S IND 1103165 Chapter5

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMNDASI
Terdapat pemaparan dua subbab dalam bab ini, yaitu subbab simpulan dan
subbab implikasi dan rekomendasi. Pada subbab pertama, yaitu subbab simpulan
terdapat pemaparan mengenai simpulan dari analisis dan pembahasan MAD. pada
subbab selanjutnya, yaitu subbab implikasi dan rekomendasi. Dalam subbab
tersebut terdapat pemaparan, mengenai saran untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan asihan khususnya mantra asihan diri (MAD). Berikut ini adalah
pemaparan dari dua subbab tersebut.
A.

SIMPULAN
Penelitian ini memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan mantra asihan

diri (MAD). Pembahasan yang terdapat dalam penelitian ini meliputi analisis
struktur teks MAD, proses penciptaan MAD, konteks penuturan MAD, fungsi dan
makna yang terkandung dalam teks MAD. Penelitian ini bertujuan untuk
membuka dan membedah secermat mungkin setiap hal yang berkaitan dengan
MAD. Maka dari itu dalam penelitian ini tidak hanya menganalisis dari segi teks
saja, melainkan mencakup semua hal yang berkaitan dengan teks MAD. Objek
penelitian ini adalah MAD yang berasal dari kabupaten Sukabumi. Jumlah teks

MAD uang dianalisis yaitu sebanyak tiga tuturan yang berasal dari tiga kecamatan
yang berbeda. Kecamatan-kecamatan tersebut meliputi kecamatan Nyalindung,
kecamatan Gunung Guruh, dan kecamatan Cikakak. Pembahasan mengenai hasil
analisis dari ketiga objek tersebut telah dipaparkan pada bab sebelumnya,
sehingga pemaparan yang terdapat pada subbab ini dilatarbelakangi dari hasil
temuan pada bab pembahasan tersebut. Penelitian ini berfokus pada analisis teks
dan analisis konteks dari MAD, sehingga hasil temuan dari penelitian ini
memaparkan fungsi dan kedudukan MAD di tengah masyrakat Sunda.
1.

Analisis Struktur
Pada analisis struktur terdapat beberapa pembahasan yang berkaitan dengan

analisis teks MAD. Pembahasan tersebut meliputi analisis formula sintaksi,
analisis formula bunyi, analisis formula irama, analisis gaya bahasa, analisis diksi,
Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

295


296

dan analisis tema, yang menjadi dasar dalam pembahasan mengenai pandangan
masyarakat Sunda terhadap bangsa asing.
a.

Formula Sintaksis
Hasil temuan pada analisis formula sintaksis menunjukan ketiga teks MAD

dari kabupaten Sukabumi terdapat beberapa fungsi, kategori, dan peran. Fungsifungsi tersebut adalah fungsi subjek, predikat, dan keterangan yang kehadirannya
mendominasi. Hal tersebut dikarenakan pada teks MAD terdapat diksi-diksi yang
berkaitan dengan pronomina penutur dan sasaran MAD serta tokoh agung,
berkaitan dengan aktivitas, dan keterangan yang mengacu pada keadaan tempat
dan menyatakan peran sebagai penerima. Dalam teks MAD data 1 (kecamatan
Nyalindung) diksi atau frasa yang digunakan sebagai pronomina yaitu diksi aing
dan kuring, sehingga kehadiran dari diksi ini mengindikasikan kehadiran peran
penutur dalam teks MAD. Selanjutnya yaitu fungsi pronomina yang menjelaskan
sasaran yaitu pada diksi anjeun, hal tersebut menunjukan sasaran dari penggunaan
MAD disertai ke dalam teks yang bertujuan untuk penggunaan MAD langsung

mengenai pada sasaran. Adapun fungsi pronomina yang merujuk pada tokoh
agung, yaitu pada diksi Adam, diksi tersebut merujuk pada tokoh agung yaitu nabi
Adam. Hal tersebut menunjukan bahwa pada teks MAD terdapat kehadiran peran
tokoh agung di dalam teks. Pada teks MAD data 2 (kecamatan Gunung Guruh)
diksi atau frasa yang digunakan sebagai pronomina yaitu diksi kuring, sehingga
kehadiran dari diksi ini mengindikasikan kehadiran peran penutur dalam teks
MAD. Selanjutnya yaitu fungsi pronomina yang menjelaskan sasaran yaitu pada
frasa si Walanda, si Cina, si juragan bangsa asing, dan diksi anjeun, hal tersebut
menunjukan sasaran dari penggunaan MAD disertai ke dalam teks yang bertujuan
untuk penggunaan MAD langsung mengenai pada sasaran. Adapun fungsi
pronomina yang merujuk pada tokoh agung, yaitu pada diksi ka-Muhammadan,
diksi tersebut merujuk pada tokoh agung yaitu nabi Muhammad. Hal tersebut
menunjukan bahwa pada teks MAD terdapat kehadiran peran tokoh agung di
dalam teks. Pada teks MAD data 3 (kecamatan Cikakak) diksi atau frasa yang
digunakan sebagai pronomina yaitu diksi aing, sehingga kehadiran dari diksi ini
mengindikasikan kehadiran peran penutur dalam teks MAD. Selanjutnya yaitu
Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


297

fungsi pronomina yang menjelaskan sasaran yaitu pada frasa manusa bangsa
asing, hal tersebut menunjukan sasaran dari penggunaan MAD disertai ke dalam
teks yang bertujuan untuk penggunaan MAD langsung mengenai pada sasaran.
Adapun fungsi pronomina yang merujuk pada tokoh agung, yaitu pada diksi
Muhammad, diksi tersebut merujuk pada tokoh agung yaitu nabi Muhammad. Hal
tersebut menunjukan bahwa pada teks MAD terdapat kehadiran peran tokoh agung
di dalam teks. Kehadiran fungsi subjek pada ketiga teks MAD menunjukan asihan
ini mengandung unsur-unsur (diksi dan frasa) yang merepresentasikan pelaku,
sasaran, dan tokoh agung.
Pada data pertama terdapat aktivitas yang berkaitan dengan pandangan
masyarakat Sunda terhadap orang bangsa asing yang mengharapkan terwujudnya
kerukunan hidup di antara keduanya yaitu terkandung dalam kalimat rasa aing
rasa anjeun, mangka welas mangka asih, sing asih ka badan awaking, dan rék
nyiptakeun sakahayang aing sakabéh. Kalimat-kalimat tersebut dapat dimaknai
akivitas yang berhubungan dengan harapan penutur untuk mewujudkan kerukunan
hidup dengan dasar atas rasa kasih sayang yang dimiliki penutur dan orang bangsa
asing, sehingga menjadi sistem proyeksi atau pandangan masyarakat pengguna
MAD (penutur, masyarakat Sunda) terhadap bangsa asing. Pada data kedua

terdapat aktivitas yang berkaitan dengan pandangan masyarakat Sunda terhadap
orang bangsa asing yang mengharapkan terwujudnya kerukunan hidup di antara
keduanya yaitu terkandung dalam kalimat si Walanda, si Cina, si juragan bangsa
asing, sing dimunculkeun, mangka welas mangka asih, asih ka diri kuring, dan
nya aing nu nyaho asal anjeun. Kalimat-kalimat tersebut dapat dimaknai akivitas
yang berhubungan dengan harapan penutur untuk mewujudkan kerukunan hidup
dengan dasar atas rasa kasih sayang yang dimiliki penutur dan orang bangsa
asing, sehingga menjadi sistem proyeksi atau pandangan masyarakat pengguna
MAD (penutur, masyarakat Sunda) terhadap bangsa asing. Pada data ketiga
terdapat aktivitas yang berkaitan dengan pandangan masyarakat Sunda terhadap
orang bangsa asing yang mengharapkan terwujudnya kerukunan hidup di antara
keduanya yaitu terkandung dalam kalimat pangematkeun atina manusa bangsa
asing sakabéh, pada welas pada asih, dan sih keun asihan aing Rambut Sadana.

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

298


Kalimat-kalimat tersebut dapat dimaknai akivitas yang berhubungan dengan
harapan penutur untuk mewujudkan kerukunan hidup dengan dasar atas rasa kasih
sayang yang dimiliki penutur dan orang bangsa asing, sehingga menjadi sistem
proyeksi atau pandangan masyarakat pengguna MAD (penutur, masyarakat
Sunda) terhadap bangsa asing. Berdasarkan ketiga teks MAD, fungsi predikat
begitu dominan. Kehadiran fungsi predikat pada ketiga teks MAD menunjukan
aktivitas yang berkaitan dengan tujuan penggunaan MAD yaitu mempengaruhi
sukma atau jiwa orang bangsa asing agar dapat muncul atau memiliki rasa kasih
sayang ke pada penutur, sehingga dapat terwujud kehidupan yang rukun antara
penutur (masyarakat sunda) dengan orang bangsa asing. Hal tersebut adalah
mengimplementasikan harapan dan permohonan penutur yang terkandung dalam
teks MAD.
Jumlah larik dan kalimat pada teks MAD data 1, 2, dan 3, memiliki
perbedaan. Jumlah larik pada teks MAD data 1 yaitu berjumlah 13 larik, dan dari
13 larik tersebut membentuk 7 kalimat dengan gagasan yang utuh. Jumlah larik
pada teks MAD data 2 yaitu berjumlah 9 larik, dan dari 9 larik tersebut
membentuk 4 kalimat dengan gagasan yang utuh. Jumlah larik pada teks MAD
data 3 yaitu berjumlah 12 larik, dan dari 12 larik tersebut membentuk 7 kalimat
dengan gagasan yang utuh. Berdasarkan hasil analisis sintaksi pada ketiga teks
MAD, ditemukan pola-pola tertentu, yaitu terdapatnya pelesapan fungsi subjek.

Hal tersebut dikarenakan fungsi subjek tidak hanya mengacu pada teks, namun
terkait dengan konteks (fungsi subjek berhubungan dangan pelaku, tidak hanya
penutur). Hal tersebut berhubungan dengan konsep dasar dari penggunaan MAD,
karena penutur dalam MAD tidak selalu menjadi pelaku, melainkan Allah Swt.
yang memiliki kehendak dalam penggunaan MAD. Maka dengan demikian, MAD
termasuk dalam konsep berdoa dalam kehidupan manusia.

b.

Formula Bunyi
Hasil temuan dari analisis formula bunyi ketiga teks MAD menunjukan

terdapatnya kesamaan pola atau bentuk dengan pantun, atau rarakitan dan
wawangsalan yang terdapat di daerah Jawa Barat (Sunda). Hal tersebut

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

299


dikarenakan adanya pengaruh dari efek bunyi yang dominan pada ketiga teks
tersebut yang menimbulkan efek ritmis pada bunyi akhiran di setiap kata dalam
teks MAD. Adapun orkestrasi yang muncul dari kombinasai asonansi dan aliterasi
ketiga teks MAD, yaitu orkestrasi bunyi efoni dan kakofoni. Berdasarkan
dominasi dari setiap teks MAD, orkestrasi bunyi kakofoni yang mendominasi
dengan menimbulkan efek bunyi yang lirih serta menunjukan kehikmatan dalam
penuturannya. Efek bunyi efoni dalam setiap teks MAD menimbulkan kesan bunyi
yang merdu, hal tersebut yang membantu dalam peroses penghafalan, proses
penciptaan, dan perwarisan MAD. Kedua orkestrasi bunyi yang muncul dalam
ketiga teks MAD adalah penggambaran-pengambaran suasana hati dan perasaan
penutur pada saat penuturan. Penggamabaran tersebut berhubungan erat dengan
suasana permohonan penutur yang terasa hikmat disetiap larik pada teks MAD.
c.

Formula Irama
Hasil temuan dari analisis formula irama pada ketiga teks MAD menunjukan

bahwa dalam teks asihan khususnya MAD termasuk ke dalam tuturan yang
berirama ritme. Hal tersebut dikarenakan pola irama pada MAD tidak terikat

dengan pola tertentu, melainkan bersifat arbitrer. Irama yang terdapat pada teks
MAD tidak merupakan irama metrum yang memiliki pola-pola irama yang teratur,
seperti irama yang terdapat pada pupuh. Dengan kata lain, irama yang terdapt
pada MAD berbeda dengan irama yang terdapat pada pupuh. Irama yang terdapat
pada pupuh terikat dengan tuturan yang dilanggamkan serta memiliki pola irama
yang teratur. Sedangkan irama pada MAD dalam penuturan tidak terikat dengan
langgam. Berdasarkan pemaparan analisis formula irama teks MAD pada
pembahasan sebelumnya, menunjukan bahwa teks MAD memiliki pola irama
yang khas. Pola irama tersebut berdasarkan pada kombinasi bunyi yang
dihasilkan. Pada ketiga teks MAD, pola irama didominasi dengan irama yang
bernada pendek. Hal tersebut berkaitan dengan konteks penuturan yang
berhubungan dengan keefektifan waktu dalam penuturan. Karena dalam konteks
MAD, penuturan MAD bertujuan untuk mempengaruhi sukma orang bangsa asing
yang membutuhkan waktu yang sesingkat-sikatnya, serta berkitan dengan media
untuk mengenai ke pada sasaran.
Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

300


d.

Gaya Bahasa
Berdasarkan pembahasan analisis gaya bahasa setiap teks MAD, terdapat

hasil temuan yang menunjukan gaya bahasa pada ketiga teks tersebut adanya gaya
bahasa yang mendominasi, yaitu gaya bahasa sinekdoke baik pars pro toto
maupun totum pro parte. Gaya bahasa tersebut merupakan bahasa kiasan yang
menyebutkan suatu bagian kecil untuk menyatakan makna keseluruhan dan
bagian kecil dinyatakan oleh makna keseluruhan. Gaya bahasa tersebut terdapat
pada teks MAD data 1 yaitu pada larik Gedur-gedur bintang timur (larik 1), Rasa
aing rasa anjeun (larik 5), Sing asih ka diri kuring (larik 9), ieu aing ti kahiangan
(larik 10), dan Rék nyiptakeun sakahayang aing sakabéh (larik 10). Gaya bahasa
sinekdoke pada larik-larik tersebut berkaitan dengan makna media penyampaian
harapan dan penerima dari harapan tersebut. Harapan tersebut yaitu sukma atau
jiwa orang bangsa asing dapat dipengaruhi, sehingga dapat memiliki rasa atai sifat
kasih sayang ke pada penutur. Pada teks MAD data 2 yaitu pada larik Si Walanda,
si cina, si juragan asing (larik 1) dan Asal anjeun ti kuring (larik 7). Gaya bahasa
sinekdoke pada larik-larik tersebut berkaitan dengan sasaran MAD yaitu orang

bangsa asing. Sedangkan pada teks MAD data 3 yaitu pada larik Asih manik
papada manik (larik 1), Asih rasa papada rasa (larik 2), Pangematkeun atina
manusa bangsa asing sakabéh (larik 7), dan Ka badan awaking (larik 8). Gaya
bahasa sinekdoke pada larik-larik tersebut berkaitan dengan aktivitas yang
menyatakan makna harapan dan permohonan penutur. Berdasarkan fungsinya,
kehadiran gaya bahasa pada teks MAD yaitu memberi sugesti terhadap penutur
MAD. Hal tersebut selaras dengan konteks penuturan MAD, yang mengutamakan
keyakinan penutur akan harapan dan permohonan dalam menggunakan MAD.
Pada dasarnya, MAD merupakan aktivitas yang berhubungan dengan doa yang
membutukan keyakinan dan kepercayaan untuk dapat mewujudkan harapan dan
permohonan dalam penggunaan MAD. Sugesti-sugesti yang muncul dari adanya
gaya bahasa pada teks MAD, membantu penutur untuk mewujudkan maksud dan
tujuan penggunaan MAD.
e.

Diksi

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

301

Hasil temuan pada analisis diksi dari setiap teks MAD menunjukan
penggunaan diksi pada ketiga teks MAD mengunakan bahasa Sunda dengan
tingkatan yakni bahasa Sunda halus (lemes), sedang, dan kasar. Hal tersebut
terlihat dalam penggunaan pronomina pada teks MAD, seperti pada teks MAD
data 1 yaitu diksi Aing. Diksi aing mengalami beberapa kali pengulangan yang
bermaksud untuk menjadi penegas bahwa penutur adalah seseorang yang
memiliki maksud (harapan dan permohonan) dalam MAD. Diksi Aing termasuk
dalam bahasa Sunda kasar. Diksi anjeun merupakan pronomina yang merujuk
pada sasasaran MAD, diksi tersebut termasuk ke dalam bahasa Sunda dengan
tingkatan halus atau lemes. Sedangkan pada teks MAD data 2 terdapat diksi kuring
merupakan pronomina dari diri penutur yang merupakan bahasa sunda halus
(lemes) dan diksi awaking merupakan pronomina dari diri penutur yaitu sebuah
singkatan dari awak aing yang berarti sebuah pernyataan tentang kepemilikan
yaitu ‘diri atau badan saya’ (penutur) dan termasuk ke dalam tingkatan bahasa
sunda kasar. Serta diksi anjeun merupakan pronomina yang merujuk pada
sasasaran MAD, diksi tersebut termasuk ke dalam bahasa Sunda dengan tingkatan
halus atau lemes. Pada teks MAD data 3, sama halnya dengan data 1 terdapat
penggunaan diksi aing yang merupakan pronomina dari diri penutur dengan
tingkatan bahasa Sunda kasar. Penggunaan bahasa kasar pada diksi yang
menunjukan pronomina dari penutur berfungsi sebagai penegas yang berhubungan
dengan harga diri dalam ketiga teks MAD.
Adapun penggunaan diksi yang terdapat pengaruh dari bahasa Indonesia
seperti diksi bintang dan timur pada teks MAD data 1. Pada teks MAD data 2
terdapat penggunaan bahasa Sunda yang mempengaruhi ke dalam bahasa
Indonesia dengan tingkatan sedang yaitu pada diksi bangsa, badan, dan asal.
Diksi-diksi tersebut termasuk bahasa Indonesia termasuk ke dalam kata serapan
dari bahasa Sunda yang bertingkatan sedang. Sedangkan pada teks MAD data 3
penggunaan bahasa Sunda yang mempengaruhi ke dalam bahasa Indonesia dan
terdapat pada diksi cahaya bangsa, badan, dan tali. Diksi-diksi tersebut termasuk
ke dalam kata serapan dari bahasa Sunda yang bertingkatan sedang. Adanya

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

302

penggunaan bahasa Indonesia tersebut berpengaruh terhadap makna perasaan dan
makna harapan yang terkandung dalam teks MAD.
Adapun tingkatan dalam penggunanaan bahasa pada teks MAD data 1, 2,
dan 3 yang dipengaruhi oleh bahasa serapan lainnya, yakni terdapat pada diksi
sukma dan rasa yang diulang beberapa kali dalam teks MAD menandakan diksi
tersebut merupakan diksi penting. Diksi sukma dan rasa merupakan serapan dari
bahasa Jawa dan termasuk dalam bahasa Sunda sedang. Dalam bahasa Jawa diksi
tersebut termasuk dalam tinggatan krama atau bahasa tinggi.
Dalam konteks MAD, diksi-diksi tersebut merupakan tujuan utama dari
penggunaan MAD. Tujuan tersebut yaitu mempengaruhi sukma dan rasa orang
lain agar sesuai dengan harapan dari penutur. Dalam proses pewarisan pun
berpengaruh terhadap penggunaan diksi-diksi yang sewaktu-waktu akan berubah
dengan menyesuaikan calon penutur yang baru dan situasi serta kondisinya. Hal
tersebut terlihat pada diksi yang adanya pengaruh dari bahasa Indonesia dalam
ketiga teks MAD tersebut. Artinya pada pemilihan diksi-diksi pada setiap teks
MAD bersifat kondisional, namun tetap memperhatikan makna dan pengaruh yang
selaras dengan fungsi penggunaan MAD.
f.

Tema
Berdasarkan analisis tema pada ketiga teks MAD, menunjukan adanya

kesamaan dari ketiga teks tersebut. Kesamaan tersebut yaitu berkaitan dengan
gagasan pokok yang terkandung di dalam teks. Gagasan tersebut merupakan ide
utama atau tema yang terkandung dalam teks MAD. Tema pada teks MAD data 1,
2, dan 3 adalah ‘harapan masyarakat Sunda mendapatkan rasa kasih sayang
dari orang bangsa Asing, dengan tujuan memiliki kerukunan dalam hidup
antara masyarakat Sunda dengan bangsa Asing, sebagai pandangan
masyarakat Sunda terhadap orang bangsa Asing.’ Dari gagasan utama ketiga
teks MAD tersebut membentuk satu tema besar MAD yaitu “Pandangan
masyarakat Sunda akan kerukunan hidup terhadap bangsa Asing”. Tema
tersebut berkaitan dengan harapan dan permohonan penutur yang terkandung
dalam teks MAD. Artinya, secara keseluruhan teks MAD merefleksikan keinginan,
harapan, dan permohanan masyarakat Sunda yang mendambakan kasih sayang
Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

303

dari orang asing, sehingga dapat mewujudkan kehidupan yang rukun antara
keduanya. Pada saat analisis tema pada ketiga teks tersebut menghasilkan isotopiisotopi yang berbeda, namun isotopi-isotopi tersebut saling berhubungan sehingga
menghasilkan motif yang didominasi dengan makna harapan dan kerukunan. Hal
tersebut menunjukan teks MAD merupakan teks asihan yang merepresentasikan
sistem proyeksi (pandangan) masyarakat Sunda terhadap bangsa asing.
2.

Proses Penciptaan
Pada proses penciptaan terdapat dua pembahasan, yaitu proses penciptaan

dan proses pewarisan. Proses penciptaan teks MAD meliputi tiga pembagian
waktu, yaitu pra penuturan, penutran, dan pasca penuturan. Ketiga pembagian
tersebut berhubungan dengan tujuan dan peralatan, serta kehadiran audiens.
Hubungan dengan peralatan yaitu digunakan pada saat penuturan dan pasca yang
berfungsi sebagai media penyampai MAD kepada sasaran. Sedangkan audiens,
berhubungan dengan pembagian waktu karena kehadiran audiens karena hadirnya
audiens untuk menjelaskan maksud dan tujuan penggunaan MAD. Proses
penuturan teks MAD secara monolog tanpa adanya interaksi antara penutur dan
audiens atau pihak lain, karena dalam menuturkan MAD syarat akan dalam
keadaan hikmat. Hal tersebut dikarenakan MAD merupakan asihan yang bersifat
personal atau pribadi.
Berdasarkan analisis ketiga teks MAD, menunjukan proses pewarisan MAD
yaitu dengan secara vertikal. Proses perwarisan vertikal yaitu proses pewarisannya
yang diberikan dari orang yang lebih tua ke pada orang yang lebih muda dengan
adanya hubungan sistem kekeluargaan yang berbeda generasi. Hal tersebut
dinyatakan oleh ketiga penutur pada saat berinteraksi dengan peneliti, bahwa
mereka mendapatkan MAD dari orang tuanya (Bapak dan Aki). Proses pewarisan
teks MAD dilakukan secara kelisanan, karena pada diwarisi oleh orang tuanya,
mereka diajarkan untuk lebih mengandalkan indra pendengaran dan indra lainnya.
Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk mempermudah proses penghafalan.
3.

Konteks Penuturan

a.

Konteks Situasi

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

304

Berdasarkan hasil analisis ketiga teks MAD, menunjukan konteks situasi
yang bersifat bebas tanpa terikan dengan waktu dan tempat. MAD dapat
dituturkan dengan waktu dan tempat sesuai dengan kebutuhan penuturnya.
Adapun peralatan yang digunakan merupakan sebagai media MAD pada saat
penuturan untuk mengenai seorang atau sekelompok orang yang menjadi tujuan
MAD. Media tersebut seperti rokok, permen, penyedap makanan, minuman, dan
sebagainya. Media tersebut bersifat bebas, asalkan mengenai ke pada orang atau
sekelompok orang yang dituju dalam MAD. Pada saat pra penuturan terdapat
aktivitas penutur melakukan pameuli untuk memenuhi persyaratan sebelum
melakukan penuturan MAD. Pra penuturan meliputi aktivitas penutur memenuhi
persyaratan atau pameuli MAD dan menjelaskan maksud penggunaan MAD
kepada audiens. Penuturan meliputi tata cara penutur pada saat menuturkan MAD.
Pasca penuturan meliputi aktivitas penutur berinteraksi dengan sasaran MAD.
Teknik penuturan yang digunakan yaitu dengan cara monolog tanpa adanya dialog
antara penutur dan audiens. Adapun interaksi antara penutur dan audiens yang
bersifat dialog pada saat pra penuturan dan pasca penuturan saja, bukan pada saat
penuturan MAD. Kemudian adanya waktu penuturan MAD, yaitu pada saat
berangkat berpergian atau pada saat beradaptasi dilingkungan baru. Artinya dalam
budaya masyarakat Sunda, MAD termasuk ke dalam doa untuk mengawali
kehidupan sehari-hari dalam kegiatan berpergian seperti merantau serta pada saat
beradaptasi dilingkungan baru, khususnya berinteraksi secara langsung dengan
orang yang berbangsa asing.
b.

Konteks Budaya
Berdasarkan analisis pada ketiga teks MAD, menunjukan adanya kesamaan

dalam konteks budaya. Pembahasan mengenai konteks budaya ini merupakan hal
yang melatarbelakangi hadirnya MAD di kabupaten Sukabumi. Hasil analisis
konteks budaya menunjukan MAD dilatarbelakangi oleh beberapa aspek, yaitu
aspek bahasa, sistem teknologi, mata pencaharian, sistem sosial, sistem
pengetahuan, sistem religi, dan kesenian. Bahasa yang digunakan di daerah
tempat tinggal penutur yaitu bahasa Sunda. Sistem teknologi yang digunakan dan
berkembang di daerah tempat tinggal penutur yaitu pencampuran antara teknologi
Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

305

modern dan tradisional. Mata pencaharian yang mendominasi di daerah tempat
tinggal penutur yaitu bermatapencaharian sebagai petani dengan komoditas
utmanya yaitu padi sawah. Sistem sosial yang diterapkan di daerah tempat tinggal
penutur tidak ada kekhasan, namun hanya meliputi kepengurusan RT, RW,
Kepala Desa, dan Camat. Adapun pengurusan yang dikelola oleh pemilik
pesantren. Sistem pengetahuan yang terdapat di daerah tempat tinggal bersumber
dari sekolah-sekolah formal dan penyuluhan atau seminar yang diadakan oleh
pemerintah. Adapun terdapat pengetahuan yang bersifat tradisional, salah satunya
seperti dalam bidang pengobatan, tata-cara bertani, resep-resep makanan dan
minuman. Adapun sistem kepercayaan atau religi di daerah tempat tinggal
penutur, masyarakat sekitar cenderung bersifat animisme, karena masih percaya
pada hal-hal yang bersifat mistis, serta cenderung menggabungkan kebudayaan
dan agama. Kesenian yang terdapat di sekitar tempat tinggal penutur, masih
terdapat kesenian tradisional yang dilestarikan seperti kesenian Angklung dan
Calung, kesenian Pencak Silat, kesenian Manggul Lisung, dan kesenian Jipeng.
Berdasarkan konteks budaya, ketiga kecamatan masih memegang atau
melestarikan hal-hal yang bersifat tradisional. Hal tersebut dianggap adalah
warisan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan.
4.

Fungsi
Berdasarkan analisis fungsi pada ketiga teks MAD, menunjukan teks MAD

memiliki fungsi sebagai sistem proyeksi (pandangan hidup) masyarakat Sunda
terhadap bangsa asing. Sistem proyeksi masyarakat Sunda merupakan pandangan
hidup akan angan-angan atau harapan yang dimiliki oleh masyarakat Sunda
terhadap bangsa Asing. Artinya MAD merupakan penggambaran angan-angan
atau harapan masyarakat Sunda berupa ingin dicintai dan disayangi oleh bangsa
asing. Pada dasarnya MAD berfungsi untuk menarik simpati, perhatian,
kepedulian orang yang berbangsa asing, sehingga mengasihi dan menyayangi
pengguna MAD. Fungsi kedua yaitu sebagai protes sosial masyarakat Sunda,
fungsi tersebut menggambarkan penyaluran pendapat masyarakat terhadap
kekuasaan bangsa Asing yang menjadi pembatas kebebasan sistem sosial pada
saat penggunaan MAD. Maksudnya, MAD berfungsi sebagai protes sosial bagi
Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

306

masyarakat Sunda terhadap kekuasan orang bangsa Asing yang pada masa
penjajahan sampai saat ini yang masih menjadi pembatas kebebasan sistem sosial.
Pembatas kebebasan sistem sosial yaitu sistem sosial pada masyarakat Sunda
adanya batas antara masyarakat Sunda dengan bangsa Asing. Pembatasan sistem
sosial tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya kekuasaan yang
dimiliki oleh bangsa Asing dalam bidang pemerintahan, perekonomian, sosial,
agama, dan budaya. Artinya fungsi MAD sebagai protes sosial masyarakat Sunda
berkaitan erat dengan fungsi MAD yang pertama yaitu sebagai sistem proyeksi
masyarakat Sunda akan kerukunan hidup antara masyarakat Sunda dan bangsa
Asing. Fungsi ketiga sebagai alat pendidikan anak. Fungsi ini berfokus pada
pengenalan dan pelestarian budaya lisan Sunda. Fungsi tersebut berkaitan dengan
proses penciptaan, yaitu dalam penggunaan bahasa yang berupa rangkai-rangkaian
kata dan pola bahasanya serta nilai sastra tinggi yang terkandung dalam MAD.
Sehingga manfaat yang didapat yaitu berupa pengetahuan tentang fungsi dan
tujuan sastra lisan (berbahasa Sunda), mengetahui pandangan hidup masyarakat
Sunda terhadap bangsa Asing, serta menjadi bahan ajar dalam apresiasi puisi lisan
yang berbahasa Sunda. Fungsi tersebut agar menerangkan anak-anak atau calon
pelestari kebudayaan yang terdapat pada teks MAD dan mengetahui dan paham
akan latar belakang adanya budaya atau tradisi lisan ini. Maka dari itu fungsi ini
harus diterapkan secara baik dan benar, sebab hal ini berkaitan dengan
keberlangsungan dari budaya lisan ini dan pemahaman akan budaya yang terdapat
di tengah-tengah masyarakat Sunda. Fungsi MAD terhadap masyarakat umum
yaitu sebagai media dalam penggambaran pandangan hidup penggunanya.
5.

Makna
Berdasarkan hasil analisis pada ketiga teks MAD, menunjukan ketiga teks

tersebut berkaitan dengan makna harapan dan makna kerukunan. Pada teks MAD
data 1 terdapat diksi bintang timur yang bermakna secara harfiah berarti benda
langit yang bersinar dan berada di sebelah timur pada dini hari. Dengan kata lain
bintang timur memiliki makna bersama yaitu benda yang bersinar. Dalam konteks
MAD, salah-satu harapan penutur yaitu menjadi yang bersinar agar dapat dilihat
oleh banyak orang dan menjadi pusat perhatian. Hal tersebut berkaitan erat
Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

307

dengan konteks MAD yang menggambarkan proyeksi masyarakat Sunda yang
mengharapkan kerukunan hidup antar sesama manusia, dalam hal ini terkhusus
orang bangsa Asing. Cara untuk mencapai harapan tersebut, frasa bintang timur
sangat penting untuk digunakan dalam MAD, karena memiliki kekuatan yang
dapat membantu ketercapaian harapan tersebut serta secara konteks frasa tersebut
sangat dekat dengan bangsa Asing, bisa dikatakan lain sebagai kepercayaan
bangsa Asing yang dipakai oleh penutur dalam MAD. Diksi bulan secara makna
denotasi yaitu benda langit yang terlihat jelas ketika malam hari, maka bulan
dapat terindra oleh indra penglihatan. Kata tersebut terdapat pada larik kedua teks
MAD yaitu ngadi bulan ngembang sukma yang berarti sukma di sini ialah sukma
penutur mengembang seperti bulan. Maksudnya penutur sebagai masyarakat
Sunda yang berharap akan sukmanya seperti bulan. Secara konotatif, makna
harapan yang muncul yaitu bukan sukma penutur seluas, seterang, atau sebesar
bulan, melainkan penutur berharap sukmanya berpancaran seperti cahaya bulan
dan memiliki sifat keindahan seperti bulan, memancarkan cahaya yang memiliki
makna kehangatan dan memiliki kekuatan yang diharapkan dimiliki pada sukma
penutur. Tujuan dari harapan tersebut yaitu agar sukma penutur dapat menarik
perhatian orang lain, sebab sukmanya memiliki daya magis atau gaib seperti
bulan, sehingga bangsa Asing memiliki hubungan erat (memiliki sifat welas dan
asih) dengan masyarakat Sunda.
Pada teks MAD data 2 terdapat kata welas dan asih bermakna sebagai media
dan sistem proyeksi (pandangan) masyarakat Sunda terhadap orang asing. Kata
welas dan asih sebagai media yaitu sebagai media penyampaian harapan-harapan
penutur terhadap orang bangsa asing. Harapan tersebut tidak hanya sebatas
tentang perasaan kasih sayang saja. Namun adanya harapan lainnya yang
terkandung dalam kata tersebut seperti pengharapan akan kesejahteraan hidup,
kemakmuran hidup, kesucian perasaan, kerukunan hidup, dan keindahan
kehidupan antar sesama manusia. Hal tersebut berhubungan dengan sistem
proyeksi (pandangan) masyarakat Sunda. Maksudnya masyarakat Sunda
menggambarkan pandangan tentang kehidupan antar sesama manusia, dalam hal
ini antara masyarakat Sunda dengan orang bangsa asing yang terkandung dalam

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

308

kata welas dan asih dalam teks MAD. Kehidupan secara ideal yang diharapkan
oleh masyarakat Sunda, kehidupan ideal seperti adanya kerukunan antar sesama,
menjungjung tinggi rasa tanggungjawab atas hidup yang diberikan oleh Tuhan,
saling menghargai antar sesama, serta menjaga dan melestarikan budaya dan adat
istiadat yang telah diwarisi oleh para leluhur. Hal tersebut merupakan sifat dasar
manusia dengan memperhatikan dari segi ucapan, tingkah laku, tekad dan niat,
sehingga tidak menjadi manusia yang selalu mengikuti hawa nafsu dan ambisi.
Pada dasarnya, manusia ialah makhluk yang diberi anugerah secara lahir dan batin
oleh Tuhan secara sempurna, namun pada kehidupannya, manusia yang memiliki
sikap untuk memanfaatkan anugerah tersebut. Maka dengan demikian, kata welas
dan asih bermakna denotasi dan konotasi yang berhubungan dengan kerukunan
hidup antara masyarakat Sunda dan orang bangsa asing. Terdapat pula kata kaMuhammadan dan ka-Rasulan bermakna denotasi yaitu sifat kenabian dan
kerasulan yang dimiliki oleh nabi Muhammad Saw. Pada teks MAD, kata tersebut
terdapat pada kalimat terakhir yaitu kalimat nya kuring nu kasifatan kaMuhammadan jeung ka-Rasulan. Kalimat tersebut menjelaskan harapan penutur
tentang harapan penutur akan memiliki kesamaan sifat kenabian dan kerasulan
yang dimiliki oleh nabi Muhammad. Artinya, kata ka-Muhammadan dan kaRasulan merupakan sifat yang diharapkan oleh penutur yang berhubungan dengan
makna secara konotasi yang merupakan simbol dari unsur keagungan, kesucian,
kesejahteraan, kehidupan, keindahan, kesejukan, dan kerukunan yang terkandung
dalam sifat kenabian dan kerasulan nabi Muhammad. Unsur-unsur yang
terkandung dalam sifat kenabian dan kerasulan nabi Muhammad, masih sebagian
kecil dari keseluruhan sifat yang dimiliki oleh nabi Muhammad. Hal tersebut
berdasarkan dari latar belakang nabi Muhammad yang merupakan nabi dan rasul
yang terakhir yang diutus oleh Allah Swt. dan beliau menjadi tokoh agung yang
dipercaya oleh masyarakat Sunda khususnya sebagai tokoh yang diagungkan.
Maka tidak heran, jika nabi Muhammad disertai dalam MAD, meskipun hanya
sifat yang menjadi harapan penutur. Maka dengan demikian, kata kaMuhammadan dan ka-Rasulan disertai dalam MAD dan memiliki makna yang
mendalam dan tidak sembarang untuk menafsirkannya.

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

309

Pada teks MAD data 3 terdapat Frasa cahaya gading bermakna secara
denotasi cahaya keemasan yang memancar dari nabi Muhammad, cahaya tersebut
menimbulkan makna keindahan dan bersimbolkan makna kerukunan yang
menjadi harapan penutur dalam MAD. Cahaya bermakna konotasi sebagai simbol
kejayaan, maksudnya warna keemasan menyimbolkan kejayaan dari seseorang
yang memiliki cahaya tersebut. Cahaya tersebut dimiliki oleh nabi Muhammad,
nabi Muhammad adalah seorang nabi dan rasul yang terakhir yang diutus oleh
Allah Swt. Hal tersebut menggambarkan akan kejayaan yang dimiliki oleh nabi
Muhammad yang menjadi teladan umat manusia. Adapun simbol yang terkandung
dalam frasa tersebut yaitu simbol kemakmuran. Simbol kemakmuran sering kali
berhubungan dengan kehidupan manusia yang diharapkan oleh semua umat
manusia. Serta adanya simbol kesejahteraan yang terkandung dalam frasa
tersebut. Cahaya keemasan berhubungan dengan warna keemasan yang berkaitan
dengan kesejahteraan manusia dalam segi harta yang dimilikinya, sehingga frasa
tersebut disimbolkan sebagai makna kesejahteraan. Dalam konteks MAD, cahaya
keemasan bersimbol sebagai simbol kerukunan. Artinya cahaya tersebut
disimbolkan sebagai simbol kerukunan karena berkaitan dengan permohonan dan
harapan penutur (masyarakat Sunda) yang mendambakan kerukunan hidup
bersama orang bangsa asing. Simbol-simbol yang terkandung dalam frasa cahaya
gading dilesapkan atau disertai dalam MAD bertujuan untuk menyertai harapan
dan permohonan penutur yang berharap dapat dikehendaki oleh Allah Swt. Maka
dengan demikian, cahaya gading terdapat pada teks MAD.
Hasil dari berbagai kesimpulan mengenai makna yang terkandung dalam
setiap diksi dan frasa ketiga teks MAD, berkaitan dengan makna harapan dan
kerukunan yang terlesapkan atau disimbolkan dalam teks MAD. Hal tersebut pula
berhubungan dengan masyarakat Sunda, seperti apek kebudayaan, sistem
proyeksi, dan alat protes sosial. MAD terlahir dari kebudayaan masyarakat yang
berhubungan langsung dengan orang bangsa asing. Maka dengan demikian, MAD
digunakan sebagai media persatuan antara umat manusia.
B.

IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

310

Penelitian ini merupakan penelitian terhadap objek data yang berhubungan
dengan konteks situasi dan kebudyaan masyarakat penggunanya. Maka dari itu
penelitian ini bertumpu pada teori folklor modern yang di dalamnya terdapat
pembahasan mengenai analisis struktur teks dan analisis pada konteks yang
melatarbelakangi hadir dan terciptanya teks tersebut. Melalui penelitian ini,
asihan terbukti bukan sekadar puisi lisan yang dituturkan saja, namun sebagai doa
yang merefresentasikan harapan dan permohonan penuturnya. Dengan demikian,
penelitian yang berkaitan dengan asihan khususnya mantra asihan diri ini bersifat
penting, sebab sebagai jawaban atas ketabuan asihan pada masyarakat umum di
zaman kekinian. Hasil temuan pada penelitian asihan menunjukan asihan pada
masanya merupakan sebuah tuturan yang dimiliki dan dipergunakan oleh
masyarakat dan memiliki kedudukannya tersendiri di kehidupan sehari-hari.
Mantra Asihan merupakan objek data kajian menjadi batas dari penelitian
ini, sehingga perlu adanya penelitian-penelitian lanjutan, sehingga pelbagai aspek
yang berkaitan dengan sastra lisan ini semakin jelas di tengah-tengah masyarakat
umum. Objek data pada penelitian ini adalah teks MAD yang berasal dari tiga
kecamatan di kabupaten Sukabumi, yang merupakan penelitian terbatas terhadap
sastra lisan. Dengan demikian, penting adanya penelitian-penelitian lanjutan yang
berkaitan dengan asihan di daerah-daerah lainnya, sehingga dapat ditemukannya
pesamaan dan perbedaan dari teks MAD di setiap daerah. Pada saat ini, asihan
dapat terbilang sudah tidak produktif digunakan, namun masih memliki peranan
dalam kehidupan masyarakat Sunda. Perlua adanya langkah-langkah dalam
pelestarian warisan budaya, yaitu berupa penelitian-penelitian yang mengkaji
puisi lisan seperti mantra asihan. Hal tersebut bertujuan untuk membuka dan
memaparkan tujuan dan maksud dari penggunaan MAD, sehingga masyarakat
umum memahami akan kegunaan asihan tersebut bukanlah bersifat negatif.
Dengan kata lain, hal tersebut bertujuan membuka kembali sejarah dan
memahami dari setiap pesan yang terlesapkan dalam tradisi lisan. Maka dari itu,
penting adanya tindaklanjut dari pembaca untuk mengapresiasikan karya leluhur
yang penuh dengan pesan. Berhubungan dengan kesederhanaan yang terdapat
pada penelitian ini masih memiliki kekurangan, maka peneliti menyarankan agar

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

311

adanya penelitian yang serupa. Karena masih banyak karya leluhur terkhusus
dalam tradisi lisan seperti asihan yang masih menjadi harta yang terpendam dan
perlu untuk ditemukan serta dianalisa secara cermat.

Hendi Saputra, 2016
PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING
Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu