Ruang Lingkup Penyakit Jantung Koroner (1)

ISSUE TERKINI PENYAKIT NON MENULAR
“REVIEW PENYAKIT JANTUNG KORONER”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8
Achmad Rizki Azhari

25010113140258

Syarifah Hidayatullah

25010113140309

Dewi Kurniasih

25010113130310

Inna Maulina

25010113130314

Ajeng Ayuning Mutia


25010113130315

Hana Nuriy R

25010113140316

Yuni Atika Sari

25010113130218

Erna Sari

25010113140319

Lirih Setyorini

25010113140320

Fianti Andua


25010115183024
KELAS D-2013

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO

2015

1. Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan
oleh adanya penyempitan dan penyumbatan arteri koronaria yang mengalirkan
darah ke otot jantung. Apabila penyempitan ini menjadi parah, dapat
menimbulkan serangan jantung. (Soeharto, 2004).
Pada jantung, gangguan atau penyakit yang sering terjadi adalah
penyakit jantung koroner, yaitu terhalangnya aliran darah di pembuluh arteri
koroner yang menyuplai oksigen dan nutrisi untuk menggerakkan jantung.
(Soeharto, 2001).
Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama
disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis

atau spasme atau kombinasi keduanya. (Majid, 2007).
Menurut CDC, penyakit arteri koroner terjadi ketika zat yang disebut
plak menumpuk di arteri yang memasok darah ke jantung (disebut arteri
koroner). Plak terdiri dari endapan kolesterol, yang dapat terakumulasi dalam
arteri. Ketika ini terjadi, arteri dapat menyempit dari waktu ke waktu. Proses
ini disebut aterosklerosis
2. Riwayat Alamiah Penyakit Jantung Koroner
Riwayat alamiah penyakit (natural of disease) adalah deskripsi tentang
perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak
terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit,
seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi
preventif maupun terapetik. (Bhisma Murti, 2010)
Fase prepatogenesis dimulai setelah usia 12 tahun. Timbunan lemak
dalam pembuluh darah dimulai. Bila saat remaja, anak cenderung malas

berolahraga, suka makan makanan berlemak, bahkan merokok, berarti berada
pada fase rentan. Jika kondisi ini berlangsung terus, bahkan meningkat lebih
parah ketika memasuki usia sukses (30 tahun ke atas), maka fase subklinis
dimulai. Jika usia antara 30 -40 tahun terjadi hipertensi berarti fase klinis
dimulai. Jika hipertensi tidak dapat dikendalikan, maka pada usia 45 tahun ke

atas, kemungkinan terjadi penyumbatan lemak pada pembuluh darah coroner.
Terjadilah penyakit jantung koroner. (Sayono, 2010).
Riwayat alamiah penyakit jantung coroner secara lengkap yakni : (Afni
Husyaini, 2010)
1. Tahap Pre-patogenesis
Faktor Resiko untuk penyakit jantung koroner adalah hal-hal dalam
kehidupan yang dihubungkan perkembangan penyakit secara dini, beberapa
faktor resiko mempunyai pengaruh sangat kuat dan yang lainnya. Beberapa
factor resiko tersebut antara lain: Kadar kolesterol yang tidak seimbang
-

Tekanan darah tinggi (hipertensi)

-

Merokok

-

Diabetes Melitus


-

Kegemukan

-

Riwayat keturunan penyakit jantung dalam keluarga

-

Kurang olahraga

-

Stress

Adanya dua atau lebih faktor resiko akan berlipat kali menaikkan resiko
total terhadap penyakit jantung koroner.


Pencegahan: primordial yaitu pencegahan dari faktor-faktor yang
memungkinkan terjadinya jantung koroner.
2. Inkubasi
Masa inkubasi PJK tidak ditentukan waktunya secara pasti,
inkubasi ini dipengaruhi oleh banyak factor resiko yang memungkinkan
terjadinya kardiovaskuler. Faktor resiko ini menyebabkan penumpukan
kolesterol

pada

pembuluh-pembuluh

darah

yang

mengakibatkan

terbentuknya flak-flak yang mengakibatkan tersumbatnya pembuluh darah.
Penumpukan kolesterol pada pembuluh darah yang telah mencapai

titik jenuh mengakibatkan ketidakseimbangan kondisi tubuh dan memacu
terbentuknya penyakit kardiovaskuler.
Pencegahan:
pencegahan

PJK

Pencegahan primer, merupakan upaya awal
sebelum

seorang

menderita.

Dilakukan

dengan

pendekatan komuniti berupa penyuluhan factor-faktor resiko PJK terutama
pada kelompok resiko tinggi. Pencegahan primer ditujukan kepada

pencegahan terhadap berkembangnya proses atherosclerosis secara dini.
Dengan demikian, sasarannya adalah kelompok usia muda. Dan setiap
orang yang perlu merubah cara hidup untuk menyelamatkan dirinya sendiri
seperti:
-

Mengurangi naiknya tekanan darah dan mengurangi kadar lemak darah
dalam tubuh

-

Mengendalikan berat badan dan diet

-

Mengurangi stress

-

Melakukan olahraga dan relaksasi


-

Mengubah kebiasaan makan

3. Penyakit Dini
Penyakit jantung sering kali menyebabkan gejala yang pertama
berupa nyeri atau sesak di dada. Nyeri akibat suatu serangan jantung,
biasanya terasa pada bagian tengah dada. Biasanya bersifat berat dan dapat
menyebar kearah mana saja, tetapi lebih cenderung menyebar kea rah dagu
dan lengan. Nyeri berlangsung, penderita merasa sesak dan sakit, tetapi
nyerinya dapat bersifat ringan dank has untuk suatu serangan jantung
terutama pada orangtua. Anda akan mengalami nyeri jantung, jika jantung
kekurangan darah karena kebanyakan penyakt jantung terutama mengenai
bilik kiri jantung, maka paru-paru akan mengalami bendungan dan akan
mengakibatkan rasa sesak.
Pencegahan: Pencegahan sekunder ditujukan untuk menjelaskan
tindakan-tindakan pencegahan yang dilakukan setelah penyakit terjadi,
misalnya setelah suatu serangan jantung.
Tahap-tahap untuk memperbaiki diri penderita setelah serangan

jantung, dimulai dengan pencagahan sekunder yaitu jangan merokok, diet
rendah lemak hewan, latihan fisik secara teratur dan control tekanan darah
tinggi. Dapat pula dilakukan usaha-usaha untuk menghancurkan bekuan
thrombus yang menyebabkan pembuluh nadi coroner perlu dilakukan
pengobatan sedini mungkin untuk mendapatkan keberhasilan yang lebih
baik. Pengobatan yang cepat dan sederhana untuk menghilangkan nyeri dan
ansietas dapat digunakan obat seperti morfin.
Industri makanan mempunyai peran penting untuk mencegah
penyakit jantung dengan mengurangi kandungan lemak, gula dan garam
dalam produk mereka. Adapun pemanfaatan lain yaitu memberikan label

pada semua kemasan makanan dengan analisis kandungan protein,
karbohidrat, lemak, garam dan kalorinya. Menyediakan lebih banyak
fasilitas olahraga dan guru olahraga serta jauh lebih banyak dorongan bagi
orang-orang dewasa untuk melanjutkan kegiatan fisik setelah mereka
meninggalkan bangku sekolah. Adapun tahapan untuk mendeteksi penyakit
jantung pada tahap awal dinamakan skrining.
4. Penyakit Lanjut
Keadaan dimana penyakit janting coroner sudah pernah terjadi
dalam diri seseorang untuk berulang atau menjadi lebih berat.

Pencegahan: Pencegahan sekunder. Disini diperlukan perubahan
pola hidup (terhadap factor-faktor resiko yang dapat dikendalikan) dan
kepatuhan berobat bagi mereka yang sudah menderita PJK. Pencegahan
tingkat sekunder ini ditujukan untuk mempertahankan nilai prognostic yang
lebih baik dan menurunkan mortalitas.

5. Tahap Akhir Penyakit
Sembuh sempurna, dalam fase ini penderita sudah sembuh, ditandai
dengan tidak tersumbatnya pembuluh darah oleh flak.
- Kronis, dalam fase ini gejala penyakit tidak berubah dalam arti tidak
bertambah berat ataupun tidak bertambah ringan, pada dasarnya masih
dalam keadaan sakit.
- Meninggal, dalam fase ini penderita sudah tidak dapat disembuhkan
sehingga mengakibatkan kematian.

Pencegahan: Pencegahan tersier, yaitu pencegahan yang dilakukan
dengan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat (kemungkinan
menimbulkan penyakit) atau kematian.
3. Level of Prevention PJK
Pencegahan penyakit jantung coroner (PJK) adalah sebagai berikut (Imam
Soeharo, 2000):
A. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
Pada tahap pencegahan ini, dilakukan pada saat masih sehat.Tidak hanya
untuk mengantisipasi penyakikit aterosklerosis saja tetapi juga penyakitpenyakit yang lain.Karena upaya ini bertujuan agar kondisi kesehatan tetep
terjaga. Promosi kesehatan yang dilakukan adalah memberi penyuluhan
tentang pengetahuan kesehatan khususnya penyakit jantung koroner,
olahraga secara teratur, menyeimbangkan asupan gizi dalam tubuh,
melakukan pemeriksaan secara berkala, dan pegetahuan secara genetis
tentang riwayat penyakit.
B. Specific Protection (Perlindungan Khusus)
Bagi yang beresiko tinggi terhadap penyakit jantung diharapkan untuk bisa
menghindari hal-hal yang bisa meninggalakan kebiasaan-kebiasaan seperti
merokok, tidak mengkonsumsi alcohol, menjaga kadar kolesterol, tekanan
darah dan diabetes di bawah kontol dengan sering berkonsultasi dengan
dokter.
C. Early Diagnosis and Prompt treatment (Diagnosis dan Pengobatan segera)
Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis mungkin tidak akan
terdiagnosis. Komplikasi yang terjadi adalah, terdengarnya bruit (suara

meniup) pada pemeriksaan dengan stetoskop bisa merupakan petunjuk dari
aterosklerosis. Denyut nadi pada daerah yang terkena bisa berkurang.
Pada tahap ini menemukan penderita dilakukan dengan melakukan
survey pada kelompok beresiko dan melakukan pelaporan. Dalam survey
yang dilakukan dapat melakukan pemeriksaan untuk memdiagnosis
penderita. Pemeriksaan yang bisa

dilakukan untuk mendiagnosis

aterosklerosis yaitu :


ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di
pergelangan kaki dan lengan.



Pemeriksaan Doppler di daerah yang terkena.



Skening ultrasonik Duplex.



CT scan di daerah yang terkena.



Arteriografi resonansi magnetik.



Arteriografi di daerah yang terkena.



IVUS (intravascular ultrasound).
Pengobatan bisa dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk

menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah (contohnya
colestyramine,

kolestipol,

asam

nikotinat,

gemfibrozil,

probukol,

lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau anti-koagulan bisa
diberikan untuk mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah.
D. Disability Limitation (Pembatasan Disabilitas)
Jika terdapat gejala yang akut, sumbatan akut yang mengancam
kemampuan otot dan jaringan kulit untuk berkontraksi atau salah satu

organ sudah tidak dapat berfungsi sempurna, mungkin dapat dilakukan
pengobatan selanjutnya, seperti:


Pembedahan Angioplasti balon dilakukan untuk meratakan plak dan
meningkatkan aliran darah yang melalui endapan lemak.



Enarterektomi merupakan suatu untuk mengangkat endapan.



Pembedahan bypass merupakan prosedur yang sangat invasif, dimana
arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan untuk membuat
jembatan guna menghindari arteri yang tersumbat.



Thrombolytic. Jika arteri tersumbat oleh adanya gumpalan darah,
biasanya diberi obat untuk melarutkan gumpalan ke dalam arteri
sampai gumpalan itu kembali normal.



Penggunaan Angiography. Dengan cara memasukkan catheter kecil ke
dalam arteri dan di celup, dan kemudian sumbatan tersebut di tolong
dengan sinar X.

E. Rehabilitation (Rehabilitasi)
Rehabilitasi pengobatan yang spesifik ditentukan berdasarkan :


Usia, kesehatan secara menyeluruh dan riwayat kesehatan.



Perluasan dari penyakit tersebut



Daerah yang mengalami sumbatan



Tanda-tanda dan gejala-gejala yang dialami pasien



Riwayat kesehatahan dan pengobatanan seseorang terkait dengan
sensivitasnya terhadap terapi&prosedur pengobatan yang pernah
dialami



Arah yang di harapkan untuk penyakit ini ke depannya.



Pendapat atau pilihan.
Rehabilitasi yang dilakukan adalah penerapan perilaku sehat dalam

keseharian seperti menghindari konsumsi alcohol dan rokok serta olahraga
secara teratur, asupan gizi yang sesuai, menghindari makanan-makanan
yang tinggi kolesterol, pemeriksaan secara berkala, dan psikoterapi untuk
mengendalikan.

4. Patogenesis PJK
Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit iskemik adalah penyakit
jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan
tersebut dapat disebabkan antara lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis,
emboli koronaria, dan spasme.
Menurut (Coughlin, 2006) ada beberapa hopotesis yang menerangkan
tentang proses terbentuknya aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis,
lipogenic hypothesis dan response to injure hypothesis. Namun yang banyak
diperbincangkan adalah mengenai empat stage respon to injure hypothesis
sebagai berikut:
a. Stage A: Endothelial injure
Endotelial yang intake dan licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin
aliran darah koroner lancar. Faktor resiko yang dimiliki pasien akan
memudahkan masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi

maupun makrofag ke dalam dinding arteri. Interaksi antara endotelial
injure dengan platelet, monosit dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan
terjadinya penempelan platelet (platelet adherence) dan agregasi trombosit
(trombosit agregation).
b. Stage B: Fatty Streak Formation
c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation
Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup
jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe
yaitu:
1) Stable fibrous plaque dan
2) Unstable fibrous plaque
d. Stage D: Unstable Plaque Formation
Formasi ini akan membentuk plak yang mudah ruptur (vulnarable plaque),
sehingga menyebabkan terbentuknya trombus dan oklusi pada arteri

Menurut Silbernagl (2000) dalam Rahayuningsih (2013) aterosklerosis
terjadi pada arteri termasuk aorta dan arteri koronaria, femoralis, iliaka, karotis
intera, dan serebral. Penyempitan yang diakibatkan oleh aterosklerosis pada
arteri koronaria dapat bersifat fokal dan cenderung terjadi pada percabangan
arteria, penyempitan tidak mengganggu aliran darah kecuali bila telah melebihi
70% dari lumen arteria.
Menurut Daniels (2008) dalam Rahayuningsih (2013) Aliran darah
miokardium berasal dari dua arteri koronaria yang berasal dari aorta, biasanya
arteri koronaria kanan memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan, dan arteri
koronaria kiri sebagian besar memperdarahi ventrikel kiri. Saat aktivitas fisik
atau stres, kebutuhan oksigen pada mikardium akan meningkat. Untuk
memenuhi kebutuhannya maka perfusi dari arteri koronaria dapat ditingkatkan
sampai 5 kali dari pefusi saat istirahat keadaan ini disebut coronary reserve.
Karakteristik dari penyakit jantung koroner adalah penurunan dari coronary

reserve dengan penyebab utama penyempitan arteri coronaria akibat
aterosklerosis.

Gambar 1. Percabangan arteri Coronaria dan obstruksi yang terjadi
Dikutip dari: Silbernagl S, 2000

Terdapat

berbagai

hipotesis

tentang

patogenesis

terjadinya

aterosklerosis antara lain teori infiltrasi lemak, kerusakan endotel, monoclonal,
serta clonal senescence.
Menurut teori infiltrasi lemak, sebagai akibat kadar low-density
lipoprotein (LDL) yang tinggi didalam plasma maka terjadi peningkatan
pengangkutan lipoprotein plasma melalui endotel. Peninggian kadar lemak
pada dinding pembuluh darah akan menyebabkan kemampuan sel untuk
mengambil lemak melewati ambang batas sehingga terjadi penimbunan.
Teori trauma endotel terjadi akibat berbagai faktor termasuk
hiperlipidemia, hipertensi, disfunsi hormonal, dan lain-lain.
Teori monoclonal menyatakan tiap lesi aterosklerosis berasal dari sel
otot polos tunggal yang bertindak sebagai sumber untuk proliferasi sel lain.

Teori clonalsenescence didasarkan pada hubungan antara pertambahan
umur dan berkurangnya aktivitas replikatif sel pada biakan. (Sastroasmoro,
1994).

Gambar 2. Perubahan dinding vaskular pada aterosklerosis
Dikutip dari: Silbernagl S, 2000

Abnormalitas yang paling dini terjadi pada aterosklerosis adalah fatty
streak yaitu akumulasi dari lemak yang berisi makrofag pada tunika intima.
Lesi ini datar dan tidak merusak lumen dari arteri. Perjalanan penyakit dari lesi
ini sesuai dengan meningkatnya penebalan dari plak. Hal ini disebabkan
akumulasi yang berkelanjutan dari lipid dan proliferasi dari makrofag dan sel
otot polos. Pada lesi ini smooth muscle type cells membentuk fibrous cap diatas
deposisi dari jaringan nekrotik, kristal kolesterol, dan pada akhirnya kalsifikasi
pada dinding arteri. Lesi yang menebal ini yang menyebabkan infark
miokardium akibat peningkatan ukuran dan obstruksi dari lumen arteri atau
akibat ruptur, yang menyebabkan pelepasan substansi thrombogenik dari

daerah nekrotik. Dari beberapa penelitian menunjukkan plak fibrosis pada otot
polos cenderung berkembang pada daerah dimana fatty streaks terbentuk saat
kanak-kanak. Plak secara umum cenderung berkembang pada arteri koroner
terlebih dahulu sebelum timbul pada arteri serebral. (Daniels, 2008)
5. Faktor Risiko PJK
Faktor risiko suatu penyakit adalah faktor-faktor yang diyakini
meningkatkan risiko timbulnya penyakit bersangkutan. Namun hal itu bukan
bersifat absolut. Artinya bila seseorang memiliki satu faktor saja atau
kombinasi dari beberapa jenis faktor risiko, tidak berarti bahwa secara otomatis
ia akan mengalami penyakit yang bersangkutan. Tetapi ia akan lebih memiliki
kemungkinan terkena penyakit tersebut dibandingkan mereka yang tidak
memilki faktor risiko (Depkes, 2007). Adapun faktor tersebut yaitu:


Kolesterol
Kolesterol, lemak, dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan
dinding pembuluh arteri segungga lumen dari pembuluh darah tersebut
menyempit (Ayu, 2008). Bila penyempitan dan pengerasan cukup berat
menyebabkan suplai darah ke otot jantung tudaj cukup jumlahnya, timbul
sakit atau nyeri dada yang disebut angina, bahkan dapat menjurus ke
serangan jantung (Soeharto, 2002)



Kebiasaan makan-makanan berlemak tinggi



Penyakit hipertensi



Diabetes Mellitus



Obesitas



Merokok



Minum minuman berakohol



Kurangnya aktifitas fisik (Delima, 2009)

6. Dampak PJK
Dampak dari penyakit jantung koroner yaitu mengakibatkan terjadinya
penyakit gagal jantung dan aritmia (penyakitjantungkoroner.org).
a. Penyakit Gagal Jantung
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penanaman gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Etiologi gagal jantung
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh (Kumalasari, 2013) :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis coroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis koroner
Mengkibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jntung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam

laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, meyebabkan kontraktilitas
menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk ke
jantung (stenosis katup semilunar), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, pericardium, erikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia
dan anemia diperlukan peningkatan curah

jantung untu memenuhi

kebutuhan oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat mmenurunkan kontraktilitas jantung.
b. Aritmia

Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan
sistem konduksi jantung. Aritmia merupakan gangguan pembentukan atau
penghantar impuls.
Aritmia

merupakan

komplikasi

yang

sering terjadi

pada

infark

miokardium. Aritmia atau distritmia adalah perubahan pada frekuensi dan
irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau
otomatis. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel
miokardium.

Perubahan

elektrofisiologi

ini

bermanifestsi

sebagai

perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut
jantng tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi.
Etiologi
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi)
2. Gangguan sirkulsi coroner
3. Karena obat (intoksikasi)
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung
6. Gangguan psikoneuritik dan susunan saraf pusat
7. Gangguan metabolik
8. Gangguan endokrin
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenarasi
(www.healthyenthusiast.com)

7. Epidemiologi PJK
Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20; penyakit jantung dan
pembuluh darah telah menggantikan peran penyakit tuberkulosis paru sebagai
penyakit epidemi di negara-negara yang telah maju, terutama pada laki-laki.
Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor
satu di dunia. Di Amerika serikat 478.000 orang meninggal karena penyakit
jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung, 407.000 orang
mengalami operasi peralihan, 300.000 orang mengalami angioplasti. Di Eropa
di perhitungkan 20.000-40.000 orang dari satu juta penduduk menderita
penyakit jantung koroner (PJK). Di seluruh dunia, penyakit jantung koroner
merupakan kuasa utama kematian. Menurut estimasi para ahli badan kesehatan
sedunia (WHO), setiap tahun sekitar 50% penduduk sedunia meninggal akibat
penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan world health
statistic 2008, tercatat 17,1 juta orang meninggal di dunia akibat penyakit
jantung koroner dan di perkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 2030
menjadi 23,4 juta kematian di dunia atau merupakan 43% penyebab kematian
di Negara tersebut (Cristoper, 2010).
Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai
penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996
menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun
sebagai penyebab kematian. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung
hanya 5,9 %, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1 %, tahun 1986
melonjak menjadi 16 % dan tahun 1995 meningkat menjadi 19 %. Sensus
nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit
kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4 %, dan
sampai dengan saat ini PJK juga merupakan penyebab utama kematian dini
pada sekitar 40 % dari sebab kematian laki-laki usia menengah.
Penelitian case control yang dilakukan oleh J Ismail, dkk tahun 2003
pada

laki-laki dan wanita umur 15-45 tahun di kawasan Asia Selatan

menyebutkan bahwa perokok aktif mempunyai risiko 3,82 kali lebih besar
untuk menderita myocard infarc (OR=3,82, 95% CI 1,47-9,94) dibandingkan
dengan kelompok kontrol, sedangkan

pada kenaikan serum kolesterol

mempunyai risiko 1,67 kali lebih besar untuk

menderita myocard infarct

dibandingkan dengan kelompok kontrol (OR=1,67, 95% CI 1,14-2,45 untuk
setiap kenaikan 1,0 mmol). Tanda dan gejala klinik PJK pada usia dewasa
muda (young adults) jarang sekali dinyatakan oleh pasien secara langsung,
tanda dan gejalanya tidak khas dan asymptomatic. Banyak studi menunjukkan
hanya sekitar 3,0 % dari semua kasus PJK terjadi pada usia dibawah 40 tahun.
Yang menjadi ciri khas dan merupakan faktor tunggal yang berhubungan kuat
atas kejadian PJK pada usia dewasa muda adalah merokok sigaret. Kannel et
al. menemukan pada pasien yang menjadi kajian pada Framingham Heart
Study, risiko relatif tejadinya PJK tiga kali lebih tinggi pada perokok usia 35
s.d 44 tahun dibandingkan dengan yang bukan perokok
Diabates mellitus dan hyperlipidemia juga merupakan faktor risiko
penting kejadian PJK pada usia dewasa muda. Kedua faktor ini berperan
penting terhadap patogenesis PJK. Isser et al. menemukan bahwa kenaikan
secara signifikan trigliserida, LDL dan penurunan HDL terdapat pada semua
pasien PJK dewasa muda dan 15 % s.d 20% nya adalah pasien PJK dengan
diabetes mellitus. Pada pria umur pertengahan dan wanita dengan diabetes
mellitus (DM) memiliki risiko tinggi untuk menderita PJK, baik orang kulit
putih maupun kulit hitam. Risiko relatif PJK untuk pasien dengan DM adalah
3,95 pada wanita dan 2,41 pada pria.
Data di Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir di 8 rumah sakit
umum pusat di Indonesia dilaporkan bahwa prevelensi penyakit jantung
koroner telah menggeser penyakit jantung reumatik sebagai penyakit jantung
yang paling banyak ditemukan. Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi
penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau
diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis

dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang.
Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung
koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang
(0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling
sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala,
estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di
Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah
penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak
6.690 orang (1,2%).

Penderita penyakit jantung koroner banyak ditemukan pada kelompok umur
45-54 tahun, 55-64 tahun dan 65-74 tahun.Namun demikian, berdasarkan
diagnosis/gejala, penyakit jantung koroner cukup banyak pula ditemukan pada
penduduk kelompok umur 15-24 tahun (Depkes,2013).

Meningkatnya prevalensi penyakit jantung koroner juga terlihat di negaranegara Asia Tenggara serta Afrika, Di Singapura dan Malaysia, kematian
penyakit jantung koroner meningkat dari yang tadinya tidak bermakna menjadi
sekurangnya 10% dari semua kematian. Penyakit jantung koroner di Amerika
Serikat adalah 71% dari seluruh penyakit CVS dengan penyakit jantung
koroner sendiri 53% diantaranya, sehingga secara jelas dapat kita simpulkan
adalah suatu masalah kesehatan masayarakat secara umum.

8. Kebijakan Pengendalian dan Penanggulangan PJK
Kebijakan pengendalian dan penanggulangan PJK adalah sebagai berikut
(Kementerian Kesehatan, 2009):


Mengembangkan dan memperkuat pengendalian factor risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah berbasis masyarakat terintegrasi



Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini factor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah baik secara aktif maupun secara pasif



Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan, dan kualitas
peralatan deteksi dini factor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah



Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pengendalian
factor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah



Mengembangkan dan memperkuat surveilans epidemiologi factor risiko
dan kasus penyakit jantung dan pembuluh darah terintegrasi dengan
surveilans epidemiologi nasional



Meningkatkan monitoring pelaksanaan kegiatan pengendalian factor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah



Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pengendalian factor
risiko penyakit jantung dan pembuluh darah



Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian penyakit
jantung

dan

pembuluh

darah

terintegrasi

dengan

jejaring

kerja

pengendalian penyakit tidak menular


Meningkatkan advokasi dan sosialisasi pengendalian factor risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah



Mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian factor risiko penyakit
jantung dab pembuluh darah

Daftar Pustaka
Coughlin, DeBeasi. 2006. Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit (6th ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Daniels SR. 2008. Koronaria Risk Factors in Children. Dalam: allen HD, Driscoll DJ,
Robert E, Feltas TP. Penyunting. Moss and Adams heart disease in infant and
adolescents. Edisi ke-7. Philadelphia: Lipincott Williams. Hal.1448-76.
Delima, Laurentia Mihardja, dan Hadi Siswoyo. 2009. Prevalensi dan Faktor
Determinan Penyakit Jantung di Indonesia. Vol 37 No. 3. Puslitbang Biomedis
dan Farmasi.
Depkes RI. 2007. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
Departemen Kesehatan RI: Jakarta
Husyaini, Afni. 2010. http://www.scribd.com/doc/39532097/Riwayat-alamiah-penyakit2#scribd.
Soeharo, Imam. 2000. Pencegahan & Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Kemennterian Kesehatan. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 854/Menkes/SK/IX/2009 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Jantung Dan Pembuluh Darah.
Kumalasari, E.Y. .2013. Angka Kematian Pasien Gagal Jantung Kongestif di HCU dan
ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro.
Majid A. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan
(http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppg b_2007_abdul_majid.pdf.
Murti,

Bhisma.2010.http://fk.uns.ac.id/static/materi/Riwayat_Alamiah_Penyakit__Prof_Bhisma_Murti.pdf

Rahayuningsih, Sri.2013. Prevention Of Atherosclerosis Should Start Since Childhood
(Genetic

Risk).

Di

akses

di

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Prevention_-of_-atherosclerosis_should.pdf pada tanggal 12 September 2015
Sastroasmoro S, Madiyono B. 1994.Buku Ajarkardiologi Anak. Jakarta:IDAI

Sayono. 2010. ”Sehat, Investasi Dunia-Akhirat”. http://eprints.umm.ac.id/501/1/04.pdf
Silbernagl S, Lang F.2000. Color Atlas Of Pathophysiology. Edisi ke-1. Stuggart.
Thieme
Soeharto, Imam. 2002. Sindrom Metabolik X dan Z Cardiovascular Catastrophe. Dari
http://brilliantchallenge.wikimu.com/News/DisplayNews,aspx?ID=5911 (25 Mei
2008)
Soeharto, Iman. 2001. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Soeharto, Iman. 2004. Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak dan
Kolesterol. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Supriyono, Mamat.2008. Tesis Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia