TUGAS EKONOMI INTERNASIONAL REVIEW JURNA

TUGAS EKONOMI INTERNASIONAL
REVIEW JURNAL
Perdagangan Internasional dan Restrukturisasi
Industri TPT di Indonesia

Disusun oleh:
Odeliafaya Sabrina M

H0811065

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

Perdagangan Internasional dan Restrukturisasi Industri TPT di Indonesia
A. Ringkasan Topik
Menimbang bahwa Implementasi Perdagangan Internasional dapat
digunakan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan warga negara,
pemerintah dari beberapa negara membentuk WTO. Sebaliknya, ada banyak

masalah yang disebabkan oleh kondisi yang berbeda antar negara. Karena
peraturan yang diterapkan untuk melindungi produk dalam negeri dari produk
asing oleh negara-negara maju, negara berkembang kehilangan keuntungan
kompetitif. Dengan demikian negara-negara berkembang, khususnya
Indonesia, harus mencoba untuk meningkatkan daya tawar nya melalui WTO.
Untuk mendukung program ini, akuntan publik harus mengaudit programprogram pemerintah yang telah terganggu oleh ancaman moral selama periode
terakhir.
Dalam makalah ini, penulis membatasi mengenai dampak keikutsertaan
Indonesia terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Kondisi
industri TPT di Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 1980an, tekstil menjadi primadona ekspor Indonesia dan menyerap banyak lapangan
pekerjaan. Tetapi kini image-nya telah berubah menjadi sunset industry, yang
kalah bersaing dengan produk impor terutama dari Cina dan India, serta
pakaian bekas (Tempo Interaktif, 30 Januari 2007).
Alasan utama yang menjadi lemahnya daya saing industri tekstil
Indonesia adalah keberadaan mesin-mesin tekstil yang terlampau tua sehingga
tidak lagi dapat menghadapi produk-produk dari negara lain yang
menggunakan mesin-mesin yang lebih muda dan efisien. Dalam kasus industri
TPT di Indonesia, produktivitasnya sangat rendah karena mesin-mesin yang
digunakan sudah ketinggalan jaman. Pemerintah dalam hal ini membantu
meningkatkan produktivitas perusahaan-perusahaan TPT dengan subsidi bunga

tersebut. Diharapkan agar industri TPT setelah menggunakan mesin-mesin baru
tersebut dapat bersaing dengan negara-negara lain dan memperebutkan pasar
ekspor yang semakin terbuka lebar karena dicabutnya sistem kuota tekstil di

negara-negara maju. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan kesejahteraan
rakyat Indonesia yang sejalan dengan semangat WTO. Sebagai tambahan, juga
sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 yang intinya adalah pemerintah harus
menggunakan sumber daya yang ada di Indonesia bagi kemakmuran rakyat.
Berdasarkan masalah yang dihadapi oleh industri, pemerintah Indonesia
merencanakan untuk memberikan bantuan kepada industri tekstil dalam
melakukan restrukturisasi. Bantuan ini rencananya berupa subsidi bunga
pinjaman kepada industri yang melakukan investasi baru berupa pembelian
mesin-mesin tekstil yang lebih efisien. Negara berkembang seperti Indonesia
harus berjuang melalui WTO untuk memperoleh dispensasi agar dapat lebih
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam kasus rencana pemberian
subsidi terhadap industri TPT di Indonesia, pemerintah Indonesia dapat
mengajukan empat argumen atas rencananya itu, yakni
1. Indonesia masih merupakan negara berkembang,
2. peningkatan kesejahteraan hanya dapat dilakukan melalui peningkatan
produktivitas, yang mana sekarang ini memerlukan biaya investasi yang

besar,
3. negara-negara maju selama berpuluh-puluh tahun melakukan proteksi
terhadap produk TPT, kini saatnya negara berkembang untuk memberikan
subsidi untuk mengembangkan industrinya, dan
4. masalah keamanan nasional.
Bagi akuntan publik, jika program ini digulirkan, dapat membantu
mengawasi penyaluran kredit dan pengembaliannya, karena program-program
pemerintah selama ini banyak terganggu karena masalah moral hazard.
Diharapkan agar tujuan semula yang dicita-citakan dapat tercapai dan
Indonesia dapat menjadi lebih sejahtera.
Alternatif lainnya, seandainya rencana pemerintah gagal, yakni
mengembangkan industri kapas, masih menghadap banyak kendala, seperti
masalah suhu dan pengelolaan air, serta hambatan teknologi, keahlian dan
subsidi dari Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia perlu memperjuangkan
lewat WTO agar program restrukturisasi industri TPT ini berhasil, karena
dampak yang ditimbulkannya akan positif.

Akuntan publik juga dapat membantu pemerintah dalam
pelaksanaannya sehingga dapat menekan penyimpangan di lapangan sekecil
mungkin. Penguatan industri TPT melalui pembenahan industri hilirnya, yakni

pengembangan industri kapas juga tidak mudah dilakukan sehingga dalam
jangka pendek kredit ekspor untuk industri tekstil ini menjadi alternatif yang
cukup menarik untuk dilakukan.
B. Review Topik
1. Keunggulan dan kesesuaian dengan kondisi terkini
Industri TPT nasional yang notabenenya memberikan kemakmuran
bagi Republik ini karena perolehan devisa nett ekspor untuk kas negara
yang rata-rata sekitar USD 5 miliar per tahunnya, dan penyerapan tenaga
kerja langsung tahun 2011 sebanyak 1.474.960 pekerja dalam usaha
mengurangi pengangguran.
Khusus untuk mendukung peningkatan daya saing industri TPT
nasional, Kemperin telah melakukan upaya-upaya antara lain, pemberian
insentif fiskal, upaya pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam
negeri melalui kebijakan non-tariff measures, seperti penerapan SNI Wajib
pada produk TPT. Ketiga, program restrukturisasi mesin dan peralatan
industri TPT.
Keempat, peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM)
baik melalui pelatihan untuk menyediakan tenaga kerja siap pakai serta
meningkatkan kemampuan SDM pada industri TPT. Kelima, optimalisasi
pemanfaatan pasar serta mencari pasar-pasar tujuan ekspor baru dengan cara

mendorong kerja sama perdagangan dengan negara-negara pasar ekspor
industri TPT nasional. Keenam, program Peningkatan Penggunaan Produksi
Dalam Negeri (P3DN).
Menurut data Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri
(BPKIMI), Kementerian Perindustrian telah mengalokasikan anggaran
sekitar Rp 1,10 triliun untuk program restrukturisasi mesin/peralatan
industri TPTsejak 2007-2011. Sedangkan untuk tahun 2012. Kemenperin
menyediakan dana sebesar Rp.172 Miliar untuk mendorong industri TPT
serta indutri alas kaki melakukan revitalisasi dan restrukturisasi mesin tua.

Melalui program restrukturisasi mesin TPT dan industri alas kaki itu,
setiap perusahaan TPT dan industri alas kaki yang melakukan restrukturisasi
mesin dengan membeli mesin-mesin dari luar negeri akan mendapat insentif
sebesar 10% dari dana pembelian mesin-mesin tersebut.Sedangkan jika
perusahaan TPT dan industri alas kaki membeli mesin-mesin dari industri di
dalam negeri , maka perusahaan-perusahaan itu akan mendapat intensif
sebesar 15% dari dana pembelian mesin-mesin itu. Sepanjang 2013,
Kemenperin telah memberikan bantuan potongan harga dalam rangka
restrukturisasi permesinan industri TPT, alas kaki dan penyamakan kulit
sebanyak 145 perusahaan senilai Rp110,5 miliar.

Kondisi terkini hasil restrukturasi TPT adalah tren nilai ekspor sektor
TPT pada tahun 2013 mencapai US$ 12,68 miliar atau setara dengan 8,5
persen nilai ekspor non migas Indonesia. Dengan nilai ekspor tersebut,
Indonesia mampu memenuhi sekitar 1,8 persen kebutuhan dunia akan
produk TPT. Selain restrukturisasi dengan melakukan pembelian mesin
pemerintah dapat membantu industri TPT melalui jalan lain, yakni
membenahi industri hilir TPT, yakni industri kapas dan serat. data penelitian
oleh Nordas (Nordas, 2004) menunjukkan bahwa sekitar 25% komponen
produk tekstil Indonesia pada tahun 2001 merupakan hasil impor dari luar
negeri. Jika ketergantungan pada impor ini dapat dikurangi, maka makin
banyak lapangan kerja yang dapat dibuka bagi masyarakat Indonesia.
2. Kelemahan
KETUA Umum Assosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat
memerkirakan, pertumbuhan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) pada
2014 cenderung stagnan, akibat berbagai tekanan yang berasal dari dalam
negeri. Menurutnya, tekanan pertama berupa kenaikan suku bank menjadi
7,5 persen yang menyebabkan pinjaman modal menjadi mahal. Selain itu
kenaikan tarif dasar listrik (TDL) setiap tahun juga turut membebani. Pada
2014, selain mengalami kenaikan TDL sebesar 39 persen, pihaknya juga
diharuskan untuk membayar angsuran cicilan tagihan listrik akibat kenaikan

pada 2013. Sedangkan faktor terakhir adalah adanya kenaikan Upah

Minimum Provinsi (UMP) yang telah menyebabkan ratusan perusahaan
melakukan relokasi ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Investasi yang tercipta mencapai Rp1,39 triliun. Sementara,
sebanyak 36 perusahaan industri TPT, alas kaki, dan penyamakan kulit
masih dalam daftar tunggu sebagai peserta restrukturisasi dengan perkiraan
nilai bantuan sebesar Rp40,13 miliar. Ade mengatakan, bantuan pemerintah
melalui program restrukturisasi mesin bakal terhenti di 2014. "Pasalnya
industri tidak akan melakukan pembelian mesin karena nilai tukar rupiah
terhadap dolar yang diatas Rp12.000," pungkasnya. Kemenperin menilai
hasil yang diperoleh selama ini masih perlu ditingkatkan lagi. Karena itu,
Kemenperin saat ini tengah mengevaluasi secara mendalam jalannya
kegiatan program restukturisasi mesin TPT dan alas kaki tersebut.
3. Pendapat/Opini
Pendapat saya terhadap adanya restrukturisasi industri TPT di
Indonesia sangat berkaitan erat dengan perdagangan internasional sangat
setuju. Karena dalam melakukan restrukturisasi salah satu cara yang
ditempuh adalah membeli mesin-mesin dari luar negeri yang berarti
melakukan perdagangan internasional. Dengan adanya tambahan pembelian

mesin-mesin dari luar negeri ini akan meningkatkan produktivitas industri
TPT. Dalam melakukan subsidi untuk pembelian mesin baru ini pemerintah
Indonesia dapat meminta bantuan kepada WTO. Akan tetapi tentunya hal itu
tidak mudah karena terdapat beberapa faktor yang mengganggu.
Situasi eksternal serta sejumlah faktor internal membuat industri
TPT (tekstil dan produk tekstil) Indonesia masih belum pasti kinerjanya.
Dari sisi eksternal, krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) dan kawasan
Eropa sudah memperlihatkan kelesuan di perdagangan produk TPT yang
mengarah pada penurunkan permintaan dan harga yang akhirnya nilai
ekspornya pada tahun 2012 (USD 12,6 miliar) turun sebesar 5%
dibandingkan tahun 2011 yang nilainya sebesar USD 13,3 miliar
Ketika melakukan pembelian mesin tentunya harus merubah kurs
rupiah menjadi dollar, padahal kurs dollar sedang cukup tinggi. Sehingga

pembelian mesin-mesin ini pun akan cukup mahal harganya. Bahkan bisa
saja industri tidak akan membeli mesin-mesin dari luar negeri tersebut.
Pembelian mesin-mesin ini dirasa cukup perlu karena kontribusi industri
TPT pada devisa ekspor cukup signifikan. Belum lagi sumbangan dari sisi
tenaga kerja, dan peranannya yang strategis dalam proses industrialisasi.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian (Kemperin) terus melakukan

peningkatan daya saing industri TPT nasional terutama dalam
menghadapi Free Trade Agreement (FTA). Tentunya industri TPT ini tidak
hanya mengekspor mesin-mesin untuk produktivitas mereka, tetapi juga
mengimpor hasilnya ke negara tujuan ekspor tekstil, yakni Amerika Serikat
(AS) dan negara Uni Eropa. Negara tujuan lainnya adalah Jepang, Timur
Tengah, dan negara ASEAN lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Egismy. 2013. Perspektif Industri TPT Nasional Tahun 2013 dan 2014.
http://egismy.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.

Huda, Akhmad Nur. 2014. Ini Tiga Hambatan Industri TPT 2014.
http://ekbis.sindonews.com/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.
Kementerian Perindustrian RI. 2013. Revitalisasi Permesinan Industri TPT.
http://www.kemenperin.go.id/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.
Suara Pembaruan. 2014. Kemperin Tingkatkan Daya Saing Industri TPT Nasional.
http://www.beritasatu.com/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.
Widyasari. 2014. Pertumbuhan Industri TPT Stagnan di 2014.
http://www.jurnas.com/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.