TUGAS MAKALAH DISKUSI KELOMPOK ISU ISU K

TUGAS MAKALAH DISKUSI KELOMPOK
“ISU-ISU KESEHATAN’’

Disusun Oleh Kelompok II
Kelas 16 A
Noviani Cindy Paramma

(16 3145 453 024)

Murni Sri Astuti

(16 3145 453 021)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN
STIKes MEGA REZKY MAKASSAR
Tahun Ajaran 2017/2018
A. Pengertian Isu-Isu Kesehatan

Kesehatan menurut WHO adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental,
dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.
Menurut Undang-Undang kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,

jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelengarakan upaya kesehatan.
Isu dalam bahasa inggris yaitu issue artinya persoalan atau kejadian.
Jadi dapat disimpulkan bahwa isu-isu kesehatan adalah suatu peristiwa atau
kejadian yang menyangkut masalah kesehatan yang diperkirakan terjadi pada
masa yang akan datang.
Isu kesehatan ini, khususnya di Indonesia yang pertama adalah
persoalan kondisi gizi buruk di beberapa daerah. Kasus gizi buruk yang
banyak dialami oleh masyarakat kalangan miskin atau ekonomi lemah dan
kurang mampu. Ada juga beberapa isu kesehatan tentang gizi yang berlebihan
adalah kegemukan, penyebabnya adalah karena adanya perubahan gaya hidup
masyarakat yang banyak muncul di wilayah perkotaan. Beberapa isu penyakit
lain yang sudah sangat umum menjangkit masyarakat Indonesia adalah
anemia dan imunitas, penyakit pada gigi dan juga mulut, infeksi saluran
pernafasan, hipertensi, gangguan saluran pencernaan, gangguan penglihatan,
dan penyakit mata lainnya seperti katarak, penyakit kulit, sendi dan infeksi
nafas kronik. Beberapa penyakit kronis yang lain juga sudah banyak
menyerang masyarakat Indonesia seperti DBD Demam Berdarah Dengue,
HIV/AIDS, Chikungunya, Malaria, SARS, dan TBC dan lain lain.

Isu-isu kesehatan di Indonesia tersebut mulai muncul, disebabkan oleh
perilaku, lingkungan sekitar, dan pelayanan kesehatan yang kurang optimal.
Masalah yang menjadi penyebab isu pada pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya ketersediaan dan kualitas terkait
dengan fasilitas di tempat pelayanan kesehatan, kurangnya mutu dan kualitas
obat dan perbekalan kesehatan lainnya, tenaga kesehatan, pembiayaan, dan

manajemen kesehatan yang kurang. Sebenarnya Puskesmas sudah banyak
tersebar dan didirikan di beberapa daerah dan wilayah, namun pemerataan
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala untuk
beberapa daerah terpencil yang sulit dijangkau dengan kendala utamanya
adalah biaya dan transportasi. Untuk kalangan masyarakat tertentu pun, biaya
pengobatan di beberapa pelayanan kesehatan tidaklah murah. Tidak adanya
biaya bagi masyarakat untuk melakukan pengobatan juga menjadi salah satu
alasan mengapa isu kesehatan di Indonesia meningkat.
Dengan isu kesehatan di Indonesia tersebut, telah menunjukkan bahwa
kurangnya kepedulian dan usaha, bukan hanya dari pemerintah, namun juga
dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Alangkah baiknya sebagai salah satu
dari masyarakat Indonesia, jika kita ikut serta dalam menjaga dan
memperhatikan kesehatan tubuh, dimulai dari diri sendiri. Jika kesulitan

berobat terkait dengan keuangan, tak ada salahnya mulai dengan pencegahan,
yang bisa dimulai dengan meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan, dan
selalu mengonsumsi makanan yang bergizi secara seimbang.
Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda
(double burden) masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup
yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah bayi
dan BALITA tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular
yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang
meningkat dengan drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional
menjadi modern yang cenderung membawa resiko (Maskoeri, Jasin.1994).

Masalah Kesehatan di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan
penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari
semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan
protein pada bayi dan anak-anak, terutama di daerah endemic, kekurangan
vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak usia

sekolah, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan
imunisasi. Permasalahan tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh
karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya
manusia Indonesia di masa yang akan datang. Perubahan masalah kesehatan
ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan berupa transisi
demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi
kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda (double burden)
masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup
yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah bayi
dan BALITA tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular
yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang
meningkat dengan drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional
menjadi modern yang cenderung membawa resiko. Masalah kesehatan
tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan
kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan terganggu fisik, mental
dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah

kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau sakit. Di
negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15%
sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%.
Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada

mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan
sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan
prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya
diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya
promosi kesehatan. Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka
diperlukan suatu perubahan paradigma dan konsep pembangunan
kesehatan (Elmi, Bachrul. 2002)
Untuk memahami masalah kesehatan yang sering ditemukan di
Indonesia perlu dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain masalah
perilaku kesehatan, lingkungan, genetik dan pelayanan kesehatan yang akan
menimbulkan berbagai masalah lanjutan seperti masalah kesehatan ibu dan
anak, masalah gizi dan penyakit-penyakit baik menular maupun tidak
menular. Masalah kesehatan tersebut dapat terjadi pada masyarakat secara
umum atau komunitas tertentu seperti kelompok rawan (bayi, balita dan ibu),
kelompok lanjut usia dan kelompok pekerja.

1. Masalah Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan bila mengacu pada penelitian Hendrik L. Blum
di Amerika Serikat memiliki urutan kedua faktor yang mempengaruhi
status kesehatan masyarakat setelah faktor lingkungan. Di Indonesia
diduga faktor perilaku justru menjadi faktor utama masalah kesehatn
sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan dan faktor
kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan yang
mempengaruhi

pengetahuan

masyarakat

untuk

berperilaku

sehat.

Terbentuknya perilaku diawali respon terhadap stimulus pada domain

kognitif berupa pengetahuan terhadap obyek tersebut, selanjutnya
menimbulkan respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap obyek tersebut.
Respon tindakan (perilaku) dapat timbul setelah respon pengetahuan dan
sikap yang searah (sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua respon di

atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak bertahan lama karena terbentuk
tanda pemahaman manfaat berperilaku tertentu.
Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali pengetahuan
membutuhkan sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan pesan
kesehatan kepada sasaran sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu
masalah meningkat dengan harapan sasaran dapat berperilaku sehat.
Sikap setuju terhadap suatu perilaku sehat dapat terbentuk bila
pengetahuan yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti manfaat karena
perilaku seseorang dilandasi motif. Bila seseorang dapat menemukan manfaat
dari berperilaku sehat yang diharapkan oleh petugas kesehatan maka
terbentuklah sikap yang mendukung.
Perilaku sendiri menurut Lawrence Green dilatarbelakangi 3 faktor
pokok yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung
(enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing factors). Oleh sebab

tersebut maka perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan perlu
melakukan intervensi terhadap ketiga faktor tersebut di atas sehingga
masyarakat memiliki perilaku yang sesuai nilai-nilai kesehatan (Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat).
a. Masalah Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terbentuknya derajat
kesehatan masyarakat yang optimum pula. Masalah kesehatan lingkungan
meliputi penyehatan lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih,
pengelolaan limbah dan sampah serta pengelolaan tempat-tempat umum
dan pengolahan makanan.
b. Penyehatan lingkungan pemukiman

Lingkungan pemukiman secara khusus adalah rumah merupakan
salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan
penduduk yang tidak diikuti pertambahan luas tanah cenderung
menimbulkan masalah kepadatan populasi dan lingkungan tempat tinggal
yang menyebabkan berbagai penyakit serta masalah kesehatan. Rumah
sehat sebagai prasyarat berperilaku sehat memiliki kriteria yang sulit dapat
dipenuhi akibat kepadatan populasi yang tidak diimbangi ketersediaan

lahan perumahan. Kriteria tersebut antara lain luas bangunan rumah
minimal 2,5 m2 per penghuni, fasilitas air bersih yang cukup, pembuangan
tinja, pembuangan sampah dan limbah, fasilitas dapur dan

ruang

berkumpul keluarga serta gudang dan kandang ternak untuk rumah
pedesaan. Tidak terpenuhi syarat rumah sehat dapat menimbulkan masalah
kesehatan atau penyakit baik fisik, mental maupun sosial yang
mempengaruhi produktivitas keluarga dan pada akhirnya mengarah pada
kemiskinan dan masalah sosial.
c. Penyediaan air bersih
Kebutuhan air bersih terutama meliputi air minum, mandi,
memasak dan mencuci. Air minum yang dikonsumsi harus memenuhi
syarat minimal sebagai air yang dikonsumsi. Syarat air minum yang sehat
antara lain syarat fisik, syarat bakteriologis dan syarat kimia. Air minum
sehat memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
suhu di bawah suhu udara sekitar (syarat fisik), bebas dari bakteri patogen
(syarat bakteriologis) dan mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang
dipersyaratkan (syarat kimia). Di Indonesia sumber-sumber air minum

dapat dari air hujan, air sungai, air danau, mata air, air sumur dangkal dan
air sumur dalam. Sumber-sumber air tersebut memiliki karakteristik
masing-masing yang membutuhkan pengolahan sederhana sampai modern
agar layak diminum. Tidak terpenuhi kebutuhan air bersih dapat
menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit seperti infeksi kulit, infeksi
usus, penyakit gigi dan mulut dan lain-lain.

d. Pengelolaan limbah dan sampah
Limbah merupakan hasil buangan baik manusia (kotoran), rumah
tangga, industri atau tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan
bahan atau benda padat yang dibuang karena sudah tidak digunakan dalam
kegiatan manusia. Pengelolaan limbah dan sampah yang tidak tepat akan
menimbulkan polusi terhadap kesehatan lingkungan.
Pengolahan kotoran manusia membutuhkan tempat yang memenuhi
syarat agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap air dan tanah serta
menimbulkan polusi bau dan mengganggu estetika. Tempat pembuangan
dan pengolahan limbah kotoran manusia berupa jamban dan septic tank
harus memenuhi syarat kesehatan karena beberapa penyakit disebarkan
melalui perantaraan kotoran.
Pengelolaan sampah meliputi sampah organik, anorganik serta

bahan berbahaya, memiliki 2 tahap pengelolaan yaitu pengumpulan dan
pengangkutan sampah serta pemusnahan dan pengolahan sampah.
Pengelolaan limbah ditujukan untuk menghindarkan pencemaran
air dan tanah sehingga pengolahan limbah harus menghasilkan limbah
yang tidah berbahaya. Syarat pengolahan limbah cair meliputi syarat fisik,
bakteriologis dan kimia. Pengolahan air limbah dilakukan secara
sederhana dan modern. Secara sederhana pengolahan air limbah dapat
dilakukan dengan pengenceran (dilusi), kolam oksidasi dan irigasi,
sedangkan secara modern menggunakan Sarana atau Instalasi Pengolahan
Air Limbah (SPAL/IPAL).
1) Pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan
Pengelolaan tempat-tempat umum meliputi tempat ibadah,
sekolah, pasar dan lain-lain sedangkan pengolahan makanan meliputi
tempat pengolahan makanan (pabrik atau industri makanan) dan

tempat penjualan makanan (toko, warung makan, kantin, restoran,
cafe, dll). Kegiatan berupa pemeriksaan syarat bangunan, ketersediaan
air bersih serta pengolahan limbah dan sampah.
2. Masalah Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu akan menghasilkan derajat
kesehatan optimal. Tercapainya pelayanan kesehatan yang sesuai standar
membutuhkan syarat ketersediaan sumber daya dan prosedur pelayanan.
Ketersediaan sumber daya yang akan menunjang perilaku sehat
masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan baik negeri atau swasta
membutuhkan prasyarat sumber daya manusia (petugas kesehatan yang
profesional), sumber daya sarana dan prasarana (bangunan dan sarana
pendukung) seta sumber daya dana (pembiayaan kesehatan).
3. Petugas kesehatan yang profesional
Pelaksana pelayanan kesehatan meliputi tenaga medis, paramedis
keperawatan, paramedis non keperawatan dan non medis (administrasi).
Profesionalitas tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan
ditunjukkan dengan kompetensi dan taat prosedur.
Saat ini masyarakat banyak menerima pelayanan kesehatan di
bawah standar akibat kedua syarat di atas tidak dipenuhi. Keterbatasan
ketenagaan di Indonesia yang terjadi karena kurangnya tenaga sesuai
kompetensi atau tidak terdistribusi secara merata melahirkan petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan tidak sesuai kompetensinya.
Kurangnya pengetahuan dan motif ekonomi sering menjadikan standar
pelayanan belum dikerjakan secara maksimal. Masyarakat cenderung
menerima kondisi tersebut karena ketidaktahuan dan keterpaksaan.
Walaupun pemerintah telah banyak melakukan perbaikan mutu pelayanan
kesehatan di Indonesia baik melalui peraturan standar kompetensi tenaga

kesehatan maupun program peningkatan kompetensi dan pemerataan
distribusi tenaga kesehatan tetapi belum seluruh petugas kesehatan
mendukung. Hal tersebut terkait perilaku sehat petugas kesehatan yang
masih banyak menyimpang dari tujuan awal keberadaannya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kuratif masih memimpin
sedangkan aspek preventif dan promotif dalam pelayanan kesehatan belum
dominan. Perilaku sehat masyarakat pun mengikuti saat paradigma sehat
dikalahkan oleh perilaku sakit, yaitu memanfaatkan pelayanan kesehatan
hanya pada saat sakit.
a. Sarana bangunan dan pendukung
Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung pelayanan
kesehatan saat ini diatasi dengan konsep Desa Siaga yaitu konsep
memandirikan masyarakat untuk sehat. Sayangnya kondisi tersebut
tidak didukung sepenuhnya oleh masyarakat karena lebih dominannya
perilaku sakit. Pemerintah sendiri selain dana APBN dan APBD,
melalui program Bantuan Operasional Kegiatan (BOK) Puskesmas dan
program pengembangan sarana pelayanan kesehatan rujukan telah
banyak meningkatkan mutu sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
di Indonesia.
b. Pembiayaan kesehatan
Faktor pembiayaan seringkali menjadi penghambat masyarakat
mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor yang
merupakan faktor pendukung (enabling factors) masyarakat untuk
berperilaku sehat telah dilakukan di Indonesia melalui asuransi
kesehatan maupun dana pendamping. Sebut saja asuransi kesehatan
untuk pegawai negeri sipil (PT. Askes), polisi dan tentara (PT. Asabri),
pekerja sektor industri (PT. Jamsostek), masyarakat miskin (Jamkesmas
Program Keluarga Harapan), masyarakat tidak mampu (Jamkesda)
bahkan masyarakat umum (Jampersal dan asuransi perorangan). Namun

tetap saja masalah pembiayaan kesehatan menjadi kendala dalam
mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu terkait kesadaran
masyarakat berperilaku sehat. Perilaku sakit masih dominan sehingga
upaya kuratif yang membutuhkan biaya besar cenderung menyebabkan
dana tidak tercukupi atau habis di tengah jalan. Karena itu diperlukan
perubahan paradigma masyarakat menjadi Paradigma Sehat melalui
Pendidikan Kesehatan oleh petugas kesehatan secara terus menerus.
c. Masalah Genetik
Beberapa masalah kesehatan dan penyakit yang disebabkan oleh
faktor genetik tidak hanya penyakit keturunan seperti hemophilia,
Diabetes Mellitus, infertilitas dan lain-lain tetapi juga masalah sosial
seperti keretakan rumah tangga sampai perceraian, kemiskinan dan
kejahatan. Masalah kesehatan dan penyakit yang timbul akibat faktor
genetik lebih banyak disebabkan kurang paham terhadap penyebab
genetik, disamping sikap penolakan karena faktor kepercayaan. Agar
masyarakat dapat berperilaku genetik yang sehat diperlukan intervensi
pendidikan kesehatan disertai upaya pendekatan kepada pengambil
keputusan (tokoh agama, tokoh masyarakat dan penguasa wilayah).
Intervensi berupa pendidikan kesehatan melalui konseling genetik,
penyuluhan usia reproduksi, persiapan pranikah dan pentingnya
pemeriksaan genetik dapat mengurangi resiko munculnya penyakit atau
masalah kesehatan pada keturunannya.
B. Beberapa

permasalahan

dan

tantangan

yang

dihadapi

dalam

pembangunan kesehatan antara lain :
1. Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional
kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas
status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar
perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi.

2. Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.
3. Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh
masyarakat adalah penyakit infeksi menular dan pada waktu yang
bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia
menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)
4. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih
rendah.
5. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.
6. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
7. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
8. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi
kesehatan lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan
masyarakat. Kesehatan lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor
belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.
9. Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber
daya manusia, standarisasi, penilaian hasil penelitian produk, pengawasan
obat tradisional, kosmetik, produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan
sistem informasi (Utami, Sri Tjahyani Budi, 2003).
C. Faktor Penyebab terjadinya Masalah Kesehatan
Jika kita berbicara masalah kesehatan maka masalah kesehatan itu
bukan saja berbicara soal teori dalam suatu lingkungan masyarakat itu
sendiri, karena terkadang masyarakat mengalami beberapa masalah tentang
penyakit, gizi makanan, kesehatan lingkungan, Namun masalah itu juga
berbicara bagaimana aplikasi atau penerapan dari teori tersebut untuk
menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat sehingga berguna untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan
“Health is not everything but without health everything is
nothing” artinya “Kesehatan bukanlah segalanya tetapi tanpa kesehatan
segalanya bukan apa-apa”.
Menurut Hendrik L. Blumm, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat, yaitu: faktor perilaku, lingkungan, keturunan
dan pelayanan kesehatan.
1. Faktor Genetik
Faktor ini paling kecil pengaruhnya terhadap kesehatan perorangan
atau masyarakat dibandingkan dengan faktor yang lain. Pengaruhnya pada
status kesehatan perorangan terjadi secara evolutif dan paling sukar di
deteksi. Untuk itu perlu dilakukan konseling genetik. Untuk kepentingan
kesehatan masyarakat atau keluarga, faktor genetik perlu mendapat
perhatian dibidang pencegahan penyakit.
Misalnya seorang anak yang lahir dari orang tua penderita diabetas
melitus akan mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan anak yang lahir
dari orang tua bukan penderita DM. Untuk upaya pencegahan, anak yang
lahir dari penderita DM harus diberi tahu dan selalu mewaspadai faktor
genetik yang diwariskan orang tuanya .Olehkarenanya, ia harus mengatur
diet nya, teratur berolahraga dan upaya pencegahan lainnya sehingga tidak
ada peluang faktor genetiknya berkembang menjadi faktor resiko
terjadinya DM pada dirinya. Jadi dapat di umpamakan, genetik adalah
peluru

(bullet)

tubuh

manusia

adalah

pistol

(senjata),

dan

lingkungan/prilakun manusia adalah pelatuknya (trigger).
Semakin besar penduduk yang memiliki resiko penyakit bawaan
akan semakin sulit upaya meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu
perlu adanya konseling perkawinan yang baik untuk menghindari penyakit
bawaan yang sebenarnya dapat dicegah munculnya. Akhir-akhir ini

teknologi kesehatan dan kedokteran semakin maju. Teknologi dan
kemampuan tenaga ahli harus diarahkan untuk meningkatkan upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
2. Faktor Pelayanan Kesehatan
Ketersediaan pelayanan kesehatan, dan pelayanan kesehatan yang
berkualitas akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan yang diimbangi dengan
kelengkapan sarana/prasarana, dan dana akan menjamin kualitas pelayanan
kesehatan. Pelayanan seperti ini akan mampu mengurangi atau mengatasi
masalah kesehatan yang berkembang di suatu wilayah atau kelompok
masyarakat. Misalnya, jadwal imunisasi yang teratur dan penyediaan
vaksin yang cukup sesuai dengan kebutuhan, serta informasi tentang
pelayanan

imunisasi

yang

memadai

kepada

masyarakat

akan

meningkatkan cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi yang tinggi akan
menekan angka kesakitan akibat penyakit yang bisa dicegah dengan
imunisasi.
Saat ini pemerintah telah berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat
terkait dengan upaya pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan membangun Puskesmas,
Pustu, Bidan Desa, Pos Obat Desa, dan jejaring lainnya. Pelayanan rujukan
juga ditingkatkan dengan munculnya rumah sakit-rumah sakit baru di
setiap Kab/Kota.
3. Faktor Perilaku Masyarakat
Perilaku adalah suatu aktifitas manusia baik yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak. Perilaku adalah hasil dari segala macam
pengalaman dan interaksi manusia dan lingkungan (Pusat PKM depkes RI,
1992)
Faktor

ini terutama di negara berkembang paling besar

pengaruhnya terhadap munculnya gangguan kesehatan atau masalah

kesehatan di masyarakat .Tersedianya jasa pelayanan kesehatan (health
service) tanpa disertai perubahan tingkah laku (peran serta) masyarakat
akan mengakibatkan masalah kesehatan tetap potensial berkembang di
masyarakat. Misalnya, Penyediaan fasilitas dan imunisasi tidak akan
banyak manfaatnya apabila ibu-ibu tidak datang ke pos-pos imunisasi.
Perilaku ibu-ibu yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
sudah tersedia adalah akibat kurangnya pengetahuan ibu-ibu tentang
manfaat imunisasi dan efek sampingnya. Pengetahuan ibu-ibu akan
meningkat karena adanya penyuluhan kesehatan tentang imunisasi yang di
berikan oleh petugas kesehatan.
Perilaku individu atau kelompok masyarakat yang kurang sehat
juga akan berpengaruh pada faktor lingkungan yang memudahkan
timbulnya suatu penyakit. Perilaku yang sehat akan menunjang
meningkatnya derajat kesehatan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup. Kebiasaan pola makan yang
sehat dapat menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya
penyakit jantung, darah tinggi, stroke, kegemukan, diabetes mellitus dan
lain-lain. Perilaku/kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga dapat
menghindarkan kita dari penyakit saluran cerna seperti diare dan lainnya.
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon
seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek, dan respon ini terbagi 2,
yaitu :
a. Respon bentuk pasif
Bentuk pasif adalah respon internal, yakni yang terjadi dalam
diri manusia dan tidak secara langsung dapat diamati oleh orang lain.
Respon bentuk pasif ini antara lain adalah berfikir, tanggapan atau sikap
batin, dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu
hádala bermanfaat untuk mencegah statu penyakit tertentu, tetapi inu
tersebut tidak pernah membawa anaknya ke posyandu atau ke

puskesmas untuk di imunisasi. Perilaku seperti ini masih terselubung
(covert behaviour).
b. Respon bentuk aktif
Respon bentuk aktiv artinya bahwa perilaku itu dapat secara
langsung dilihat atau diamati. Misalnya si ibu yang sudah tahu manfaat
dari imunisasi terhadap kesehatan anaknya, akan membawa anaknya ke
posyandu atau puskesmas untuk di imunisasi. Perilaku ini sudah nyata
(overt behaviour). Perilaku kesehatan tidak lain merupakan suatu reaksi
dari seseorang terhadap rangsangan (stimulus) yang berhubungan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Reaksi ini dapat berbentuk pasif dan dapat pula aktif.
Menurut Lawrence Green, kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor
diluar perilaku (non perilaku). Faktor perilaku ditentukan oleh 3
kelompok, yaitu :
a. faktor presdiposisi
adalah

setiap

karakterisitik

pasien,

konsumen

atau

masyarakat yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan
kesehatan. Mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan,
tradisi, norma sosial dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu
dan masyarakat.
b. faktor pendukung
faktor pendukung adalah setiap karakteristik lingkungan yang
memudahkan perilaku kesehatan dan setiap leterampilan atau sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan perilaku tersebut.
c. faktor pendorong

Faktor pendorong adalah setiap ganjaran yang mengikuti atau
diperkirakan sebagai akibat suatu perilaku kesehatan. Menurut
Herbert C.Kelman perubahan perilaku seseorang dapat disebabkan
karena: karena terpaksa, karena ingin meniru,dan karena menyadari
manfaatnya.
4. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang mendukung gaya hidup bersih juga
berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan. Dalam kehidupan
di sekitar kita dapat kita rasakan, daerah yang kumuh dan tidak
dirawat biasanya banyak penduduknya yang mengidap penyakit
seperti: gatal-gatal, infeksi saluran pernafasan, dan infeksi saluran
pencernaan. Penyakit demam berdarah juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Lingkungan yang tidak bersih, banyaknya tempat
penampungan air yang tidak pernah dibersihkan memyebabkan
perkembangan nyamuk aedes aegypti penyebab demam berdarah
meningkat (Maskoeri, Jasin.1994).
Hal ini menyebabkan penduduk si sekitar memiliki resiko tergigit
nyamuk dan tertular demam berdarah. Untuk menganalisis program kesehatan
dilapangan, paradigma H.L.Blum dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi
dan mengelompokkan masalah sesuai dengan faktor-faktor yang berpengaruh
pada status kesehatan masyarakat.
Analisis ke 4 faktor tersebut perlu dilakukan secara cermat sehingga
masalah kesmas dan masalah program dapat di rumuskan dengan jelas.
Analisis ke 4 faktor ini adalah bagian dari analisis situasi (bagian dari fungsi
perencnaan)untuk pengembangan program kesehatan di suatu wilayah tertentu.
Yang termasuk kedalam lingkungan ini adalah :
1. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik dapat berupa keadaan tanah (pegunungan, rawa,
subur atau tidak subur), keadaan air (bersih, kotor, mudah atau sulit

didapat), keadaan cuaca (seperti panas, dingin, lembab, atau kering), dan
lain sebagainya
2. Lingkungan biologis
Adanya hewan atau makhluk hidup lainnya yang berguna serta yang
merugikan manusia. Yang berguna misalnya ternak, dan yang merugikan
misalnya bakteri, virus, cacing parasit, dan lain-lain. Adanya tumbuhtumbuhan yang berguna bagi manusia berupa bahan pangan, sedangkan
yang merugikan dapat berbentuk jamur penyebab penyakit, dan lain-lain.
3. Lingkungan sosial budaya
Lingkungan sosial budaya dapat berupa :
a. Tingkat pendidikan
b. Adat istiadat dan kepercayaan seperti tahayul, dan pantangan-pantangan
yang tidak sesuai dengan kesehatan.
c. Adanya lembaga-lembaga masyarakat yang dapat menjadi wadah
kerjasama.
d. Upacara-upacara.
4. Lingkungan ekonomi
Yang termasuk dalam lingkungan ekonomi antara lain adalah :
a. Struktur ekonomi
b. Status ekonomi
Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi masalah kesehatan yang
terjadi di Indonesia diantaranya adalah pengaruh urbanisasi penduduk,
kondisi tempat pembuangan limbah, faktor tingkat pendidikan, faktor

lingkungan, faktor oleh petugas kesehatan, faktor pelayanan kesehatan, dan
budaya. Urbanisasi salah satu yang sangat sangat mempengaruhi kesehatan
masyarakat Indonesia. Pengertian urbanisasi adalah perpindahan penduduk
dalam jumlah besar dari desa ke kota. Faktor ini mengakibatkan banyak
masalah baru di ibu kota terutama dalam hal kesehatan masyarakat kota.
Masalah ini akibat ketidak adaan skill atau keahlian khusus dari warga yang
pindah ke kota sehingga menimbulkan penganggur atau pengemis dan
masalah lainnya. penduduk yang pindah itu terkadang pindah tampa
memiliki tempat tinggal tetap sehingg menciptakan lingkungan kumuh dll.
1. Kondisi tempat pembuangan limbah dapat menjadi masalah untuk
kesehatan di lingkungan tempat pembuangan sampah. Masalah lingkungan
itu timbul dari limbah rumah tangga, yang dapat mengakibatkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Masalah besar yang ditimbulkan oleh limbah
rumah tangga tersebut adalah pencemaran air, tanah, udara serta air sungai
yang menjadikan tempat
2. Berkembangbiaknya penyakit agens dan vektor penyakit menular.
3. Pendidikan juga menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pendidikan
sangat

mempengaruhi

prilaku

masyarakat,

kurangnya

pendidik

mengakibatkan kurang nya kesadaran untuk menghargai kesehatan.
4. Faktor lingkungan adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kesehatan, lingkunganlah yang membuat kita berinteraksi. Jadi situasi
lingkungan yang jelek sangat berpengaruh terhadap status kesehatan.
5. Lingkungan pemukiman khususnya rumah tempat tinggal merupakan
salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia.
6. Tersedianya sarana air bersih juga memberi dampak bagi kesehatan.
Kebutuhan air tidak terlepas dari kehidupan masyarakat. Tidak
terpenuhinya kebutuhan air bersih dapat menimbulkan masalah kesehatan
seperti infeksi kulit, infekasi usus, dll.

7. Masalah kesehatan yang menyangkut petugas kesehatan biasanya terletak
pada masyarakat yang sulit untuk menerima pelayanan kesehatan secara
maksimal. Hal ini terjadi karena petugas yang profesional masih terbilang
kurang karena petugas profesional masih terkonsentrasi di kota, padahal
di daerah pedesaan lebih membutuhkan pelayanan dan ketenagaan
kesehatan.
8. Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan,nilai dan kebiasaan
individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan, dan cara pelaksanaan
kesehatan pribadi.
E. Bentuk Akibat/Dampak dari Adanya masalah Kesehatan di Indonesia
Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menjadi sorotan ialah
gizi masyarakat, karena masih banyak masyarakat Indonesia yang dalam
pemenuhan gizinya belum mendekati normal, artinya angka kecukupan gizi
di masyarakat Indonesia sangat rendah terutama di daerah pedesaan yang
ekonomi masyarakatnya menengah ke bawah. Banyak masyarakat yang
masih mengkonsumsi makanan satu macam sehingga nutrisisnya tidak
optimum. Hal tersebut dapat menyebabkan busung lapar, gizi buruk, dan
kurang gizi. Pentingnya kesehatan masyarakat haruis benar- benar mendapat
perhatian, karena masyarakat bisa menjadi cerminan suatu Negara.
Bagaimanapun suatu Negara bisa terus berkembang karena ada masyarakat
yang menyumbangkan SDM nya. Sumber daya manusia yang baik tentu
berasal dari masyarakat yang sehat.
Secara umum masalah kurang gizi disebabkan oleh banyak faktor.
Penyebab langsungnya ialah makanan dan penyakit. Timbulnya kurang gizi
tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tapi juga penyakit.
Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering sakit, pada akhirnya dapat
menderita kurang gizi. Dan demikian pula pada anak yang tidak memperoleh
cukup makan, maka daya tahan tubuhnya kan melemah dan akan muda

terserang penyakit. Masalah gizi utama di Indonesia adalah Kurang Energi
Protein (KEP), obesitas, anemia, defisiensi vitamin A, dan gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY).
1. Kurang Energi Protein (KEP)
KEP merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang
disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang
berbeda-beda. KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari,
gangguan sistem pencernaan, serta pengetahuan yang kurang tentang gizi.
2. Obesitas
Obesitas merupakan penyakit gizi yang disebabkan kelebihan
kalori dan ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan
diseluruh tubuh. Obesitas disebabkan perilaku makan yang berhubungan
dengan faktor keluarga dan lingkungan, jarang berolahraga, gangguan
hormon, serta faktor genetik.
3. Anemia
Anemia ialah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam darah berada di bawah normal. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut
oksigen dari paru- paru, dan mengantarkannya ke seluruh tubuh. Gejala
anemia adalah pucat, lemah, lesu, sering berdebar, sakit kepala.
4. Defisiensi Vitamin A
Vitamin A merupakan nutrient esensial yang hanya dapat dipenuhi
dari luar tubuh, jika asupannya berlebih akan menyebabkan keracunan.
Penyebabnya asupan makanan yang mengandung vitamin A rendah.

5. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
Gaky ialah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang
kekurangan unsur yodium secara terus menerus dalam waktu yang cukup
lama. Yodium ialah sejenis mineral yang terdapat dialam dan merupakan
zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan.defisiensi yang
berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara
perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok.

Gizi salah

berpengaruh negatif terhadap perkembanagn mental, fisik, produktivitas,
dan kesanggupan kerja manusia. Gizi salah yang diderita pada masa
periode anak-anak dapat menghambat kecerdasan anak. Anak yang
menderita gizi salah mengalami kelelahan mental serta fisik, dan dengan
demikian mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi di dalam kelas, dan
sering kali ia tersisihkan dari kehidupan sekitarnya (Elmi, Bachrul. 2002).
F. Upaya Mengatasi Masalah Kesehatan di Indonesia
1. Peningkatan Gizi
Hal ini dapat dilakukan dengan memberi makanan tambahan yang bergizi
terutama bagi anak-anak dapat dioptimalkan melalui pemberdayaan
posyandu dan kegiatan PKK.
2. Penambahan Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan harus mampu menampung dan menjangkau masyarakat
didaerah-daerah tertinggal. Penambahan fasilitas kesehatan ini meliputi
rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, polindes (pondok bersalin
desa), posyandu. Penambahan fasilitas ini dimaksudkan untuk memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, seperti imunisasi, KB, pengobatan ,
dan lain-lain
3. Pelaksanaan Imunisasi

Berdasarkan prinsip pencegahan lebih baik dari pengobatan, program
imunisasi bertujuan melindungi tiap anak dari penyakit umum. Hal
tersebut dapat dilaksanakan melalui PIN (Pekan Imunisasi Nasional).
4. Penyediaan Pelayanan Kesehatan Gratis
Pemerintah menyediakan pelayanan gratis bagi penduduk miskin dalam
bentuk Askeskin ( Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin ) dan Kartu
sehat yang dapat digunakan untuk memperoleh layanan kesehatan secara
murah,
5. Pengadaan Obat Generik
Pemerintah harusmengembangkan pengadaan obat murah yang dapat
dijangkau oleh masyarakat bawah. penyediaan obat murah ini dapat
beruba obat generik.
6. Penambahan jumlah tenaga medis
Agar pelayanan kesehatan dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat dan
mencakup seluruh wilayah indonesia diperlukan penambahan jumlah
tenaga medis, seperti dokter, bidan, perawat.
7. Melakukan penyuluhan tentang arti pentingnya kebersihan dan pola hidup
sehat.
Penyuluhan semacam ini juga bisa melibatkan lembaga-lembaga lain
diluar lembaga kesehatan, seperti sekolah, organiassi kemasyarakata,
tokoh-tokoh masyarakat (Utami, Sri Tjahyani Budi, 2003).
Strategi Paradigma Kesehatan Paradigma berkembang sebagai hasil
sintesa dalam kesadaran manusia terhadap informasi-informasi yang diperoleh
baik dari pengalaman ataupun dari penelitian. Dalam perkembangan
kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka memasuki era reformasi untuk
Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikir dan konsep dasar strategis

pembangunan kesehatan dalam bentuk paradigma sehat. Sebelumnya
pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan
menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani
masalah kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali
prioritas dan penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan
penduduk

yang

akan

menjadi

pelaku

utama

dan

mempertahankan

kesinambungan pembangunan. Indonesia menjadi sumber daya manusia sehatproduktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita
lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam strategi dan pendekatan.
Pembangunan penduduk yang sehat tidak bisa dilakukan melalui pengobatan
yang sedikit saja. Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu
dilakukan adalah paradigma atau konsep yang semula menekankan pada
penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan meringankan beban penyakit
diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar masyarakat
yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi dalam pembangunan.
Dalam upaya kesehatan program yang diperlukan adalah program
kesehatan yang lebih “efektif” yaitu program kesehatan yang mempunyai
model-model pembinaan kesehatan (Health Development Model) sebagai
paradigma pembangunan kesehatan yang diharapkan mampu menjawab
tantangan sekaligus memenuhi program upaya kesehatan. Model ini
menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk
20-25 tahun mendatang.
2. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.
3. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotifpreventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif.
4. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.

5. Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi
kesehatannya secara penuh (peningkatan vitalitas) penduduk yang tidak
sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.
6. Pencegahan penyakit melalui imunisasi : bumil (ibu hamil), bayi, anak,
dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran.
7. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta
perlindungan masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui
perubahan perilaku)
8. Penggerakan peran serta masyarakat.
9. Penciptaan lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan
bekerja secara sehat.
10. Pendekatan multi sektor dan inter disipliner.
11. Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada
kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).
12. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.
G. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kesehatan di Indonesia,
diantaranya:
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
2. Peningkatan jumlah dan kualitas Puskesmas.
3. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan
4. Peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini
5. Pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin.

Tenaga Kesehatan Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan
dalam upaya kesehatan yang menekankan penyembuhan penyakit adalah
sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan pembinaan bangsa yang
sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan
dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak individual.
Tenaga

kesehatan

harus

mampu

mengajak,

memotivasi

dan

memberdayakan masyarakat, mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral,
mampu mengelola system pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif,
mampu menjadi pemimpin, pelopor, pembinaan dan teladan hidup sehat.
Pemberdayaan Masyarakat Dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat
yang sangat penting adalah bagaimana mengajak dan menggairahkan
masyarakat untuk dapat tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka
sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka.
Kesehatan dan Komitmen Politik Masalah kesehatan pada dasarnya
adalah masalah politik oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan
diperlukan komitmen politik. Dewasa ini masih terasa adanya anggapan
bahwa unsur kesehatan penduduk tidak banyak berperan terhadap
pembangunan sosial ekonomi. Para penentu kebijakan banyak beranggapan
sektor kesehatan lebih merupakan sektor konsumtif ketimbang sektor
produktif sebagai penyedia sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga
apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap
sektor ini tidak akan meningkat.
Pengorganisasian upaya kesehatan yang ada, fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada merupakan wahana dan sarana pendukung dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya
penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung terselenggaranya paradigma
sehat yang berorientasi pada upaya promotif-preventif proaktif, community
centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka semua
wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang perlu dilakukan penyesuaian

atau bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat
penyuluhan kesehatan.
Indikator Kesehatan untuk mengukur

status kesehatan penduduk

yang tepat digunakan adalah indikator positif, bukan hanya indikator negatif
(sakit, mati) yang dewasa ini masih dipakai. WHO menyarankan agar sebagai
indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai
berikut :
1. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang
2. Mengukur kemampuan fisik
3. Penilaian atas kesehatan sendiri
4. Indeks massa tubuh 6.
Tantangan bagi pemerintahan yang akan datang ialah bagaimana
untuk dapat terus meningkatkan keadaan kesehatan sambil merestrukturisasi
dan mereformasi sistem kesehatan di era desentralisasi ini. Tugas yang paling
penting ialah memberikan perhatian lebih kepada kondisi kesehatan utama,
meningkatkan kelayakan kondisi kesehatan serta pemanfaatan sistem
kesehatan, melibatkan peran swasta, mengevaluasi ulang mekanisme
pendanaan kesehatan dan melaksanakan desentralisasi, termasuk juga
menyangkut isu tenaga kesehatan.
1. Memfokuskan pada peningkatan kondisi kesehatan utama dan pengelolaan
sistem kesehatan yang menyeluruh.
Meskipun Indonesia sedang mengalami transisi epedemiologi,
pendanaan

pelayanan

kesehatan

yang

diberikan

melalui

anggaran

pemerintah harus tetap difokuskan pada sejumlah penyakit penting, yaitu
pada pola penyakit infeksi yang masih mendominasi. Merubah fokus
kebijakan kesehatan kepada sejumlah penyakit infeksi terpenting sambil
mengontrol munculnya penyakit menular baru (NCD) merupakan tantangan
terbesar dalam sistem kesehatan yang baru.

2. Memusatkan penggunaan dana publik pada penyediaan kesehatan publik
dan tingkatkan kelayakan kondisi kesehatan prioritas.
Pembiayaan kesehatan oleh pemerintah di Indonesia lebih rendah
dibandingkan

dengan

kebanyakan

negara

tetangga.

Karena

itu

memprioritaskan anggaran pemerintah yang terbatas ini untuk penyediaan
kesehatan publik (seperti imunisasi dan perawatan/untuk mengontrol
penyakit menular) menjadi sangat penting untuk untuk menjamin kontrol
serta pengelolaan sektor kesehatan secara menyeluruh. Hal tersebut juga
penting untuk mendorong serta menjamin kualitas pelayanan kesehatan dan
untuk menyediakan sejumlah pelayanan kesehatan dimana pasar tidak
mampu menyediakannya (seperti pendidikan dan informasi mengenai
kesehatan). Sementara itu penyediaan fasilitas kesehatan merupakan
prioritas kedua, kecuali di wilayah dimana terdapat kegagalan mekanisme
pasar, misalnya sektor swasta tidak mampu atau tidak ingin menyediakan
sejumlah pelayanan kesehatan. Meski demikian pemerintah dapat
melibatkan sektor swasta untuk turut menyediakan sejumlah pelayanan
spesifik, sepanjang mereka dapat menyediakannya secara lebih efisien.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah daerah,
sementara pemerintah pusat dapat melakukan tiga hal penting untuk
mendorong distribusi dana yang lebih pro-orang miskin yaitu dengan: (i)
membuat distribusi DAU lebih adil dengan memperkuat mekanisme alokasi
yang berbasis formula, yang memasukkan unsur indeks pembangunan
manusia, sesuai dengan revisi terbaru UU 25/1999; (ii) memperbesar DAK
untuk kesehatan, fokuskan untuk penyediaan pelayanan kesehatan dasar,
terutama untuk kabupaten yang miskin; (iii) memberdayakan kaum miskin
melalui penyediaan pembiayaan kesehatan pihak ketiga, pemberian
informasi kesehatan serta memberikan mereka kontrol yang lebih besar
terhadap sejumlah penyedia jasa kesehatan.
3. Memperkenalkan peran pihak swasta dalam dunia kesehatan.
Sistem kesehatan di Indonesia banyak bergantung pada sektor swasta
dan upaya untuk meningkatkan kondisi kesehatan tidak akan berhasil jika

mereka tidak dilibatkan dalam proses ini. Sebagai contoh, lebih banyak
orang yang menggunakan fasilitas kesehatan sektor swasta untuk pelayanan
kesehatan yang penting dibandingkan fasilitas kesehatan pemerintah, seperti
ketika bersalin (kelahiran), anak menderita diare, infeksi pernafasan yang
akut. Kecenderungan ini terlihat semakin meningkat, bahkan kecenderungan
ini terjadi pula pada perilaku kaum miskin. Dengan ketergantungan terhadap
pelayanan kesehatan pihak swasta, Departemen Kesehatan dapat melindungi
pengguna jasa kesehatan tersebut dengan menjamin kualitas dan
akuntabilitas melalui intervensi di sisi permintaan (seperti dengan
pemberian kupon kesehatan untuk orang miskin dan asuransi kesehatan) dan
melalui regulasi maupun lisensi kesehatan.
4. Tinjau ulang pembiayaan kesehatan.
Indonesia saat ini sedang mepertimbangkan perlunya reformasi
penting dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi
kesehatan nasional. Asuransi kesehatan merupakan cara yang cukup ampuh
untuk meningkatkan sumber daya perlindungan kesehatan, meningkatkan
akses kesehatan bagi orang miskin dan mendorong penyedia jasa kesehatan
untuk menjadi lebih bertanggung jawab (accountable). Akan tetapi UU
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang baru masih belum mampu
memberikan kerangka yang menyeluruh bagi reformasi pembiayaan sektor
kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan. Pemerintahan yang baru harus
segera membentuk kelompok kerja yang bertugas untuk merancang strategi
pembiayaan kesehatan yang menyeluruh, dimana asuransi kesehatan sosial
termasuk didalamnya, dan juga mengamandemen undangundang tersebut.
Strategi tersebut dapat ditempuh dengan:
a. Menentukan kombinasi pembiayaan kesehatan (asuransi pemerintah,
asuransi swasta dan dana pribadi) yang dapat dengan baik memenuhi
tujuan pemerintah, yaitu menyediakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dengan harga yang terjangkau dan dapat diakses oleh orang
miskin.
b. Menganalisa dampak anggaran dari strategi kesehatan yang diajukan

c. Mempelajari pengalaman di negara tetangga mengenai asuransi
kesehatan sosial dan bentuk lain pelayanan kesehatan yang sifatnya prabayar.
d. Mengajukan rencana transisi atas skema asuransi kesehatan swasta
maupun asuransi kesehatan pemerintah yang telah ada.
e. Memberikan kesempatan penyedia jasa kesehatan lainnya, tidak hanya
dokter, untuk juga berhak memperoleh pembayaran melalui mekanisme
asuransi sosial.
5. Mengelola desentralisasi lembaga-lembaga kesehatan publik. Pihak
pemerintah telah mengambil sejumlah insiatif untuk mengelola.
6. Mengontrol penyebaran HIV/AIDS dengan fokus pada aspek pencegahan.
Hal terpenting yang harus dilakukan dalam masalah ini ialah
mengurangi penularan virus HIV/AIDS. Hal ini membutuhkan upaya yang
terpusat pada kelompok dengan resiko tinggi terkena penyakit di daerah
perkotaan besar dan di sejumlah kantong-kantong aktifitas ekonomi.
Penekanannya harus pada peningkatan penggunaan kondom diantara
kelompok yang beresiko tinggi terkena virus, pada pengobatan serta
pencegahan penyakit menular seksual lainnya, serta menghindari aktifitas
seks berganti-ganti pasangan. Tidak dapat dilupakan upaya pencegahan
penggunaan jarum suntik secara bersamasama pada para pecandu narkoba.

DAFTAR PUSTAKA

Maskoeri, Jasin.1994. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.
TIM IAD MKU UMS, TIM MUP.2008. Ilmu Kealaman Dasar. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Elmi, Bachrul. 2002. Keuangan pemerintah Daerah otonom di Indonesia. Jakarta:
UI-Press.
Utami, Sri Tjahyani Budi, 2003. Modul Mata Pencemaran Udara dan Kesehatan.
Depok: FKM-UI.