia ini dengan sangat berlebihan (2-3 ml) pada suatu volume kecil (0,5 ml) larutan fosfat, menghasilkan endapan amonium fosfomolibdat yang kuning kristalin dengan rumus (NH ) [P(Mo O ) ].

  4

  3

  3

  10

  4

  2

  2 − −

  ) HPO + 3NH + 12MoO + 23H ) [P(Mo O ] O

  4

  4 4 → (NH

  4

  3

  3

  10 4 ↓ +12H

  2

2.4.2 Analisis Kuantitatif

2.4.2.1 Spektrofotometri Sinar Tampak

  Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukur panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskkopi UV- Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

  Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet-sinar tampak adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan enersi radiasi khas yang diabsorpsi oleh sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk, 2004).

  Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektroskopi ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor (Satiadarma, dkk, 2004).

  Kurva absorpsi di daerah ultraviolet pada umumnya lebih sempit daripada kurva absorpsi di daerah sinar tampak. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang absorpsi maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi. Bila suatu senyawa mempunyai lebih dari satu puncak absorpsi maksimum, lebih diutamakan panjang gelombang absorpsi maksimum yang absorpstivitasnya terbesar dan memberikan kurva kalibrasi linier dalam rentang konsentrasi yang relatif lebar (Satiadarma, dkk, 2004).

  Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deuterium untuk pengukuran uv dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang (wavelength separator) seperti prisma atau monokromator. Spektrum didapatkan dengan cara scanning oleh wavelength separator sedangkan pengukuran kuantitatif bisa dibuat dari spektrum atau pada panjang gelombang tertentu (Dachriyanus, 2004).

2.4.2.2 Metode Asam Askorbat

  Dalam suasana asam, ortofosfat akan membentuk komplek berwarna berwarna biru. Jika digunakan asam askorbat sebagai pereduksi, pembentukan kompleks berwarna biru ini distimulasi dengan adanya antimoni (Golterman, et al, 1978).

  Fosfat yang berikatan dengan senyawa organik dan polifosfat tidak dapat bereaksi dengan molibdat. Senyawa-senyawa ini harus terlebih dahulu didestruksi untuk mengubahnya menjadi H

  3 PO 4 . Dibutuhkan temperatur dan keasaman yang

  tinggi untuk berlangsungnya proses ini (Golterman, et al, 1978). Destruksi basah dilakukan dengan menambahkan 10 ml HNO

  3 pekat pada sampel dan dibiarkan

  semalaman. Kemudian dipanaskan pada suhu 120-140°C sekitar 4 jam hingga larutan menjadi jernih dan tersisa 2-3 ml asam (Friel dan Ngyuen, 1986).

  Ortofosfat dan ion molibdat bereaksi dalam suasana asam menghasilkan asam molibdofosfor (asam fosfomolibdat), yang dengan adanya reduktan tertentu akan menghasilkan molibdenum yang berwarna biru. Intensitas warna biru ini berbanding lurus dengan jumlah fosfat yang terkandung di dalamnya (Jeffery, et al, 1989).

  Larutan sampel dipipet 1 ml kemudian ditambahkan 5 ml air suling dan 1 ml larutan pengembang warna fosfor, dikocok, dan didiamkan selama 34 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer sinar tampak pada λ maksimum 708 nm pada menit ke-35. Nilai serapan yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku. Dengan demikian konsentrasi fosfor dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi (Sitompul, 2009).

2.5 Validasi Metode

  Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap paramter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metoda analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya, sebagai berikut:

  1. Kecermatan (accuracy) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analisis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi, hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan peralatan yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur.

  2. Keseksamaan (precision) Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.

  Keseksamaan dapat diukur sebagai simpangan baku atau sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility).

  3. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.

  4. Linieritas dan Rentang Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, kesekasamaan, dan linieritas yang dapat diterima.

  5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

  6. Ketangguhan Metode (ruggedness) Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji.

  7. Kekuatan (robustness) Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus-menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi.