Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Pemenuhan Gizi Anak pada Orang Tua Single Parent di Cabean Mangunsari Salatiga T1 462011024 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah
gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurang persediaan pangan, kualitas
lingkungan yang kurang baik (sanitasi lingkungan yang tidak baik),
pengetahuan masyarakat tentang gizi menu seimbang dan
kesehatan yang kurang dan adanya daerah yang kurang iodium.
Masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
masyarakat dan kurangnya pengetahuan yang kurang tentang gizi,
kesehatan dan menu seimbang (Almatsier, 2004, dalam Ayu,
2014).
Kekurangan gizi dapat mengakibatkan gagal tumbuh
kembang dan meningkatkan angka kematian dan kesakitan dan
penyakit terutama pada kelompok usia rawan gizi yaitu balita dan
anak-anak. Balita dan anak-anak merupakan kelompok rawan
menderita akibat kurang gizi dan jumlahnya cukup besar dalam
populasi (Suhadi, 2009, dalam Ayu, 2014).
Faktor primer terjadinya masalah gizi kurang karena
kurangnya kuantitas dan kualitas susunan makanan seseorang
(Almatsier, 2003). Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
1
dan keterampilan dalam mengolah makanan (Santoso, 1999, dalam
Ayu, 2014).
Pengetahuan
gizi
merupakan
pengetahuan
tentang
makanan dan zat gizi, sumber - sumber zat gizi pada makanan,
makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan
penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi
dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat
(Notoatmojo, 2003).
Orang tua tunggal atau single parent adalah orang tua yang
secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran,
dukungan atau tanggung jawab pasangannya. Orang tua tunggal
diartikan pula sebagai wanita atau pria yang sudah pernah atau
belum pernah menikah dan membesarkan anak-anaknya sendirian
tanpa disertai kehadiran dan tanggung jawab pasangannya
(Bambang, 2014).
Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anakanak. Ayah dan ibu berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya.
Namun, dalam kehidupan nyata sering dijumpai keluarga dimana
salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan ini menimbulkan
apa yang disebut dengan keluarga dengan orang tua tunggal
(Hammer dan Turner, 1990).
Kimmel (1980) dan Walsh (2003), menyatakan beberapa
permasalahan yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang
2
tunggal baik wanita maupun pria yakni merasa kesepian, perasaan
terjebak dengan tanggung jawab mengasuh anak dan mencari
sumber pendapatan, kekurangan waktu untuk mengurus diri dan
kehidupan seksualnya, kelelahan menanggung tanggung jawab
untuk mendukung dan membesarkan anak sendirian, mengatasi
hilangnya hubungan dengan partner special, memiliki jam kerja
yang lebih panjang, lebih banyak masalah ekonomi yang muncul,
menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, lebih rentan
terkena depresi, kurangnya dukungan sosial dalam melakukan
perannya sebagai orang tua, dan memiliki fisik yang rentan
terhadap penyakit.
Sedangkan masalah khusus yang timbul pada keluarga
dengan orang tua tunggal wanita adalah kesulitan mendapatkan
pendapatan yang cukup, kesulitan mendapat pekerjaan yang layak,
kesulitan
membayar
biaya
untuk
anak,
kesulitan
menutupi
kebutuhan lainnya. Sementara pada keluarga dengan orang tua
tunggal pria masalah khusus yang timbul hanya dalam hal
memberikan perlindungan dan perhatian pada anak (Kimmel,
1980).
Pada kasus keluarga dengan orang tua tunggal yang terjadi
karena perceraian, Duvall dan Miller (1985), menyatakan bahwa
baik bagi wanita maupun pria proses setelah terjadinya perceraian
seperti orang yang baru mulai belajar berjalan dengan satu kaki,
3
setelah kaki yang lainnya dipotong. Perceraian adalah proses
amputasi pernikahan. Tidak peduli seberapa pentingnya perceraian
tersebut, perceraian tetap saja menyakitkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnansyah
(2006), faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di
pengaruhi oleh tingkat
pendidikan ibu,
pekerjaan ibu dan
pendapatan keluarga.
Masalah gizi pada anak juga dipengaruhi oleh pola asuh
orang tua, yaitu pengaturan pola makan anak oleh ibu. Salah satu
contoh saat anak tidak mau minum susu dan makan, orang tua
membiarkan saja dan terkadang beberapa orang tua hanya
memberikan anak minuman pengganti yaitu dengan air gula yang
hanya mengandung kalori, dan menyebabkan anak mengalami gizi
buruk (Pribawaningsih, 2009, dalam Ayu, 2014).
Di dalam pemenuhan asupan gizi banyak pula faktor yang
mempengaruhi baik secara langsung dan tidak langsung. Faktor
yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan makanan dan
infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan
lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap
pelayanan kesehatan (Riyadi, 2001, dalam Simarmata, 2009).
Soetjiningsih, (2002), menyatakan dalam pemenuhan gizi
anak, ibu harus mampu dalam mengatur menu seimbang untuk
4
anak karena anak belum mampu mengurus dan melakukannya
sendiri. Pada usia ini anak mengalami tumbuh kembang secara
optimal, sehingga memerlukan pemenuhan nutrisi. Ibu harus
mampu memilih bahan makanan, mengolah sampai menyajikan
makanan
dengan
menu
seimbang.
Menu
disajikan
sesuai
kebutuhan energi dalam sehari, baik dalam bentuk makanan yang
lengkap ataupun makanan kecil (snack) (Almatsier, 2003).
Prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat
badan kurang) pada tahun 2010 secara nasional adalah sebesar
17,9 % diantaranya 4,9 % yang gizi buruk. Prevalensi balita gizi
kurang di Provinsi Jawa Tengah 12,4 % diantaranya 3,3 % gizi
buruk (Riskesdas, 2010).
Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana orang tua tunggal di lingkungan Cabean Mangunsari
Salatiga ini memberikan pemenuhan gizi yang baik untuk anakanak mereka agar gizi mereka dapat terpenuhi dengan baik sesuai
dengan kebutuhan tubuh.
Lokasi yang dipilih peneliti untuk melakukan penelitian yaitu
di Cabean Kelurahan Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota
Salatiga.
Hasil
studi
pendahuluan
tanggal
26
April
2015
menyebutkan bahwa terdapat 7 orang tua single atau tunggal yang
masing-masing sudah berpisah dengan suaminya lebih dari 1 tahun
5
dan mengasuh anaknya sendiri tanpa dibantu oleh saudara atau
anggota keluarga yang lainnya.
Dari ketujuh orang tua tunggal tersebut memiliki pekerjaan
yang berbeda-beda. Ada yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga (PRT), pegawai negeri, dan buruh pabrik. Hasil keterangan
dari tetangga – tetangga di lingkungan tempat tinggal ketujuh orang
tua tunggal ini juga menyatakan bahwa anak–anak orangtua
tunggal tersebut dalam hal kebutuhan makan mereka sangat
berbeda-beda ada yang sangat diperhatikan, ada pula yang
memberikan makanan sesuai apa yang diinginkan anak.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
melakukan
latar
penelitian
belakang
untuk
diatas
mengetahui
peneliti
tertarik
bagaimana
pola
pemenuhan gizi anak pada orang tua single parent di Cabean dan
faktor – faktor apa saja yang mempengaruhinya.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
pola pemenuhan gizi untuk anak pada orang tua single parent.
6
1.3.2. Tujuan Khusus
a.
Mengetahui bagaimana pola pemenuhan gizi anak pada orang
tua single parent?
b.
Faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi pemenuhan gizi
anak pada orang tua single parent?
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam
pengembangan studi keperawatan (komunitas dan keluarga
khususnya) atau studi lainnya yang tepat dalam memberikan
informasi mengenai pola pemenuhan gizi anak yang baik
dan seimbang agar sesuai dengan kebutuhan serta faktor
apa saja yang mempengaruhinya.
1.4.2. Manfaat Praktis
a.
Bagi Mahasiswa Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data
awal mengenai bagaimana pola pemenuhan gizi anak yang
orang tuanya tunggal atau single parent dan apa saja faktor
yang mempengaruhinya, serta sebagai sumber informasi
yang dapat membantu mahasiswa dalam memberikan
wacana kepada orang tua mengenai bagaimana pola
pemenuhan
gizi
yang
seperti
pemenuhan gizi bagi anak.
7
apa
yang
baik
untuk
b.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai penambah bahan informasi dan wacana untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti
keperawatan
atau
studi
lainnya
yang
ingin
melakukan
pengembangan penelitian mengenai pola pemenuhan gizi anak
pada orang tua tunggal di wilayah yang lebih luas.
c.
Bagi Orang Tua
Sebagai masukan dan penambah pengetahuan bagi para
orang tua khususnya yang tunggal atau single parent sehingga
orang tua mengetahui bagaimana pola pemenuhan gizi anak
yang baik dan seimbang serta apa saja faktor yang
mempengaruhinya.
8
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah
gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurang persediaan pangan, kualitas
lingkungan yang kurang baik (sanitasi lingkungan yang tidak baik),
pengetahuan masyarakat tentang gizi menu seimbang dan
kesehatan yang kurang dan adanya daerah yang kurang iodium.
Masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
masyarakat dan kurangnya pengetahuan yang kurang tentang gizi,
kesehatan dan menu seimbang (Almatsier, 2004, dalam Ayu,
2014).
Kekurangan gizi dapat mengakibatkan gagal tumbuh
kembang dan meningkatkan angka kematian dan kesakitan dan
penyakit terutama pada kelompok usia rawan gizi yaitu balita dan
anak-anak. Balita dan anak-anak merupakan kelompok rawan
menderita akibat kurang gizi dan jumlahnya cukup besar dalam
populasi (Suhadi, 2009, dalam Ayu, 2014).
Faktor primer terjadinya masalah gizi kurang karena
kurangnya kuantitas dan kualitas susunan makanan seseorang
(Almatsier, 2003). Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
1
dan keterampilan dalam mengolah makanan (Santoso, 1999, dalam
Ayu, 2014).
Pengetahuan
gizi
merupakan
pengetahuan
tentang
makanan dan zat gizi, sumber - sumber zat gizi pada makanan,
makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan
penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi
dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat
(Notoatmojo, 2003).
Orang tua tunggal atau single parent adalah orang tua yang
secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran,
dukungan atau tanggung jawab pasangannya. Orang tua tunggal
diartikan pula sebagai wanita atau pria yang sudah pernah atau
belum pernah menikah dan membesarkan anak-anaknya sendirian
tanpa disertai kehadiran dan tanggung jawab pasangannya
(Bambang, 2014).
Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anakanak. Ayah dan ibu berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya.
Namun, dalam kehidupan nyata sering dijumpai keluarga dimana
salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan ini menimbulkan
apa yang disebut dengan keluarga dengan orang tua tunggal
(Hammer dan Turner, 1990).
Kimmel (1980) dan Walsh (2003), menyatakan beberapa
permasalahan yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang
2
tunggal baik wanita maupun pria yakni merasa kesepian, perasaan
terjebak dengan tanggung jawab mengasuh anak dan mencari
sumber pendapatan, kekurangan waktu untuk mengurus diri dan
kehidupan seksualnya, kelelahan menanggung tanggung jawab
untuk mendukung dan membesarkan anak sendirian, mengatasi
hilangnya hubungan dengan partner special, memiliki jam kerja
yang lebih panjang, lebih banyak masalah ekonomi yang muncul,
menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, lebih rentan
terkena depresi, kurangnya dukungan sosial dalam melakukan
perannya sebagai orang tua, dan memiliki fisik yang rentan
terhadap penyakit.
Sedangkan masalah khusus yang timbul pada keluarga
dengan orang tua tunggal wanita adalah kesulitan mendapatkan
pendapatan yang cukup, kesulitan mendapat pekerjaan yang layak,
kesulitan
membayar
biaya
untuk
anak,
kesulitan
menutupi
kebutuhan lainnya. Sementara pada keluarga dengan orang tua
tunggal pria masalah khusus yang timbul hanya dalam hal
memberikan perlindungan dan perhatian pada anak (Kimmel,
1980).
Pada kasus keluarga dengan orang tua tunggal yang terjadi
karena perceraian, Duvall dan Miller (1985), menyatakan bahwa
baik bagi wanita maupun pria proses setelah terjadinya perceraian
seperti orang yang baru mulai belajar berjalan dengan satu kaki,
3
setelah kaki yang lainnya dipotong. Perceraian adalah proses
amputasi pernikahan. Tidak peduli seberapa pentingnya perceraian
tersebut, perceraian tetap saja menyakitkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnansyah
(2006), faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di
pengaruhi oleh tingkat
pendidikan ibu,
pekerjaan ibu dan
pendapatan keluarga.
Masalah gizi pada anak juga dipengaruhi oleh pola asuh
orang tua, yaitu pengaturan pola makan anak oleh ibu. Salah satu
contoh saat anak tidak mau minum susu dan makan, orang tua
membiarkan saja dan terkadang beberapa orang tua hanya
memberikan anak minuman pengganti yaitu dengan air gula yang
hanya mengandung kalori, dan menyebabkan anak mengalami gizi
buruk (Pribawaningsih, 2009, dalam Ayu, 2014).
Di dalam pemenuhan asupan gizi banyak pula faktor yang
mempengaruhi baik secara langsung dan tidak langsung. Faktor
yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan makanan dan
infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan
lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap
pelayanan kesehatan (Riyadi, 2001, dalam Simarmata, 2009).
Soetjiningsih, (2002), menyatakan dalam pemenuhan gizi
anak, ibu harus mampu dalam mengatur menu seimbang untuk
4
anak karena anak belum mampu mengurus dan melakukannya
sendiri. Pada usia ini anak mengalami tumbuh kembang secara
optimal, sehingga memerlukan pemenuhan nutrisi. Ibu harus
mampu memilih bahan makanan, mengolah sampai menyajikan
makanan
dengan
menu
seimbang.
Menu
disajikan
sesuai
kebutuhan energi dalam sehari, baik dalam bentuk makanan yang
lengkap ataupun makanan kecil (snack) (Almatsier, 2003).
Prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat
badan kurang) pada tahun 2010 secara nasional adalah sebesar
17,9 % diantaranya 4,9 % yang gizi buruk. Prevalensi balita gizi
kurang di Provinsi Jawa Tengah 12,4 % diantaranya 3,3 % gizi
buruk (Riskesdas, 2010).
Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana orang tua tunggal di lingkungan Cabean Mangunsari
Salatiga ini memberikan pemenuhan gizi yang baik untuk anakanak mereka agar gizi mereka dapat terpenuhi dengan baik sesuai
dengan kebutuhan tubuh.
Lokasi yang dipilih peneliti untuk melakukan penelitian yaitu
di Cabean Kelurahan Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota
Salatiga.
Hasil
studi
pendahuluan
tanggal
26
April
2015
menyebutkan bahwa terdapat 7 orang tua single atau tunggal yang
masing-masing sudah berpisah dengan suaminya lebih dari 1 tahun
5
dan mengasuh anaknya sendiri tanpa dibantu oleh saudara atau
anggota keluarga yang lainnya.
Dari ketujuh orang tua tunggal tersebut memiliki pekerjaan
yang berbeda-beda. Ada yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga (PRT), pegawai negeri, dan buruh pabrik. Hasil keterangan
dari tetangga – tetangga di lingkungan tempat tinggal ketujuh orang
tua tunggal ini juga menyatakan bahwa anak–anak orangtua
tunggal tersebut dalam hal kebutuhan makan mereka sangat
berbeda-beda ada yang sangat diperhatikan, ada pula yang
memberikan makanan sesuai apa yang diinginkan anak.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
melakukan
latar
penelitian
belakang
untuk
diatas
mengetahui
peneliti
tertarik
bagaimana
pola
pemenuhan gizi anak pada orang tua single parent di Cabean dan
faktor – faktor apa saja yang mempengaruhinya.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
pola pemenuhan gizi untuk anak pada orang tua single parent.
6
1.3.2. Tujuan Khusus
a.
Mengetahui bagaimana pola pemenuhan gizi anak pada orang
tua single parent?
b.
Faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi pemenuhan gizi
anak pada orang tua single parent?
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam
pengembangan studi keperawatan (komunitas dan keluarga
khususnya) atau studi lainnya yang tepat dalam memberikan
informasi mengenai pola pemenuhan gizi anak yang baik
dan seimbang agar sesuai dengan kebutuhan serta faktor
apa saja yang mempengaruhinya.
1.4.2. Manfaat Praktis
a.
Bagi Mahasiswa Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data
awal mengenai bagaimana pola pemenuhan gizi anak yang
orang tuanya tunggal atau single parent dan apa saja faktor
yang mempengaruhinya, serta sebagai sumber informasi
yang dapat membantu mahasiswa dalam memberikan
wacana kepada orang tua mengenai bagaimana pola
pemenuhan
gizi
yang
seperti
pemenuhan gizi bagi anak.
7
apa
yang
baik
untuk
b.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai penambah bahan informasi dan wacana untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti
keperawatan
atau
studi
lainnya
yang
ingin
melakukan
pengembangan penelitian mengenai pola pemenuhan gizi anak
pada orang tua tunggal di wilayah yang lebih luas.
c.
Bagi Orang Tua
Sebagai masukan dan penambah pengetahuan bagi para
orang tua khususnya yang tunggal atau single parent sehingga
orang tua mengetahui bagaimana pola pemenuhan gizi anak
yang baik dan seimbang serta apa saja faktor yang
mempengaruhinya.
8