Mewariskan Pesan Budaya.

Pikiran

Rakyat

o Senin o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat
4

5

6

20

€D

OMar

OApr

7
22

OMei

8
23

10

9
24

C;Jun

25
CJul

.

26
OAgs


o

Sabtu

12

11

27
OSep

Winggu

14

13
2J

15
29


o Jk:

16
30

31

Nov ODes

Mewariskan Pesan Budaya

P

ERSERlKATAN Bangsa-Bangsa
(PBB) menjadikan tanggal21 Februari sebagai Rari Bahasa lbu
(RBI) lnternasional. Indonesia mulai menerapkan hal itu sejak 2005 dan Jawa Barat dalam hal ini Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PPSS) mulai mengenalkan dan merayakan RBI setahun kemudian (2006).
Caranya, dengan menggelar berbagai
kegiatan seperti seminar, pembacaan sajak, serta lomba tarucing cakra (ITS) bagi pelajar, guru, dan umum. Wadah inijuga mencoba mengguar bahasa Sunda sebagai bahasa ibu di berbagai daerah lewat
kegiatan "Saba Sastra".

Pendek kata, organisasi yang diketuai
Dra. Etti R.S., M.Rum. ini mengupayakan
agar bahasa Sunda terus tumbuh di masyarakat. Pasalnya, kata Etti, bahasa merupakan "pintu mas uk" masyarakat dalam menguak nilai-nilai dan pes an budaya yang terkandung dalam tradisi.
Kebudayaan dan nilai-nilai Sunda, menurut Etti, akan bisa diwariskan kepada
generasi berikutnya apabila generasi tersebut bisa dan menggunakan bahasa Sunda.Namun sebaliknya;jika generasi berikut tidak mempelajari dan mengerti bahasa Sunda,jangan harap akan teIjadi pewarisan budaya.
Pewarisan budaya begitu penting. Sebuah generasi yang mengenaljati diri
(asal usulnya) akan dapat menggali segal a
potensi dari asal usulnya tersebut. Persoalan pewarisan budaya tidak melulu halhal yang bersifat seni seperti tari, tembang, atau yang lainnya, tetapijuga semua unsu,r yang berkelindan dengan tradisi dan kehidupan urang Sunda. Mulai
dari perilaku, tata busana, cara makan,
obat-obatan, sampai teknologi setempat

--Kliping

Humas

yang mgunakan. "Dengan
terkuaknya nilai-nilai tradisi
kesundaan,
orang Sunda
Pewarisan budaya begitu

mempunyai
gambaran bapenting. Sebuah generasi yang
gaimana potret
diri dan asal
mengenaljati diri
usulnya," demikian Etti.
(asal usulnya) akan dapat
Namun, Etti
menggali segala potensi dari
justru sangat
menyesalkan,
asal usulnya tersebut.
di tengah PPSS
"mengampaPersoalan pewarisan budaya
nyekan" bahasa
Sunda kepada
tidak melulu hal-hal y'G.ng
masyarakat dan
bersifat seni seperti tari,
sedang berencana melakutembang, atau yang lainnya,

kan "Saba Sastra" ke beberatetapijuga semua unsur yang
pa daerah yang
masyarakatnya
berkelindan dengan tradisi
masih menggunakan bahasa
dan kehidupan urang Sunda.
Sunda tetapi
berada di luar
wilayah kesun"
daan,justru bahasa Sunda "dikerdilkan" dengan munculnya wacana
daerah-daerah tertentu di J abar diperbolehkan tidak (lagi) mem,pelajari dan
menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu.
.
"Ini ironis sekali, di tengah kita mencoba menyebarIuaskan kembali bahasa
Sunda agar terus dipakai oleh masyarakat,justru dipotong. Ibaratnya, bahasa
Sunda dikerdilkan di daerahnya sendiri, "
ujarnya.
Padahal, dalam "Saba Sastra" ke daerah-daerah Sunda minoritas, kata Etti,
PPSS justru ingin tetap memelihara bahasa dan budaya Sunda itu walaupun mereka tergolong minoritas di wilayah yang
berIainan bahasa dan budayanya.

Etti mencontohkan komunitas Sunda
Kuningan dan Brebesyang berada di perbatasan dan wilayah Jabar, tetapi masih
menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Komunitas ini menurut Etti
sangat haus dan,memerIukan buku-buku
dan berbagai sumber informasi ten tang
kesundaan. "Kita akan berangkat ke daerah tersebut," ujarnya.
la berpendapat, pemerintah bisa saja
mengizinkan daerah-daerah tertentu untuk mengganti Sunda dengan bahasa lain,
walaupun daerah tersebut berada di Jawa
Barat. Akan tetapi, melalui simposium
ataupun pembicaraan terIebih dahulu.

"

--

Unpad
---

2009

---

---

Sebab bagaimanapun, penetapan bahasa
Sunda sebagai bahasa ibu yang dipelajari
di sekolah-sekolah di Jawa Barat merupakan hasil dari kongres bahasa Sunda dan
pembicaraannya yang tidak main-main.
"Artinya,jika kebijakan tersebut akan
diubah, setidaknya harus melalui penelitian terlebih dahulu. Apakah benar para
penutumya sudah sangat sedikit? Bagaimana kondisi yang sesungguhnya? Jangan-jangan di perkotaannya saja," kata
Etti.
Sementara itu, Redaktur Majalah Sunda Mangle, Kamo Kartadibrata tidak
mempersoalkan sedikit banyaknyajumlah penutur. Bahasa Sunda yang digunakan oleh sebagian orang pun masih memerlukan pembenahan. Malah, masih banyak pula persoalan kebahasaan yang belum tergarap sehingga bagi Kamo tidak
jadi persoalan bila ada daerah-daerah di
Jawa Barat yangjustru merasa tidak perlu mempelajari lagi bahasa Sunda. "Absaya kira, masih banyak daerah lain yang
masih mau dan mempelajari bahasa Sunda. Dan itu belum kacabak semua. Mengapa kita tidak mengurus dan memaksimalkan yang masih mau saja," ujamya.
Menurut dia, eksistensi sebuah bahasa
tidak hanya ditentukan oleh populasi.
Akan tetapi, kalaupun itu memengaruhi,

jumlah populasi penutur bahasa Sunda
masih banyak. Walaupun hal itu hanya
ditemukan di sekitar pasisian.
Menyinggung keberadaan media Sunda, menurut Kamo, harus ada keinginan
besar dari pemerintah daerah setempat
untuk membiayai media tersebut. Hidup
matinya media Sunda tidak bisa lagi bergantung kepada donatur yang tiba-tiba
ada, tiba-tiba tidak ada. Akan tetapi, harus menjadi bagian dari kebijakan politis
pemerintah setempat, dalam
hal ini Pemerintah Provinsi
Jawa Barat. Selama ini, beberapa suntikan
dana telah diberikan donatur. Namun,
karena lebih
bersifat temporal, dana tersebut tidak abadi
dan terpakai
seiring kebutuhan media.
Dalam konteks yang lebih
ril, pembina
PPSSsekaligus
Rektor Unpad

Prof. Dr. Ganjar Kumia,
.
D.E.A.,mendesak pemerintah
agar mau memasukkan anggaran pe.ngelolaan media
massa Sunda
ke dalam
APBD.Anggar-

-,

an tersebut nantinya bisa berupa (lana
abadi yang diberikan kepada media tersebut, minimal Rp 2 miHar. Dengan uang
tersebut, pengelola media bisa menyimpannya di Bank J abar sebagai bank pemerintah. Dengan bunga 12 % dari Rp 2 miHar, diperkirakan sudah ada anggaran Rp
240 juta per tahun. Dana tersebut dapat
digunakan dan lebih dari cukup untuk sebuah majalah.
Sedangkan media yang dibiayai adalah
media yang sudah menunjukkan eksistensinya, sebut saja Mangle. Media ini
menurut Ganjar, sudah mumpuni untuk
didanai pemerintah sebagai bagian dari
program "ngamumule bahasa Sunda".

Dengan pembiayaan seperti itu, pengelola
media, tidak harus lagi menggantungkan
keperluannya pada iklan dan oplah.
Oplah pun dicetak sesuai dengan banyaknyajumlah sekolah mulai dari SD sampai
SMA yang akan menjadi "pelanggan gratis" yang dibiayai pemerintah provinsi.
"Berbagai peluang harus dibuka. PPSS
ngamumule-nya lewat Saba Sastra, itu
pun masih rereongan. Mangle lewat media. Masih banyak yang lain yang memungkinkan bahasa Sunda terus bertumbuh. Jadi, kalau menu rut saya, optimistis
saja walaupun ada daerah-daerah yang
ingin mempelajari bahasa ibu yang lain,"
ujamya. (Eriyanti/"PR")
***