Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir T1 852013015 BAB II

(1)

BAB II

KAJIAN TEOLOGIS DAN REPERTOAR

Bab ini akan dipaparkan kajian teologis dan repertoar dari seluruh komposisi yang disajikan dalam Tugas Akhir Musik Gereja ini. Paparan ini disajikan dalam dua bagian besar, yaitu budaya Sangir dan kajian teologis bersamaan dengan kajian repertoar.

A. Budaya Sangir

Kepulauan Sangihe Talaud merupakan kabupaten yang warganyamerasakan bahwa bernyanyi merupakan sebuah bagian dalam kehidupan mereka. Bernyanyi dapat dikatakan sebagai “nafas” bagi warga Sangir karena dalam kesehariannya, bernyanyi merupakan sesuatu yang selalu dilakukan dalam kehidupan mereka.

Masyarakat Sulawesi Utara menjadikan nyanyian sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat sehingga tak heran di sudut-sudut kota atau desa banyak orang yang sering bernyanyi di tengah-tengah kesibukan hariannya. Hal ini tidak mengherankan masyarakat Sulawesi Utara memiliki seni vokal yang masih kuat.

Gambar 2.1 Mesambo

Tradisi sastra lisan dan tarian yang sangat dikenal dan diminati oleh masyarakat Sangir, adalah Mesambo dan Masamper. Kedua seni vokal yang menjadi tradisi bagi masyarakat Sangir ini memiliki persamaan dalam mebawalase yang berarti bersaut-sautan dan harus dipimpin oleh


(2)

seseorang yang disebut pangataseng, namun juga terdapat seni tari yang dilakukan secara bersama-sama. Hampir seluruh seluruh penyanyi ikut menari dalam melakukan masamper. Lagu-lagu dalam masamper akan dimulai oleh pangataseng kemudian diikuti oleh seluruh anggota masamper.

Gambar 2.2 Festival Masamper

di Tahuna, Sulawesi Utara(Pemimpin Pujian)

Mesambo dan masampere dibawakan baik dalam suasana sukacita maupun dukacita karena berdasar atas budaya masyarakat Sangir yang gemar bernyanyi. Dalam penampilannya mesambo dan masamper mulai dilombakan pada tahun 1985 di Tahuna, Sulawesi Utara, dan hingga saat ini mulai dilombakan hingga tingkat provinsi dan diadakan di Jakarta. Awalnya, masamper hanya dinyanyikan tanpa iringan, namun seiring berjalannya waktu mulai mengalami banyak perubahan sehingga mulai menggunakan iringan seperti gitar akustik, bahkan keyboard.1 Lagu-lagu masamper tidak terbatas pada lagu rohani, melainkan lagu yang bertema sosial hingga percintaan. Dalam penyajiannya masamper dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: mekantari, metunjuke, dan mebawalase.Mekantari merupakan menyanyikan lagu-lagu rohani secara duduk yang biasanya dibawakan pada acara dukacita; Metunjuke merupakan lagu yang dinyanyikan dan tidak terbatas pada lagu rohani dengan cara bernyanyi sambil menunjuk peserta lain. Biasanya dibawakan pada


(3)

perlombaan masamper; Mebawalase adalah berpihak-pihak atau berkelompok baik dalam jumlah kecil maupun jumlah besar

Baju adat yang digunakan dalam menampilkan masamper dan mesambo tersebut merupakan baju lengan panjang yang terbuat dari bahan serat kofo.2 Lengan panjang merupakan lambang keagungan masyarakat Sangihe Talaud. Selain pakaian, paporong3 juga digunakan sebagai hiasan kepala.4

Kesenian mesambo dan masamper merupakan kesenian asli dari Sangir dan selalu dilakukan dalam setiap upacara adat yang dilakukan pada hari-hari tertentu di setiap kabupaten yang ada di Sangihe Talaud. Namun, kesenian-kesenian tersebut tidak hanya dilakukan di daerah asal saja, melainkan berkembang di beberapa wilayah di Indonesia yang dibawa oleh warga Sangir yang merantau ke wilayah tersebut. Ada begitu banyak warga Sangir yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya sehingga mereka menjadi satu persekutuan di beberapa GMIST yang ada di Jakarta dan mulai belajar untuk melestarikan kesenian tersebut.

B. Kajian Teologis dan Repertoar Setiap Komposisi

Paparan berikut akan dianalisis secara struktural dan teologis dari setiap

komposisi yang ditampilkan dalam TAMG. Ada sejumlah tujuh komposisi yang disajikan. Sebagian besar lagu yang digunakan diambil dari buku nyanyian berjudulRimen yang berisi kumpulan lagu-lagu Sangir, baik lagu daerah maupun lagu dalam bahasa asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Sangir.Dalam buku Rimen, setiap lagu masih belum dinotasikan. 1. “I Ghenggona Langi”

Lagu “I Ghenggona Langi” diambil dari buku lagu Rimen padaNomor 334, yang diciptakan berdasarkan 1 Tawarikh 29:11. Lagu

2

Serat kofo adalah serat dari tumbuh-tumbuhan untuk tekstil, khususnya serat dari pohon pisang.

3Paporong merupakan kain yang diikat di kepala untuk menutupi dahi.


(4)

ini diterjemahkan oleh G. Makamea ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Tuhan Maha Tinggi”.

Syair pada bait lagu ini merupakan bentuk pernyataan Tuhan yang Tinggi (bait 1), Bait Allah menjadi tempat tujuan dari hidup yang kekal (bait 2), ajakan untuk bersama-sama menuju negeri indah (refrein).

Tabel 2.1 Lirik lagu “I Ghenggona Langi”

Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia I Ghenggonalangi ruatan

saluruang

Lulahiwa lambung manireda bihingang

Semmatangi Sie pengangumbalerang

Kakendag’E tamawawellang

Aede:

Boe mahundingang mahi mesenggetang

Mendolong buntuang nusan tulumang

Yesus ipendingang tamennanentang

Lighareng tuliang aping takonsang apa

Apeng pemunakeng asekine sadia

Hakiu niseba banalang Duata Tasusane taello mata

Tuhan Maha Tinggi Allah yang Maha kuasa

Melingkupi bumi dan memberi sejahtera

Hanyalah Dia, Tuhan sumber pengharapan

KasihNya pun tak pernah lengah

Reff:

Ayolah bersama mari bergandengan

Menuju ke negeri penuh tolongan Yesus menyertai tak membiarkan

Ke pantai tujuan pantai penuh bahagia

Ke tempat yang permai penuh dengan kurnia

Sehingga diberikan nama Bait Allah


(5)

Pada setiap baris dalam baitnya, lagu ini memiliki suku kata yang berbeda-beda, yaitu; 13.13.12.9 suku kata. Di bagian refrein, lagu ini terdiri dari 12.11.11 suku kata. Dalam bait dan refrein, lagu ini memiliki struktur rima AAAA. Melodi yang digunakan sederhana dalam tonalitas mayor dan memakai harmoni yang terdiri dari akor tonika, subdominan, dan dominan.

Lagu ini memiliki struktur two-part song form, yang terdiri dari bagian A yang merupakan bait dan B yang merupakan refrein. Masing-masing bagian memiliki pengembangan yang tidak terlalu jauh antara frase yang pertama dengan yang lainnya. Bagian A, kedua frase diakhiri dengan kadens autentik. Bagian B diakhiri dengan frase konsekuen yang jatuh pada akord tonika.Pola ritme yang terdapat pada bagian A dapat dibedakan menjadi A-A’. Pada bagian B, pola ritme diulang-ulang hingga akhir lagu.

Lagu pembuka inidipilih karena liriknya yang sesuai dengan ajakan kepada para jemaat untuk bersama-sama masuk dalam persekutuan ibadah. Lagu ini akan dinyanyikan terlebih dahulu oleh masamper lalu akan dilanjutkan dengan jemaat. Lagu ini tidak memiliki nada dasar khusus karena dalam pembukaan yang dibawakan oleh masamper hanya menggunakan feeling dari pangataseng. Hal ini merupakan kebiasan yang dilakukan oleh setiap masamper. Dalam mengawalinya, refrein akan dinyanyikan terlebih dahulu untuk memberi penekanan pada ajakan kepada orang-orang.


(6)

Notasi 2.1 “I Ghenggona Langi”

2. “Liu Walane Wulurang”

Galatia 6:10 merupakandasar dari terciptanya lagu “Liu Walane Wulurang”. Lagu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Apa Gerangan Kehidupan” oleh G. Makamea.

Lagu ini memiliki syair yang menceritakan kehidupan manusia yang begitu sulit (bait), dan ajakan kepada seluruh umat untuk bersatu dalam hidup yang penuh harap pada Tuhan (refrein).

Tabel 2.2 Lirik Lagu “Liu Walane Wulurang”

Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia Liu walane wulurang

Mebatu berang kanarang O Mawu mambeng petulung

Apa gerangan kehidupan Betapa sukar sulitnya


(7)

Bou darodo matellang

Aede:

Kebi-kebi senggihilang Kere wulurang sembua

Darodo matellang suhale-hale mapia

Makadaluase naung

Kepada kami sekalian

Reff :

Hai mari dan bersatulah Sehati dan setujuan

Semua marilah bersama-sama Sekerja dalam harap pada Tuhan

Lagu ini memiliki struktur two-part song form, yang terdiri dari bagian A yang merupakan bait dan B yang merupakan refrein.Lagu ini memiliki delapan suku kata pada setiap baris dalam baitnya, dan memiliki jumlah suku kata yang berbeda pada bagian refreinnya, yaitu : 8.8.13.8 suku kata. Struktur rima pada lagu ini merupakan AAAA (bait) dan ABBA (refrein). Melodi yang digunakan sederhana dalam tonalitas mayor dan memakai harmoni yang terdiri dari akor tonika, subdominan, dan dominan. Lagu ini diiringi oleh oleh Musik Bambu dengan nada dasar Do = C.

Lagu ini akan dinyanyikan oleh seluruh jemaat dan akan dipandu oleh Kantoria5. “Liu Walane Wulurang” akan menjadi lagu tanggapan sesudah Tahbisan dan Salam yang akan disampaikan oleh Khadim.6

5

Kantoria berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti bernyanyi.

6


(8)

Notasi 2.2 “Liu Walane Wulurang”

3. “O Mawu Malondo”

“O Mawu Malondo” diciptakan oleh Pdt. C. Taunaumang berdasarkan Mazmur 32:1-2. Dalam bahasa Indonesia, lagu ini berjudul “O Tuhan Pemurah” yang diambil dari buku nyanyian Rimen.

Lagu ini menceritakan tentang seseorang yang mengaku

di hadapan Tuhan tentang segala pemberontakan dan kesalahan yang telah dilakukan di hadapan Tuhan dan memohon ampun atas yang diperbuatnya itu.

Tabel 2.3 Lirik Lagu “O Mawu Malondo”

Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia O Mawu malondo

Ruata I amang

O Tuhan pemurah Allah Sang Bapa


(9)

Ellang’U memmogho makiambang

Tulung ampunge Mawu Haghieng dalawangku Dan durhakaku su tengoNu

HambaMu memohon kabulkanlah Tolong ampuni Tuhan

Segala pemberontakanku Dan durhakaku di depanMu

Lagu ini hanya terdiri dari satu bait dan refrein yang memiliki suku kata berbeda-beda, yaitu : 6.5.6.4 suku kata (bait), dan 7.7.5.4 suku kata (refrein). Struktur rima pada lagu ini merupakan ABAB untuk bait dan AAAA untuk bagian refrein. Lagu ini meggunakan akord tonika, subdominan, dan dominan. Sebagai lagu yang mengantar prosesi pengakuan dosa, lagu ini akan diiringi oleh suling dari salah satu instrumen musik bambu dan gitar. “O Mawu Malondo” hanya dinyanyikan oleh kantoria.

Lagu ini memiliki struktur A-A’-B-C. Bagian A dimulai pada birama pertama hingga birama delapan. Bagian A’ dimulai pada birama sembilan hingga 16 (enam belas). Bagian B dimulai pada birama 17 (tujuh belas) hingga 24 (dua puluh empat). Bagian yang terakhir, yaitu bagian C dimulai pada birama 25 (dua puluh lima) hingga 31 (tiga puluh satu).

Lagu pengakuan dosa ini akan dinyanyikan terlebih dahulu oleh Kantoria untuk membuat suasana hikmat selama para jemaat sedang merenung sebagai ungkapan pengakuan dosa, dan kemudian akan dinyanyikan bersama-sama oleh jemaat.


(10)

Notasi 2.3 “O Mawu Malondo”

4. “Daluaseku Natinalung”

Ungkapan kebahagiaan atas pengampunan dosa dan berita anugrah yang telah diterima jemaat, “Daluaseku Natinalung” akan dinyanyikan oleh seluruh jemaat dan Kantoria. Mebawalase yang merupakan bernyanyi berbalas-balasan yang menjadi ciri khas nyanyian Sangir akan menghiasi lagu ini.

“Daluaseku Natinalung” diciptakan berdasarkan Mazmur 92:2-3. Lagu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh G. Makamea dengan judul “Sukacitaku”. Syair dalam lagu ini merupakan pernyataan dalam menaikkan sembah syukur kepada Tuhan di sepanjang hari, baik siang maupun malam.

Tabel 2.4 Lirik Lagu “Daluaseku Natinalung”

Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia Daluaseku natinalung

Suendumang ikekaralo Leadate sipungu tulumang Kapiane nematiku lawo

Sukacitaku amat penuh Dan selalu kuseru-seru

Hormat salam bagi Maha Tuhan Allah kuasa yang berpengasihan


(11)

Aede:

Duikeng kong sembah (2x) Sembah si Ghenggona (2x) Si Ghenggonalangi

Kanandung ello dingangu hebi Pedalo areng’E I Malondo

Reff :

Naikkanlah sembah (2x) Sembah pada Allah (2x) Allah Maha Kuasa

Di sepanjang hari siang dan malam Memuji namaNya yang pengasihan

Lagu ini memiliki perubahan sukat pada bait lagu di birama ke delapan dan menjadi 2/4. Pada birama selanjutnya, kembali ke tanda sukat awal yakni 4/4. Pada bait lagu dibagi menjadi dua frase, yaitu frase pertama dan frase kedua. Keduanya diakhiri dengan kadens autentik. Namun pada frase kedua, terdapat lima birama yang pada umumnya setiap frase hanya terdiri dari empat birama.

Lagu yang penuh ungkapan sukacita ini terdiri dari bait dan refrein yang memiliki jumlah suku kata yang berbeda-beda, yaitu: 9.9.10.10 suku kata (bait) dan 6.6.10.10 (refrein). Lagu ini menggunakan akord tonika, subdominan dan dominan. Lagu ini akan dibawakan dengan nada dasar Do = C.


(12)

Notasi 2.4“Daluaseku Natinalung”

5. “Pekantari Gio Su Ruata”

“Pekantari Gio Su Ruata” biasa dinyanyikan dalam bahasa Indonesia yang berjudul “Bernyanyilah Bagi Tuhan Hua” yang diterjemahkan oleh G. Makamea. Lagu ini diciptakan berdasarkan Mazmur 100:4-5.

Syair dalam lagu ini merupakan ungkapan untuk mengajak sesama untuk membawa nyanyian sebagai ungkapan syukur bagi Tuhan (bait 1), serta bersyukur atas berkat yang telah diterima oleh setiap umat manusia (refrain). Di dalam syair lagu ini, terdapat beberapa kata yang diulang-ulang yang menjadi ciri khas dari lagu Sangir.

Tabel 2.5 Lirik Lagu “Pekantari Gio Su Ruata”

Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia Pekantari gio su Ruata

Pegioeng kantari dalo su

Bernyanyilah bagi Tuhan Hua


(13)

Mawu

Pesamalaeng adate daralo Balong kapiang Duata si kite

Aede:

Pempedalo su kebi alamate Nasuku pinedalomboNe si kite, kite kebi

Mambeng tawe bellane nikatarima, tarima, tarima

O Mawuku makaherang O Yesus Mawu kawatugange

Su traumata apang mangimang

Pekaliomaneng su Ruata Sukawasang Kristus Kebi mang mauadipe

bagiNya

Persembahkanlah hormat dan pujian

Atas kemurahanNya bagi kita

Reff :

Bersyukurlah atas segala berkat Yang telah dilimpahkannya bagi kita, bagi kita

Yang tak putus-putusnya kita terima terima terima

Ya Allahku yang ajaib

Ya Yesus Engkau sangat mulia Bagi semua orang percaya Naikkanlah doa kepadaNya

Sebab bagi Kristus tidak ada yang mustahil

Lagu ini memiliki struktur two part song form. Lagu “Pekantari Gio Su Ruata”yang penuh ungkapan syukur ini terdiri dari bait dan refrein yang memiliki jumlah suku kata yang berbeda-beda, serta memiliki rima yang tidak beraturan. Lagu ini akan dibawakan dengan nada dasar Do = C.

Lagu ini akan dibawakan dengan penuh sukacita dan akan dinyanyikan oleh seluruh jemaat.


(14)

Notasi 2.5“Pekantari Gio Su Ruata”

6. “Bermazmurlah Bagi Allah”

“Bermazmurlah Bagi Allah” merupakan lagu pop rohani modern yang diciptakan oleh Dicson Haling. Lagu ini dipopulerkan oleh grup vokal “Alfa Omega” yang seluruh anggotanya merupakan warga Sangir. Lagu ini akan tetap dibawakan dalam bahasa Indonesia, namun masih dengan irama serta ciri khas dari Sangir.


(15)

Syair dalam lagu ini merupakan pernyataan untuk memuliakan Tuhan dengan bermazmur (bait), baik dengan kecapi, seruling, ceracap, gambus, maupun tari-tarian (refrein).

Tabel 2.6 Lirik Lagu “Bermazmurlah Bagi Allah” Lirik Lagu

Aku hendak memuliakan Tuhan Dengan bermazmur bagi Allahku Selagi aku ada

Bermazmurlah dengan nyanyian syukur Bermazmurlah bagi Allah kita

Dengan kecapi, dengan seruling,

Dengan ceracap, dengan gambus, dengan tari-tarian

Biarlah semua yang bernafas memuji memuliakan namaNya Megahkan Tuhan hai Yerusalem

Pujilah Allahku, hai Sion

Lagu ini tidak memiliki struktur rima maupun suku kata seragam. Pergerakan akord dari lagu ini akan berputar pada akord tonika, subdominan, dan dominan. “Bermazmurlah Bagi Allah” merupakan lagu yang terdiri dari empat bagian.

Sesuai dengan tema yang diambil dalam ibadah TAMG ini, lagu ini akan dipilih sebagai respon atas refleksi yang akan dibawakan oleh khadim. Lagu ini dipilih karena syair lagu dan tema yang sejalan, yang menonjolkan sisi bermazmur atau bernyanyi, sebagai ciri khas dari warga Sangir.


(16)

Notasi 2.6 “Bermazmurlah Bagi Allah” 7. “Daluase Seng Nahumpaliu”

“Daluase Seng Nahumpaliu” merupakan sebuah lagu yang diambil dari buku lagu Rimennomor 208. Lagu ini diciptakan berdasarkan Kisah Para Rasul 2:46-47 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh G. Makamea dengan judul “Sukacita Amatlah Ceria”.

Lagu ini merupakan sebuah pernyataan atas kebahagiaan yang telah


(17)

dinantisejak lama dan itu semua ada pada doa dan harap kepada Tuhan (bait), sama seperti di musim panen ketika kita bersorak-sorak seru (refrain).

Tabel 2.7 Lirik Lagu “Daluase Seng Nahumpaliu” Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia Daluase seng nahumpaliu

Nennaungang pira taung naliu Nehengke kaliomaneng su Mawu

Batu timuhu kere karakinu Ruata netulung satia Ku abe gagholokangu Ualing liaghang gatinu

Aede:

Ini nipensau ringangu ghaghionu

Tahendunge kebi apang hapiu Pempebanuako su wongkong lumenehe

Sutadetene takahalaweng O Suweda u lempi u anging O Suwanala eng pedarame Kamageng alingang mengkai tumuwo

Kamageng ensokang mengkai tumendang

Menaha rumiki mekila

Mededalinding sarang binawa Ku simarang kere kakerongu

Sukacita amatlah ceria

Yang dinanti sejak tahun yang silam

Dalama harap doa pada Allah Jadi seperti Kau dambakan Tuhan penolong yang setia Jangan engkau lalaikan Itu karena kuat lelahmu

Reff:

Di musim panenmu engkau bersorak seru

Jangan kau lupakan semua sobatmu

Hiduplah dengan rukun aman dan tenteram

Di tempat indah permai dan nyaman

O di lembah yang amatlah teduh O diam di rumah penuh damai Pabila berpindah tiada merana

Selali bertumbuh selalu berkembang

Mengalas kasihNya yang terang Gilang gemilang di atas awan


(18)

wituing kadademahe

O Mawuku mambeng petulung sirung sengkasirung

Cahayanya terang cerlang

Laksanalah bintang fajar yang cemerlang

Ya Allahku Maha Penolong perlindungan teduh

“Daluase Seng Nahumpaliu” merupakan lagu yang panjang dan terdiri dari dua bagian yaitu satu bait dan refrein. Lagu ini tidak memiliki struktur dan rima yang beraturan sehingga tidak sama seperti himne pada umumnya, dan akord yang digunakan ialah akord tonika, subdominan, dan dominan. Pada lagu “Daluase Seng Nahumpaliu”, terdapat perpindahan nuansa dari bait ke dalam refrein yang dapat dirasakan pada bagian mebawalase yang lebih banyak pada bagian refrein. Lagu ini dibawakan dengan nada dasar Do = C

Lagu ini akan dibawakan sebagai lagu penutup dalam ibadah ini. Dalam peribadahan di gereja maupun dalam ibadah persekutuan dari warga Sangir, lagu ini biasa dinyanyikan sebagai lagu penutup karena memiliki sebuah lirik yang mengandung makna pengutusan.


(19)

(20)

Notasi 2.7 “Daluase Seng Nahumpaliu”

C. Kajian Tari Gunde

Tari Gunde merupakan tari tradisional etnis Sangir. Tari gunde memiliki arti lambat atau pelan yang ditampilkan melalui setiap gerakan yang dibawakan oleh para penari yang seluruhnya adalah wanita. Tarian gunde harus dibawakan dengan jumlah wanita yang ganjil, antara sembilan sampai 13 (tiga belas) orang. Tari gunde memiliki pemimpin yang biasa disebut pangataseng. Tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional yaitu tagonggong. Setiap iringan dari tagonggong harus mengikuti setiap babak yang akan dibawakan oleh para penari.

Tari gunde terdiri dari empat babak, yaitu babak masuk dan keluar pentas, babak penghormatan yang dilakukan pada saat penari memulai dan mengakhiri penampilan ketika berada di tempat pertunjukan, dan babak tarian yang keseluruhan tariannya menggambarkan keagungan dan kehalusan wanita, ketangguhan wanita, dan mencari kebahagiaan.


(21)

Notasi 2.9 Iringan Tari Gunde di Babak Penghormatan

Notasi 2.10 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Keagungan Wanita

Notasi 2.11 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Ketangguhan Wanita

Notasi 2.12 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Suasana Mencari Kebahagiaan

Kostum yang digunakan para penari wanita adalah baju panjang dan rok panjang dengan menggunakan selempang. Rambut dari para penari akan diikat dan digulung hingga bagian atas kepala dan dihiasi oleh mahkota kecil. Para penari juga akan memakai sapu tangan yang akan dipakai saat menari.Pangataseng menggunakan kostum yang sama dengan para penari wanita lainnya, tetapi warna baju dan selempang berbeda dengan para penari.


(22)

Tari Gunde pada zaman dahulu merupakan tarian penyembahan kepada I Ghenggona Langi yang merupakan sang pencipta segala sesuatu. Tarian ini menjadi tarian yang biasa ditampilkan di acara-acara adat tertentu seiring berjalannya waktu. Para gadis di kalangan masyarakat Sangir harus memiliki kemampuan untuk menari gunde.


(1)

dinantisejak lama dan itu semua ada pada doa dan harap kepada Tuhan (bait), sama seperti di musim panen ketika kita bersorak-sorak seru (refrain).

Tabel 2.7 Lirik Lagu “Daluase Seng Nahumpaliu” Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia Daluase seng nahumpaliu

Nennaungang pira taung naliu Nehengke kaliomaneng su Mawu

Batu timuhu kere karakinu Ruata netulung satia Ku abe gagholokangu Ualing liaghang gatinu

Aede:

Ini nipensau ringangu ghaghionu

Tahendunge kebi apang hapiu Pempebanuako su wongkong lumenehe

Sutadetene takahalaweng O Suweda u lempi u anging O Suwanala eng pedarame Kamageng alingang mengkai tumuwo

Kamageng ensokang mengkai tumendang

Menaha rumiki mekila

Mededalinding sarang binawa Ku simarang kere kakerongu

Sukacita amatlah ceria

Yang dinanti sejak tahun yang silam

Dalama harap doa pada Allah Jadi seperti Kau dambakan Tuhan penolong yang setia Jangan engkau lalaikan Itu karena kuat lelahmu

Reff:

Di musim panenmu engkau bersorak seru

Jangan kau lupakan semua sobatmu

Hiduplah dengan rukun aman dan tenteram

Di tempat indah permai dan nyaman

O di lembah yang amatlah teduh O diam di rumah penuh damai Pabila berpindah tiada merana

Selali bertumbuh selalu berkembang

Mengalas kasihNya yang terang Gilang gemilang di atas awan


(2)

wituing kadademahe

O Mawuku mambeng petulung sirung sengkasirung

Cahayanya terang cerlang

Laksanalah bintang fajar yang cemerlang

Ya Allahku Maha Penolong perlindungan teduh

“Daluase Seng Nahumpaliu” merupakan lagu yang panjang dan terdiri dari dua bagian yaitu satu bait dan refrein. Lagu ini tidak memiliki struktur dan rima yang beraturan sehingga tidak sama seperti himne pada umumnya, dan akord yang digunakan ialah akord tonika, subdominan, dan dominan. Pada lagu “Daluase Seng Nahumpaliu”, terdapat perpindahan nuansa dari bait ke dalam refrein yang dapat dirasakan pada bagian mebawalase yang lebih banyak pada bagian refrein. Lagu ini dibawakan dengan nada dasar Do = C

Lagu ini akan dibawakan sebagai lagu penutup dalam ibadah ini. Dalam peribadahan di gereja maupun dalam ibadah persekutuan dari warga Sangir, lagu ini biasa dinyanyikan sebagai lagu penutup karena memiliki sebuah lirik yang mengandung makna pengutusan.


(3)

(4)

Notasi 2.7 “Daluase Seng Nahumpaliu”

C. Kajian Tari Gunde

Tari Gunde merupakan tari tradisional etnis Sangir. Tari gunde memiliki arti lambat atau pelan yang ditampilkan melalui setiap gerakan yang dibawakan oleh para penari yang seluruhnya adalah wanita. Tarian gunde harus dibawakan dengan jumlah wanita yang ganjil, antara sembilan sampai 13 (tiga belas) orang. Tari gunde memiliki pemimpin yang biasa disebut pangataseng. Tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional yaitu tagonggong. Setiap iringan dari tagonggong harus mengikuti setiap babak yang akan dibawakan oleh para penari.

Tari gunde terdiri dari empat babak, yaitu babak masuk dan keluar pentas, babak penghormatan yang dilakukan pada saat penari memulai dan mengakhiri penampilan ketika berada di tempat pertunjukan, dan babak tarian yang keseluruhan tariannya menggambarkan keagungan dan kehalusan wanita, ketangguhan wanita, dan mencari kebahagiaan.


(5)

Notasi 2.9 Iringan Tari Gunde di Babak Penghormatan

Notasi 2.10 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Keagungan Wanita

Notasi 2.11 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Ketangguhan Wanita

Notasi 2.12 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Suasana Mencari Kebahagiaan

Kostum yang digunakan para penari wanita adalah baju panjang dan rok panjang dengan menggunakan selempang. Rambut dari para penari akan diikat dan digulung hingga bagian atas kepala dan dihiasi oleh mahkota kecil. Para penari juga akan memakai sapu tangan yang akan dipakai saat menari.Pangataseng menggunakan kostum yang sama dengan para penari wanita lainnya, tetapi warna baju dan selempang berbeda dengan para penari.


(6)

Tari Gunde pada zaman dahulu merupakan tarian penyembahan kepada I Ghenggona Langi yang merupakan sang pencipta segala sesuatu. Tarian ini menjadi tarian yang biasa ditampilkan di acara-acara adat tertentu seiring berjalannya waktu. Para gadis di kalangan masyarakat Sangir harus memiliki kemampuan untuk menari gunde.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir T1 852013015 BAB IV

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ia E Luenningu Mekantari U Raralo Si Kau Si Taloarang Mangsa Wansa : Ibadah Puji-Pujian dengan Etnis Sangir T1 852013015 BAB I

0 5 10