B1J010030 11.
III.
METODE PENELITIAN
A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Materi Penelitian
a. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit,
daun pare, air, etanol 96%, etanol 70%, NaCl 0,9%, larutan methylene blue
1%, akuades, pakan mencit, sekam padi, larutan Phospate Buffer Saline
(PBS), larutan Neutral Buffer Formalin (NBF), etanol 80%, 90% dan
100%, xylol, parafin, gelatin 1%, pewarna haematoxylin dan eosin 1%
serta entelan new. Spesifikasi bahan dapat dilihat pada Lampiran 1
(Halaman 36).
b. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang,
timbangan analitik merek CHQ dengan tingkat ketelitian 0,01 g, baskom,
saringan, loyang, oven inkubator, blender, tissue, beaker glass ukuran 1
liter, alumunium foil, batang pengaduk, labu Erlenmeyer, corong, kertas
saring Whatman nomor 41, cawan petri, plastik, pisau plastik, spidol,
lemari es, spuit ukuran 1 ml, sonde, baki preparat, kapas, cotton bud,
object glass, cover glass, pipet tetes, mikroskop cahaya, mikroskop stereo,
gunting, pinset, surgical blade, jangka sorong dengan tingkat ketelitian
0,01 mm, botol sampel, cetakan dari kertas karton, blok kayu sebagai
holder, mikrotom rotari, kuas, mangkuk air hangat, kamera digital, pensil
dan kertas label. Spesifikasi alat dapat dilihat pada Lampiran 1 (Halaman
36).
bio.unsoed.ac.id
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di animal house dan Laboratorium Struktur dan
Perkembangan Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman
selama sepuluh bulan, yakni pada Februari 2014 hingga November 2014.
8
B. Metode Penelitian
1. Rancangan Percobaan
Penelitian dilaksanakan secara eksperimental, menggunakan rancangan
dasar yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan
sembilan ulangan. Keempat perlakuan tersebut adalah pemberian ekstrak
etanol daun pare dengan dosis 0 mg.kg-1 berat tubuh (D0), 750 mg.kg-1 berat
tubuh (D1), 1000 mg.kg-1 berat tubuh (D2) dan 1250 mg.kg-1 berat tubuh (D3).
Waktu pengamatan terdiri dari pengamatan pada umur perkembangan 6-6,5
dpc (T1), umur perkembangan 12-12,5 dpc (T2) dan umur perkembangan 1818,5 dpc (T3).
2. Variabel dan Parameter Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah perkembangan fetus
mencit. Parameter perkembangan yang diukur adalah morfologi (kenormalan
bentuk, panjang dan berat tubuh) fetus mencit. Sebagai data pendukung untuk
mengetahui laju implantasi dan laju resorpsi, dihitung jumlah fetus, jumlah
spot implantasi dan jumlah korpus luteum.
C. Cara Kerja
1. Persiapan Kandang dan Persiapan Mencit
Kandang untuk pengawinan dan pemeliharaan terbuat dari plastik dengan
tutup terbuat dari kawat. Ukuran kandang 34,5 cm x 27 cm x 15 cm. Alas
kandang diberi sekam padi. Mencit jantan dan mencit betina strain Balb-C
dengan berat 28-30 g disiapkan. Seluruh mencit diperoleh dari animal house
Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman.
bio.unsoed.ac.id
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Pare
Pembuatan ekstrak etanol daun pare dilakukan menurut Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (2004), dan dimodifikasi di
Laboratorium
Struktur
dan
Perkembangan
Hewan,
Fakultas
Biologi,
Universitas Jenderal Soedirman. Daun pare segar dicuci dengan air mengalir
dan ditiriskan menggunakan saringan. Daun pare segar yang digunakan adalah
daun yang terletak pada bagian intermediate, yakni daun ke-4 hingga daun ke-6
9
dari sulur, untuk mengoptimalkan perolehan zat aktif. Daun pare yang
digunakan diperoleh dari perkebunan di Kelurahan Arcawinangun, Purwokerto.
Setelah ditiriskan, daun pare disusun di atas loyang, kemudian dikeringkan
menggunakan oven inkubator, selama 2 hari pada suhu 60 oC. Daun pare yang
sudah kering ditimbang berat keringnya, lalu diblender (dihaluskan). Serbuk
daun pare dimasukkan ke dalam beaker glass bervolume 1 liter, kemudian
ditambahkan etanol 96% dengan perbandingan 100 ml etanol 96 % / 20 g berat
kering daun pare. Campuran dihomogenkan dengan pengadukan. Beaker glass
ditutup menggunakan alumunium foil dan didiamkan selama 4 hari.
Ekstrak disaring menggunakan corong yang sudah diberi kertas saring
Whatman no. 41 berukuran 14 cm x 14 cm. Sisa daun hasil saringan, diekstrak
kembali menggunakan etanol 96% dengan perbandingan yang sama seperti
sebelumnya. Filtrat ditampung dalam labu Erlenmeyer. Filtrat yang diperoleh
dituang ke cawan petri tanpa tutup, dan dikeringkan menggunakan oven
inkubator pada suhu 60 oC selama 1 hari, hingga didapatkan ekstrak berbentuk
gel. Ekstrak berbentuk gel tersebut diambil dengan cara dikerok secara
perlahan menggunakan pisau plastik, dimasukkan ke dalam plastik, ditimbang
dan disimpan di dalam lemari es hingga digunakan.
3. Pengamatan Siklus Estrus dan Pengawinan
Fase siklus estrus ditentukan berdasarkan perbandingan antara tiga
macam sel pada hasil apus vagina (vaginal smear). Ketiga macam sel tersebut
adalah sel leukosit, sel epitel berinti dan sel epitel terkornifikasi. Hasil smear
pada fase proestrus ditunjukkan dengan keberadaan sel-sel epitel berinti secara
dominan. Hasil smear pada fase estrus ditunjukkan dengan adanya dominansi
sel-sel epitel terkornifikasi (Marcondes et al., 2002).
Pengawinan dilakukan dengan cara mengelompokkan 10 ekor mencit
bio.unsoed.ac.id
jantan dan 40 ekor mencit betina dengan berat 28-30 g yang sedang berada
dalam fase proestrus maupun estrus. Tiap kandang berisi 1 ekor mencit jantan
dan 4 ekor mencit betina. Evaluasi keberhasilan perkawinan adalah
terbentuknya vaginal plug (Gambar 3.1.) pada mencit betina.
Hari terbentuknya vaginal plug pada mencit betina dianggap sebagai hari
ke-0 kehamilan atau umur perkembangan 0 dpc. Mencit betina yang telah
membentuk vaginal plug dipisahkan ke dalam kandang eksperimen dan ditulis
10
tanggal terbentuknya vaginal plug. Setiap kandang eksperimen diisi dengan 5
ekor mencit betina.
Gambar 3.1. Vaginal plug pada Mencit Betina (Mus musculus ♀)
Keterangan : Tanda panah menunjuk pada vaginal plug
4. Persiapan Dosis
Dosis ekstrak etanol daun pare yang diuji yaitu 0 mg.kg-1 berat tubuh
(kontrol), 750 mg.kg-1 berat tubuh, 1000 mg.kg-1 berat tubuh dan 1250 mg.kg-1
berat tubuh. Berat mencit yang digunakan yaitu 28-30 g, maka dosis perlakuan
ditentukan berdasarkan perhitungan sebagai berikut :
a) Perlakuan dengan dosis 0 mg.kg-1 berat tubuh
30 mg
1000
x
0 = 0 mg ekstrak etanol daun pare
b) Perlakuan dengan dosis 750 mg.kg-1 berat tubuh
30 mg
1000
x 750 = 22,5 mg ekstrak etanol daun pare
c) Perlakuan dengan dosis 1000 mg.kg-1 berat tubuh
30 mg
1000
x 1000 = 30 mg ekstrak etanol daun pare
bio.unsoed.ac.id
d) Perlakuan dengan dosis 1250 mg.kg-1 berat tubuh
30 mg
1000
x 1250 = 37,5 mg ekstrak etanol daun pare
11
5. Perlakuan dan Pemeliharaan
Ekstrak etanol daun pare diencerkan dengan melarutkan masing-masing
22,5 mg, 30 mg dan 37,5 mg ekstrak etanol daun pare dengan akuades
sebanyak 0,5 ml. Larutan ekstrak etanol daun pare tersebut diberikan per oral
menggunakan sonde sebanyak 0,3 ml tiap mencit. Pemberian ekstrak etanol
daun pare dilakukan pada pagi hari setiap hari sekali, dimulai sejak umur
perkembangan 1 dpc.
Pemeliharaan mencit dilakukan di animal house Fakultas Biologi,
Universitas Jenderal Soedirman, dengan kondisi yang terkontrol dan konstan.
Selama periode pemeliharaan mencit diberi pakan dan minum secara ad
libitum. Pakan mencit berupa pelet komersial dan air yang digunakan untuk
minum mencit berasal dari air sumur Fakultas Biologi, Unsoed. Kandang
dibersihkan dengan cara mengganti sekam setiap 3 hari sekali. Kondisi fisik
dan aktivitas mencit uji diamati setiap hari untuk memonitor kesehatannya.
Mencit yang sehat diketahui berdasarkan hasil pengamatan visual, yakni bulu
tampak bersih, halus dan mengkilat; bola mata tampak merah muda dan jernih;
hidung dan mulut tidak mengeluarkan lendir serta aktif (Anfiandi, 2013).
6. Pengumpulan Data
6.1. Morfologi Fetus
6.1.1. Deskripsi Kenormalan Bentuk
Pada hari pengambilan data, yakni umur perkembangan 6-6,5 dpc,
umur perkembangan 12-12,5 dpc dan umur perkembangan 18-18,5 dpc,
mencit dimatikan dengan dislokasi servikal, dinding abdomennya dibedah,
organ viscera diangkat sehingga organ reproduksi dapat terlihat dengan
jelas. Organ reproduksi yang meliputi uterus, oviduk dan ovarium diangkat
bio.unsoed.ac.id
kemudian diletakan dalam cawan petri yang berisi larutan Phospate Buffer
Saline (PBS). Uterus digunting sepanjang garis medialnya sehingga
lumennya terbuka dan fetus terlihat, selanjutnya fetus diisolasi.
Fetus yang telah diisolasi dari uterus diamati morfologinya dengan
menggunakan mikroskop stereo. Aspek kenormalan morfologi meliputi
kenormalan bentuk dan ukuran (panjang dan berat) fetus. Kenormalan
bentuk dievaluasi atau dijustifikasi dengan cara membandingkan fetus
12
hasil penelitian dengan The Atlas of Mouse Development (Kaufman,
1992).
6.1.2. Panjang Tubuh
Panjang fetus diukur dengan orientasi crown to rump (Gambar 3.2.)
menggunakan jangka sorong.
Gambar 3.2. Orientasi Crown to Rump pada Fetus Tikus. Sumber: Adnan, 2007.
6.1.3. Berat Tubuh
Fetus yang telah diukur panjangnya, ditimbang menggunakan
timbangan analitik.
6.2. Jumlah Fetus
Jumlah fetus yang masih hidup pada kedua sisi uterus dihitung dengan
mata telanjang (tanpa menggunakan mikroskop).
6.3. Keberhasilan Implantasi
Keberhasilan implantasi dievaluasi berdasarkan jumlah induk yang
memiliki fetus atau spot implantasi dan jumlah korpus luteum. Korpus luteum
diamati menggunakan mikroskop stereo.
bio.unsoed.ac.id
6.3.1. Laju Implantasi
Laju implantasi (LI) adalah persentase jumlah implantasi (jumlah
fetus dan jumlah spot implantasi) terhadap jumlah korpus luteum pada
setiap
induk.
Laju
implantasi
(Satyaningtijas et al., 2014):
13
dihitung
dengan
rumus
berikut
LI =
fetus dan spot implantasi
X 100%
korpus luteum
(3-1)
Jumlah korpus luteum ditentukan dengan menghitung struktur
berwarna merah muda pada ovarium. Korpus luteum adalah badan
hormonal pada ovarium yang terbentuk setelah terjadi ovulasi. Korpus
luteum menghasilkan hormon progesteron
yang berfungsi untuk
mempersiapkan uterus menerima kebuntingan (Samosir, 2001).
6.3.2. Laju Resorpsi
Laju resorpsi (LR) adalah persentase jumlah spot implantasi
terhadap jumlah fetus dan spot implantasi, dihitung menurut Fishman et al.
(1993) dengan rumus:
LR =
spot implantasi
x 100%
jumlah fetus dan spot implantasi
(3-2)
Pada induk yang uterusnya tidak mengandung fetus, dihitung
keberadaan spot implantasi. Menurut Benson et al. (1996), spot implantasi
adalah ketidaknormalan pada titik implantasi atau pada lumen uterus yang
berdekatan
dengan
titik
implantasi,
ditunjukkan
dengan
adanya
peningkatan vaskularisasi darah. Spot implantasi menunjukkan terjadinya
resorpsi fetus setelah implantasi. Hariani (2012) dalam penelitiannya
menyatakan spot-spot (gumpalan) darah pada endometrium uterus dengan
jarak tertentu sebagai spot implantasi (Gambar 3.3.). Konfirmasi spot
implantasi dilakukan dengan pembuatan sediaan histologis menggunakan
bio.unsoed.ac.id
metode parafin menurut Suntoro (1983) yang telah dimodifikasi oleh
Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan, Fakultas Biologi,
Unsoed (Lampiran 2; Halaman 39).
14
Gambar 3.3. Spot implantasi pada uterus Mencit (Mus musculus)
Sumber: Hariani, 2012.
D. Metode Analisis
Data kuantitatif yang berupa panjang tubuh fetus, berat tubuh fetus, jumlah
fetus, laju implantasi dan laju resorpsi dianalisis dengan uji Anova pada tingkat
signifikansi 5%. Apabila uji Anova menunjukkan perbedaan signifikan,
dilanjutkan dengan uji BNT untuk mengetahui berapa dosis yang paling
berpengaruh. Analisis dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel
2010. Data kualitatif yang berupa deskripsi kenormalan bentuk fetus dan struktur
spot implantasi dianalisis secara deskriptif.
bio.unsoed.ac.id
15
METODE PENELITIAN
A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Materi Penelitian
a. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit,
daun pare, air, etanol 96%, etanol 70%, NaCl 0,9%, larutan methylene blue
1%, akuades, pakan mencit, sekam padi, larutan Phospate Buffer Saline
(PBS), larutan Neutral Buffer Formalin (NBF), etanol 80%, 90% dan
100%, xylol, parafin, gelatin 1%, pewarna haematoxylin dan eosin 1%
serta entelan new. Spesifikasi bahan dapat dilihat pada Lampiran 1
(Halaman 36).
b. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang,
timbangan analitik merek CHQ dengan tingkat ketelitian 0,01 g, baskom,
saringan, loyang, oven inkubator, blender, tissue, beaker glass ukuran 1
liter, alumunium foil, batang pengaduk, labu Erlenmeyer, corong, kertas
saring Whatman nomor 41, cawan petri, plastik, pisau plastik, spidol,
lemari es, spuit ukuran 1 ml, sonde, baki preparat, kapas, cotton bud,
object glass, cover glass, pipet tetes, mikroskop cahaya, mikroskop stereo,
gunting, pinset, surgical blade, jangka sorong dengan tingkat ketelitian
0,01 mm, botol sampel, cetakan dari kertas karton, blok kayu sebagai
holder, mikrotom rotari, kuas, mangkuk air hangat, kamera digital, pensil
dan kertas label. Spesifikasi alat dapat dilihat pada Lampiran 1 (Halaman
36).
bio.unsoed.ac.id
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di animal house dan Laboratorium Struktur dan
Perkembangan Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman
selama sepuluh bulan, yakni pada Februari 2014 hingga November 2014.
8
B. Metode Penelitian
1. Rancangan Percobaan
Penelitian dilaksanakan secara eksperimental, menggunakan rancangan
dasar yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan
sembilan ulangan. Keempat perlakuan tersebut adalah pemberian ekstrak
etanol daun pare dengan dosis 0 mg.kg-1 berat tubuh (D0), 750 mg.kg-1 berat
tubuh (D1), 1000 mg.kg-1 berat tubuh (D2) dan 1250 mg.kg-1 berat tubuh (D3).
Waktu pengamatan terdiri dari pengamatan pada umur perkembangan 6-6,5
dpc (T1), umur perkembangan 12-12,5 dpc (T2) dan umur perkembangan 1818,5 dpc (T3).
2. Variabel dan Parameter Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah perkembangan fetus
mencit. Parameter perkembangan yang diukur adalah morfologi (kenormalan
bentuk, panjang dan berat tubuh) fetus mencit. Sebagai data pendukung untuk
mengetahui laju implantasi dan laju resorpsi, dihitung jumlah fetus, jumlah
spot implantasi dan jumlah korpus luteum.
C. Cara Kerja
1. Persiapan Kandang dan Persiapan Mencit
Kandang untuk pengawinan dan pemeliharaan terbuat dari plastik dengan
tutup terbuat dari kawat. Ukuran kandang 34,5 cm x 27 cm x 15 cm. Alas
kandang diberi sekam padi. Mencit jantan dan mencit betina strain Balb-C
dengan berat 28-30 g disiapkan. Seluruh mencit diperoleh dari animal house
Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman.
bio.unsoed.ac.id
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Pare
Pembuatan ekstrak etanol daun pare dilakukan menurut Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (2004), dan dimodifikasi di
Laboratorium
Struktur
dan
Perkembangan
Hewan,
Fakultas
Biologi,
Universitas Jenderal Soedirman. Daun pare segar dicuci dengan air mengalir
dan ditiriskan menggunakan saringan. Daun pare segar yang digunakan adalah
daun yang terletak pada bagian intermediate, yakni daun ke-4 hingga daun ke-6
9
dari sulur, untuk mengoptimalkan perolehan zat aktif. Daun pare yang
digunakan diperoleh dari perkebunan di Kelurahan Arcawinangun, Purwokerto.
Setelah ditiriskan, daun pare disusun di atas loyang, kemudian dikeringkan
menggunakan oven inkubator, selama 2 hari pada suhu 60 oC. Daun pare yang
sudah kering ditimbang berat keringnya, lalu diblender (dihaluskan). Serbuk
daun pare dimasukkan ke dalam beaker glass bervolume 1 liter, kemudian
ditambahkan etanol 96% dengan perbandingan 100 ml etanol 96 % / 20 g berat
kering daun pare. Campuran dihomogenkan dengan pengadukan. Beaker glass
ditutup menggunakan alumunium foil dan didiamkan selama 4 hari.
Ekstrak disaring menggunakan corong yang sudah diberi kertas saring
Whatman no. 41 berukuran 14 cm x 14 cm. Sisa daun hasil saringan, diekstrak
kembali menggunakan etanol 96% dengan perbandingan yang sama seperti
sebelumnya. Filtrat ditampung dalam labu Erlenmeyer. Filtrat yang diperoleh
dituang ke cawan petri tanpa tutup, dan dikeringkan menggunakan oven
inkubator pada suhu 60 oC selama 1 hari, hingga didapatkan ekstrak berbentuk
gel. Ekstrak berbentuk gel tersebut diambil dengan cara dikerok secara
perlahan menggunakan pisau plastik, dimasukkan ke dalam plastik, ditimbang
dan disimpan di dalam lemari es hingga digunakan.
3. Pengamatan Siklus Estrus dan Pengawinan
Fase siklus estrus ditentukan berdasarkan perbandingan antara tiga
macam sel pada hasil apus vagina (vaginal smear). Ketiga macam sel tersebut
adalah sel leukosit, sel epitel berinti dan sel epitel terkornifikasi. Hasil smear
pada fase proestrus ditunjukkan dengan keberadaan sel-sel epitel berinti secara
dominan. Hasil smear pada fase estrus ditunjukkan dengan adanya dominansi
sel-sel epitel terkornifikasi (Marcondes et al., 2002).
Pengawinan dilakukan dengan cara mengelompokkan 10 ekor mencit
bio.unsoed.ac.id
jantan dan 40 ekor mencit betina dengan berat 28-30 g yang sedang berada
dalam fase proestrus maupun estrus. Tiap kandang berisi 1 ekor mencit jantan
dan 4 ekor mencit betina. Evaluasi keberhasilan perkawinan adalah
terbentuknya vaginal plug (Gambar 3.1.) pada mencit betina.
Hari terbentuknya vaginal plug pada mencit betina dianggap sebagai hari
ke-0 kehamilan atau umur perkembangan 0 dpc. Mencit betina yang telah
membentuk vaginal plug dipisahkan ke dalam kandang eksperimen dan ditulis
10
tanggal terbentuknya vaginal plug. Setiap kandang eksperimen diisi dengan 5
ekor mencit betina.
Gambar 3.1. Vaginal plug pada Mencit Betina (Mus musculus ♀)
Keterangan : Tanda panah menunjuk pada vaginal plug
4. Persiapan Dosis
Dosis ekstrak etanol daun pare yang diuji yaitu 0 mg.kg-1 berat tubuh
(kontrol), 750 mg.kg-1 berat tubuh, 1000 mg.kg-1 berat tubuh dan 1250 mg.kg-1
berat tubuh. Berat mencit yang digunakan yaitu 28-30 g, maka dosis perlakuan
ditentukan berdasarkan perhitungan sebagai berikut :
a) Perlakuan dengan dosis 0 mg.kg-1 berat tubuh
30 mg
1000
x
0 = 0 mg ekstrak etanol daun pare
b) Perlakuan dengan dosis 750 mg.kg-1 berat tubuh
30 mg
1000
x 750 = 22,5 mg ekstrak etanol daun pare
c) Perlakuan dengan dosis 1000 mg.kg-1 berat tubuh
30 mg
1000
x 1000 = 30 mg ekstrak etanol daun pare
bio.unsoed.ac.id
d) Perlakuan dengan dosis 1250 mg.kg-1 berat tubuh
30 mg
1000
x 1250 = 37,5 mg ekstrak etanol daun pare
11
5. Perlakuan dan Pemeliharaan
Ekstrak etanol daun pare diencerkan dengan melarutkan masing-masing
22,5 mg, 30 mg dan 37,5 mg ekstrak etanol daun pare dengan akuades
sebanyak 0,5 ml. Larutan ekstrak etanol daun pare tersebut diberikan per oral
menggunakan sonde sebanyak 0,3 ml tiap mencit. Pemberian ekstrak etanol
daun pare dilakukan pada pagi hari setiap hari sekali, dimulai sejak umur
perkembangan 1 dpc.
Pemeliharaan mencit dilakukan di animal house Fakultas Biologi,
Universitas Jenderal Soedirman, dengan kondisi yang terkontrol dan konstan.
Selama periode pemeliharaan mencit diberi pakan dan minum secara ad
libitum. Pakan mencit berupa pelet komersial dan air yang digunakan untuk
minum mencit berasal dari air sumur Fakultas Biologi, Unsoed. Kandang
dibersihkan dengan cara mengganti sekam setiap 3 hari sekali. Kondisi fisik
dan aktivitas mencit uji diamati setiap hari untuk memonitor kesehatannya.
Mencit yang sehat diketahui berdasarkan hasil pengamatan visual, yakni bulu
tampak bersih, halus dan mengkilat; bola mata tampak merah muda dan jernih;
hidung dan mulut tidak mengeluarkan lendir serta aktif (Anfiandi, 2013).
6. Pengumpulan Data
6.1. Morfologi Fetus
6.1.1. Deskripsi Kenormalan Bentuk
Pada hari pengambilan data, yakni umur perkembangan 6-6,5 dpc,
umur perkembangan 12-12,5 dpc dan umur perkembangan 18-18,5 dpc,
mencit dimatikan dengan dislokasi servikal, dinding abdomennya dibedah,
organ viscera diangkat sehingga organ reproduksi dapat terlihat dengan
jelas. Organ reproduksi yang meliputi uterus, oviduk dan ovarium diangkat
bio.unsoed.ac.id
kemudian diletakan dalam cawan petri yang berisi larutan Phospate Buffer
Saline (PBS). Uterus digunting sepanjang garis medialnya sehingga
lumennya terbuka dan fetus terlihat, selanjutnya fetus diisolasi.
Fetus yang telah diisolasi dari uterus diamati morfologinya dengan
menggunakan mikroskop stereo. Aspek kenormalan morfologi meliputi
kenormalan bentuk dan ukuran (panjang dan berat) fetus. Kenormalan
bentuk dievaluasi atau dijustifikasi dengan cara membandingkan fetus
12
hasil penelitian dengan The Atlas of Mouse Development (Kaufman,
1992).
6.1.2. Panjang Tubuh
Panjang fetus diukur dengan orientasi crown to rump (Gambar 3.2.)
menggunakan jangka sorong.
Gambar 3.2. Orientasi Crown to Rump pada Fetus Tikus. Sumber: Adnan, 2007.
6.1.3. Berat Tubuh
Fetus yang telah diukur panjangnya, ditimbang menggunakan
timbangan analitik.
6.2. Jumlah Fetus
Jumlah fetus yang masih hidup pada kedua sisi uterus dihitung dengan
mata telanjang (tanpa menggunakan mikroskop).
6.3. Keberhasilan Implantasi
Keberhasilan implantasi dievaluasi berdasarkan jumlah induk yang
memiliki fetus atau spot implantasi dan jumlah korpus luteum. Korpus luteum
diamati menggunakan mikroskop stereo.
bio.unsoed.ac.id
6.3.1. Laju Implantasi
Laju implantasi (LI) adalah persentase jumlah implantasi (jumlah
fetus dan jumlah spot implantasi) terhadap jumlah korpus luteum pada
setiap
induk.
Laju
implantasi
(Satyaningtijas et al., 2014):
13
dihitung
dengan
rumus
berikut
LI =
fetus dan spot implantasi
X 100%
korpus luteum
(3-1)
Jumlah korpus luteum ditentukan dengan menghitung struktur
berwarna merah muda pada ovarium. Korpus luteum adalah badan
hormonal pada ovarium yang terbentuk setelah terjadi ovulasi. Korpus
luteum menghasilkan hormon progesteron
yang berfungsi untuk
mempersiapkan uterus menerima kebuntingan (Samosir, 2001).
6.3.2. Laju Resorpsi
Laju resorpsi (LR) adalah persentase jumlah spot implantasi
terhadap jumlah fetus dan spot implantasi, dihitung menurut Fishman et al.
(1993) dengan rumus:
LR =
spot implantasi
x 100%
jumlah fetus dan spot implantasi
(3-2)
Pada induk yang uterusnya tidak mengandung fetus, dihitung
keberadaan spot implantasi. Menurut Benson et al. (1996), spot implantasi
adalah ketidaknormalan pada titik implantasi atau pada lumen uterus yang
berdekatan
dengan
titik
implantasi,
ditunjukkan
dengan
adanya
peningkatan vaskularisasi darah. Spot implantasi menunjukkan terjadinya
resorpsi fetus setelah implantasi. Hariani (2012) dalam penelitiannya
menyatakan spot-spot (gumpalan) darah pada endometrium uterus dengan
jarak tertentu sebagai spot implantasi (Gambar 3.3.). Konfirmasi spot
implantasi dilakukan dengan pembuatan sediaan histologis menggunakan
bio.unsoed.ac.id
metode parafin menurut Suntoro (1983) yang telah dimodifikasi oleh
Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan, Fakultas Biologi,
Unsoed (Lampiran 2; Halaman 39).
14
Gambar 3.3. Spot implantasi pada uterus Mencit (Mus musculus)
Sumber: Hariani, 2012.
D. Metode Analisis
Data kuantitatif yang berupa panjang tubuh fetus, berat tubuh fetus, jumlah
fetus, laju implantasi dan laju resorpsi dianalisis dengan uji Anova pada tingkat
signifikansi 5%. Apabila uji Anova menunjukkan perbedaan signifikan,
dilanjutkan dengan uji BNT untuk mengetahui berapa dosis yang paling
berpengaruh. Analisis dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel
2010. Data kualitatif yang berupa deskripsi kenormalan bentuk fetus dan struktur
spot implantasi dianalisis secara deskriptif.
bio.unsoed.ac.id
15