Hukum tentang Tindak Pidana Pencurian Benda Prasejarah (Purbakala) di Negara Indonesia

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, penegasan
seperti ini secara konstitusional terdapat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar
1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia berdasar atas hukum(Rechtstaat), tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat)”. Disebutkan pula bahwa:
“Pemerintah Indonesia berdasar atas sistem konstitusi (hukumdasar), tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)”. Bahkan karena urgensi
penegasan dimaksud, maka pada amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001
ditegaskan kembali dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “NegaraIndonesia
adalah negara hukum”1. Sifat mendasar dan fundamental dari norma hukum
pokok itu dalam konteks hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tepat,
kuat dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, dengan kata lain, jalan hukum
tidak dapat diubah.2
Dalam mengenal hukum itu, kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu:
1. Adanya perintahdan/atau larangan;
2. Perintah dan/atau larangan itu harus patut ditaati setiap orang. 3


1

Muchamad Iksan. 2008. Hukum Perlindungan Saksi (Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia). Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 1.
2
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma. Hal. 69
3
Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
hal. 36-39

1
1
Universitas Sumatera Utara

2

Masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan hukum, dimana tingkah laku
manusia di dalam setiap pergaulannya, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku. Manusia diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan

ketentuan hukum yang ada agar tercapai ketertiban dan keamanan. Namun, tidak
selamanya manusia berperilaku tertib hukum, ada kalanya manusia justru
melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Hukum memiliki berbagai tujuan,
diantaranya yaitu untuk menciptakan ketertiban dan keamanan.
Pembukaan

Undang-Undang

Dasar

1945

sebagai

pokok

kaidah

fundamental negara mengandung prinsip-prinsip yang paling mendasar sistem
hukum negara. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea 4

dirumuskan sebagai tujuan negara Indonesia yang dikenal sebagai cita-cita hukum
(rechts idée), yang berbunyi:
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
denganmewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut, diperlukan suatu sistem hukum
yang baik. Mengikuti pendapat Lawrence W. Friedmanyang memberikan konsep
sistem hukum dalam arti luas, meliputi tiga komponen sistem hukum.
Pertama, komponen substansi (substance), yaitu komponen yang berkaitan
dengan isi norma-norma hukum beserta perumusannya maupun hukum acara
untuk menegakkannya yang berlaku bagi pelaksanaan hukum maupun pencari
2

Universitas Sumatera Utara


3

keadilan; Kedua,struktur (structure), yaitu komponen yang mencakup wadah
ataupun bentuk dari sistem hukum yang berupa lembaga-lembaga formal,
hubungan antar lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajibannya serta
Sumberdaya manusia yang tersebut di dalamnya; dan Ketiga, budaya
hukum (legal impact), yaitu komponen yang berkaitan dengan nilai-nilai yang
mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak
mengenai apa yang baik sehingga dianut dan apa yang dianggap buruk sehingga
harus dihindari.4Lebih lanjut dikatakan oleh Lawrence W. Friedman, bahwa
sistem hukum bukan hanya “rules” dan “regulations”, tapi juga struktur, institusi,
dan proses yang hidup di dalam sistem.5
Sifat dasar manusia yang selalu ingin tahu asal-usulnya dan asal mula
peradaban bangsanya menyebabkan kepurbakalaan menjadi urusan yang penting
di banyak negara. Purbakalawan diperlukan untuk menggali informasi budaya
masa lalu dan memberinya makna dalam konteks kebangsaan. Bukan itu saja,
mereka juga bertanggung jawab terhadap kelestarian obyek purbakala. Para
purbakalawan Indonesia yang mengemban tugas mulia itu bekerja dengan
berbagai keterbatasan: alat, dana, tenaga, dan penghargaan.

Cagar Budaya merupakan bangunan warisan budaya yang berasal dari masa
ke masa yang memiliki ciri khas yang unik dan langka, serta memiliki nilai
sejarah dan cita-cita Bangsa yang dilindungi oleh Pemerintah, selain itu Cagar
Budaya memiliki arti penting bagi masyarakat sebagai sarana pengembangan

4

Lawrence W. Friedman. 1984. American Law: An invaluable quide to the many faces of
the law, andhaw it affectr uor daily lives. New York:W.W. Norton & Company. Hal. 1-8.
5
Ibid.

3

Universitas Sumatera Utara

4

sejarah dan kebudayaan masyarakat, serta pengembangan ilmu pengetahuan salah
satunya ilmu hukum.

Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting
artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan
kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Inilah salah satu isi diktum
pertimbangan Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Pentingnya perlindungan dan pelestarian warisan budaya dan sejarah ini juga
menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat internasional. Hal ini dapat dilihat
dalam laporan Kongres PBB ke-VII tentang Pencegahan Kejahatan dan
Pembinaan Narapidana di Havana Cuba, tanggal 27 Agustus s/d 7 September
1990, yang antara lain menyangkut, (1). Pencurian/penyelundupan barangbarang
kebudayaan berharga, (2). Kelengkapan peraturan perundang-undangan dalam
rangka memberikan perlindungan dengan barang-barang peninggalan budaya dan
(3). Perlawanan terhadap lalu lintas internasional atas barang-barang.6
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka
sehingga perlu melakukan pelestarian benda-benda kuno agar masyarakat dapat
memahami sejarah, sekaligus juga menghargai karya cipta yang melekat pada
benda kuno itu sendiri. Sedangkan kecintaan nasional terhadap benda-benda kuno
akan menumbuhkan harga diri bangsa serta pemahaman sejarah yang pada
giliranya dapat menumbuhkan kebanggaan nasional.


6

Dwi Haryadi, Perlindungan Hukum Warisan Budaya, 2008, http://www.mailarchive.com/cikeas@yahoogroups.com/msg11826.html., diakses pada tgl 7 oktober 2016

4

Universitas Sumatera Utara

5

Salmon Martana menyebutkan bahwa bangunan purbakala merupakan
elemen penting dalam proses analisa sejarah yang mengandung informasiinformasi bagi generasi demi generasi sesudahnya, karena ketersediaan informasi
merupakan hal

yang penting bagi

sebuah generasi untuk memahami

keberadaannya dan mengantisipasi langkah-langkah kedepan yang akan
dilakukannya.7

Benda purbakala merupakan warisan dari nenek moyang yang wajib kita
jaga dan lestarikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan. Dimana
seluruh pemanfaatannya di bawah pengawasan dari pemerintah dan Pemerintah
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberadaan benda-benda yang
mempunyai nilai sejarah tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) PP No.
10 Tahun 1993 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang
Benda Cagar Budaya, yang berbunyi :
“Untuk perlindungan dan atau pelestarian benda cagar budaya, benda yang
diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui
pemiliknya baik bergerak maupun tidak bergerak, dan situs yang berada di
wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh Negara”
Perlindungan benda cagar budaya sebagai salah satu upaya bagi
pelestarian warisan budaya bangsa, merupakan ikhtiar untuk memupuk
kebanggaan nasional dan memperkokoh jatidiri bangsa. Upaya pelestarian benda
cagar budaya tersebut, sangat besar artinya bagi kepentingan pembinaan dan
pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, serta pemanfaatan
lainnya dalam rangka memajukan kebudayaan bangsa demi kepentingan nasional.
7

Salmon Martana, 2002, Preservasi Benda Bersejarah Di Kota-kota DI Indonesia Dalam

Perspektif Partisipasi Masyarakat, Warta Pariwisata Volume V Nomor 3, Hal. 8
www.p2par.itb.ac.id/wp-content/uploads/2009/01/juni2002.pdf diakses pada tgl 7 oktober 2016

5

Universitas Sumatera Utara

6

Dengan keberadaan hukum berdasarkan uraian diatas, jika terjadi suatu
pelanggaran tindak pidana yang dilakukan oleh seorang pelaku tindak pidana,
maka akan ditindak tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Pencurian terhadap benda-benda sejarah, sama halnya dengan tidak menghargai
warisan dari leluhur yang telah diwariskan untuk kita.
Maraknya tindak kejahatan yang terjadi di masyarakat, salah satu nya
adalah pencurian. Kejahatan pencurian sudah menjadi masalah yang umum, mulai
dari pencurian skala kecil sampai yang besar.
Pencurian benda-benda purbakala bukan hal yang aneh di negeri ini. Namun kalau
benda-benda tersebut dicuri oleh dan melibatkan orang dalam, sungguh suatu
malapetaka. Disebabkan orang-orang tersebut telah diamanahi untuk menjaga,

merawat dan memelihara pusaka bangsa. Sehingga menimbulkan pertanyaaan,
apakah barang-barang pusaka warisan nenek moyang sudah tidak ada maknanya
lagi?
Banyak sekali manfaat yang akan kita peroleh, jika benda-benda pusaka
kita pelihara, diantaranya sebagai media pendidikan, media untuk memahami
kehidupan manusia masa lampau, sumber inspirasi, media untuk mempertebal
rasa kesatuan dan persatuan bangsa dan sebagai objek pariwisata yang
mendatangkan devisa bagi negara kita.
Bunga Karno pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak
pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri”. Indonesia merupakan negara yang
memiliki banyak sekali sejarah, dari zaman pra-sejarah hingga zaman reformasi
sekarang. Sejarah memiliki nilai yang sangat penting dan berharga di kehidupan
6

Universitas Sumatera Utara

7

masa depan, karena anak cucu kita nanti akan mengetahui bagaimana bangsa ini
berdiri, bagaimana perjuangan untuk mempertahankan bangsa ini, dan bagaimana

kehidupan masyarakatnya. Apabila sejarah itu kita musnahkan atau kita hilngkan
maka generasi masa depan tidak akan merasa bangsa ini miliknya, mereka tidak
akan merasakan bagaimana perjuangan phlawan-pahlawan kita, dan yang lebih
parahnya mereka tidak akan menghargai bangsanya sehingga tidak menutup
kemungkinan generasi masa depan tidak memiliki nasionalisme lagi pada bangsa
ini.
Semangat para pemuda kala memperjuangkan persatuan Indonesia,kini tak
lagi sama. Jika dahulu musuh utama adalah penjajah (Belanda dan Jepang),
sekarang tinggal menjaga apa yang sudah diperjuangkan dulu. Namun yang perlu
digarisbawahi adalah mempertahankan sesuatu itu lebih sulit daripada
memperolehnya. Pengklaiman Malaysia akan tari pendet yang merupakan salah
satu

budaya

Indonesia

itu

merupakan

salah

satu

bukti,

perjuangan

mempertahankan warisan leluhur yang masih kental akan pesan moral tidak
semudah membalikkan telapak tangan.
Memang, Indonesia sangat kaya akan budaya, fakta ini tidak bisa
disangkal lagi oleh siapapun. Berdasarkan data yang dihimpun dari Direktorat
Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Tahun 2013, dapat diketahui bahwa
jumlah cagar budaya di Indonesia mencapai angka 66.513 Cagar Budaya,
yang terdiri atas 54.398 Cagar Budaya Bergerak dan 12.115 Cagar Budaya Tidak
Bergerak yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Dari jumlah tersebut, sudah
dipelihara sebanyak 1895 Cagar Budaya, dengan 2.988 juru pelihara. Yang telah
7

Universitas Sumatera Utara

8

dipugar sebanyak 643 Cagar Budaya, 146 Cagar Budaya telah dikonservasi, dan
983 Cagar Budaya telah ditetapkan oleh Menteri.8
Namun dibalik kekayaan tersebut justru Pemerintah dan bangsa Indonesia
sangat lemah mematenkan apa yang seharusnya menjadi hak bangsa Indonesia.
Banyak kebudayaan Indonesia yang seharusnya dipatenkan sebagai warisan
bangsa Indonesia tanpa disadari “dicuri” satu persatu oleh bangsa lain.
Bahkan akhir akhir ini Bangsa Indonesia kembali dikagetkan dengan
klaim Malaysia atas tari tor tor. Dari data yang dikumpul, setidaknya terdapat 32
daftar artefak budaya Indonesia yang di klaim bangsa lain.9
Dari hal diatas dapat kita lihat begitu banyaknya budaya bangsa kita yg di klaim
oleh negara lain, ini merupakan salah salah satu bukti ketidakpedulian masyarakat
kita akan budaya dan sejarah bangsanya sendiri.Bukan hanya hal itu saja tapi juga
1. Sedikitnya 78 benda cagar budaya yang dilindungi karena bernilai sejarah
hilang pada kurun waktu 1995-2007. Khusus tahun ini (2007-penulis),
hingga Mei tercatat 11 benda cagar budaya yang hilang. Benda cagar
budaya yang dicuri umumnya berupa batu candi, prasasti, makara, relief
raksasa, umpak, antefix, gentha, gentong, yoni, monolit, menhir sampai
logo lambang Keraton Surakarta. Benda cagar budaya yang dicuri berasal
dari situs cagar budaya atau museum.10

8

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2015/05/11/cagar-budaya/ diakses pada tgl
3 Oktober 2016
9
http://pengklaimanbudaya.blogspot.co.id/2013/03/pengklaiman-budaya-indonesiaoleh.html ,diakses tgl 7 Oktober 2016
10
http://pondoksejarah.blogspot.co.id/2010/09/menyikapi-maraknya-pencurianpenjualan.html ,diakses pada tgl 7 Oktober 2016

8

Universitas Sumatera Utara

9

2. Lebih dari 1000 patung megalit asal Kecamatan Lore Utara dan Lore
Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dipastikan telah dicuri sindikat
yang memiliki jaringan sampai ke luar negeri. Patung-patung berumur
ratusan hingga ribuan tahun diperjualbelikan di sejumlah galeri barang
antik di Denpasar, Bali. Sebagian besar patung yang berukuran 30 – 100
cm itu dijual kepada kolektor asing,khususnya yang berasal dari Amerika
Serikat, dengan harga puluhan sampai ratusan juta rupah. Dari pemilik
galeri diperoleh informasi, bahwa sebuah patung bernama Batu Nongko
laku terjual 5 miliar rupiah. Praktik pencurian dan perdagangan artefak
situs purba dari Poso itu telah berlangsung sekitar enam tahun terakhir.
Diperkirakan lebih dari 100 patung telah dicuri dan dijual kepada kolektor
asing, namun pihak terkait seperti tidak merasa kehilangan.
3. Hanya dalam jangka waktu sekitar dua minggu, upaya penyelundupan
benda cagar budaya asal Kabupaten Nias, Sumatera Utara kembali terjadi.
Sebanyak 20 boks berisi patung yang hendak dikirim ke Yogyakarta
diamankan perugas. Kasus ini merupakan kedua kalinya. Dua pekan lalu
petugas Polres Sibolga berhasil menggagalkan pengiriman benda cagar
budaya asal Nias. Benda yang hendak diselundupkan itu berupa patung
binatang dengan punggung berlubang sebesar kedelai dan kambing yang
disebut osa-osa. Juga dua buah altar yang biasanya di letakkan di depan
patung.
4. Sebanyak 87 koleksi Museum Sonobudoyo, Yogyakarta hilang dicuri
Rabu (11/8), diantaranya 17 jenis koleksi perhiasan dan benda bersejarah
9

Universitas Sumatera Utara

10

seperti patung emas, topeng emas, liontin, kalung, dan berbagai jenis
perhiasan. Turut hilang dalam pencurian itu topeng emas yang merupakan
hadiah upacara persembahan Raja Majapahit Hayam Wuruk kepada
neneknya, Ratu Gayatri.
Hal tersebut diatas dapat terjadi karna adanya ketidaktahuan masyarakat
akan benda sejarah atau benda budaya itu sendiri, dan kurangnya sosialisasi
pemerintah terhadap hal tersebut. Padahal pengaturan mengenai benda Prasejarah
sudah diatur dalam UU tersendiri yaitu UU No 11 Tahun 2010 Tentang Benda
Cagar Budaya.
Dalam

Undang-Undang

terbaru

saat

ini

memperlihatkan

sistem

pengelolaan Cagar Budaya yang sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya
yang lebih memposisikan peran pemerintah sebagai pelaku utama dalam
pelestarian Cagar Budaya. Akan tetapi dewasa ini pelestarian Cagar Budaya
mengalami perubahan paradigma yaitu dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi
dan berkelanjutan (continuity integrated system) antar seluruh pemangku
kepentingan

yakni

pemerintah

pusat,

pemerintah

provinsi/pemerintah

kabupaten/pemerintah kota, kalangan swasta, unsur perguruan tinggi, dan
masyarakat umum. Cagar Budaya yang semula hanya dipahami secara sempit
yaitu sebatas upaya perlindungan akan tetapa pada saat sekarang ini pemahaman
tersebut diperluas menjadi pengelolaan, pendataan, pelestarian secara tepat agar
dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada Bangsa Indonesia, selain
itu dengan dibentuknya pengaturan tentang Cagar Budaya masyarakat dapat
paham dan mengerti tentang bagaimana pengalihan, kepemilikan, penemuan dan
10

Universitas Sumatera Utara

11

pencarian, register nasional terhadap Cagar Budaya juga meningkatkan peran
masyarakat terhadap cagar budaya agar Cagar Budaya tidak hanya terlihat seperti
suatu benda mati dalam kehidupan masyarakat tetapi memiliki suatu arti penting
bagi kehidupan masyarakat.Sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2010 Tentang Cagar Budaya, masyarakat dilibatkan dalam hal pendanaan dan
pengawasan kegiatan pelestarian Cagar Budaya.
Oleh karena fakta fakta diatas juga Penulis mengangkat permasalahan
tersebut menjadi sebuah penulisan hukumuntuk dapat mengkritik pemerintah dan
mayarakat untuk dapat lebih peduli akan permasalahan tersebut dengan judul:
“TINJAUAN HUKUM TENTANG PENCURIAN BENDA PRASEJARAH
(PURBAKALA) DI NEGARA INDONESIA”

11

Universitas Sumatera Utara

12

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengaturan Hukum Tentang Tindak Pidana Pencurian
Benda Prasejarah ?
2. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pencurian Benda
Prasejarah ?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun Tujuan dari Penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu benda prasejarah.
2. Untuk mengetahui mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap
pencurian benda prasejarah.

D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya hukum pidana. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian terhadap ilmu pengetahuan
serta menambah wawasan khususnya terhadap pencurian benda prasejarah.
2. Manfaat Praktis
Kiranya tulisan ini dapat menyumbangkan pemikiran dan informasi
mengenai tindak pidana pencurian benda prasejarah, serta dapat membedakannya
dengan pencurian biasa. Dan diharapkan tulisan ini juga membuka hati setiap
12

Universitas Sumatera Utara

13

pembacanya untuk menyadari betapa pentingnya benda prasejarah itu sebagai
sesuatu identitas bangsa.

E. KEASLIAN PENULISAN
Penulisan skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Tentang Tindak Pidana
Pencurian Benda Prasejarah(Purbakala) di Indonesia” adalah hasil pemikiran
penulis sendiri dan telah melewati proes pemeriksaan uji bersih di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan dinyatakan tidak ada skripsi lain yang
memiliki judul yang sama dengan skripsi ini.

F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Pengertian Tindak Pidana
Perbuatan yang dapat dikategorikan termasuk di dalam suatu perbuatan
perbuatan melawan hukum atau tindak pidana atau tidak, maka dapat dilihat dari
unsur-unsur perbuatan tersebut. Adapun yang termasuk dalam unsur-unsur tindak
pidana, menurut Hazewinnkel-Suringa,meliputi:
a. Unsur kelakuan orang;
b. Unsur akibat (pada tindak pidana yang dirumuskan secara materiil);
c. Unsur Psikis (dengan sengaja atau dengan alpa);
d. Unsur obyektif yang menyertai keadaan tindak pidana, seperti di muka
umum;
e. Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidananya perbuatan (Pasal 164, 165
KUHP) disyaratkan tindak pidana terjadi;
13

Universitas Sumatera Utara

14

f. Unsur melawan hukum.11
Perbuatan dapat dikatakan tindak pidana atau tidak bukan hanya diukur
dari unsur yang terdapat di dalamnya, tetapi pada dasarnya tindak pidana itu
sendiri terbagi atas beberapa bagian yang mana di dalam pembagian tersebut
diharapkan dapat mempermudah di dalam mencerna serta memahami semua
aturan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, yang mana
pembagian dari tindak pidana meliputi atas:
a. Tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran;
b. Tindak pidana formal dan tindak pidana materiil;
c. Tindak pidana dengan kesengajaan dan tindak pidana kealpaan;
d. Tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan aduan;
e. Tindak pidana commissionis, tindak pidana omissionis, dan tindak pidana
f. commissionis per omisiones commisa;
g. Delik yang berlangsung terus dan delik yang berlangsung tidak terus ;
h. Delik tunggal dan delik ganda;
i. Tindak pidana sederhana dan tindak pidana yang ada pemberatannya;
j. Tindak pidana ringan dan tindak pidana berat;
k. Tidak pidana ekonomi dan tindak pidana politik.12

11

Sudaryono dan Natangsa Surbakti. 2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana..
Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 115-116
12
Ibid. Hal. 130-131.

14

Universitas Sumatera Utara

15

Tindakpidanadipakai sebagaipenggantistrafbaarfeit13.. Di samping itu,
dalam Bahasa Indonesiadipakai beberapa istilah lain, seperti: peristiwa pidana,
perbuatan pidana,pelanggaran pidana, perbuatan yang dapat dihukum dan
perbuatan yangboleh dihukum.
MenurutMuljatno,

tindakpidanaadalahkeadaan

dibuatseseorangataubarangsesuatu

yang

yang
dilakukan,

danperbuatanitumenunjukbaikpadaakibatnyamaupun yang menimbulkanakibat.
IstilahTindak dari tindak pidana adalah merupakan singkatan dari tindakan
atau petindak, artinya ada orang yang melakukan suatu tindakan, sedangkan orang
yang melakukan tindakan itu disebut petindak. Sesuatu tindakan dapat dilakukan
oleh siapa saja tetapi dalam banyak hal sesuatu tindakan tertentu hanya mungkin
dilakukan oleh seseorang dari yang bekerja pada negara atau pemerintah, atau
orang yang mempunyai suatu keahlian tertentu14.
Ada beberapa pendapat para penulis mengenai pengertian tindak pidana
(strafbaarfeit), dan disebutkan mengenai unsur-unsurnya. Golongan pertama
adalah mereka yang bisa dimasukkan ke dalam golongan “monistis” dan golongan
kedua mereka yang disebut sebagai golongan “dualistis”.
Yang termasuk dalam aliran monistis (tidak adanya pemisahan antara
criminal act dan criminal responsibility) adalah:
a. Menurut Simons, Pengertian tindak pidana merupakan tindakan melanggar
Hukum Pidana yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja
oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atastindakannya dan
13

Adam Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, (Jakarta: Grafindo, 2002), Hal 69
Sianturi, Asas Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Cet 4,
(Jakarta:Percetakan BPK Gunung Mulia, 1996), Halaman 203
14

15

Universitas Sumatera Utara

16

oleh undang undang hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat dihukum15.
D. Simons mengemukakan strafbaar feit adalah “een strafbaar gestelde,
onrechmatige, met schuld verband handeling van een toerekeningsvatbaar
persoon”. Jadi unsur-unsur strafbaar feit adalah:
1) Perbuatan manusia;
2) Diancam dengan pidana (stratbaar gesteld);
3) Melawan hukum (onrechtmatig);
4) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);
5) Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar
persoon).
Simon juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif
dalam strafbaar feit. Yang disebut dalam unsur obyektif adalah:
1) Perbuatan orang;
2) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;
3) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti
dalam Pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.
Segi subyektif dari strafbaar feit adalah:
1) Orang yang mampu bertanggungjawab;
2) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan
dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat

15Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
Halaman 5

16

Universitas Sumatera Utara

17

dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu
dilakukan.
b. Van Hamel mengemukakan definisi strafbaar feit adalah “een wettelijk
omschreven menschelijke gedraging, onrechtmatig, strafwaardig en aan
schuld te witjen”. Jadi unsur-unsurnya ialah:
1) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-undang;
2) Melawan hukum;
3) Dilakukan dengan kesalahan dan;
4) Patut dipidana.
c. E.

Mezger

Die

mengemukakan

straftat

ist

der

inbegriff

der

voraussetzungender strafe (tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk
adanya pidana). Selanjutnya dikatakan “die straftat ist demnach
tatbestandlich-rechtwidrige,

pers

onlich-zurechenbare

strafbedrohte

handlung”. Dengan demikian unsur-unsur tindak pidana ialah:
1) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia;
2) Sifat melawan hukum;
3) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang;
4) Diancam dengan pidana.
d. J. Baumann mengemukakan Verbrechen im weiteren, allgemeinen sinne
adalah “die tatbestandmaszige rechwidrige und schuld-hafte handlung”
(perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan
dilakukan dengan kesalahan).

17

Universitas Sumatera Utara

18

e. Karni mengemukakan delik itu mengandung perbuatan yang mengandung
perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang
sempurna

akal

budinya

dan

kepada

siapa

perbuatan

patut

dipertanggungjawabkan.
f. Wirjono Prodjodikoro mengemukakan definisi pendek tentang tindak
pidana, yakni tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan pidana.
Yang termasuk dalam golongan aliran dualistis tentang syarat-syarat
pemidanaan adalah:
a. H.B. Vos mengemukakan een strafbaat feit ist een menselijke gedraging
waarop door de wet (genomen in de ruime zin van “wettelijke bepaling”)
straf ist gesteld, een gedraging dus, die in het elgemeen (tenzij er een
uitsluitingsgrond bestaat) op straffe verboden ist. Jadi menurut H.B. Vos
tindak pidana adalah hanya berunsurkan kelakuan manusia dan diancam
pidana dalam Undang-undang.
b. W.P.J Pompe, berpendapat bahwa menurut hukum positif tindak pidana
(strafbaat feit) adalah tidak lain daripada feit, yang diancam pidana dalam
ketentuan Undang-undang (volgens ons positieve recht ist het strafbaat feit
niets anders dat een feit, dat in oen wettelijke strafbepaling als strafbaar
in omschreven). Menurut teori, tindak pidana (strafbaat feit) adalah
perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan
diancam pidana. Dalam hukum positif, demikian Pompe, sifat melawan
hukum (wederrechtelijkheid) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak
18

Universitas Sumatera Utara

19

untuk adanya tindak pidana (strafbaat feit). Untuk penjatuhan pidana tidak
cukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi di samping itu harus ada
orang yang dapat dipidana. Orang ini tidak ada, jika tidak ada sifat
melawan hukum atau kesalahan. Pompe memisahkan tindak pidana dari
orangnya yang dapat dipidana, atau berpegang pada pendirian yang
positief rechtelijke.
c. Moeljatno, memberi arti terhadap tindak pidana adalah perbuatan pidana
sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar
larangan tersebut. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur
sebagai berikut:
1) Perbuatan (manusia);
2) Yang memenuhi rumusan dalam Undang-undang (ini merupakan
syarat formil);
3) Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).16
Unsur-unsur memenuhi rumusan undang-undang merupakan syarat formil,
sedangkan unsur bersifat melawan hukum merupakan syarat materiil, syarat
formil itu harus ada sebagai konsekuensi dari berlakunya asas legalitas, dan syarat
materiil pun juga harus ada, artinya perbuatan tersebut harus benar-benar
dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan tercela.17
Syarat formil harus ada, karena adanya asas legalitas yang tersimpul dalam
Pasal 1 KUHPidana. Syarat materiil itu harus ada juga, karena perbuatan itu harus
pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh
16

Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
1982, hlm.1
17
Ibid

19

Universitas Sumatera Utara

20

atau tak patut dilakukan. Moeljatno berpendapat, bahwa kesalahan dan
kemampuan bertanggungjawab dari si pembuat tidak masuk sebagai unsur
perbuatan pidana, karena hal-hal tersebut melekat pada orang yang berbuat.
Sedangkan menurut Simorangkir, tindak pidana sama dengan delik, ialah
perbuatan yang melanggar peraturan-peraturan pidana, diancam dengan hukuman
oleh Undang-undang dan dilakukan oleh seseorang dengan bersalah, orang mana
harus dipertanggungjawabkan. Unsur-unsur dalam delik adalah adanya perbuatan,
melanggar peraturan pidana dan diancam dengan hukuman, dan dilakukan oleh
orang dengan bersalah.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa tindak pidana
dapat dipahami sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang
dapat menimbulkan akibat dilakukannya tindakan hukuman atau pemberian sanksi
terhadap perbuatan tersebut.
Prof.

Moeljatno,

yangdirumuskan

sebagai

SH

telah

memakai

berikut: “peraturan

istilah

perbuatan

yang oleh

aturan

pidana
hukum

pidanadilarang dan diancam oleh pidana, barang siapa yang melanggar
laranganlarangantersebut”. Perbuatan pidana adalahperbuatan yang melawan
hukum, dan juga meresahkan dan merugikanmasyarakat. Karena hal ini
bertentangan dan menghambat akanterlaksananya tata dalam pergaulan dalam
masyarakat yang dianggap baikdan adil.
Dapat disimpulkan, bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatutindak pidana
apabila perbuatan tersebut:

20

Universitas Sumatera Utara

21

a. Melawan hukum
b. Merugikan masyarakat
c. Dilarang oleh aturan pidana
d. Pelakunya diancam dengan pidana
Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan itu merupakan tindakpidana
atau bukan, maka harus dilihat pada ketentuan-ketentuan hukumpidana yang ada
dan berlaku. Ketentuan tersebut dapat kita lihat dalamKUHP (Kitab UndangUndang Hukum Pidana) dan Peraturan-PeraturanPidana lainnya yang merupakan
ketentuan hukum pidana di luar KUHP.
Penggolongan Tindak Pidana
Dalam hukum pidana, tindak pidana digolongkan dalam 4 macam,yaitu
sebagai berikut:
a. Berdasarkan Jenis-jenis Tindak Pidana
Berdasarkan jenis tindak pidana yang dilakukan, dibagi menjadi:
1) Tindak Pidana Materiil (materieel delict) adalah apabila tindak
pidana yang dimaksudkan dalam suatu ketentuan hukum pidana
disitu dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat
tertentu, tanpa merumuskan ujud dari perbuatan itu
2) Tindak Pidana Formal (formeel delict) adalah apabila tindak pidana
yang dimaksudkan dirumuskan sebagai ujud dari perbuatannya,
tanpa mempersoalkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu.
3) Commissie Delict adalah tindak pidana berupa melakukan perbuatan
positif.
21

Universitas Sumatera Utara

22

4) Ommissie Delict adalah melalaikan kewajiban untuk melakukan
sesuatu
5) Gequalificeerd Delict, istilah ini dipakai untuk suatu tindak pidana
tertentu yang bersifat istimewa, contohnya pencurian yang
gequqlificeerd (Pasal 363 KUHP) apabila dilakukan dengan diikuti
perbuatan yang lain, contohnya dengan merusak pintu.
6) Voortdurend Delict adalah suatu tindak pidana yang tidak ada
hentinya.
b. Tempat dan Waktu Terjadinya Tindak Pidana
Mengenai tempat dimana peristiwa itu terjadi (locusdelictie) adalah
penting untuk menetapkan:
1) Apakah terhadap suatu peristiwa pidana itu berlaku undangundang
pidana Negara kita sendiri atau undang-undang pidana asing
2) Pengadilan mana yang kompeten mengadili perkaranya, berhubung
dengan ketentuan pembagian kakuasaan pengadilan secara relative,
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 77-94 Bab X KUHAP
sepanjang mengenai Pengadilan Negeri.
Mengenai waktu terjadinya peristiwa pidana (tempusdelictie), mempunyai
arti penting, yaitu:
1) Menetapkan

apakah

yang

harus

diberlakukan

itu

adalah

ketentuanketentuan yang terdapat dalam KUHP yang berlaku
sekarang, atau yang berlaku sebelumnya.

22

Universitas Sumatera Utara

23

2) Menetapkan berlaku-tidaknya Pasal 45, 46, 47 KUHP, yaitu
ketentuan terhadap tertuduh pada waktu melakukan tindak pidana
belum cukup umur.
3) Menetapkan berlakun-tidaknya Pasal 79 ayat (1) KUHP, yaitu
tentang daluwarsa (verjaring).

23

Universitas Sumatera Utara

24

2. Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Tindak pidana pencurian merupakan salah satu tindak pidana yang
berkaitan dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang. Tindak pidana
pencurian ini diatur dalam BAB XXII Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), ” yang dirumuskan sebagai tindakan mengambil barang seluruhnya atau
sebagian milik orang lain, dengan tujuan memilikinya secara melanggar
hukum”18Disebutkan dalam Pasal 362 KUHP bahwa :
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Dalam pasal di atas terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Perbuatan mengambil tanpa izin;
b. Yang diambil haruslah suatu barang;
c.

Barang tersebut harus seluruhnya atau sebagaian kepunyaan orang lain,

d. Harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan
sengaja melawan hukum.19
Pencurian mempunyai beberapa unsur yaitu:
a. Unsur objektif, terdiri dari:
1) Perbuatan mengambil
2) Objeknya suatu benda
3) Unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda
tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain.
Wirdjono Prodjodikoro, Tindak –Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Refika aditama,
Bandung, 2003, hal. 10.
19
Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus, Alumni, Bandung, 1979, hlm. 17.
18

24

Universitas Sumatera Utara

25

b. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari:
1) Adanya maksud
2) Yang ditujukan untuk memiliki
3) Dengan melawan hukum
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian
apabila terdapat semua unsur tersebut diatas20. Dari adanya unsur perbuatan yang
dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak
pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil,
yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya
dengan menggunakan jari-jari dan tangan yang kemudian diarahakan pada suatu
benda, menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan
memindahkannya ketempat lain atau kedalam kekuasaannya.
Sebagaimana banyak tulisan, aktifitas tangan dan jari-jari sebagaimana
tersebut di atas bukanlah merupakan syarat dari adanya perbuatan mengambil.
Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif,
ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam
kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan
sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda
tersebut ke dalam kekuasaannya secara nyata dan mutlak.
Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah
merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga
merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna.
20

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, (Malang: Bayu Media, 2003),

halaman 5

25

Universitas Sumatera Utara

26

Kekuasaan benda apabila belum nyata dan mutlak beralih ke tangan si
petindak, pencurian belum terjadi, yang terjadi barulah percobaan mencuri. Dari
perbuatan mengambil berakibat pada beralihnya kekuasaan atas bendanya saja,
dan tidak berarti juga beralihnya hak milik atas benda itu ke tangan petindak. Oleh
karena untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda tidak dapat terjadi dengan
perbuatan yang melanggar hukum, melainkan harus melalui perbuatan-perbuatan
hukum, misalnya dengan jalan jual beli, hibah dan lain sebagainya 21.
Bilamana dapat dikatakan seseorang telah selesai melakukan perbuatan
mengambil, atau dengan kata lain ia dalam selesai memindahkan kekuasaan atas
sesuatu benda dalam tangannya secara mutlak dan nyata. Orang yang telah
berhasil menguasai suatu benda, ialah bila ia dapat melakukan segala macam
perbuatan terhadap benda itu secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan
lain terlebih dahulu.
Mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada bendabenda bergerak (rorend goed) dan benda-benda berwujud (stoffelijk goed). Bendabenda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas
dari benda tetap dan menjadi benda bergerak.Benda bergerak adalah setiap benda
yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda
yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap
benda yang bergerak dan berwujud saja.
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian
saja, sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri. Seperti sebuah sepeda
21

ibid, halaman 7

26

Universitas Sumatera Utara

27

milik A dan B, yang kemudian A mengambilnya dari kekuasaan B lalu
menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda tersebut telah berada dalam
kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi
melainkan penggelapan.22
Jadi benda yang dapat menjadi obyek pencurian ini haruslah benda-benda
yang ada pemiliknya. Benda-benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat
menjadi objek pencurian. Mengenai benda-benda yang tidak ada pemiliknya ini
dibedakan antara:
a. Benda-benda yang sejak semula tidak ada pemiliknya, disebut res nulius,
seperti batu di sungai, buah-buahan di hutan.
b. Benda-benda yang semula ada pemiliknya, kemudian kepemilikannya itu
dilepaskan, disebut resderelictae. Misalnya sepatu bekas yang sudah
dibuang di kotak sampah.
Mengenai apa yang dimaksud dengan hak milik ini, adalah suatu
pengertian menurut hukum, baik hukum adat maupun menurut hukum perdata.
Walaupun pengertian hak milik menurut hukum adat dan menurut hukum perdata
pada dasarnya jauh berbeda, yaitu sebagai hak yang terkuat dan paling sempurna,
namun karena azas dalam peralihan hak itu berbeda, menyebabkan kadangkadang timbul kesulitan untuk menentukan siapa pemilik dari suatu benda.
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur
maksud (kesengajaan sebagai maksud/opzetals oogmerk), berupa unsur kesalahan
dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan
22

ibid, halaman 7

27

Universitas Sumatera Utara

28

tidak terpisahkan. Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu
harus ditujukan untuk memilikinya.
Dari gabungan kedua unsur itulah yang menunjukkan bahwa dalam tindak
pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mensyaratkan beralihnya hak milik
atas barang yang dicuri ke tangan petindak, dengan alasan, pertama tidak dapat
mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang
menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja.
Sebagai unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri
atau untuk dijadikan sebagai barang miliknya. Apabila dihubungakan dengan
unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil diri petindak
sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk
dijadikan sebagai miliknya.
Maksud memiliki melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan
pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan
mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain
(dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum.
Berhubung dengan alasan inilah, maka unsur melawan hukum dalam pencurian
digolongkan ke dalam unsur melawan hukum subujektif. Pada dasarnya melawan
hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan
tertentu.23Dilihat dari mana atau oleh sebab apa sifat tercelanya atau terlarangnya
suatu perbuatan itu, dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu
pertama melawan hukum formil dan kedua melawan hukum materiil.
23

ibid, halaman 16

28

Universitas Sumatera Utara

29

Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis,
artinya sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh
sebab dari hukum tertulis. Seperti pendapat simons yang menyatakan bahwa
untuk dapat dipidananya perbuatan harus mencocoki rumusan delik yang tersebut
dalam undang-undang.24
Sedangkan melawan hukum materiil adalah bertentangan dengan azas-azas
hukum masyarakat, azas mana dapat saja dalam hukum tidak tertulis maupun
sudah terbentuk dalam hukum tertulis. Dengan kata lain dalam hukum materiil ini,
sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan terletak pada masyarakat. Sifat
tercelanya

suatu

perbuatan dari

sudut

masyarakat

yang bersangkutan.

Sebagaimana pendapat Vos yang menyatakan bahwa melawan hukum itu sebagai
perbuatan yang oleh masyarakat tidak dikehendaki atau tidak diperbolehkan.25
Ada kekhawatiran akan adanya perbuatan merampas kemerdekaan
seseorang oleh orang-orang tertentu yang tidak bersifat melawan hukum.
Misalnya seorang penyidik dengan syarat yang syah melakukan penahanan
terhadap seseorang tersangka. Apabila melawan hukum tidak dicantumkan dalam
rumusan tindak pidana, pejabat penyidik tersebut dapat dipidana. Demikian juga
halnya dengan memasukkan unsur melawan hukum ke dalam rumusan pencurian.
Pembentuk UU merasa khawatir adanya perbuatan-perbuatan mengambil benda
milik orang lain dengan maksud untuk memilikinya tanpa dengan melawan
hukum. Apabila unsur melawan hukum tidak dicantumkan dalam rumusan

24

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1983), halaman 132

25

Ibid, halaman 131

29

Universitas Sumatera Utara

30

hukum, maka orang seperti itu dapat dipidana. Keadaan ini bisa terjadi, misalnya
seorang calon pembeli di toko swalayan dengan mengambil sendiri barang yang
akan dibelinya.
Sistem hukum pidana Indonesia memperkenalkan dua pundi utama dalam
mendeskripsikan tindakan yang dianggap melanggar hukum (melawan undangundang) yaitu, tindakan yang dianggap sebagai suatu pelanggaran dan tindakan
yang dianggap sebagai kejahatan. Mengulas hukum pidana, didalamnya
menyangkut kepentingan masyarakat dan negara. Masyarakat sebagai penghuni
suatu negara tentunya memiliki hak dan kewajiban yang tidak jarang bersentuhan
dengan anggota masyarakat lainnya dan tentunya dengan kepentingan negara.
Dalam konteks ini, negara miliki otoritas untuk mengatur dan memberikan
jaminan pemenuhan hak dan kewajiban kepada masyarakat secara luas dan tidak
diskriminatif.
Suatu perbuatan dapat dipidana jika perbuatan tersebut merupakan suatu
tindak pidana atau memenuhi unsur-unsur di dalam suatu KUHP (azas legalitas).
Bagaimana jika hal itu tidak diatur di dalam peraturan pidana yang ada? Apakah
terhadap perbuatan tersebut dapat dilakukan penyelidikan atau penyidikan guna
menemukan tersangkanya.26Dapat tidaknya seseorang atau pelaku kejahatan itu di
pidana tergantung dari pembuktian di pengadilan di mana yang bersangkuta telah
dapat dibuktikan bersalah melakukan perbuatan tersebut. Namun yang paling
pokok dalam menentukan dapat tidaknya suatu perbuatan di pidana adalah
perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana, kemudian setelah itu baru
26

Ednom Makarin, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
halaman 391

30

Universitas Sumatera Utara

31

diadakan suatu tindakan hukum dari tahap penyelidikan hingga tahap putusan
pengadilan.
3. Pencurian Benda Purbakala
a. Pengertian Benda Purbakala
Benda Purbakala adalah suatu benda peninggalan zamandahulu yang
mempunyai nilai sejarah. Biasanya ditinggalkan oleh orangorangpada jaman
kerajaan yang telah hidup sebelumnya. Merekameninggalkan benda-benda
bersejarah tersebut karena dirasakan bendabendatersebut bertuah dan mempunyai
nilai-nilai tertentu.
Purbakala adalah sebuah kata yang telah lama akrab di telinga masyarakat
kita dibandingkan dengan sinonim yang lain.Masyarakat mengasosiasikan
purbakala dengan kehidupan manusiaprasejarah, bangunan candi, arca dewa, serta
tulisan-tulisan kuno zamankerajaan-kerajaan Nusantara sebelum berdirinya
Negara KesatuanRepublik Indonesia, seperti yang tertulis dalam kitab-kitab
pelajaransekolah. Kata “purbakala” sering kali pula dikonotasikan sebagaisegala
sesuatu dari masa silam yang lama terkubur dalam-dalam sehinggamenganga
jarak terdekat dinding pemisah dengan kekinian. Namun, takdapat disangkal,
kepurbakalaan mengepung alam pikiran kita sekaranglewat memori-memori
kolektif yang panjang. Memori-memori itumendapatkan jejaknya dalam bentuk
benda dan situs purbakala yang takterhingga jumlahnya di negeri ini.
b. Pencurian Benda Purbakala
Pencurian terhadap benda-benda purbakala di atur dalam UUNo 5 Tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya jo Undang-Undang No 11 Tahun 2010. Dalam
31

Universitas Sumatera Utara

32

UU tersebut disebutkan dengan ancaman pidana penjara selama 10 tahun.
PeranUndang-Undang No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budayamenjadi
sangat sentral dalam mejerat pelaku kejahatan terhadap BendaCagar Budaya
(BCB). Diharapkan para pelaku dapat diadili atasperbuatannya dengan hukuman
yang setimpal, serta kasus-kasus yangtelah terjadi dapat terungkap secara tuntas.
Penggunaan Undang-Undang No.5 tahun 1992 tersebut sebagai alat penggebuk
oleh

aparatpenegak

hukum

merupakan

momen

penting dalam

sejarah

pelestarianBCB di Indonesia.
Sebelumnya Undang-Undang No.5 Tahun 1992 merupakanproduk hukum
yang kurang populer di kalangan aparat dan masyarakat.Sangat jarang UndangUndang ini digunakan sebagai alat penjerat,sehingga banyak kasus pelanggaran
atas pelestarian yang akhirnyamenguap begitu saja.Kasus pencurian benda cagar
budaya diperlakukan samadengan pencurian biasa sehingga hanya dikenai Pasal
362 KitabUndang-undang Hukum Pidana. Namun, jika disamakan dengan
Pasaltersebut, hukumannyapun disamakan dengan pencurian biasa atauumum
sehingga biasanya hanya dikenai hukuman penjara beberapabulan. Sehingga di
rasa kurang efektif atas pemberlakuan hukumantersebut. Untuk mengurangi
kemungkinan pencurian dan perdaganganbenda-benda cagar budaya, pemerintah
perlu memikirkan kompensasimemadai bagi para penemu, pemilik, serta penjaga
situs atau bendacagar budaya. Selain itu, perlu diawasi benar keluar masuknya
ataupergerakan benda- benda cagar budaya.

32

Universitas Sumatera Utara

33

G. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian menurut Soerjono Soekanto mempunyai peranan dalam
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Menambah Kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau melaksanakan
penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian
interdisipliner
3. Memberikan kemungkinan lebih besar untuk meneliti hal hal yang belum
diketahui
4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintergrasikan
pengetahuan.27
Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Penelitian
Hukum” juga menyebutkan bahwa Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan
ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan
jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang
bersangkutan.28

27
28

Soerjono Soekanto, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1988) Hal. 15
Soerjono Soekanto (II), Pengantar Penelitian Hukum,( Jakarta: UI Press, 1981) hal. 43

33

Universitas Sumatera Utara

34

Selanjutnya penelitian hukum dibagi menjadi dua, yaitu 29:
1. Penelitian Hukum Normatif
Nama lain dari penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum
doktriner, juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen.
Disebut penelitian hukum doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan
hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain.
Sebagai penelitian perpustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini
lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di
perpustakaan.
2. Penelitian Hukum Empiris
Penelitian hukum empiris istilah lain yang digunakan adalah penelitian
hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan.Penelitian
hukum sosiologis ini bertitik tolak dari data primer. Data primer/data dasar adalah
data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan
melalui penelitian lapangan.
Dengan demikian dapat dikatakan metode merupakan unsur mutlak yang
harus ada dalam penelitian.
Adapun metode dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Spesifikasi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
Hukum Normatif(Yuridis Normatif). Penelitian yuridis normatif membahas

29

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991)

hal. 13-14

34

Universitas Sumatera Utara

35

doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.30Penelitian hukum ini juga
dapat diartikan sebagai penelitian hukum kepustakaan atau juga penelitian hukum
doktrinal yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan
sekunder.31
Dalam skripsi ini juga, penulis juga melakukan penelitian serta
menganalisis kasus yang berhubungan dengan judul yaitu “ Tinjuan Hukum
tentang Tindak Pidana Pencurian Benda Prasejarah(Purbakala) di Indonesia
dengan (Studi Kasus Putusan No.368/Pid.B/2008/PN.Ska)”.
2. Data dan Sumber Data
Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan Data Sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
a. Bahan Hukum Primer yaitu Bahan Hukum yang telah ada dan bersifat
autoritatif, atau memiliki otoritas serta berhubungan dengan skripsi ini,
yaitu antara lain UUD 1945, Undang Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang
Cagar Alam, Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang diperoleh untuk mendukung
dan berkaitan dengan bahan hukum primer yang terdiri dari publikasi
tentang hukum yang bukan berupa dokumen-dokumen resmi. Publikasi
tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnaljurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan, pendapat
para sarjana, dan bahan bahan kuliah serta bacaan bacaan lainnya. 32

30

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafi