B1J010030 10.

II.

TELAAH PUSTAKA

Perkembangan embrio berdasarkan urutan terjadinya dibedakan menjadi dua,
yakni periode sebelum implantasi (pre-implantation) dan periode sesudah implantasi
(post implantation). Selama periode pre-implantation, embrio mengalami cleavage
membentuk morula, dilanjutkan dengan tahap blastulasi membentuk blastula (Xie et
al., 2010). Mencit (Mus musculus) memiliki masa kehamilan 19 hari setelah konsepsi
(days post conception (dpc)) dengan periode pre-implantation terjadi selama 4 hari.
Periode post implantation pada mencit terjadi pada umur perkembangan 4,5 dpc,
pada saat itu terbentuk sel endoderm embrionik. Selanjutnya, umur perkembangan 57,5 dpc merupakan tahap diferensiasi dan gastrulasi. Dimulai dari terbentuknya telur
bersilinder pada umur perkembangan 5-5,5 dpc (Kaufman, 1992).
Berdasarkan sediaan histologisnya, fetus mencit umur perkembangan 6 dpc
memiliki

karakterisasi

diferensiasi

telur


bersilinder,

kuncup

ektoplasental

(ectoplacental cone) dan terlihatnya rongga proamniotik (proamniotic cavity).
Sediaan histologis fetus mencit umur perkembangan 6,5 dpc memiliki karakterisasi
tahapan telur bersilinder lebih maju, bukti pertama axis embrio terlihat. Perbedaan
morfologi antara sel embrionik dan sel ektoderm ekstraembrionik terlihat jelas, juga
antara sel endoderm embrionik dengan sel endoderm ekstraembrionik. Daerah
ectoplacental cone melekat ke pembuluh darah maternal. Umur perkembangan 7 dpc
terbentuk primitive streak, mesoderm intraembrionik dan lipatan amniotik (amniotic
fold). Lipatan amniotik terbentuk dari proliferasi sel mesoderm dan sel ektoderm
ekstraembrionik. Presomit dan arkenteron terbentuk pada umur perkembangan 7,5
dpc (Kaufman, 1992). Terbentuknya arkenteron, endoderm, mesoderm dan ektoderm
menandakan akhir tahap gastrulasi (Champbell et al., 2004).
Ektoderm, endoderm, dan mesoderm selanjutnya menyusun diri membentuk
bumbung atau tabung, tahap ini disebut dengan tubulasi atau neurulasi. Embrio


bio.unsoed.ac.id

bentuk primitif selanjutnya berkembang menjadi embrio bentuk definitif dalam
proses organogenesis (Yatim, 1984). Tahapan organogenesis pada mencit mulai
berlangsung pada umur perkembangan 8 dpc, ditandai dengan terdiferensiasinya
ektoderma neural. Umur perkembangan 8-8,5 dpc fetus memiliki 1-12 pasang somit,
lipatan kepala (headfold) inisiasi untuk memutar (unturned), alantois tumbuh ke arah
korion, rahang atas (maxilla) dan rahang bawah (mandibula) serta otic placodes
mulai terbentuk. Umur perkembangan 9-9,5 dpc fetus memiliki 13-29 pasang somit,
3

dengan panjang crown to rump dalam keadaan terfiksasi mencapai 2,5 mm.
Karakterisasi perkembangan dari fetus mencit umur perkembangan 9-9,5 dpc adalah
terbentuknya neural crest, tabung neural (neural tube), lubang telinga (otic pit),
tunas ekstrimitas depan dan tunas ekstrimitas belakang (Kaufman, 1992).
Proses pembentukan tabung neural (neurulasi) merupakan proses penting dari
embriogenesis pada vertebrata. Neurulasi memandu perkembangan prekursor sel dari
otak dan batang spinal untuk membentuk sistem syaraf pusat. Pada mencit, neurulasi
berlangsung pada umur perkembangan 8-10 dpc, secara berurutan membentuk neural

plate, neural folds, neural crest, dan neural tube (Hosako, 2008). Umur
perkembangan 10-11 dpc fetus memiliki 30-39 pasang somit, dengan panjang crown
to rump dalam keadaan terfiksasi mencapai 4,1 mm. Karakterisasi perkembangan
dari fetus mencit umur perkembangan 10-11 dpc adalah menutupnya neuropore
caudal, tahapan perkembangan membra depan lebih maju (lebih terdiferensiasi),
serta terbentuknya kantung mata (optic cup), ekor, telapak tangan dan telapak kaki.
Umur perkembangan 11-12 dpc fetus memiliki 40-48 pasang somit, dengan panjang
crown to rump dalam keadaan terfiksasi mencapai 5,8 mm. Karakterisasi
perkembangan dari fetus mencit umur perkembangan 11-12 dpc adalah pemanjangan
ekor, terbentuknya vesikula otak, lubang hidung dan lubang telinga. Tunas
ekstrimitas masih terus berdiferensiasi. Diferensiasi lebih maju masih ditunjukkan
oleh membra depan. Rahang atas (maxilla) tampak lebih jelas dari rahang bawah
(mandibula) (Kaufman, 1992).
Fetus mencit umur perkembangan 12-12,5 dpc menunjukkan telapak kaki
(membra belakang) yang sudah berbentuk poligonal, dan berdiferensiasi lebih
minimal jika dibandingkan dengan telapak tangan (membra depan). Mata bagian luar
terpigmentasi dan terlihat kornea yang transparan. Primordia daun telinga telihat
sangat jelas. Di bagian rahang atas (maxilla) terbentuk primordia vibrissae. Di bagian
distal, setengah bagian ekor terlihat mengecil secara berangsur-angsur ke arah ujung.


bio.unsoed.ac.id

Panjang crown to rump fetus mencit umur perkembangan 12-12,5 dpc dalam
keadaan terfiksasi adalah 7,00-8,8 mm. Panjang crown to rump dari fetus segar umur
perkembangan 12,5 dpc adalah 8,69 ± 0,14 mm. Berat tubuh fetus segar umur
perkembangan 12,5 dpc adalah 117 ± 4 mg atau 0,12 ± 0,004 g (Kaufman, 1992).
Umur perkembangan 13 dpc fetus memiliki 52-55 pasang somit dengan
panjang crown to rump mencapai 9,1 mm. Wajah fetus mencit pada umur
perkembangan 13 dpc terlihat lebih dewasa dari sebelumnya. Karakterisasi
4

perkembangan lainnya dari fetus mencit umur perkembangan 13 dpc adalah daun
telinga sudah terbentuk, digiti terlihat berselaput (webbing) dan ekor menjadi
melancip pada bagian ujungnya. Umur perkembangan 14-15 dpc fetus memiliki
paling sedikit 60 pasang somit dengan panjang crown to rump mencapai 10,5 mm.
Digiti pada fetus mencit umur perkembangan 14-15 dpc sudah terlihat tidak webbing.
Karakterisasi perkembangan lainnya dari fetus mencit umur perkembangan 14-15
dpc adalah daun telinga yang sedikit melipat, lipatan kelopak mata (eyelid fold)
terlihat lebih jelas dan primordia folikel rambut mulai tampak pada daerah toraks,
tubuh serta bagian kaki proksimal. Umur perkembangan 16 dpc fetus memiliki

karakterisasi perkembangan berupa kelopak mata yang menutup, tubuh yang lebih
tegak dan terlihatnya primordial kuku. Panjang crown to rump mencapai 14,2 mm.
Umur perkembangan 17 dan 18 dpc secara keseluruhan fetus memiliki karakterisasi
perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan fetus umur perkembangan 16 dpc.
Perbedaan karakterisasi perkembangan yang terlihat pada fetus umur perkembangan
17 dpc adalah kulit yang menjadi lebih tebal dan berkeriput (Kaufman, 1992).
Selanjutnya, menurut (Kaufman, 1992), morfologi fetus mencit umur
perkembangan 18-18,5 dpc adalah sebagai berikut :
a. Daerah hidung memanjang secara gradual.
b. Ekor menjadi lebih besar dengan bagian ujung yang semakin lancip.
c. Permukaan kulit terlihat berkeriput, kecuali pada bagian distal membra, ekor dan
wajah. Kulit menjadi lebih tebal.
d. Terdapat daun telinga
e. Pada daerah di atas bibir terlihat jelas area kumis vibrissae, titik-titik calon kumis
menjadi lebih besar dan lebih jelas terlihat.
f. Dikedua membra depan dan membra belakang, terlihat mulai ada kuku yang
terbentuk.
g. Kelopak mata menutup, sehingga mata sulit untuk dilihat.

bio.unsoed.ac.id


Panjang crown to rump fetus mencit umur perkembangan 17,5-18,5 dpc dalam
keadaan terfiksasi adalah 17,88-19 mm. Panjang crown to rump dari fetus segar
umur perkembangan 18,5 dpc berkisar antara 20-23 mm. Berat tubuh fetus segar
umur perkembangan 17,5-18,5 dpc adalah 974 ± 21 mg atau 0,97 ± 0,021 g.
(Putri, 2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak buah pare pada mencit
strain Balb-C dengan dosis 1400 mg.kg-1 berat tubuh, 2100 mg.kg-1 berat tubuh dan
2800 mg.kg-1 berat tubuh setiap hari sejak umur perkembangan 6 dpc hingga umur
5

perkembangan 12 dpc tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah fetus hidup, berat
dan panjang tubuh fetus, serta resorpsi fetus. Akan tetapi efek teratogenik masih
dapat dilihat dari peningkatan persentase resorpsi fetus pada dosis yang lebih tinggi
dan nilai signifikansi pada kelainan eksternal. Kelainan eksternal yang terjadi adalah
hemoragi. Hal senada juga dikemukakan oleh Uche-Nwachi & McEwen (2010).
Ekstrak air dari 5 kg buah pare dan 300 ml akuades bersifat teratogenik. Resorpsi
fetus dan malformasi terjadi pada tikus putih yang diberi ekstrak air buah pare.
Organ-organ dari fetus yang diberi ekstak air buah pare mengalami penurunan berat
yang signifikan.
Malformasi pada fetus mencit bervariasi. Herrera et al. (2011) dalam hasil

penelitiannya mendapatkan beberapa macam malformasi pada fetus mencit umur
perkembangan 16 dpc. Malformasi tersebut diantaranya adalah : 1) belum
berkembangnya kantung optik dan otik, 2) memendeknya alat gerak (ekstrimitas), 3)
masih terdapatnya selaput di antara jari (webbing), 4) hidung yang tidak berelongasi,
5) rahang yang memendek, 6) kulit yang pucat, serta 7) membengkaknya organorgan viscera. Ketidaknormalan bentuk lainnya adalah ekor yang tidak lurus dan
terjadinya hemoragi.
Kemampuan pare dalam menurunkan berat tubuh disebabkan oleh sifat
antidiabetik dan kemampuannya dalam menurunkan kolesterol. Jus buah pare
mampu menurunkan berat tubuh mencit betina umur sepuluh bulan. Penurunan berat
tubuh ini diduga karena mencit kehilangan nafsu makan akibat rasa pahit yang
ditimbulkan oleh kukurbitasin dalam pare (Shintawati et al., 2011). Kehilangan nafsu
makan pada induk akan menurunkan pasokan nutrisi yang sampai pada fetus.
Evacuasiany (2005) menyatakan bahwa kemampuan antidiabetik ekstak etanol daun
pare lebih baik jika dibandingkan dengan kemampuan antidiabetik ekstrak air daun
pare.
Dampak lain dari senyawa fitokimia pada pare menurut Dasgupta et al. (2009),

bio.unsoed.ac.id

adalah terjadinya aborsi, atau pada rodensia dikenal dengan istilah resorpsi.

Momorkarin menyebabkan terjadinya aborsi pada awal dan tengah masa kehamilan.
Aktivitasnya pada uterus tikus terjadi melalui penghambatan (blockage) keluarnya
embrio dari zona pelusida (zona hatching), penghambatan pertumbuhan trofoblas,
penurunan perlekatan blastosis dan penghambatan perkembangan inner cell mass.
Angka persentase resorpsi dipengaruhi oleh lama waktu paparan dan dosis zat
teratogenik yang diberikan. Semakin lama fetus terpapar zat teratogenik dan semakin
6

tinggi dosis yang diberikan menyebabkan semakin tingginya angka persentase
resorpsi (Widjiati et al., 2014).
Hasil penelitian Noor (2007) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun pare
dengan dosis 0-750 mg.kg-1 berat tubuh belum menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap jumlah dan berat tubuh fetus, meskipun pada dosis 750 mg.kg-1
berat tubuh mampu menghambat panjang tubuh fetus serta kenormalan morfologi
fetus. Fetus dinyatakan abnormal apabila tidak sesuai dengan chart perkembangan
fetus menurut Kaufman (1992) yaitu fetus terlihat lebih kecil dan warnanya terlihat
pucat serta mengalami perkembangan yang terhambat. Hasil penelitian Fidiyanto
(2007) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun pare dengan dosis 0-750
mg.kg-1 berat tubuh tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah plasenta mencit.
Hal ini mengindikasikan tidak adanya proses resorpsi. Berdasarkan hasil yang tidak

signifikan dari kedua penelitian tersebut, maka dosis tertinggi pada kedua penelitian
tersebut dijadikan sebagai dosis terendah dari ekstrak etanol daun pare yang
diberikan pada penelitian ini.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Perkembangan fetus mencit dihambat oleh pemberian ekstrak etanol daun pare
selama periode kehamilan.
2. Dosis 1250 mg.kg-1 berat tubuh ekstrak etanol daun pare merupakan dosis yang
paling berpengaruh terhadap perkembangan fetus mencit.

bio.unsoed.ac.id

7