PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN PENDEKATAN NEURO Penatalaksanaan Fisioterapi Dengan Pendekatan Neuro Developmental Treatment Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Diplegi Di Pntc Karanganyar.

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN PENDEKATAN NEURO

DEVELOPMENTAL TREATMENT PADA KASUS CEREBRAL PALSY

SPASTIC DIPLEGI DI PNTC KARANGANYAR

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi

Oleh:

AJENG TULADANI MANGERTHI LUHUR J100130071

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016


(2)

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN PENDEKATAN NEURO

DEVELOPMENTAL TREATMENT PADA KASUS CEREBRAL PALSY

SPASTIC DIPLEGI DI PNTC KARANGANYAR

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh

AJENG TULADANI MANGERTHI LUHUR J100130071

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN PENDEKATAN NEURO

DEVELOPMENTAL TREATMENT PADA KASUS CEREBRAL PALSY

SPASTIC DIPLEGI DI PNTC KARANGANYAR

OLEH

AJENG TULADANI MANGERTHI LUHUR J100130071

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Jumat, 01 Juli 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

Penguji I : Edi Waspada, SST.FT., S.Fis., M.Kes ( )

(Ketua Dewan Penguji)

Penguji II : Wijianto, SST.FT., M.OR ( )

(Anggota I Dewan Penguji)

Penguji III : Arif Pristianto, SST.FT., M.Fis ( )

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Suwaji, M.Kes NIK 195311231983031002


(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Diploma III disuatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak kemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka saya bertanggung jawab sepenuhnya dan bersedia menerima sanksi yang diberikan.

Surakarta, 01 Juli 2016

Penulis

Ajeng Tuladani Mangerthi Luhur J100130071


(5)

1

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN PENDEKATAN NEURO

DEVELOPMENTAL TREATMENT PADA KASUS CEREBRAL PALSY

SPASTIC DIPLEGI DI PNTC KARANGANYAR

(Ajeng Tuladani Mangerthi Luhur, 2016. 50 Halaman) Abstrak

Latar Belakang: Cerebral Palsy adalah kumpulan gangguan motorik akibat kerusakan otak. Cerebral palsy spastic diplegi adalah kelayuan yang ditandai adanya kelainan atau gangguan pada gerakan dan postur yang tidak progresif akibat cidera pada susunan saraf pusat. Kelainan ini terjadi pada ekstremitas, dimana ekstremitas bawah lebih parah daripada ekstremitas atas. Ekstremitas bawah (tungkai) akan mengalamai hipertonus atau kekakuan pada otot-otot sehingga gerakan menjadi kaku.

Tujuan: untuk mengetahui manfaat Neuro Developmental Treatment (NDT), guna mencapai tujuan fisioterapi berupa, inhibisi dalam menurunkan spastisitas dan fasilitasi untuk meningkatkan aktivitas fungsional pada kondisi Cerebral Palsy Spastic Diplegi.

Hasil: setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil tidak adanya penurunan ataupun peningkatan spastisitas dengan skala asworth T1: fleksor hip 0, ekstensor hip 0, fleksor knee 1, ekstensor knee 0, plantar fleksor ankle 0, dorsal fleksor ankle 3 menjadi T6: fleksor hip 0, ekstensor hip 0, fleksor knee 1, ekstensor knee 0, plantar fleksor ankle 0, dorsal fleksor ankle 3. Aktivitas fungsional dengan GMFM T1: total skor 46,6% menjadi T6: 46,6%.

Kesimpulan: tidak ada perubahan baik peningkatan ataupun penurunan pada spastisitas dan kemampuan aktivitas fungsional.

Kata kunci: Cerebral Palsy Spastic Diplegi, Neuro Developmental Treatment (NDT).

Abstract

Background : Cerebral Palsy is a group of conditions affecting motor funtion as a result of damage to the brain. Cerebral Palsy Spastic Diplegi have problem in to disorders of movement and posture due to a non-progressive lesion as a result of injury to the central nervous system. All four limbs are affected, but legs more than arms. Lower extremity (leg) will undergo hypertonus or stiffness in the muscles so that the movement becomes stiff.

Objective: To know the benefit of neurodevelopmental trearment (NDT) to achieve a goal of physiotherapy in the form of inhibition in reducing spasticities and facilitation to enhance the functional activity of the cerebral palsy condition.

Result : the result obtained after the conducted theraoy 6 times are as follow no decrease or increase spasticity by asworth scale T1: fleksor hip 0, ekstensor hip 0, fleksor knee 1, ekstensor knee 0, plantar fleksor ankle 0, dorsal fleksor ankle 3 menjadi T6: fleksor hip 0, ekstensor hip 0, fleksor knee 1, ekstensor knee 0, plantar fleksor ankle 0, dorsal fleksor ankle 3. Functional activity by GMFM T1: total score 46,6% intoT6: 46,6%.

Conclution : no change in either an increase or decrease in spasticity and capabilities of functional activity.


(6)

2 1. PENDAHULUAN

a. Latar Belalang

Tumbuh kembang anak merupakan proses yang kontinu, yang dimulai sejak dalam kandungan sampai dewasa. Banyak faktor yang mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, baik internal maupun eksternal. Menurut Widodo (2008), proses tumbuh kembang pada anak tidak lepas dari pengaruh neurosensomotorik. Hal ini dikenal dalam bentuk perkembangan dan selanjutnya berpengaruh terhadap motorik dan volunternya. Maka sangatlah penting untuk memperhatikan semua aspek yang mendukung maupun yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Cerebral Palsy (CP) adalah istilah nonspesifik yang digunakan pada gangguan yang ditandai dengan kerusakan gerakan dan postur serta awitan dini. Gangguan ini bersifat tidak progesif dan dapat disertai dengan defisit intelektual dan bahasa (Donna, 2004). Menurut Waspada (2010), CP adalah suatu kelainan atau sikap dan gerak yang disebabkan karena kerusakan otak yang belum matur atau matang, yang terjadi sejak dalam kandungan sampai usia balita.

Barnes (2013), mengemukakan klasifikasi CP paling tinggi adalah tipe spastik yaitu 70%, sedangkan ataksia (10%), dan campuran (10%). Dalam jumlah anggota badannya dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu diplegi, hemiplegi dan quadriplegi. Diplegi adalah paralisis yang menyertai semua anggota gerak tetapi biasanya anggota gerak atas lebih rendah dibandingkan dengan anggota gerak bawah. Permasalahan yang sering dialami oleh penderita CP spastic diplegi adalah adanya gangguan distribusi tonus postural (spastisitas) terutama pada kedua tungkainya, adanya gangguan koordinasi, adanya gangguan keseimbangan, serta gangguan jalan yang menyebabkan penderita mengalami gangguan fungsional.

Fisioterapi pada kasus CP berperan dalam memperbaiki postur, mobilitas postural, kontrol gerak, dan mengajarkan pola gerak yang benar.


(7)

3

Salah satu pedekatan yang telah dikembangkan untuk masalah CP adalah dengan metode Neuro Developmental Treatment (NDT).

NDT merupakan interverensi yang paling sering digunakan untuk anak-anak dengan gangguan perkembangan terutama pada kasus CP. Metode NDT pertama kali dikembangkan oleh seorang fisioterapis yaitu Berta Bobath dan dr. Kerel Bobath di akhir tahun 1940-an, untuk memenuhi kebutuhan orang-orang dengan gangguan gerak. Pendekatan NDT berfokus pada normalisasi otot hypertone atau hypotone. Teknik-teknik yang digunakan adalah Stimulasi, Inhibisi, dan Fasilitasi. Selain itu NDT adalah metode terapi yang populer dalam pendekatan interverensi pada bayi dan anak-anak dengan disfungsi neuromotor (Al-Hazmi, 2013). b. Rumusan Masalah

1) Bagaimana terapi latihan metode NDT dengan inhibisi dapat menurunkan dan mengontol spastisitas pada CP Spastic Diplegi?

2) Bagaimana terapi latihan metode NDT dengan fasilitasi dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada CP Spastic Diplegi?

c. Tujuan

1) Tujuan Umum

Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi metode NDT dengan inhibisi dalam menurunkan spastisitas dan fasilitasi guna meningkatkan aktivitas fungsional pada kondisi CP Spastic Diplegi.

2) Tujuan khusus

Sebagai sarana pengkajian mahasiswa fisioterapi guna mengetahui dan memahami tentang metode NDT pada kasus CP Spastic Diplegi.

d. Manfaat 1) Penulis

Penulis dapat lebih mendalami ilmu yang telah di berikan dalam setiap kuliah dan dapat menerapkannya di dalam lingkungan masyarakat untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang modalitas NDT pada kasus CP Spastic Diplegi.


(8)

4 2) Masyarakat

Memberikan dan menyebarluaskan informasi tentang peranan fisioterapi pada kondisi CP Spastic Diplegi khususnya para pembaca dan masyarakat.

3) Pendidikan

Penulisan karya tulis ilmiah ini di harapkan menjadikan inspirasi bagi dunia pendidikan. Khususnya dunia pendidikan untuk terus melakukan usaha-usaha yang menunjang ilmu penelitian berkaitan dengan metode NDT.

2. TINJAUAN PUSTAKA a. Deskripsi Kasus

1) Definisi Cerebral Palsy Spastic Diplegi

Cerebral Palsy lebih tepat dikatakan sebagai suatu gejala yang kompleks daripada suatu penyakit yang spesifik. Hinchcliffe (2007) mendefinisikan CP sebagai kumpulan dari kekacauan atau penyakit yang dihasilkan oleh kerusakan dari otak yang terjadi sebelum, selama ataupun setelah kelahiran. Kerusakan pada otak anak mengakibatkan sistem motor dan koordinasi yang buruk, keseimbangan yang buruk atau pola gerak yang abnormal atau kombinasi dari beberapa karakteristik tersebut. CP adalah istilah nonspesfik yang digunakan pada gangguan yang ditandai dengan kerusakan gerakan dan postur serta awitan dini. Gangguan ini bersifat tidak progresif dan dapat disertai dengan defisit intelektual dan bahasa (Donna, 2004).

Spastic diplegia merupakan gangguan yang mengenai keempat ekstremitas tubuh tetapi pada ektremitas bawah lebih dominan atau lebih berat dibandingkan dengan ekstremitas atas. Dalam kamus kedokteran Dorlan (2012), spastic diplegia diartikan sebagai paralisis otak bawaan yang paling sering menyerang kaki.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa CP Spastic Diplegi adalah suatu gangguan yang terjadi pada anak mengenai tumbuh


(9)

5

kembang motorik karena adanya kerusakan otak yang terjadi pada periode sebelum, selama, dan sesudah kelahiran dengan tanda adanya kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih mendominasi, dengan karakteristik tonus postural otot yang tinggi terutama pada regio trunk bagian bawah menuju ekstremitas bawah.

b. Patologi

Penyebab CP spastic diplegi dari beberapa literatur diansumsikan oleh karena adanya kerusakan pada cortex cerebri di lobus frontalis area 4 yaitu korteks motorik primer (girus presentralis) dan area 6 yaitu area premotorik yang merupakan lintasan motorik ekstrapiramidalis. Bagian ini yang berfungsi untuk menghaluskan gerakan, sehingga terjadi gerakan yang tangkas, harmonis, dan efektif. Akibat adanya kerusakan pada area ini menimbulkan kesulitan melakukan gerakan tersebut. Gyrus presentralis berfungsi sebagai area motorik, dengan penataan sarafnya secara somatotopik, berurutan dari medial ke lateral yang merupakan proyeksi pola gerak pada tungkai, trunk, lengan, dan wajah. Serabut-serabut asosiasi pada white matter di otak yang mana secara normal berfungsi sebagai control inhibisi atau penghalus suatu aktivitas (Chusid, 1993 dalam Pitaari 2015).

c. Etiologi

Faktor genetik merupakan salah satu penyebab CP. Ketika dalam suatu keluarga yang menderita kasus ini lebih dari satu kemungkinan dikarenakan faktor genetik. Sedangkan penyebab lainnya meliputi: premature atau anak-anak yang dilahirkan kurang bulan dan berat badan dibawah normal atau kurang dari 2500 gram.Secara neurologik sakit sejak dilahirkan, dan terminologi dilahirkan dalam keadaan sehat tetapi memiliki resiko CP pada masa kanak-kanak. Menurut Raj (2006) menyatakan bahwa kerusakan otak secara garis besar dapat dibagi pada masa prenatal, perinatal, dan postnatal.


(10)

6 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

Setelah dilakukan tindakan fisioterapi dengan NDT, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 3.1 Hasil Evaluasi Spastisitas Menggunakan Skala Asworth T6 T5 T4 T3 T2 T1

kanan

Group Otot T1 kiri

T2 T3 T4 T5 T6

0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 Fleksor Hip Ekstensor Hip Fleksor Knee Ekstensor Knee Plantar Fleksor Ankle Dorsal Fleksor Ankle 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3

Tabel 3.2 Hasil Evaluasi Kemampuan Motorik Kasar Menggunakan GMFM

No. Dimensi T1 T2 T3 T4 T5 T6

1 2 3 4 5 A B C D E Score 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% b. Pembahasan

Menurut Butler & Darrah (2001) NDT dapat memberikan berbaikan yang signifikan pada fungsi gross motor dan fine motor termasuk terjadinya penurunan spastisitas setelah dilakukan intervensi dalam kurun waktu 6 minggu penanganan. Tehnik inhibisi berpotensi mengubah excitatory dan


(11)

7

memperpanjang otot untuk melawan spastisitas, hal ini berpengaruh pada potensi aksi muscle spindel dan aktifitas reflek abnormal (Waluyo, 2008).

Dalam studi kasus ini membahas pasien A dengan diagnosa CP spastik dipledi dengan diberikan terapi latihan metode Neuro Developmental Treatment (NDT). Pembahasan dilanjutkan pada tahap pemeriksaan spesifik. Pemeriksaan spesifik ini ditunjukkan untuk mengevaluasi perkembangan pasien sebelum dan sesudah latihan. Pemeriksaan spesifik yang digunakan yaitu: (1) pemeriksaan spastisitas dengan skala Asworth, (2) pengukuran kemampuan motorik kasar dengan Gross Motor Fucion Measurement (GMFM). Dari seluruh data yang dapat dilihat pada protocol studi kasus telah mendapatkan 6 kali evaluasi pada pemeriksaan awal T(1) sampai dengan pemeriksaan akhir T(6) didapatkan nilai spastisitas dengan skala Asworth, tidak ada perubahan nilai spastisitas. Spastisitas pasien tidak mengalami penurunan dan peningkatan.

Pengukuran kemampuan fungsional dengan GMFM meliputi 88 item. Pada pengukuran kemampuan fungsional ini hanya dilakukan pada item berbaring dan berguling, item duduk, serta item merangkak dan berlutut. Pada pemeriksaan awal T(1) sampai dengan pemeriksaan akhir T(6) didapatkan hasil yang sama yaitu dimensi A sebesar 88,23% , dimensi B sebesar 73,33%, dimensi C sebesar 71,42%, dimensi D sebesar 0%, dimensi E sebesar 0%. Sehingga dari pemeriksaan kemampuan fungsional didapatkan nilai total 46,6%.

Alireza (2010), menyatakan hasil penelitiannya terdapat perubahan terhadap pederita CP yang latihan dengan metode NDT disertai Sensory Integration (SI). Selama 3 bulan secara rutin terlihat hasil dimensi A (berbaring dan berguling) naik 0,003%, dimensi B (duduk) naik 0,009%, dimensi C (merangkak dan berlutut) naik 0,02%, dimensi D (berdiri) naik 0,04%, dan dimensi E (berjalan, berlari, melompat) naik 0,417%. Sehingga dapat disimpulkan pada kasus ini, tidak adanya perubahan kemampuan fungsional karena kurangnya frekuensi latihan.


(12)

8 4. PENUTUP

a. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada beberapa BAB sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa problem utama kasus CP spastic diplegi adalah adanya spastisitas pada kedua tungkai, yang akhirnya menyebabkan gangguan pada aktifitas fungsionalnya yaitu pasien belum mampu berdiri dan berjalan secara mandiri.

Terapi latihan dilakukan dengan menggunakan pendekatan NDT. Setelah dilakukan penanganan fisioterapi pada pasien dengan umur 2 tahun 6 bulan selama enam kali terapi didapatkan hasil yaitu (1) Pemeriksaan spastisitas dengan skala asworth, pada kedua tungkai dinilai dari pemeriksaan awal (T1) sampai dengan terapi akhir (T6) diperoleh hasil nilai tetap. (2) Pemeriksaan kemampuan fungsional motorik kasar dengan GMFM dinilai dari pemeriksaan awal (T1) sampai dengan pemeriksaan akhir (T6) diperoleh hasil nilai tetap yaitu pada total score 46,6%.

b. Saran

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penanganan CP spastic diplegi disarankan (1) sebaiknya latihan dilakukan sesering mungkin baik dalam hal itensitas maupun frekuensi latihan, (2) disarankan fisioterapi bisa memberikan latihan dengan kreatif dan variatif agar anak tidak bosan saat latihan, (3) fisioterapi harus mempunyai pengetahuan luas tentang ilmu tumbuh kembang anak normal dan berbagai ilmu mengenai fisioterapi dalam pediatri saat ini.

Kerjasama antara fisioterapi, orang tua, dan pasien sangatlah mendukung keberhasilan latihan. Fisioterapi memberitahukan hal-hal mengenai CP, hal yang dapat memperburuk kondisi pasien, dan pada akhirnya keluarga diminta untuk teratur dalam memberikan home program.


(13)

9 DAFTAR PUSTAKA

Al-Hazmi. 2013. Kombinasi Neuro Developmental Treament dan Sensory Intergration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome. (Tesis). Denpasar: Program Studi Fisiologi Olahraga-konsentrasi Fisioterapi, Universitas Udayana. Alireza, S. 2010. Comparison Between The Effect Of Neurodevelpmental Treatment And Sensory Integration Therapy on Gross Motor Function Children With Cerebral Palsy. Iranian Journal of Child Neurology. 4. 1: June 2010: 31-36. Barnes, K. 2013. Clinical Crash Coursb: Paediatrics. 4th ed. Cina: Elsevier. Butler, C & Darrah, J. 2001. AACPDM Evidence Report; Effect of Neuro Developmental Treatment (NDT) for Cerebral Palsy, D evelopmental A Medicine and Child Neurology; Oktober, 14, 2012. From: http//www.ACCPDM.org

Donna, L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. 4th ed. Jakarta: Anggota IKAPI.

Dorland, WA. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Indonesia: Anggota IKAPI.

Hinchliffe, A. 2007. Children With Cerebral Palsy: A Manual For Therapists, Parents and Community Workers. 2nd ed. New Delhi. Thousand Oaks. London: Sage Publications.

Pitari, RRA. 2015. Manfaat Metode Neuro Developmental Treatment Untuk Menurunkan Spastisitas Dan Kemampuan Fungsional Jalan Pada Cerebral Palsy di Griya Fisioterapi Bunda Novi. (KTI). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Prodi Fisioterapi.

Waluyo, T. S. 2008. Pengaruh Mobilisasi Trunk Terhadap Penurunan Spastisitas Pada Cerebral Palsy spastik Diplegi. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Waspada, E. 2010. Fisioterapi Pediatri II. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Prodi Fisioterapi.

Widodo, A. 2008. Pengaruh Penambahan Electrical Muscle Stimulation (EMS) Peningkatan Tonus Otot Pada Penderita DD. Jurnal Kesehatan. 1. 1: 104-109.


(1)

4 2) Masyarakat

Memberikan dan menyebarluaskan informasi tentang peranan fisioterapi pada kondisi CP Spastic Diplegi khususnya para pembaca dan masyarakat.

3) Pendidikan

Penulisan karya tulis ilmiah ini di harapkan menjadikan inspirasi bagi dunia pendidikan. Khususnya dunia pendidikan untuk terus melakukan usaha-usaha yang menunjang ilmu penelitian berkaitan dengan metode NDT.

2. TINJAUAN PUSTAKA

a. Deskripsi Kasus

1) Definisi Cerebral Palsy Spastic Diplegi

Cerebral Palsy lebih tepat dikatakan sebagai suatu gejala yang kompleks daripada suatu penyakit yang spesifik. Hinchcliffe (2007) mendefinisikan CP sebagai kumpulan dari kekacauan atau penyakit yang dihasilkan oleh kerusakan dari otak yang terjadi sebelum, selama ataupun setelah kelahiran. Kerusakan pada otak anak mengakibatkan sistem motor dan koordinasi yang buruk, keseimbangan yang buruk atau pola gerak yang abnormal atau kombinasi dari beberapa karakteristik tersebut. CP adalah istilah nonspesfik yang digunakan pada gangguan yang ditandai dengan kerusakan gerakan dan postur serta awitan dini. Gangguan ini bersifat tidak progresif dan dapat disertai dengan defisit intelektual dan bahasa (Donna, 2004).

Spastic diplegia merupakan gangguan yang mengenai keempat ekstremitas tubuh tetapi pada ektremitas bawah lebih dominan atau lebih berat dibandingkan dengan ekstremitas atas. Dalam kamus kedokteran Dorlan (2012), spastic diplegia diartikan sebagai paralisis otak bawaan yang paling sering menyerang kaki.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa CP Spastic Diplegi adalah suatu gangguan yang terjadi pada anak mengenai tumbuh


(2)

5

kembang motorik karena adanya kerusakan otak yang terjadi pada periode sebelum, selama, dan sesudah kelahiran dengan tanda adanya kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih mendominasi, dengan karakteristik tonus postural otot yang tinggi terutama pada regio trunk bagian bawah menuju ekstremitas bawah.

b. Patologi

Penyebab CP spastic diplegi dari beberapa literatur diansumsikan oleh karena adanya kerusakan pada cortex cerebri di lobus frontalis area 4 yaitu korteks motorik primer (girus presentralis) dan area 6 yaitu area premotorik yang merupakan lintasan motorik ekstrapiramidalis. Bagian ini yang berfungsi untuk menghaluskan gerakan, sehingga terjadi gerakan yang tangkas, harmonis, dan efektif. Akibat adanya kerusakan pada area ini menimbulkan kesulitan melakukan gerakan tersebut. Gyrus presentralis berfungsi sebagai area motorik, dengan penataan sarafnya secara somatotopik, berurutan dari medial ke lateral yang merupakan proyeksi pola gerak pada tungkai, trunk, lengan, dan wajah. Serabut-serabut asosiasi pada white matter di otak yang mana secara normal berfungsi sebagai control inhibisi atau penghalus suatu aktivitas (Chusid, 1993 dalam Pitaari 2015).

c. Etiologi

Faktor genetik merupakan salah satu penyebab CP. Ketika dalam suatu keluarga yang menderita kasus ini lebih dari satu kemungkinan dikarenakan faktor genetik. Sedangkan penyebab lainnya meliputi: premature atau anak-anak yang dilahirkan kurang bulan dan berat badan dibawah normal atau kurang dari 2500 gram.Secara neurologik sakit sejak dilahirkan, dan terminologi dilahirkan dalam keadaan sehat tetapi memiliki resiko CP pada masa kanak-kanak. Menurut Raj (2006) menyatakan bahwa kerusakan otak secara garis besar dapat dibagi pada masa prenatal, perinatal, dan postnatal.


(3)

6

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

Setelah dilakukan tindakan fisioterapi dengan NDT, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 3.1 Hasil Evaluasi Spastisitas Menggunakan Skala Asworth T6 T5 T4 T3 T2 T1

kanan

Group Otot T1 kiri

T2 T3 T4 T5 T6

0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 Fleksor Hip Ekstensor Hip Fleksor Knee Ekstensor Knee Plantar Fleksor Ankle Dorsal Fleksor Ankle 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3 0 0 1 0 3 3

Tabel 3.2 Hasil Evaluasi Kemampuan Motorik Kasar Menggunakan GMFM

No. Dimensi T1 T2 T3 T4 T5 T6

1 2 3 4 5 A B C D E Score 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% 88,23% 73,33% 71,42% 0% 0% 46,6% b. Pembahasan

Menurut Butler & Darrah (2001) NDT dapat memberikan berbaikan yang signifikan pada fungsi gross motor dan fine motor termasuk terjadinya penurunan spastisitas setelah dilakukan intervensi dalam kurun waktu 6 minggu penanganan. Tehnik inhibisi berpotensi mengubah excitatory dan inhibitory secara serempak mempengaruhi visco-elastic otot dengan


(4)

7

memperpanjang otot untuk melawan spastisitas, hal ini berpengaruh pada potensi aksi muscle spindel dan aktifitas reflek abnormal (Waluyo, 2008).

Dalam studi kasus ini membahas pasien A dengan diagnosa CP spastik dipledi dengan diberikan terapi latihan metode Neuro Developmental Treatment (NDT). Pembahasan dilanjutkan pada tahap pemeriksaan spesifik. Pemeriksaan spesifik ini ditunjukkan untuk mengevaluasi perkembangan pasien sebelum dan sesudah latihan. Pemeriksaan spesifik yang digunakan yaitu: (1) pemeriksaan spastisitas dengan skala Asworth, (2) pengukuran kemampuan motorik kasar dengan Gross Motor Fucion Measurement (GMFM). Dari seluruh data yang dapat dilihat pada protocol studi kasus telah mendapatkan 6 kali evaluasi pada pemeriksaan awal T(1) sampai dengan pemeriksaan akhir T(6) didapatkan nilai spastisitas dengan skala Asworth, tidak ada perubahan nilai spastisitas. Spastisitas pasien tidak mengalami penurunan dan peningkatan.

Pengukuran kemampuan fungsional dengan GMFM meliputi 88 item. Pada pengukuran kemampuan fungsional ini hanya dilakukan pada item berbaring dan berguling, item duduk, serta item merangkak dan berlutut. Pada pemeriksaan awal T(1) sampai dengan pemeriksaan akhir T(6) didapatkan hasil yang sama yaitu dimensi A sebesar 88,23% , dimensi B sebesar 73,33%, dimensi C sebesar 71,42%, dimensi D sebesar 0%, dimensi E sebesar 0%. Sehingga dari pemeriksaan kemampuan fungsional didapatkan nilai total 46,6%.

Alireza (2010), menyatakan hasil penelitiannya terdapat perubahan terhadap pederita CP yang latihan dengan metode NDT disertai Sensory Integration (SI). Selama 3 bulan secara rutin terlihat hasil dimensi A (berbaring dan berguling) naik 0,003%, dimensi B (duduk) naik 0,009%, dimensi C (merangkak dan berlutut) naik 0,02%, dimensi D (berdiri) naik 0,04%, dan dimensi E (berjalan, berlari, melompat) naik 0,417%. Sehingga dapat disimpulkan pada kasus ini, tidak adanya perubahan kemampuan fungsional karena kurangnya frekuensi latihan.


(5)

8

4. PENUTUP

a. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada beberapa BAB sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa problem utama kasus CP spastic diplegi adalah adanya spastisitas pada kedua tungkai, yang akhirnya menyebabkan gangguan pada aktifitas fungsionalnya yaitu pasien belum mampu berdiri dan berjalan secara mandiri.

Terapi latihan dilakukan dengan menggunakan pendekatan NDT. Setelah dilakukan penanganan fisioterapi pada pasien dengan umur 2 tahun 6 bulan selama enam kali terapi didapatkan hasil yaitu (1) Pemeriksaan spastisitas dengan skala asworth, pada kedua tungkai dinilai dari pemeriksaan awal (T1) sampai dengan terapi akhir (T6) diperoleh hasil nilai tetap. (2) Pemeriksaan kemampuan fungsional motorik kasar dengan GMFM dinilai dari pemeriksaan awal (T1) sampai dengan pemeriksaan akhir (T6) diperoleh hasil nilai tetap yaitu pada total score 46,6%.

b. Saran

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penanganan CP spastic diplegi disarankan (1) sebaiknya latihan dilakukan sesering mungkin baik dalam hal itensitas maupun frekuensi latihan, (2) disarankan fisioterapi bisa memberikan latihan dengan kreatif dan variatif agar anak tidak bosan saat latihan, (3) fisioterapi harus mempunyai pengetahuan luas tentang ilmu tumbuh kembang anak normal dan berbagai ilmu mengenai fisioterapi dalam pediatri saat ini.

Kerjasama antara fisioterapi, orang tua, dan pasien sangatlah mendukung keberhasilan latihan. Fisioterapi memberitahukan hal-hal mengenai CP, hal yang dapat memperburuk kondisi pasien, dan pada akhirnya keluarga diminta untuk teratur dalam memberikan home program.


(6)

9 DAFTAR PUSTAKA

Al-Hazmi. 2013. Kombinasi Neuro Developmental Treament dan Sensory Intergration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome. (Tesis). Denpasar: Program Studi Fisiologi Olahraga-konsentrasi Fisioterapi, Universitas Udayana. Alireza, S. 2010. Comparison Between The Effect Of Neurodevelpmental Treatment And Sensory Integration Therapy on Gross Motor Function Children With Cerebral Palsy. Iranian Journal of Child Neurology. 4. 1: June 2010: 31-36. Barnes, K. 2013. Clinical Crash Coursb:Paediatrics. 4th ed. Cina: Elsevier. Butler, C & Darrah, J. 2001. AACPDM Evidence Report; Effect of Neuro Developmental Treatment (NDT) for Cerebral Palsy, D evelopmental A Medicine and Child Neurology; Oktober, 14, 2012. From: http//www.ACCPDM.org

Donna, L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. 4th ed. Jakarta: Anggota IKAPI.

Dorland, WA. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Indonesia: Anggota IKAPI.

Hinchliffe, A. 2007. Children With Cerebral Palsy: A Manual For Therapists, Parents and Community Workers. 2nd ed. New Delhi. Thousand Oaks. London: Sage Publications.

Pitari, RRA. 2015. Manfaat Metode Neuro Developmental Treatment Untuk Menurunkan Spastisitas Dan Kemampuan Fungsional Jalan Pada Cerebral Palsy di Griya Fisioterapi Bunda Novi. (KTI). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Prodi Fisioterapi.

Waluyo, T. S. 2008. Pengaruh Mobilisasi Trunk Terhadap Penurunan Spastisitas Pada Cerebral Palsy spastik Diplegi. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Waspada, E. 2010. Fisioterapi Pediatri II. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Prodi Fisioterapi.

Widodo, A. 2008. Pengaruh Penambahan Electrical Muscle Stimulation (EMS) Peningkatan Tonus Otot Pada Penderita DD. Jurnal Kesehatan. 1. 1: 104-109.


Dokumen yang terkait

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN Penatalaksanaan Fisioterapi Dengan Pendekatan Neuro Developmental Treatment Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Diplegi Di Pntc Karanganyar.

1 2 16

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Fisioterapi Dengan Pendekatan Neuro Developmental Treatment Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Diplegi Di Pntc Karanganyar.

0 2 6

PELAKSANAAN NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGI TYPE SPASTIK DI PELAKSANAAN NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGI TYPE SPASTIK DI PNTC KARANGANYAR.

6 25 14

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI UNTUK PENDERITA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI DI PNTC KARANGANYAR Penatalaksanaan Fisioterapi Untuk Penderita Cerebral Palsy Spastik Diplegi Di PNTC Karanganyar.

1 6 20

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Diplegi Dengan Metode Neuro Developmental Treatment (NDT) Di Yayasan Pendidikan Anak Cacat Cabang Surakarta.

0 1 15

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Diplegi Dengan Metode Neuro Developmental Treatment (NDT) Di Yayasan Pendidikan Anak Cacat Cabang Surakarta.

0 2 5

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Diplegi Dengan Metode Neuro Developmental Treatment (NDT) Di Yayasan Pendidikan Anak Cacat Cabang Surakarta.

1 5 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA.

0 5 16

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi Dengan Metode Neuro Developmental Treatment Di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta.

0 0 17

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi Dengan Metode Neuro Developmental Treatment Di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta.

0 5 15