teknologi pengolahan pangan pasteurisasi id
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
PANGAN
PASTEURISASI
Nama
NIM
Kelompok
Kelas
Ishmah Hanifah
155100109011004
ʎ11
J
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
II. PASTEURISASI
A. Pre-lab
1. Apa yang dimaksud dengan pasteurisasi? Jelaskan pula tujuan
pasteurisasi!
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan
suhu rendah di bawah 100 °C Proses ini sering diikuti dengan teknik lain
misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi.
Pasteurisasi bertujuan untuk menonaktifkan enzim-enzim, memperpanjang
daya simpan, membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan
khamir yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora (Sukasih E dkk,
2009) .
2. Bagaimana menentukan kecukupan suhu untuk pasteurisasi?
Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada
level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai F o. Nilai Fo biasanya
menyatakan waktu proses pada suhu standar. Secara matematis, nilai F o
merupakan hasil perkalian antara nilai Do pada suhu standar dengan
jumlah siklus logaritmik (S) yang diinginkan dalam proses:
Fo = S * Do
Konsep 5D banyak diterapkan untuk produk pangan yang dipasteurisasi,
karena target mikroba yang dibunuh lebih rendah dibanding pada produk
yang disterilisasi komersial. Dalam konsep 5D diterapkan 5 siklus
logaritma, yang artinya telah terjadi pengurangan sebanyak 5 desimal
atau pembunuhan mikroba mencapai 99.999%. Dengan kata lain
pemanasan pada suhu dan waktu tertentu telah menginaktivasi
mikroorganisme berbahaya sebanyak 5 desimal atau peluang terjadinya
kebusukan makanan dalam kaleng adalah sebe-sar 10 -5 (Kusnandar R et al,
2013).
3. Karakteristik
bahan seperti apa yang dapat diawetkan
pasteurisasi?
- Produk akhir yang tidak disimpan di suhu ruang
- Mudah rusak (perishable)
- Bahan pangan yang tidak tergelatinisasi
- Berwujud cair
- Tidak stabil terhadap pemanasan
(Buckle KA et al, 2009)
dengan
4. Sebutkan dan jelaskan beberapa jenis metode pasteurisasi!
Terdapat 3 macam metode pasteurisasi yaitu:
Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature
Short Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik
pada suhu 71,7 – 75°C dengan alat Plate Heat Exchanger. Pasteurisasi
dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT)
yakni proses pemanasan susu pada suhu 61°C selama 30 menit.
Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu
memnaskan susupada suhu 131°C selama 0,5 detik (Hidayat N, 2007).
5. Mengapa produk hasil pasteurisasi harus disertai dengan pengawetan
lain?
Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya
yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses
ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya
pendinginan
atau
pemberian gula (sukrosa) dengan konsentrasi tinggi. Produk hasil
pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2
hari sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat tahan 1 minggu
(Kustatanti I, 2012).
B. Tinjauan Pustaka
Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui adanya susu yang rusak, apabila
terdapat butir–butir susu pada dinding tabung menunjukkan susu tersebut positif
telah rusak. Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah atau
menggumpal bila dipanaskan atau dididihkan. Sebaliknya, susu yang bermutu
jelek akan mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Hal itu terjadi karena
adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut
mengakibatkan protein susu mudah mengalami denaturasi dan penggumpalan
bila dilakukan pemanasan. Jadi, susu yang telah banyak ditumbuhi mikroba akan
menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan (Soriah, 2010).
C. Diagram alir/flowchart
1. Analisis bahan awal
Bahan
analisis
pH
warna
pengamatan
(pH meter)
(Colour Reader)
(visual)
viskositas
(visko meter)
Penampakan
(neraca analitik)
Hasil
2. Pasteurisasi
Bahan
Pasteurisasi suhu 70 oC, 80 oC, dan 90oC
Bahan diaduk
Angkat pan
Analisis
Berat
pH
warna
pengamatan
(pH meter)
(Colour Reader)
(visual)
viskositas
Penampakan
(visko meter)
3. Uji alkohol
Susu 1
liter
Hasil
Wadah
2 ml susu dan
etanol 68%
Lakukan uji Alkohol
Kedalam tabung reaksi
Amati adanya
endapan
Pasteurisasi T: 70 OC ,
80 OC, 90 OC . t: 10
menit
Lakukan uji Alkohol
Kedalam tabung reaksi
Buat tabel
pengamatan t dan T
yang dicapai
Masukan semua nilai
ke persamaan F0
Buat grafik t vs 10 (T65,6)/Z
Tentukan luasan dibawah kurva
Bandingkan hasil perhitungan
matematis dan luasan dari
kurva
Hasil
Berat
(neraca analitik)
C. Tabulasi Data dan Pembahasan Hasil Praktikum
C.1.1 Pengamatan Kuantitatif
Bahan
Susu
segar
Santa
n
Sari
wortel
Jus
apel
Sebelu
m
Berat
Sesuda
h
Penyusuta
n (%)
70°C
48,0590
43,6035
9,270
80°C
47,6612
37,4975
21,32
90°C
37,1947
28,1654
24,25
70°C
41,9746
35,8221
14,65
80°C
41,5134
36,1746
12,86
90°C
41,7106
33,9687
18,56
70°C
58,9493
55,1449
6,450
80°C
46,5149
38,7601
16,60
Suhu
(°C)
Nilai pH
Sebelu
Sesuda
m
h
Viskositas
Sebelu
Sesuda
m
h
6,5
6,4
Encer
Encer
6,5
6,3
Encer
Encer
6,5
6,2
Encer
Encer
5,4
5,2
Encer
Encer
5,4
5,2
Encer
Encer
5,4
5,2
Encer
4,8
4,9
Encer
Lebih
kental
Encer
4,8
5,0
Encer
4,8
4,9
Encer
6,7
7,2
Encer
Agak
kental
Agak
lebih
kental
Kental
90°C
53,2652
43,5013
18,33
70°C
31,3396
42,358
26,01
80°C
24,7312
18,6465
24,60
6,7
7,3
Encer
Kental
90°C
24,1256
9,4989
60,62
6,7
7,0
Encer
Kental
1. Mengapa terjadi perubahan berat setelah proses pasteurisasi?
Perubahan berat bahan terjadi pada tiap sampel, tepatnya adalah penurunan
berat sampel. Penurunan berat sampel yang paling signifikan terjadi pada suhu
90oC dengan sampel jus apel. Perubahan berat sampel dapat terjadi karena
proses pasteurisasi merupakan cara pengawetan dengan cara pemanasan.
Perubahan berat terjadi karena pasteurisasi merupakan proses thermal
(pemanasan). Panas yang diberikan pada proses pemanasan dapat berupa panas
laten dan panas sensibel. Perubahan berat terjadi karena panas yang diberikan
yaitu panas laten yang mampu mengubah fase air menjadi uap. Air yang
diuapkan berupa air bebas yang terkandung pada bahan. Semakin tinggi suhu
maka akan berbanding lurus dengan energi kinetik. Molekul-molekul air tarikmenarik satu sama lain. Gaya tarik-menarik ini membuat molekul air berdekatan
pada fase cair. Jika terjadi kenaikan temperatur, molekul-molekul air akan
bergerak lebih cepat yang berarti energi kinetiknya tinggi. Molekul air yang
mempunyai energi kinetik tinggi mampu melawan gaya tarik molekul lain.
Akibatnya, molekul dengan energy kinetik tinggi dapat terlepas dari ikatan
molekul lain, dan berubah ke fase gas (Surawan, 2016).
2. Bahan mana yang mengalami penyusutan terbanyak? Mengapa?
Penyusutan terjadi pada setiap sampel. Penyusutan paling signifikan terjadi
pada suhu 90oC. Kisaran penyusutan pada susu segar dengan suhu 70° C, 80° C,
dan 90° C adalah 9,27 – 24,25 %, pada sampel santan kisaran penyusutan yaitu
12,86 – 18,56 %, pada sampel sari wortel 6,45 – 18,33 %, sedangkan pada jus
apel yaitu 24,60 – 60,62 %. Jus apel mengalami penyusutan terbesar.
Menandakan kandungan air pada jus apel lebih banyak daripada bahan lain.
Semakin tinggi kadar air maka proses penguapan akan semakin cepat. Proses
penguapan menyebabkan penyusutan berat. Sampel susu segar dan santan
merupakan sistem emulsi minyak dalam air (oil in water), sehingga proses
pengeluaran air dari sistem lebih sulit. Menurut Syamsir (2010) sari wortel
merupakan cairan wortel jernih atau keruh yang tidak difermentasi diperoleh dari
proses ekstraksi dengan proses mekanis, dan memiliki karakteristik warna, bau
dan flavor seperti buah asalnya. Sari wortel juga memiliki kandungan air yang
tinggi. Namun pada pembuatannya sari buah dapat ditambah dengan gula pasir,
asam sitrat, dan bahan pengawet Na-benzoat. Semakin banyak kandungan
padatan terlalut maka titik menguap akan semakin tinggi dan berpengaruh pada
penyusutan bahan.
3. Apakah terjadi perubahan nilai pH? Mengapa?
Pada susu segar dan santan mengalami penuruan pH menjadi lebih asam,
sedangkan pada sari wortel dan jus apel terjadi kenaikan pH. Dapat dikatakan
terjadi perubahan pH pada setiap sampel. Pada sampel susu dan santan
pemanasan dapat mempengaruhi terhadap keasaman, pemanasan dapat
menyebabkan tiga perubahan yaitu kehilangan CO 2 yang dapat menurunkan
keasaman dan menaikkan pH, adanya tranfer Ca dan phosphat ke koloidal,
sehingga dapat sedikit menaikkan keasaman dan menurunkan pH serta
pemanasan yang drastis dapat menghasilkan asam dari degradasi gula yaitu
laktosa pada susu. Susu yang dipanasi akan mengurangi titrasi keasaman
dibanding dengan yang tidak dipanasi, apalagi pemanasan akan mengurangi
hilangnya CO2, sehingga perubahan asam tidak cepat. Bila susu dipanasi atau
mengalami pasteurisasi, pengurangan titrasi keasamanya sebesar 0,01%. Pada
sampel jus apel dan sari wortel mengandung asam askorbat atau vitamin C yang
bersifat tidak tahan panas sehingga menyebabkan kenaikan pH. Namun di
industry hal tersebut dapat diatasi dengan perlakuan nutrifikasi pada produk
(Syamsir, 2010).
4. Apakah terjadi perubahan viskositas setelah proses pasteurisasi? Mengapa?
Viskositas berbanding lurus dengan penyusutan. Jika penyusutan tinggi maka
cairan atau produk yang dihasilkan menjadi semakin kental. Hal ini terlihat pada
jus apel yang mengalami penyusutan terbesar, viskositas jus apel semakin
kental. Maka dapat dikatakan terjadi perubahan viskositas setelah proses
pasteurisasi. Perubahan viskositas terjadi karena adanya proses perubahan fase
air menjadi uap. Hal tersebut menyebabkan kadar air produk berkurang dan
bahan menjadi lebih kental (Ismanto, 2013).
5. Apakah suhu dan lama pasteurisasi yang digunakan pada praktikum ini telah
sesuai untuk setiap produk yang dicoba? Jelaskan alasannya!
Setiap produk memiliki karakteristik yang berbeda suhu dan waktu yang
diterapkan pun berbeda. Karakteristik produk dapat mencakup kandungan nutrisi
pada produk. Produk yang memiliki nutrisi lebih banyak seperti susu memiliki
kisaran pasteurisasi 71,7 °C selama 15 detik sedangkan proses ultra pasteurisasi
menggunakan pemanasan antara 125 – 138 oC selama 2 – 4 detik. Pengawetan
sari buah saat ini menggunakan pasteurisasi termal dengan memanaskan sari
buah pada suhu 76 °C – 87,7 °C. Pasteurisasi termal menyebabkan perubahan
kimia dan nutrisi yang dikandung sari buah sehingga akan mempengaruhi
kualitas produk yang dihasilkan (Khurniyati, 2015).
C.1.2 Pengamatan Kualitatif
Warna
Warna
Penampakan
Bahan
(Color Reader)
(Visual)
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Sebelum Sesudah
o
Susu
L=84,8
70 C
segar
A=-2,97
L=69,8
B=8,13
A=-2,77
B=6,87
80oC
Tidak
L=56,33
Tidak ada
ada
Putih
Putih
A=-1,87
gumpalan gumpala
B=6,23
n
90oC
L=69,53
A=-2,83
B=9,47
Santan
L=79,4
70oC
A=-0,8
L=84,5
B=3,267
A=-1,43
B=3,57
80oC
Tidak
L=85,9
Tidak ada
ada
Putih
Putih
A=-1,26
gumpalan gumpala
B=3,57
n
o
90 C
L=86,4
A=-1,3
B=4,03
Jus apel
L=52,7
70oC
Krem
Krem
Ada
Ada
A=0,567
L=69,8
endapan, endapan,
B=13,93
A=-2,77
tidak ada tidak ada
B=6,87
emulsi,
emulsi,
o
80 C
keruh ada
keruh
L=56,33
padatan
A=-1,87
tersuspen
B=6,23
si
o
90 C
L=69,53
A=-2,83
Sari
wortel
L=55,667
A=0,267
B=35,233
B=9,47
70oC
L=53,03
A=-0,23
B=11,47
80oC
L=48,8
A=-0,23
B=12,43
90oC
L=48,6
A=-0,067
B=11,86
Oranye
muda
Oranye
lebih
muda
Tidak ada
endapan
dan tidak
ada buih
Ada kerat
6. Apakah terjadi perubahan warna pada produk berikut dan apa penyebabnya
a. Susu segar
Warna diukur menggunakan color reader. Warna susu segar sebelum
pasteurisasi yaitu L=84,8 a=-2,97 b=8,13. Kemudian warna diukur kembali pada
suhu 70 °C yaitu L=69,8 a=-2,77 b=6,87 pada suhu 80 °C yaitu L=56,33 a=-1,87
b=6,23 dan 90 °C yaitu L=69,53 a=-2,83 dan b=9,47. Terjadi perubahan warna
pada susu segar karena kecerahan (L) menurun. Perbedaan warna dapat dihitung
menggunakan delta-e calculator. Perbedaan warna antara sebelum pasteurisasi
dan pemanasan susu 70 °C adalah 15,33. Perbedaan jelas terlihat (>6). Pada
suhu 80 °C sebesar 28,55 sedangkan pada suhu 90 °C adalah sebesar 15,32.
Perubahan warna susu dapat diakibatkan oleh reaksi maillard. Reaksi maillard
adalah reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dan dengan gugus amina primer
karena adanya panas. Warna susu akan menjadi agak gelap atau kecoklatan
(Winarno, 2008).
b. Santan
Pengukuran warna awal santan dengan color reader yaitu L=79,4 a=-0,8
b=3,267. Terjadi perubahan warna pada suhu 70 °C L=84,5 a=-1,43 b=3,57
sedangkan pada suhu 80 °C yaitu L=85,9 a=-1,26 b=3,57. Pada suhu 90 °C yaitu
L=86,4 a=-1,3 b=4,03. Perubahan warna dapat dilihat dari perbedaan warna
sebelum dan sesudah menggunakan delta-e calculator. Terjadi perubahan warna
pada santan. Warna santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih,
yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut
atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air. Secara keseluruhan warna
emulsi ditentukan oleh ukuran partikelnya. Perubahan warna santan karena
pemanasan dapat disebabkan karena pecahnya emulsi santan, timbulnya aroma
tengik dan terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap (agak coklat) (Sukasih,
2009).
c. Jus apel
Pengukuran warna jus apel pada awal sebelum pasteurisasi adalah L=52,7
a=0,567 b=13,93. Kemudian pada suhu 70 °C warna diukur kembali menjadi
L=69,8 a=-2,77 b=6,87 sedangkan pada suhu 80 °C L=56,33 a=-1,87 b=6,23
dan pada 90 °C yaitu sebesar L=69,53 a=-2,83 b=9,47. Menurut , Proses
pasteurisasi termal ini ternyata tidak hanya menonaktifkan mikroorganisme
patogen sari buah, tetapi juga dapat merusak kandungan gizi yang terkandung di
dalam sari buah, kehilangan vitamin, kehilangan nutrisi esensial, dan perubahan
warna, bau dan rasa (Sari, 2012). Menurut Khurniyati (2015), suhu pemanasan
yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi dan perubahan struktur
pigmen sehingga terjadi pemucatan dan penurunan stabilitas warna.
d. Sari wortel
Pengukuran warna pada sari wortel sebelum pasteurisasi adalah L=55,667
a=0,267 b=35,233. Pada suhu 70 °C perubahan suhu sebesar L=53,03 a=-0,23
b=11,47 sedangkan pada suhu 80 °C L=48,8 a=-0,23 b=12,43 dan pada suhu 90
°C perubahan warna sebesar L=48,6 a=-0,067 b=11,86. Terjadi penurunan
kecerahan pada sari wortel. Hal tersebut dapat disebabkan karena pencoklatan
akibat vitamin C (asam askorbat). Sari wortel memiliki pigmen beta-karoten yang
rentan terhadap panas dan cahaya sehingga semakin tinggi suhu pemanasan,
pigmen semakin rusak dan berakibat pada perubahan warna (Winarno, 2008).
7. Apakah
terjadi perubahan penampakan pada produk berikut dan apa
penyebabnya?
a. Susu segar
Pada sampel susu tidak terjadi perubahan penampakan. Sebelum pasteurisasi,
susu tidak ada gumpalan dan setelah dilakukan pasteurisasi susu juga tidak
membentuk gumpalan. Menurut Abubakar (2006), pemanasan pada suhu
pasteurisasi dimaksudkan untuk membunuh sebagian kuman patogenik yang ada
dalam
susu,
dengan
seminimum
mungkin
kehilangan
gizinya
dan
mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa susu segar. Maka
perbedaan penampakan sebelum dan sesudah pasteurisasi tidak terlihat karena
mutu susu pasteurisasi diharapkan sama seperti susu segar.
b. Santan
Pada sampel santan tidak terjadi perubahan penampakan. Sebelum
pasteurisasi, santan tidak ada gumpalan dan setelah dilakukan pasteurisasi
santan juga tidak membentuk gumpalan. Pasteurisasi merupakan salah satu
tahapan dalam proses produksi santan yang paling kritis dan cukup sulit
diterapkan pada santan, karena santan tidak dapat disterilisasikan dengan
pemanasan sebagaimana dilakukan terhadap produk yang lain. Hal ini
disebabkan santan mengalami koagulasi jika dipanaskan diatas suhu 80 ˚C, dan
aroma (flavor) kelapa yang harum sebagian besar akan hilang. Selain itu, belum
ada data suhu dan waktu pasteurisasi untuk santan, sehingga perlu dihitung
kecukupan panas untuk memperoleh kondisi optimal pasteurisasi (Sukasih,
2009). Suhu yang dipakai pada proses pasteurisasi adalah 85 ˚C selama 10
menit. Pada santan tidak terjadi perubahan, dapat dikarenakan belum mencapai
waktu koagulasi, jika waktu diperlama koagulasi berpeluang terjadi.
c. Jus apel
Sebelum dilakukan pasteurisasi jus apel memiliki endapan, tidak ada emulsi,
keruh ada padatan tersuspensi. Setelah dilakukan pasteurisasi, jus apel masih
memiliki endapan, tidak ada emulsi, dan keruh. Proses utama yang banyak
dipakai dalam pengolahan jus apel pada saat ini adalah metode termal yaitu
suatu proses pengolahan pangan konvensional dengan menggunakan
pemanasan antara 60-100 °C. suhu tersebut dapat menyebabkan reaksi yang
tidak diinginkan, seperti kehilangan nutrisi esensial, dan perubahan warna, bau
dan rasa. Selain itu, pengolahan jus apel dengan menggunakan panas akan
mengurangi kualitas sari buah apel yang dihasilkan karena adanya oksidasi yang
menyebabkan berkurangnya kandungan vitamin C (Hawa, 2011).
d. Sari wortel
Perlakuan pasteurisasi pada wortel sebelumnya tidak ada endapan dan tidak
ada buih dan setelah dilakukan pasteurisasi pada sari wortel muncul kerat.
Penampakan sari wortel tidak berubah secara kasat mata setelah pasteurisasi.
Namun sebenarnya secara komponen gizi, wortel mengalami kerusakan
contohnya adalah β-karoten. β-karoten dalam bahan pangan mudah rusak karena
oksidasi dan pengolahan dengan panas. Pemanasan jus wortel pada suhu
pasteurisasi dan sterilisasi berakibat terhadap penurunan β-karoten dan
perubahan geometri dari bentuk trans ke bentuk cis (Sirajuddin, 2009).
C.1.3 Pengamatan Uji alkohol
Gumpalan
Bahan
Tidak ada
Ada
Susu
segar
sebelum
√
pasteurisasi
Susu pasteurisasi
√
70oC
Susu pasteurisasi
√
80oC
Susu pasteurisasi
√
90oC
Endapan
Tidak ada
Ada
√
√
√
√
8. Bagaimana perbedaan penampakan susu sebelum dan sesudah dipasteurisasi
setelah dilakukan uji alkohol?
Sebelum dipasteurisasi, susu tidak memiliki gumpalan namun memiliki
endapan.
Setelah
dipasteurisasi
gumpalan
dan
endapan
muncul.
Mengindikasikan bahwa susu yang memiliki mutu yang kurang bagus jika
dilakukan pengolahan akan menghasilkan produk yang kurang bermutu. Uji
alcohol berperan dalam memeriksa derajat keasaman susu secara tetrimetri dan
untuk mengetahui kualitas susu. Pada saat susu masih dalam kondisi tidak pecah
dan tidak menggumpal setelah melewati uji alkohol, maka susu dapat dikatakan
sehat dan layak untuk dikonsumsi. Sebaliknya bila susu pecah (muncul endapan)
atau menggumpal, maka susu tersebut tidak layak konsumsi atau susu dengan
kualitas yang buruk (Dwitania, 2013).
9. Apakah perbedaan suhu pasteurisasi memberikan pengaruh terhadap hasil uji
alkohol? Mengapa demikian?
Perbedaan suhu pasteurisasi berdasarkan percobaan tidak memberikan
pengaruh terhadap hasil uji alkohol. Pengolahan terhadap susu dengan kualitas
yang buruk memang tidak dapat memperbaiki kualitasnya kembali dengan
pengolahan berbagai macam suhu. Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan
kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada selubung atau mantel air
yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein. Apabila susu dicampur
dengan alkohol yang memiliki daya dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi.
Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin berkurang jumlah alkohol
dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama
banyaknya (Dwitania, 2013). Dapat disimpulkan bahwa perbaikan mutu susu
tidak dapat dilakukan dengan pasteurisasi berbagai macam suhu karena protein
akan tetap terkoagulasi yang merupakan indikasi dari aktivitas mikroba.
Berdasarkan data percobaan, di dalam susu setelah pasteurisasi terdapat
gumpalan, dapat disebabkan oleh kontaminasi setelah pasteurisasi.
Perhitungan:
UJI ALKOHOL SUSU SUHU 70OC
No
Wakt Suh t
Tu
u
konver 65,
si
6
1
0
70
0
4,4
2
1
77
1
11,
4
3
2
81
1
15,
4
4
3
83
1
17,
4
5
4
85
1
19,
4
6
5
86
1
20,
4
7
6
86,5 1
20,
9
8
7
87
1
21,
4
9
8
87
1
21,
4
10
9
88
1
22,
4
11
10
89
1
23,
4
UJI ALKOHOL SUSU SUHU 80OC
No
Wakt Suh
T
Tu
u
konversi 65,
6
1
0
80
0
14,
4
2
1
82
1
16,
4
3
2
85
1
19,
4
4
3
86
1
20,
4
5
4
87,5 1
21,
9
6
5
88
1
22,
4
7
6
88
1
22,
4
8
7
88
1
22,
4
9
8
89
1
23,
4
10
9
89
1
23,
4
11
10
89
1
23,
T −65,6
Z
10
T−65,6
Z
Δ10
T −65,6
Z
F
0,66
1,711
4,57
51,4
2,285
27,985
0
27,985
2,31
204,173
127,79
127,79
2,61
407,38
305,78
305,78
2,91
812,83
610,105
610,105
3,06
1148,15
3
1348,96
2
1621,81
0
1621,81
0
2290,86
7
3235,93
6
980,49
980,49
1248,56
1248,56
1485,39
1485,39
1621,81
1621,81
1956,34
1956,34
2763,40
2
2763,40
2
Fo =
11127,6
52
3,13
3,21
3,21
3,36
3,51
T −65,6
Z
10
T−65,6
Z
Δ10
T −65,6
Z
F
2,16
144,54
72,27
0
2,46
288,48
216,47
216,47
2,91
812,83
550,62
550,62
3,06
1148,1
5
1949,8
4
2290,8
7
2290,8
7
2290,8
7
3235,9
4
3235,9
4
3235,9
980,49
980,49
1548,99
1548,99
2120,35
5
2290,87
2120,355
2290,87
2290,87
2763,41
2763,41
3235,94
3235,94
3235,94
3235,94
3,29
3,36
3,36
3,36
3,51
3,51
3,51
2290,87
4
4
Fo =
19233,95
5
UJI ALKOHOL SUSU SUHU 90OC
No
Wakt Suh
T
Tu
u
konversi 65,
6
1
0
90
0
24,
4
2
1
90,5 1
24,
9
3
2
94
1
28,
4
4
3
95
1
29,
4
5
4
95
1
29,
4
6
5
96
1
30,
4
7
6
96
1
30,
4
8
7
94
1
28,
6
9
8
93
1
27,
4
10
9
93
1
27,
4
11
10
92
1
26,
4
T −65,6
Z
3,66
10
T−65,6
Z
Δ 10
T −65,6
Z
F
4,26
4570,8
8
5370,3
1
18197
4,41
25703
4970,59
5
11783,6
55
21950
4,41
25703
25703
25703
4,56
36307
31005
31005
4,56
36307
36307
36307
4,29
19498
27902,5
27902,5
4,11
12882
16190
16190
4,11
12882
12882
12882
3,96
9120,1
11001,0
5
11001,0
5
Fo =
199694,
8
3,73
2285,44
0
4970,59
5
11783,6
55
21950
Kurva:
Suhu 70oC
Kurva uji Alkohol suhu 70°C
LR
3500.000
3000.000
2500.000
2000.000
f(x) = 293.93x - 310.76
R² = 0.93
LR
Linear (LR)
1500.000
1000.000
500.000
0.000
0
2
4
6
8
10
12
Waktu
Kurva Uji alkohol Suhu 90oC
LR
Kurva uji Alkohol suhu 80°C
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
LR
Linear (LR)
f(x) = 318.56x + 17183.58
R² = 0.01
0
2
4
6
Waktu
8
10
12
Kurva Suhu 80OC
3500
f(x) = 334.56x + 260.41
R² = 0.92
10^(T-65,6)/Z
3000
2500
2000
10(T-65,6)/Z
Linear (10(T-65,6)/Z)
1500
1000
500
0
0
2
4
6
8
Waktu (menit)
Kurva
Perhitungan:
Perhitungan kurva pada suhu 700C
10
12
5
∫ 293.93 x −310.77=
1.
1,5
[
2
293,93 x
−310,77 x
2
]
5
1,5
❑
5
¿
¿
¿2
293,93(1,5)2
293,93 ¿−
−310,77(1,5)
2
¿
¿¿
¿ [ 2120,275−(−135,48375) ]
[
¿ 2255,75875
9,5
∫ 293.93 x−310.77=
2.
5
[
satuan luas
]
293,93 x 2
−310,77 x 9,55❑
2
9,5
¿
¿
¿2
293,93(5)2
293,93 ¿−
−310,77(5)
2
¿
¿¿
¿ [ 10311,27625−2120,275 ]
[
¿ 8191,0012
Luas Total =
]
satuan luas
2255 ,75875+ 8191, 0012=10446 ,75995
satuan luas
Perhitungan kurva pada suhu 800C
6
a.
[
]
334.59 x 2
6
∫ 334.59 x +260.41= 2 +260.41 x 3.5
3.5
6
¿
¿
¿2
334.59(3.5)2
334.59 ¿−
+260.41(3.5)
2
¿
¿¿
¿ [ 7585.08−2960.799 ]
[
¿ 4624.281 satuan luas
7.8
b.
∫ 334.59 x +260.41=
6
]
[
]
334.59 x 2
+260.41 x 7.8
2
6
]
7.8
¿
¿
¿2
334.59(6)2
334.59 ¿−
+ 260.41(6)
2
¿
¿¿
¿ [ 12209.426−7585.08 ]
¿ 4624.346 satuan luas
9
2
x
+260.41 x 9
∫ 334.59 x +260.41= 334.59
2
7.8
7.8
9
¿
¿
¿2
334.59(7.8)2
334.59 ¿−
+260.41(7.8)
2
¿
¿¿
¿ [ 15894.59−12209.43 ]
¿ 3625.16 satuan luas
[
]
[
c.
]
[
Luas Total =
4624 . 2821+4624 .346+ 3625. 16=12933 .788
Perhitungan kurva pada suhu 900C
7
a.
∫ 318.56 x−17184=
2
[
]
2
318,5 x
+ 17184 x 72❑
2
7
¿
¿
¿2
318,5(2)2
318,5 ¿−
+17184 (2)
2
¿
¿¿
¿ [ 128091,25−( 35005) ]
[
¿ 93086,25 satuan luas
Luas Total =93086,25 satuan luas
]
]
satuan luas
10. Berapakah luas di bawah kurva?
Pada luas dibawah kurva untuk suhu 70°C adalah
Luas Total = 2255,75875+8191,0012=10446,75995
Pada luas dibawah kurva untuk suhu 80°C adalah
Luas Total = 4840,66125+3637,38375=12933.788
Pada luas dibawah kurva untuk suhu 90°C adalah
Luas Total =93086,25
11. Bandingkanlah dengan hasil perhitungan dan buatlah kesimpulan!
KESIMPULAN
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan suhu
rendah di bawah 100 °C Proses ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya
pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi. Pasteurisasi
bertujuan untuk menonaktifkan enzim-enzim, memperpanjang daya simpan,
membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir yang bersifat
patogen dan tidak membentuk spora.
Percobaan perlakuan pasteurisasi dilakukan pada susu segar, santan, sari
wortel, dan jus apel. Parameter yang dinilai adalah berat bahan sesudah dan
sebelum, viskositas, nilai pH, warna secara visual dan penetrometer, serta
penampakan. Uji kualitatif yang dilakukan adalah uji alkohol. Berdasarkan hasil
pengujian, keempat sampel mengalami penyusutan berat dengan kisaran 9 – 60
%. Penyusutan terbesar terjadi pada apel. Pada viskositas, keempat sampel
mengalami penurunan viskositas pada suhu 90 °C dan menyebabkan larutan
menjadi kental. Pada nilai pH, sampel yang memiliki pH basa seperti susu dan
santan mengalami penurunan pH sedangkan sampel yang memiliki pH asam
cenderung mengalami kenaikan pH yaitu pada sampel jus apel dan sari wortel.
Pada parameter warna, keempat sampel mengalami perubahan warna
dengan diukur menggunakan penetrometer namun secara visual tidak terlihat
perubahan warnanya. Perbedaan warna dapat dihitung menggunakan delta-e
calculator. Berdasarkan kurva warna, keempat sampel tidak mengalami
perpindahan kuadran warna secara signifikan. Pada parameter penampakan,
secara kasat mata keempat sampel tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Uji kualitatif dengan metode uji alkohol, menghasilkan hasil yang negatif di awal
sebelum pasteurisasi karena tidak adanya gumpalan, namun setelah dilakukan
pasteurisasi gumpalan muncul. Hal tersebut dapat disebabkan terjadinya
kontaminasi stelah pasteurisasi atau cross contamination karena keadaan
lingkungan sekitar yang kurang higienis.
Kecukupan panas pasteurisasi dapat dihitung dengan membandingkan Fo
standar dengan Fo hitung. Jika Fo hitung > Fo standar maka kecukupan panas
yang diberikan mencukupi sedangkan jika Fo hitung < Fo standar kecukupan
panas yang diberikan kurang. Secara matematis, nilai Fo merupakan hasil
perkalian antara nilai Do pada suhu standar dengan jumlah siklus logaritmik (S)
yang diinginkan dalam proses.
DAFTAR PUSTAKA
Sukasih, Erni dkk. 2009. Optimasi Kecukupan Panas pada Pasteurisasi Santan dan
Pengaruhnya Terhadap Mutu Santan yang Dihasilkan. J.Pascapanen 6(1)
2009: 34-42. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.
Kusnandar, F dkk. 2013. Parameter Kecukupan Proses Termal. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Hidayat, Nur. 2007. Blansing, Pasteurisasi, dan Sterilisasi. Surakarta: Universitas
Negeri Surakarta.
Buckle, KA dkk. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta: UI-Press.
Kustanti I. 2012. Otomatisasi Proses Mixing Pada Susu Pasteurisasi.
,
dilihat 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Abubakar, dkk. 2006. Pengaruh Suhu dan Waktu Pasteurisasi Terhadap Mutu
Susu Selama Penyimpanan. Bogor: Balai Penelitian Ternak
Dwitania, Deski Citra dkk. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus
Veterinus 2(4) : 437 - 444 ISSN : 2301-7848
Hawa, La Choviya, dkk. 2011. Penerapan Pulsed Electric Field Pada Pasteurisasi
Sari Buah Apel Varietas Ana: Kajian Karakteristik Nilai Gizi, Sifat Fisik, Sifat
Kimiawi dan Mikrobia Total. Jurnal Agritech Vol. 31(4): 1-7
Ismanto, T. 2013. Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Refrigerator Terhadap
Berat Jenis dan Viskositas Susu Kambing Pasteurisasi. Jurnal Ilmiah
Peternakan Vol 1(1):69-78
Khurniyati, Maylina Ilhami dkk. 2015. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan
Kondisi Paseurisasi (Suhu dan Waktu) Terhadap Karakteristik Minuman Sari
Apel Berbagai Varietas : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.
3(2): 523-529
Sari, Elok Kurnia Novita dkk. 2012. Proses Pengawetan Sari Buah Apel (Mallus
Sylvestris Mill) Secara Non-Termal Berbasis Teknologi Oscillating Magneting
Field (OMF). Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 (2): 78-87
Sirajuddin, Saifuddin, dkk. 2009. Pengaruh Ekstrak Tempe Terhadap Mekanisme
dan Laju Perubahan Β-Karoten dalam Saus Cabe. Gizi Indon 2009, 32(1):3750
Surawan, Tri. 2016. Teori Kinetik Gas Penguapan. Depok: Universitas Gunadharma
Syamsir, Elvira. 2010. Penanganan Sari Buah Beku di Jasa Boga. Majalah
Kulinologi Indonesia, 02/Vol.II/2010. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Winarno, FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: M-Brio Press
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
PANGAN
PASTEURISASI
Nama
NIM
Kelompok
Kelas
Ishmah Hanifah
155100109011004
ʎ11
J
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
II. PASTEURISASI
A. Pre-lab
1. Apa yang dimaksud dengan pasteurisasi? Jelaskan pula tujuan
pasteurisasi!
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan
suhu rendah di bawah 100 °C Proses ini sering diikuti dengan teknik lain
misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi.
Pasteurisasi bertujuan untuk menonaktifkan enzim-enzim, memperpanjang
daya simpan, membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan
khamir yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora (Sukasih E dkk,
2009) .
2. Bagaimana menentukan kecukupan suhu untuk pasteurisasi?
Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada
level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai F o. Nilai Fo biasanya
menyatakan waktu proses pada suhu standar. Secara matematis, nilai F o
merupakan hasil perkalian antara nilai Do pada suhu standar dengan
jumlah siklus logaritmik (S) yang diinginkan dalam proses:
Fo = S * Do
Konsep 5D banyak diterapkan untuk produk pangan yang dipasteurisasi,
karena target mikroba yang dibunuh lebih rendah dibanding pada produk
yang disterilisasi komersial. Dalam konsep 5D diterapkan 5 siklus
logaritma, yang artinya telah terjadi pengurangan sebanyak 5 desimal
atau pembunuhan mikroba mencapai 99.999%. Dengan kata lain
pemanasan pada suhu dan waktu tertentu telah menginaktivasi
mikroorganisme berbahaya sebanyak 5 desimal atau peluang terjadinya
kebusukan makanan dalam kaleng adalah sebe-sar 10 -5 (Kusnandar R et al,
2013).
3. Karakteristik
bahan seperti apa yang dapat diawetkan
pasteurisasi?
- Produk akhir yang tidak disimpan di suhu ruang
- Mudah rusak (perishable)
- Bahan pangan yang tidak tergelatinisasi
- Berwujud cair
- Tidak stabil terhadap pemanasan
(Buckle KA et al, 2009)
dengan
4. Sebutkan dan jelaskan beberapa jenis metode pasteurisasi!
Terdapat 3 macam metode pasteurisasi yaitu:
Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature
Short Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik
pada suhu 71,7 – 75°C dengan alat Plate Heat Exchanger. Pasteurisasi
dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT)
yakni proses pemanasan susu pada suhu 61°C selama 30 menit.
Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu
memnaskan susupada suhu 131°C selama 0,5 detik (Hidayat N, 2007).
5. Mengapa produk hasil pasteurisasi harus disertai dengan pengawetan
lain?
Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya
yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses
ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya
pendinginan
atau
pemberian gula (sukrosa) dengan konsentrasi tinggi. Produk hasil
pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2
hari sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat tahan 1 minggu
(Kustatanti I, 2012).
B. Tinjauan Pustaka
Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui adanya susu yang rusak, apabila
terdapat butir–butir susu pada dinding tabung menunjukkan susu tersebut positif
telah rusak. Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah atau
menggumpal bila dipanaskan atau dididihkan. Sebaliknya, susu yang bermutu
jelek akan mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Hal itu terjadi karena
adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut
mengakibatkan protein susu mudah mengalami denaturasi dan penggumpalan
bila dilakukan pemanasan. Jadi, susu yang telah banyak ditumbuhi mikroba akan
menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan (Soriah, 2010).
C. Diagram alir/flowchart
1. Analisis bahan awal
Bahan
analisis
pH
warna
pengamatan
(pH meter)
(Colour Reader)
(visual)
viskositas
(visko meter)
Penampakan
(neraca analitik)
Hasil
2. Pasteurisasi
Bahan
Pasteurisasi suhu 70 oC, 80 oC, dan 90oC
Bahan diaduk
Angkat pan
Analisis
Berat
pH
warna
pengamatan
(pH meter)
(Colour Reader)
(visual)
viskositas
Penampakan
(visko meter)
3. Uji alkohol
Susu 1
liter
Hasil
Wadah
2 ml susu dan
etanol 68%
Lakukan uji Alkohol
Kedalam tabung reaksi
Amati adanya
endapan
Pasteurisasi T: 70 OC ,
80 OC, 90 OC . t: 10
menit
Lakukan uji Alkohol
Kedalam tabung reaksi
Buat tabel
pengamatan t dan T
yang dicapai
Masukan semua nilai
ke persamaan F0
Buat grafik t vs 10 (T65,6)/Z
Tentukan luasan dibawah kurva
Bandingkan hasil perhitungan
matematis dan luasan dari
kurva
Hasil
Berat
(neraca analitik)
C. Tabulasi Data dan Pembahasan Hasil Praktikum
C.1.1 Pengamatan Kuantitatif
Bahan
Susu
segar
Santa
n
Sari
wortel
Jus
apel
Sebelu
m
Berat
Sesuda
h
Penyusuta
n (%)
70°C
48,0590
43,6035
9,270
80°C
47,6612
37,4975
21,32
90°C
37,1947
28,1654
24,25
70°C
41,9746
35,8221
14,65
80°C
41,5134
36,1746
12,86
90°C
41,7106
33,9687
18,56
70°C
58,9493
55,1449
6,450
80°C
46,5149
38,7601
16,60
Suhu
(°C)
Nilai pH
Sebelu
Sesuda
m
h
Viskositas
Sebelu
Sesuda
m
h
6,5
6,4
Encer
Encer
6,5
6,3
Encer
Encer
6,5
6,2
Encer
Encer
5,4
5,2
Encer
Encer
5,4
5,2
Encer
Encer
5,4
5,2
Encer
4,8
4,9
Encer
Lebih
kental
Encer
4,8
5,0
Encer
4,8
4,9
Encer
6,7
7,2
Encer
Agak
kental
Agak
lebih
kental
Kental
90°C
53,2652
43,5013
18,33
70°C
31,3396
42,358
26,01
80°C
24,7312
18,6465
24,60
6,7
7,3
Encer
Kental
90°C
24,1256
9,4989
60,62
6,7
7,0
Encer
Kental
1. Mengapa terjadi perubahan berat setelah proses pasteurisasi?
Perubahan berat bahan terjadi pada tiap sampel, tepatnya adalah penurunan
berat sampel. Penurunan berat sampel yang paling signifikan terjadi pada suhu
90oC dengan sampel jus apel. Perubahan berat sampel dapat terjadi karena
proses pasteurisasi merupakan cara pengawetan dengan cara pemanasan.
Perubahan berat terjadi karena pasteurisasi merupakan proses thermal
(pemanasan). Panas yang diberikan pada proses pemanasan dapat berupa panas
laten dan panas sensibel. Perubahan berat terjadi karena panas yang diberikan
yaitu panas laten yang mampu mengubah fase air menjadi uap. Air yang
diuapkan berupa air bebas yang terkandung pada bahan. Semakin tinggi suhu
maka akan berbanding lurus dengan energi kinetik. Molekul-molekul air tarikmenarik satu sama lain. Gaya tarik-menarik ini membuat molekul air berdekatan
pada fase cair. Jika terjadi kenaikan temperatur, molekul-molekul air akan
bergerak lebih cepat yang berarti energi kinetiknya tinggi. Molekul air yang
mempunyai energi kinetik tinggi mampu melawan gaya tarik molekul lain.
Akibatnya, molekul dengan energy kinetik tinggi dapat terlepas dari ikatan
molekul lain, dan berubah ke fase gas (Surawan, 2016).
2. Bahan mana yang mengalami penyusutan terbanyak? Mengapa?
Penyusutan terjadi pada setiap sampel. Penyusutan paling signifikan terjadi
pada suhu 90oC. Kisaran penyusutan pada susu segar dengan suhu 70° C, 80° C,
dan 90° C adalah 9,27 – 24,25 %, pada sampel santan kisaran penyusutan yaitu
12,86 – 18,56 %, pada sampel sari wortel 6,45 – 18,33 %, sedangkan pada jus
apel yaitu 24,60 – 60,62 %. Jus apel mengalami penyusutan terbesar.
Menandakan kandungan air pada jus apel lebih banyak daripada bahan lain.
Semakin tinggi kadar air maka proses penguapan akan semakin cepat. Proses
penguapan menyebabkan penyusutan berat. Sampel susu segar dan santan
merupakan sistem emulsi minyak dalam air (oil in water), sehingga proses
pengeluaran air dari sistem lebih sulit. Menurut Syamsir (2010) sari wortel
merupakan cairan wortel jernih atau keruh yang tidak difermentasi diperoleh dari
proses ekstraksi dengan proses mekanis, dan memiliki karakteristik warna, bau
dan flavor seperti buah asalnya. Sari wortel juga memiliki kandungan air yang
tinggi. Namun pada pembuatannya sari buah dapat ditambah dengan gula pasir,
asam sitrat, dan bahan pengawet Na-benzoat. Semakin banyak kandungan
padatan terlalut maka titik menguap akan semakin tinggi dan berpengaruh pada
penyusutan bahan.
3. Apakah terjadi perubahan nilai pH? Mengapa?
Pada susu segar dan santan mengalami penuruan pH menjadi lebih asam,
sedangkan pada sari wortel dan jus apel terjadi kenaikan pH. Dapat dikatakan
terjadi perubahan pH pada setiap sampel. Pada sampel susu dan santan
pemanasan dapat mempengaruhi terhadap keasaman, pemanasan dapat
menyebabkan tiga perubahan yaitu kehilangan CO 2 yang dapat menurunkan
keasaman dan menaikkan pH, adanya tranfer Ca dan phosphat ke koloidal,
sehingga dapat sedikit menaikkan keasaman dan menurunkan pH serta
pemanasan yang drastis dapat menghasilkan asam dari degradasi gula yaitu
laktosa pada susu. Susu yang dipanasi akan mengurangi titrasi keasaman
dibanding dengan yang tidak dipanasi, apalagi pemanasan akan mengurangi
hilangnya CO2, sehingga perubahan asam tidak cepat. Bila susu dipanasi atau
mengalami pasteurisasi, pengurangan titrasi keasamanya sebesar 0,01%. Pada
sampel jus apel dan sari wortel mengandung asam askorbat atau vitamin C yang
bersifat tidak tahan panas sehingga menyebabkan kenaikan pH. Namun di
industry hal tersebut dapat diatasi dengan perlakuan nutrifikasi pada produk
(Syamsir, 2010).
4. Apakah terjadi perubahan viskositas setelah proses pasteurisasi? Mengapa?
Viskositas berbanding lurus dengan penyusutan. Jika penyusutan tinggi maka
cairan atau produk yang dihasilkan menjadi semakin kental. Hal ini terlihat pada
jus apel yang mengalami penyusutan terbesar, viskositas jus apel semakin
kental. Maka dapat dikatakan terjadi perubahan viskositas setelah proses
pasteurisasi. Perubahan viskositas terjadi karena adanya proses perubahan fase
air menjadi uap. Hal tersebut menyebabkan kadar air produk berkurang dan
bahan menjadi lebih kental (Ismanto, 2013).
5. Apakah suhu dan lama pasteurisasi yang digunakan pada praktikum ini telah
sesuai untuk setiap produk yang dicoba? Jelaskan alasannya!
Setiap produk memiliki karakteristik yang berbeda suhu dan waktu yang
diterapkan pun berbeda. Karakteristik produk dapat mencakup kandungan nutrisi
pada produk. Produk yang memiliki nutrisi lebih banyak seperti susu memiliki
kisaran pasteurisasi 71,7 °C selama 15 detik sedangkan proses ultra pasteurisasi
menggunakan pemanasan antara 125 – 138 oC selama 2 – 4 detik. Pengawetan
sari buah saat ini menggunakan pasteurisasi termal dengan memanaskan sari
buah pada suhu 76 °C – 87,7 °C. Pasteurisasi termal menyebabkan perubahan
kimia dan nutrisi yang dikandung sari buah sehingga akan mempengaruhi
kualitas produk yang dihasilkan (Khurniyati, 2015).
C.1.2 Pengamatan Kualitatif
Warna
Warna
Penampakan
Bahan
(Color Reader)
(Visual)
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Sebelum Sesudah
o
Susu
L=84,8
70 C
segar
A=-2,97
L=69,8
B=8,13
A=-2,77
B=6,87
80oC
Tidak
L=56,33
Tidak ada
ada
Putih
Putih
A=-1,87
gumpalan gumpala
B=6,23
n
90oC
L=69,53
A=-2,83
B=9,47
Santan
L=79,4
70oC
A=-0,8
L=84,5
B=3,267
A=-1,43
B=3,57
80oC
Tidak
L=85,9
Tidak ada
ada
Putih
Putih
A=-1,26
gumpalan gumpala
B=3,57
n
o
90 C
L=86,4
A=-1,3
B=4,03
Jus apel
L=52,7
70oC
Krem
Krem
Ada
Ada
A=0,567
L=69,8
endapan, endapan,
B=13,93
A=-2,77
tidak ada tidak ada
B=6,87
emulsi,
emulsi,
o
80 C
keruh ada
keruh
L=56,33
padatan
A=-1,87
tersuspen
B=6,23
si
o
90 C
L=69,53
A=-2,83
Sari
wortel
L=55,667
A=0,267
B=35,233
B=9,47
70oC
L=53,03
A=-0,23
B=11,47
80oC
L=48,8
A=-0,23
B=12,43
90oC
L=48,6
A=-0,067
B=11,86
Oranye
muda
Oranye
lebih
muda
Tidak ada
endapan
dan tidak
ada buih
Ada kerat
6. Apakah terjadi perubahan warna pada produk berikut dan apa penyebabnya
a. Susu segar
Warna diukur menggunakan color reader. Warna susu segar sebelum
pasteurisasi yaitu L=84,8 a=-2,97 b=8,13. Kemudian warna diukur kembali pada
suhu 70 °C yaitu L=69,8 a=-2,77 b=6,87 pada suhu 80 °C yaitu L=56,33 a=-1,87
b=6,23 dan 90 °C yaitu L=69,53 a=-2,83 dan b=9,47. Terjadi perubahan warna
pada susu segar karena kecerahan (L) menurun. Perbedaan warna dapat dihitung
menggunakan delta-e calculator. Perbedaan warna antara sebelum pasteurisasi
dan pemanasan susu 70 °C adalah 15,33. Perbedaan jelas terlihat (>6). Pada
suhu 80 °C sebesar 28,55 sedangkan pada suhu 90 °C adalah sebesar 15,32.
Perubahan warna susu dapat diakibatkan oleh reaksi maillard. Reaksi maillard
adalah reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dan dengan gugus amina primer
karena adanya panas. Warna susu akan menjadi agak gelap atau kecoklatan
(Winarno, 2008).
b. Santan
Pengukuran warna awal santan dengan color reader yaitu L=79,4 a=-0,8
b=3,267. Terjadi perubahan warna pada suhu 70 °C L=84,5 a=-1,43 b=3,57
sedangkan pada suhu 80 °C yaitu L=85,9 a=-1,26 b=3,57. Pada suhu 90 °C yaitu
L=86,4 a=-1,3 b=4,03. Perubahan warna dapat dilihat dari perbedaan warna
sebelum dan sesudah menggunakan delta-e calculator. Terjadi perubahan warna
pada santan. Warna santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih,
yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut
atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air. Secara keseluruhan warna
emulsi ditentukan oleh ukuran partikelnya. Perubahan warna santan karena
pemanasan dapat disebabkan karena pecahnya emulsi santan, timbulnya aroma
tengik dan terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap (agak coklat) (Sukasih,
2009).
c. Jus apel
Pengukuran warna jus apel pada awal sebelum pasteurisasi adalah L=52,7
a=0,567 b=13,93. Kemudian pada suhu 70 °C warna diukur kembali menjadi
L=69,8 a=-2,77 b=6,87 sedangkan pada suhu 80 °C L=56,33 a=-1,87 b=6,23
dan pada 90 °C yaitu sebesar L=69,53 a=-2,83 b=9,47. Menurut , Proses
pasteurisasi termal ini ternyata tidak hanya menonaktifkan mikroorganisme
patogen sari buah, tetapi juga dapat merusak kandungan gizi yang terkandung di
dalam sari buah, kehilangan vitamin, kehilangan nutrisi esensial, dan perubahan
warna, bau dan rasa (Sari, 2012). Menurut Khurniyati (2015), suhu pemanasan
yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi dan perubahan struktur
pigmen sehingga terjadi pemucatan dan penurunan stabilitas warna.
d. Sari wortel
Pengukuran warna pada sari wortel sebelum pasteurisasi adalah L=55,667
a=0,267 b=35,233. Pada suhu 70 °C perubahan suhu sebesar L=53,03 a=-0,23
b=11,47 sedangkan pada suhu 80 °C L=48,8 a=-0,23 b=12,43 dan pada suhu 90
°C perubahan warna sebesar L=48,6 a=-0,067 b=11,86. Terjadi penurunan
kecerahan pada sari wortel. Hal tersebut dapat disebabkan karena pencoklatan
akibat vitamin C (asam askorbat). Sari wortel memiliki pigmen beta-karoten yang
rentan terhadap panas dan cahaya sehingga semakin tinggi suhu pemanasan,
pigmen semakin rusak dan berakibat pada perubahan warna (Winarno, 2008).
7. Apakah
terjadi perubahan penampakan pada produk berikut dan apa
penyebabnya?
a. Susu segar
Pada sampel susu tidak terjadi perubahan penampakan. Sebelum pasteurisasi,
susu tidak ada gumpalan dan setelah dilakukan pasteurisasi susu juga tidak
membentuk gumpalan. Menurut Abubakar (2006), pemanasan pada suhu
pasteurisasi dimaksudkan untuk membunuh sebagian kuman patogenik yang ada
dalam
susu,
dengan
seminimum
mungkin
kehilangan
gizinya
dan
mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa susu segar. Maka
perbedaan penampakan sebelum dan sesudah pasteurisasi tidak terlihat karena
mutu susu pasteurisasi diharapkan sama seperti susu segar.
b. Santan
Pada sampel santan tidak terjadi perubahan penampakan. Sebelum
pasteurisasi, santan tidak ada gumpalan dan setelah dilakukan pasteurisasi
santan juga tidak membentuk gumpalan. Pasteurisasi merupakan salah satu
tahapan dalam proses produksi santan yang paling kritis dan cukup sulit
diterapkan pada santan, karena santan tidak dapat disterilisasikan dengan
pemanasan sebagaimana dilakukan terhadap produk yang lain. Hal ini
disebabkan santan mengalami koagulasi jika dipanaskan diatas suhu 80 ˚C, dan
aroma (flavor) kelapa yang harum sebagian besar akan hilang. Selain itu, belum
ada data suhu dan waktu pasteurisasi untuk santan, sehingga perlu dihitung
kecukupan panas untuk memperoleh kondisi optimal pasteurisasi (Sukasih,
2009). Suhu yang dipakai pada proses pasteurisasi adalah 85 ˚C selama 10
menit. Pada santan tidak terjadi perubahan, dapat dikarenakan belum mencapai
waktu koagulasi, jika waktu diperlama koagulasi berpeluang terjadi.
c. Jus apel
Sebelum dilakukan pasteurisasi jus apel memiliki endapan, tidak ada emulsi,
keruh ada padatan tersuspensi. Setelah dilakukan pasteurisasi, jus apel masih
memiliki endapan, tidak ada emulsi, dan keruh. Proses utama yang banyak
dipakai dalam pengolahan jus apel pada saat ini adalah metode termal yaitu
suatu proses pengolahan pangan konvensional dengan menggunakan
pemanasan antara 60-100 °C. suhu tersebut dapat menyebabkan reaksi yang
tidak diinginkan, seperti kehilangan nutrisi esensial, dan perubahan warna, bau
dan rasa. Selain itu, pengolahan jus apel dengan menggunakan panas akan
mengurangi kualitas sari buah apel yang dihasilkan karena adanya oksidasi yang
menyebabkan berkurangnya kandungan vitamin C (Hawa, 2011).
d. Sari wortel
Perlakuan pasteurisasi pada wortel sebelumnya tidak ada endapan dan tidak
ada buih dan setelah dilakukan pasteurisasi pada sari wortel muncul kerat.
Penampakan sari wortel tidak berubah secara kasat mata setelah pasteurisasi.
Namun sebenarnya secara komponen gizi, wortel mengalami kerusakan
contohnya adalah β-karoten. β-karoten dalam bahan pangan mudah rusak karena
oksidasi dan pengolahan dengan panas. Pemanasan jus wortel pada suhu
pasteurisasi dan sterilisasi berakibat terhadap penurunan β-karoten dan
perubahan geometri dari bentuk trans ke bentuk cis (Sirajuddin, 2009).
C.1.3 Pengamatan Uji alkohol
Gumpalan
Bahan
Tidak ada
Ada
Susu
segar
sebelum
√
pasteurisasi
Susu pasteurisasi
√
70oC
Susu pasteurisasi
√
80oC
Susu pasteurisasi
√
90oC
Endapan
Tidak ada
Ada
√
√
√
√
8. Bagaimana perbedaan penampakan susu sebelum dan sesudah dipasteurisasi
setelah dilakukan uji alkohol?
Sebelum dipasteurisasi, susu tidak memiliki gumpalan namun memiliki
endapan.
Setelah
dipasteurisasi
gumpalan
dan
endapan
muncul.
Mengindikasikan bahwa susu yang memiliki mutu yang kurang bagus jika
dilakukan pengolahan akan menghasilkan produk yang kurang bermutu. Uji
alcohol berperan dalam memeriksa derajat keasaman susu secara tetrimetri dan
untuk mengetahui kualitas susu. Pada saat susu masih dalam kondisi tidak pecah
dan tidak menggumpal setelah melewati uji alkohol, maka susu dapat dikatakan
sehat dan layak untuk dikonsumsi. Sebaliknya bila susu pecah (muncul endapan)
atau menggumpal, maka susu tersebut tidak layak konsumsi atau susu dengan
kualitas yang buruk (Dwitania, 2013).
9. Apakah perbedaan suhu pasteurisasi memberikan pengaruh terhadap hasil uji
alkohol? Mengapa demikian?
Perbedaan suhu pasteurisasi berdasarkan percobaan tidak memberikan
pengaruh terhadap hasil uji alkohol. Pengolahan terhadap susu dengan kualitas
yang buruk memang tidak dapat memperbaiki kualitasnya kembali dengan
pengolahan berbagai macam suhu. Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan
kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada selubung atau mantel air
yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein. Apabila susu dicampur
dengan alkohol yang memiliki daya dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi.
Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin berkurang jumlah alkohol
dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama
banyaknya (Dwitania, 2013). Dapat disimpulkan bahwa perbaikan mutu susu
tidak dapat dilakukan dengan pasteurisasi berbagai macam suhu karena protein
akan tetap terkoagulasi yang merupakan indikasi dari aktivitas mikroba.
Berdasarkan data percobaan, di dalam susu setelah pasteurisasi terdapat
gumpalan, dapat disebabkan oleh kontaminasi setelah pasteurisasi.
Perhitungan:
UJI ALKOHOL SUSU SUHU 70OC
No
Wakt Suh t
Tu
u
konver 65,
si
6
1
0
70
0
4,4
2
1
77
1
11,
4
3
2
81
1
15,
4
4
3
83
1
17,
4
5
4
85
1
19,
4
6
5
86
1
20,
4
7
6
86,5 1
20,
9
8
7
87
1
21,
4
9
8
87
1
21,
4
10
9
88
1
22,
4
11
10
89
1
23,
4
UJI ALKOHOL SUSU SUHU 80OC
No
Wakt Suh
T
Tu
u
konversi 65,
6
1
0
80
0
14,
4
2
1
82
1
16,
4
3
2
85
1
19,
4
4
3
86
1
20,
4
5
4
87,5 1
21,
9
6
5
88
1
22,
4
7
6
88
1
22,
4
8
7
88
1
22,
4
9
8
89
1
23,
4
10
9
89
1
23,
4
11
10
89
1
23,
T −65,6
Z
10
T−65,6
Z
Δ10
T −65,6
Z
F
0,66
1,711
4,57
51,4
2,285
27,985
0
27,985
2,31
204,173
127,79
127,79
2,61
407,38
305,78
305,78
2,91
812,83
610,105
610,105
3,06
1148,15
3
1348,96
2
1621,81
0
1621,81
0
2290,86
7
3235,93
6
980,49
980,49
1248,56
1248,56
1485,39
1485,39
1621,81
1621,81
1956,34
1956,34
2763,40
2
2763,40
2
Fo =
11127,6
52
3,13
3,21
3,21
3,36
3,51
T −65,6
Z
10
T−65,6
Z
Δ10
T −65,6
Z
F
2,16
144,54
72,27
0
2,46
288,48
216,47
216,47
2,91
812,83
550,62
550,62
3,06
1148,1
5
1949,8
4
2290,8
7
2290,8
7
2290,8
7
3235,9
4
3235,9
4
3235,9
980,49
980,49
1548,99
1548,99
2120,35
5
2290,87
2120,355
2290,87
2290,87
2763,41
2763,41
3235,94
3235,94
3235,94
3235,94
3,29
3,36
3,36
3,36
3,51
3,51
3,51
2290,87
4
4
Fo =
19233,95
5
UJI ALKOHOL SUSU SUHU 90OC
No
Wakt Suh
T
Tu
u
konversi 65,
6
1
0
90
0
24,
4
2
1
90,5 1
24,
9
3
2
94
1
28,
4
4
3
95
1
29,
4
5
4
95
1
29,
4
6
5
96
1
30,
4
7
6
96
1
30,
4
8
7
94
1
28,
6
9
8
93
1
27,
4
10
9
93
1
27,
4
11
10
92
1
26,
4
T −65,6
Z
3,66
10
T−65,6
Z
Δ 10
T −65,6
Z
F
4,26
4570,8
8
5370,3
1
18197
4,41
25703
4970,59
5
11783,6
55
21950
4,41
25703
25703
25703
4,56
36307
31005
31005
4,56
36307
36307
36307
4,29
19498
27902,5
27902,5
4,11
12882
16190
16190
4,11
12882
12882
12882
3,96
9120,1
11001,0
5
11001,0
5
Fo =
199694,
8
3,73
2285,44
0
4970,59
5
11783,6
55
21950
Kurva:
Suhu 70oC
Kurva uji Alkohol suhu 70°C
LR
3500.000
3000.000
2500.000
2000.000
f(x) = 293.93x - 310.76
R² = 0.93
LR
Linear (LR)
1500.000
1000.000
500.000
0.000
0
2
4
6
8
10
12
Waktu
Kurva Uji alkohol Suhu 90oC
LR
Kurva uji Alkohol suhu 80°C
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
LR
Linear (LR)
f(x) = 318.56x + 17183.58
R² = 0.01
0
2
4
6
Waktu
8
10
12
Kurva Suhu 80OC
3500
f(x) = 334.56x + 260.41
R² = 0.92
10^(T-65,6)/Z
3000
2500
2000
10(T-65,6)/Z
Linear (10(T-65,6)/Z)
1500
1000
500
0
0
2
4
6
8
Waktu (menit)
Kurva
Perhitungan:
Perhitungan kurva pada suhu 700C
10
12
5
∫ 293.93 x −310.77=
1.
1,5
[
2
293,93 x
−310,77 x
2
]
5
1,5
❑
5
¿
¿
¿2
293,93(1,5)2
293,93 ¿−
−310,77(1,5)
2
¿
¿¿
¿ [ 2120,275−(−135,48375) ]
[
¿ 2255,75875
9,5
∫ 293.93 x−310.77=
2.
5
[
satuan luas
]
293,93 x 2
−310,77 x 9,55❑
2
9,5
¿
¿
¿2
293,93(5)2
293,93 ¿−
−310,77(5)
2
¿
¿¿
¿ [ 10311,27625−2120,275 ]
[
¿ 8191,0012
Luas Total =
]
satuan luas
2255 ,75875+ 8191, 0012=10446 ,75995
satuan luas
Perhitungan kurva pada suhu 800C
6
a.
[
]
334.59 x 2
6
∫ 334.59 x +260.41= 2 +260.41 x 3.5
3.5
6
¿
¿
¿2
334.59(3.5)2
334.59 ¿−
+260.41(3.5)
2
¿
¿¿
¿ [ 7585.08−2960.799 ]
[
¿ 4624.281 satuan luas
7.8
b.
∫ 334.59 x +260.41=
6
]
[
]
334.59 x 2
+260.41 x 7.8
2
6
]
7.8
¿
¿
¿2
334.59(6)2
334.59 ¿−
+ 260.41(6)
2
¿
¿¿
¿ [ 12209.426−7585.08 ]
¿ 4624.346 satuan luas
9
2
x
+260.41 x 9
∫ 334.59 x +260.41= 334.59
2
7.8
7.8
9
¿
¿
¿2
334.59(7.8)2
334.59 ¿−
+260.41(7.8)
2
¿
¿¿
¿ [ 15894.59−12209.43 ]
¿ 3625.16 satuan luas
[
]
[
c.
]
[
Luas Total =
4624 . 2821+4624 .346+ 3625. 16=12933 .788
Perhitungan kurva pada suhu 900C
7
a.
∫ 318.56 x−17184=
2
[
]
2
318,5 x
+ 17184 x 72❑
2
7
¿
¿
¿2
318,5(2)2
318,5 ¿−
+17184 (2)
2
¿
¿¿
¿ [ 128091,25−( 35005) ]
[
¿ 93086,25 satuan luas
Luas Total =93086,25 satuan luas
]
]
satuan luas
10. Berapakah luas di bawah kurva?
Pada luas dibawah kurva untuk suhu 70°C adalah
Luas Total = 2255,75875+8191,0012=10446,75995
Pada luas dibawah kurva untuk suhu 80°C adalah
Luas Total = 4840,66125+3637,38375=12933.788
Pada luas dibawah kurva untuk suhu 90°C adalah
Luas Total =93086,25
11. Bandingkanlah dengan hasil perhitungan dan buatlah kesimpulan!
KESIMPULAN
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan suhu
rendah di bawah 100 °C Proses ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya
pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi. Pasteurisasi
bertujuan untuk menonaktifkan enzim-enzim, memperpanjang daya simpan,
membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir yang bersifat
patogen dan tidak membentuk spora.
Percobaan perlakuan pasteurisasi dilakukan pada susu segar, santan, sari
wortel, dan jus apel. Parameter yang dinilai adalah berat bahan sesudah dan
sebelum, viskositas, nilai pH, warna secara visual dan penetrometer, serta
penampakan. Uji kualitatif yang dilakukan adalah uji alkohol. Berdasarkan hasil
pengujian, keempat sampel mengalami penyusutan berat dengan kisaran 9 – 60
%. Penyusutan terbesar terjadi pada apel. Pada viskositas, keempat sampel
mengalami penurunan viskositas pada suhu 90 °C dan menyebabkan larutan
menjadi kental. Pada nilai pH, sampel yang memiliki pH basa seperti susu dan
santan mengalami penurunan pH sedangkan sampel yang memiliki pH asam
cenderung mengalami kenaikan pH yaitu pada sampel jus apel dan sari wortel.
Pada parameter warna, keempat sampel mengalami perubahan warna
dengan diukur menggunakan penetrometer namun secara visual tidak terlihat
perubahan warnanya. Perbedaan warna dapat dihitung menggunakan delta-e
calculator. Berdasarkan kurva warna, keempat sampel tidak mengalami
perpindahan kuadran warna secara signifikan. Pada parameter penampakan,
secara kasat mata keempat sampel tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Uji kualitatif dengan metode uji alkohol, menghasilkan hasil yang negatif di awal
sebelum pasteurisasi karena tidak adanya gumpalan, namun setelah dilakukan
pasteurisasi gumpalan muncul. Hal tersebut dapat disebabkan terjadinya
kontaminasi stelah pasteurisasi atau cross contamination karena keadaan
lingkungan sekitar yang kurang higienis.
Kecukupan panas pasteurisasi dapat dihitung dengan membandingkan Fo
standar dengan Fo hitung. Jika Fo hitung > Fo standar maka kecukupan panas
yang diberikan mencukupi sedangkan jika Fo hitung < Fo standar kecukupan
panas yang diberikan kurang. Secara matematis, nilai Fo merupakan hasil
perkalian antara nilai Do pada suhu standar dengan jumlah siklus logaritmik (S)
yang diinginkan dalam proses.
DAFTAR PUSTAKA
Sukasih, Erni dkk. 2009. Optimasi Kecukupan Panas pada Pasteurisasi Santan dan
Pengaruhnya Terhadap Mutu Santan yang Dihasilkan. J.Pascapanen 6(1)
2009: 34-42. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.
Kusnandar, F dkk. 2013. Parameter Kecukupan Proses Termal. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Hidayat, Nur. 2007. Blansing, Pasteurisasi, dan Sterilisasi. Surakarta: Universitas
Negeri Surakarta.
Buckle, KA dkk. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta: UI-Press.
Kustanti I. 2012. Otomatisasi Proses Mixing Pada Susu Pasteurisasi.
,
dilihat 12 Maret 2016
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Abubakar, dkk. 2006. Pengaruh Suhu dan Waktu Pasteurisasi Terhadap Mutu
Susu Selama Penyimpanan. Bogor: Balai Penelitian Ternak
Dwitania, Deski Citra dkk. 2013. Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus
Veterinus 2(4) : 437 - 444 ISSN : 2301-7848
Hawa, La Choviya, dkk. 2011. Penerapan Pulsed Electric Field Pada Pasteurisasi
Sari Buah Apel Varietas Ana: Kajian Karakteristik Nilai Gizi, Sifat Fisik, Sifat
Kimiawi dan Mikrobia Total. Jurnal Agritech Vol. 31(4): 1-7
Ismanto, T. 2013. Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Refrigerator Terhadap
Berat Jenis dan Viskositas Susu Kambing Pasteurisasi. Jurnal Ilmiah
Peternakan Vol 1(1):69-78
Khurniyati, Maylina Ilhami dkk. 2015. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan
Kondisi Paseurisasi (Suhu dan Waktu) Terhadap Karakteristik Minuman Sari
Apel Berbagai Varietas : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.
3(2): 523-529
Sari, Elok Kurnia Novita dkk. 2012. Proses Pengawetan Sari Buah Apel (Mallus
Sylvestris Mill) Secara Non-Termal Berbasis Teknologi Oscillating Magneting
Field (OMF). Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 (2): 78-87
Sirajuddin, Saifuddin, dkk. 2009. Pengaruh Ekstrak Tempe Terhadap Mekanisme
dan Laju Perubahan Β-Karoten dalam Saus Cabe. Gizi Indon 2009, 32(1):3750
Surawan, Tri. 2016. Teori Kinetik Gas Penguapan. Depok: Universitas Gunadharma
Syamsir, Elvira. 2010. Penanganan Sari Buah Beku di Jasa Boga. Majalah
Kulinologi Indonesia, 02/Vol.II/2010. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Winarno, FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: M-Brio Press