TAP.COM - JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015 1 PENGARUH ... 16 34 1 PB

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

PENGARUH PEMBIDAIAN TERHADAP PENURUNAN RASA NYERI PADA PASIEN
FRAKTUR TERTUTUP DI RUANG IGD RUMAH SAKITUMUM DAERAH A.M
PARIKESIT TENGGARONG
Effect Of Splinting Concerning Fracture Pain On Patient In Igd Room At A.M Parikesit
Hospital Tenggarong

Alfi Fakhrurrizal
ABSTRACT
Fracture is a potential or actual threat to the integrity of the person whose physiological or
psychological disorder that can cause a pain response. To reduce the pain can be done with
splinting. Then conducted from preliminary study, as many as 2 of 5 respondents still have pain
after get splinting.and 3 another responden not else.The objective is to determine the effect of
splinting on close fracture patient's in Emergency room at A.M Parikesit Hospital, Tenggarong. The
methods are used pre-experimental research methods with one group pre test post test design
approach without control. Then amounted to 15 samples of close fracture clients with insidental
sampling techniques.The characteristics of client close fracture in Emergency room at A.M
Parikesit Tenggarong showed the majority of respondents were between 23 to 37 years old, with
often arises is 20 years old is 13,3 %, male is 66,7 %, and generally Banjarnese is 46,6 %. The
average of pain before splinting is 7.00 with a standard deviation is 1.648. While the average of

pain after done actions splinting is equal to 4,87 with a standard deviation is 1,648. Hypothesis
testing result with t paired statistical test which means that Ho is rejected because the value of p. =
0.001 is smaller than the value of α = 0.05 and pearson r correlation = 0,403 .So Conclusion is That
the intervention of splinting in significantly influence to the level decreased of pain close fracture
client's in Emergency room, at A.M Parikesit Hospital, Tenggarong.
Keywords: Spinting, Pain, Close Fracture

PENDAHULUAN
Salah satu dampak kemajuan teknologi
adalah semakin padatnya arus lalulintas yang
mengakibatkan
meningkatnya
angka
kecelakaan lalu lintas di jalan raya, yang
dapat menyebabkan cedera pada anggota
gerak, yang salah satunya adalah fraktur.
Fraktur atau patah tulang ini merupakan salah
satu kedaruratan medik yang harus segera
ditangani secara cepat, tepat dan sesuai
dengan prosedur penatalaksanaan patah

tulang, karena sering kali penanganan patah
tulang dilaksanakan secara keliru oleh
masyarakat atau orang awam di tempat
kejadian kecelakaan.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat
tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan
dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas
bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan
yang terjadi . Di Indonesia kecelakaan lalu

lintas merupakan penyebab kematian nomor 3
(tiga), setelah penyakit jantung dan stroke.
Menurut data Kepolisan Republik Indonesia
tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan
mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian
mencapai 9.865 orang, 6.142 orang
mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami

luka ringan.
Di Kalimantan Timur pada tahun 2009
tercatat 1.029 kasus kecelakaan dan sebanyak
475 orang diantaranya meninggal dunia.
Tahun 2010 tercatat 1.342 kasus kecelakaan
lalu lintas, 539 orang diantaranya meninggal
dunia. Dari data yang dilansir Ditlantas Polda
Kaltim hingga bulan Mei 2011 tercatat 516
kasus kecelakaan dengan korban meninggal
dunia
sebanyak
181.(
redaksi.www.korankaltim.co.id ).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di
Indonesia terjadi kasus fraktur yang
disebabkan oleh cedera antara lain karena
jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda
1


JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh
yang mengalami fraktur sebanyak 1.775
orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak
1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda
tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7%). Dan berdasarkan
RISKESDAS tahun 2013, disebutkan dari
84.774 orang kasus cedera 5,8 % mengalami
patah tulang (fraktur).
Berdasarkan data yang diperoleh di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD. A.M
Parikesit Tenggarong jumlah pasien fraktur
pada tahun 2013 terdapat 648 kasus fraktur
dengan kasus fraktur tertutup sebanyak 473
kasus (72,99%) .
Terjadinya fraktur mengakibatkan adanya

kerusakan syaraf dan pembuluh darah yang
menimbulkan rasa nyeri. Nyeri terus menerus
dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi .Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang. Nyeri yang
timbul pada fraktur bukan semata-mata
karena frakturnya saja, namun karena adanya
luka jaringan disekitar tulang yang patah
tersebut dan pergerakan fragmen tulang.
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat
diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga
dengan
teknik
imobilisasi
(tidak
menggerakkan daerah yang fraktur). Teknik
imobilisasi dapat dicapai dengan cara
pemasangan bidai atau gips.

Pembidaian adalah berbagai tindakan
dan upaya untuk mengistirahatkan bagian
yang patah. Pembidaian adalah suatu cara
pertolongan pertama pada cedera/trauma
sistem
muskuloskeletal
untuk
mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh
kita yang mengalami cedera dengan
menggunakan suatu alat. Pembidaian ini
bertujuan
untuk
mengurangi
dan
menghilangkan rasa nyeri, mencegah gerakan
patah tulang yang dapat mengakibatkan
kerusakan
jaringan
lunak
sekitarnya

(Smeltzer,
2002).
Pembidaian
dapat
menyangga atau menahan bagian tubuh agar
tidak bergeser atau berubah dari posisi yang
dikehendaki, sehingga menghindari bagian
tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya dan
dapat mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.
Di ruang instalasi gawat darurat
RSUD.
A.M
Parikesit
Tenggarong

menetapkan prosedur pemasangan bidai untuk
semua pasien yang mengalami fraktur yang
terjadi pada tulang panjang, misalnya fraktur
pada femur, tibia, fibula serta radius dan
ulna , baik pada fraktur tertutup maupun

fraktur terbuka . Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya kerusakan fragmen
tulang atau jaringan yang lebih parah.
Adapun fungsi pemasangan bidai yang dapat
mengurangi rasa nyeri pada pasien, tidak
dikaji lebih jauh. Belum ada pengkajian
yang meliputi skala nyeri yang dirasakan
pasien, juga pengaruh pembidaian terhadap
intensitas nyerinya, berkurang atau justru
bertambah . Selama ini, nyeri yang dirasakan
pasien hanya ditindak lanjuti dengan
pemberian analgetik .
Dari studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti, 2 dari 5 orang responden
menyatakan masih nyeri setelah dilakukan
pembidaian, 3 lainnya menyatakan nyeri
berkurang.
Mengetahui fenomena ini maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul

“ Pengaruh pembidaian
terhadap penurunan rasa nyeri pada pasien
Fraktur tertutup di Ruang IGD RSUD A.M
Parikesit Tenggarong. ”
TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemasangan bidai terhadap
penurunan rasa nyeri pada pasien fraktur
tertutup di ruang IGD Rumah Sakit Umum
Daerah A.M Parikesit Tenggarong.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi:
a. Karakteristik responden pada fraktur
tertutup ( usia, jenis kelamin, suku,
pendidikan, pekerjaan ) di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah A.M Parikesit
Tenggarong.

b.
Nyeri pada responden fraktur
tertutup sebelum dilakukan pemasangan bidai
di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah
A.M Parikesit Tenggarong.
c.
Nyeri pada responden fraktur tertutup
setelah dilakukan pemasangan bidai di ruang
IGD Rumah Sakit Umum Daerah A.M
Parikesit Tenggarong.

2

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

d.
Perbedaan skala nyeri pada responden
fraktur tertutup sebelum dan sesudah tindakan
pembidaian di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah A.M Parikesit Tenggarong.


melibatkan satu kelompok subyek, dimana
kelompok subyek diobservasi sebelum
dilakukan intervensi, kemudian diobservasi
lagi setelah dilakukan intervensi.(Nursalam,
2011). Observasi yang dilakukan sebelum
eksperimen disebut pre test, dan observasi
sesudah eksperimen disebut post-test.
Perbedaan antara pre test dan post test
diasumsikan merupakan efek dari treatment
atau
eksperimen.
(Arikunto,2012)

METODE PENELITIAN
Jenis rancangan penelitian pre eksperimen
one group pre post test design dengan tidak
menggunakan
kelompok
pembanding
(kontrol). Penelitian ini mengungkapkan
hubungan sebab akibat dengan cara
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik responden berdasarkan umur

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Ruang IGD RSUD. A.M Parikesit
Tenggarong Samarinda ,
Varia
bel

N

Umur 15

Me
an

S.D

31 thn

Min

12,80

Max

15 thn

95% CI
Low

55 thn

Up
23,52

37,69

Sumber : Data primer
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat
klien termuda adalah 15 tahun dan usia
diketahui bahwa rata-rata umur klien
tertua
adalah
55
tahun
fraktur tertutup adalah 31 tahun. Umur
.
b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, suku, pendidikan dan pekerjaan
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Suku, Pendidikan dan Pekerjaan
di Ruang IGD RSUD A.M Parikesit Tenggarong
Variabel
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Suku
Jawa
Bugis
Banjar
Kutai
Dayak
Total
Pendidikan
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Total

Frekuensi

%

10
5
15

66,7
33,3
100

3
3
7
1
1
15

20
20
46,6
6,7
6,7
100

2
7
6
15

13
47
40
100
3

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

Pekerjaan
Belum Bekerja
IRT
Swasta
PNS
Total

4
2
6
3
15

27
13
40
20
100

Sumber : Data primer

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
proporsi responden yang menderita fraktur
tertutup yaitu berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 10 responden (67%), sedangkan
responden
perempuan
sebanyak
5
responden (33%). Mayoritas responden
adalah suku Banjar sebanyak 7 orang
(46,6%) dan responden minoritas bersuku
Kutai dan Dayak yaitu masing-masing 1
orang (6,7%). Responden berpendidikan

SMA sebanyak 7 orang ( 47 % ) kemudian
disusul PT dan SMP. Responden yang
memiliki pekerjaan swasta sebanyak 6
orang (40%) kemudian disusul belum
bekerja karena sedang menempuh
pendidikan, PNS dan sebagai IRT.
c. Gambaran distribusi
responden
berdasarkan skala nyeri sebelum dan
sesudah tindakan

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Skala Nyeri Sebelum
SesudahTindakan Pembidaian di Ruang IGD RSUD A.M Parikesit Tenggarong
Variabel

N

Skala
Nyeri
15
sebelum
Pembidaian
Skala
Nyeri
15
Sesudah
Pembidaian

Max

dan

95% CI
Low
Up

Mean

S.D

Min

7,00

1,648

5

10

6,09 7,91

4,87

0,743

4

6

4,46 5,28

Sumber : Data Sekunder
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
rata-rata skala nyeri pasien dengan fraktur
tertutup
sebelum dilakukan tindakan
pembidaian di IGD adalah berskala nyeri 7,
dengan nilai minimal 5 dan nilai maksimal
10. Setelah dilakukan tindakan pembidaian
adalah berskala nyeri 4,87 dengan nilai
minimal 4 dan nilai maksimal 6.Hal ini
didukung dengan data dari Biro Pusat
Statistik
Samarinda
(2013)
bahwa
mayoritas suku yang berada di Samarinda
adalah suku Jawa. Menurut asumsi peneliti,

kejadian fraktur dapat terjadi pada berbagai
suku yang ada, terutama pada mayoritas
suku yang mendiami wilayah tersebut.
1. Analisa Bivariat
Dalam
menganalisa
bivariat
menggunakan uji t sampel berpasangan
untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh nyeri pada klien fraktur sebelum
dengan sesudah dilakukan tindakan
pembidaian. Hasil yang diperoleh adalah
seperti pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan Rasa Nyeri Pada Pasien Fraktur
Tertutup di Ruang IGD RSUD A.M Parikesit Tenggarong

4

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

Variabel
-

N

Skala Nyeri sebelum tindakan
15
Pembidaian
Skala nyeri sesudah tindakan
15
pembidaian

Mean

P value

7,00
4,87

0,001

Dari tabel di atas didapatkan bahwa
rata - rata skala nyeri pasien dengan
fraktur tertutup
sebelum dilakukan
tindakan pembidaian di IGD adalah
berskala nyeri 7,00 sedangkan setelah
dilakukan tindakan pembidaian adalah
berskala nyeri 4,87. Dari tabel di atas juga

menunjukkan p-value (0,001) yang lebih
kecil dari alfa (0,05), dengan demikian
dapat disimpulkan terdapat pengaruh
yang signifikan antara pembidaian
dengan penurunan rasa nyeri pada pasien
fraktur tertutup di Ruang IGD RSUD.
A.M Parikesit Tenggarong.

A. Pembahasan
1. Analisa Univariat

beraktivitas di luar dibandingkan
perempuan,
sehingga
kemungkinan
mengalami kecelakaan lalu lintas lebih
besar. Hal ini sejalan dengan penelian
Simarmata (2008) yang menyebutkan
laki – laki lebih banyak yang mengalami
kejadian kecelakaan lalu lintas dan
penelitian Nurchairiah (2014) yang
menyebutkan laki-laki banyak mengalami
fraktur.
Faktor jenis kelamin ini dalam
hubungannya dengan faktor yang
mempengaruhi nyeri adalah bahwasanya
laki-laki dan wanita
mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai
respon mereka terhadap nyeri. Hal ini
tidak sesuai dengan teori yang
mengungkapkan bahwa masih diragukan
bahwa jenis kelamin merupakan faktor
yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri.
Misalnya anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis dimana seorang
wanita dapat menangis dalam waktu yang
sama. Penelitian yang dilakukan Burn,
dkk.(1989) dikutip dari Potter & Perry,
1993.
c). Budaya ( suku )
Berdasarkan
penelitian
ini,
responden terbanyak adalah suku Banjar
yaitu sebanyak 7 orang (46,6 %),
kemudian suku jawa dan Bugis yaitu
masing – masing 3 orang (20 %), serta
suku Kutai dan Dayak yaitu masing –
masing 1 orang (6,7 %) .
Asumsi peneliti, Suku Banjar,
Dayak dan Kutai adalah penduduk asli di
Kalimantan Timur. Hal ini sejalan dengan
penelitian Nurchairiah ( 2014 ), di Pekan

a). Karakteristik responden
1). Usia
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa rata-rata umur klien
fraktur tertutup di IGD RSUD A.M
Parikesit Tenggarong adalah 30 tahun.
Umur klien fraktur termuda adalah 15
tahun dan usia tertua adalah 37 tahun .
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Simarmata (2008) bahwa pada
kejadian kecelakaan usia pengendara
sepeda motor berada pada rentang 21 – 30
tahun .
Asumsi peneliti, rentang usia diatas
adalah usia produktif dan remaja, yang
memiliki
mobilitas tinggi dengan
berbagai aktifitas dan cenderung labil
dalam berkendaraan. Sehingga kejadian
kecelakaan lalu lintas cenderung tinggi
terjadi pada usia ini.Dan berdasarkan
RISKESDAS tahun 2013, disebutkan dari
84.774 orang kasus cedera 5,8 %
mengalami patah tulang (fraktur).
b). Jenis kelamin
Dari penelitian ini didapatkan
sebanyak 5 responden (33,3 % ) adalah
perempuan dan untuk laki-laki sebanyak
10 0rang (66,7 %), bila dilihat ditemukan
perbedaan jumlah jenis kelamin antara
laki-laki dan perempuan, dan dapat
dikatakan bahwa perbandingan (ratio)
klien fraktur pada perempuan lebih
rendah dari pada laki - laki.
Asumsi peneliti, hal ini terjadi karena
laki - laki cenderung lebih aktif

5

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

Baru, dimana penduduk asli ( Melayu )
adalah responden terbesar.
Pasien dengan latar belakang
budaya yang lain bisa berekspresi secara
berbeda, seperti diam seribu bahasa
ketimbang mengekspresikan nyeri klien
dan bukan perilaku nyeri karena perilaku
berbeda dari satu pasien ke pasien yang
lain (Smeltzer & Bare, 2002).
Penelitian ini sesuai teori yang
mengungkapkan bahwa keyakinan dan
nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu
mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana bereaksi
terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991). Dapat disimpulkan bahwa
mengenali nilai-nilai budaya yang
memiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilainilai kebudayaan lainnya membantu
untuk menghindari mengevaluasi perilaku
pasien berdasarkan harapan dan nilai
budaya seseorang serta dapat membantu
perawat dalam mengenali nyeri pada
klien tertentu.
d). Pendidikan
Gambaran
pendidikan
responden
terbanyak adalah berpendidikan SMA
sebanyak 7 orang ( 47% ) kemudian
disusul PT dan SMP. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien dengan dengan
fraktur tertutup lebih banyak yang
berpendidikan SMA.
Asumsi peneliti, usia SMA adalah
usia produktif yang mobilitasnya tinggi,
banyak beraktivitas di luar dan cenderung
labil dalam berkendaraan, sehingga angka
kejadian kecelakaan dan fraktur banyak
terjadi pada orang yang berpendidikan
SMA.
Hal ini sejalan dengan penelitian
Ritonga (2012) bahwa usia SMA adalah usia
produktif yang mobilitasnya tinggi
dan
cenderung labil dalam berkendaraaan.
.Seseorang dengan pendidikan tinggi
akan lebih mudah untuk mengkomunikasikan
skala nyerinya. Biasanya dengan pendidikan
yang tinggi dapat mengungkapkan secara baik
memaknai nyeri yang dialami sudah pada
skala berapa. Dapat memaknai skala nyeri
pada seseorang mempengaruhi pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap
nyeri (Andarmayo, 2013).
e). Pekerjaan
Gambaran pekerjaan pada pasien
responden terbanyak adalah memiliki
pekerjaan swasta yaitu sebanyak 6 orang
(40%) kemudian disusul belum bekerja
karena sedang menempuh pendidikan, PNS
dan sisanya sebagai IRT.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ritonga (2012), yang menyebutkan
kecelakaan paling banyak melibatkan
pengendara dengan jenis pekerjaan swasta
(67,7 %).
Asumsi peneliti, orang yang
pekerjaannya swasta , cenderung lebih banyak
bekerja di luar ruangan dan beraktifitas di
lapangan. Hal ini sejalan dengan data dari
Bappeda Samarinda (2013), bahwa lapangan
usaha pertambangan mampu menyerap
25.816 jiwa.
b). Nyeri Sebelum Dilakukan
Tindakan pembidaian
Berdasarkan Tabel 4.3, dapat
diketahui bahwa rata-rata nyeri klien sebelum
dilakukan tindakan pembidaian 7,00. Skala
klien fraktur sebelum dilakukan tindakan
pembidaian yang terendah adalah 5 dan yang
tertinggi adalah 10.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Dari
pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
nyeri
merupakan
hal
yang
tidak
menyenangkan dan dari hasil penelitian skala
nyeri sebelum dilakukan tindakan rata-rata
adalah 7 sedangkan laporan skala nyeri yang
dirasakan tertinggi adalah 10 orang
merupakan nyeri berat, ini sesuai dengan teori
Smeltzer & Bare (2002) bahwa nyeri adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan
yang aktual dan potensial. Ketika terjadi
fraktur, bagian - bagiannya tak dapat
digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Otot akan
berespon secara alamiah, yaitu dengan
berkontraksi, tujuannya adalah untuk
membebat dan melindungi daerah yang
cedera . Kontraksi terus menerus akan
menyebabkan nyeri.
6

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

c) Nyeri Sesudah Dilakukan Tindakan
Pembidaian.
Berdasarkan Tabel 4.3, dapat diketahui
bahwa rata-rata nyeri klien sesudah dilakukan
tindakan pembidaian adalah 4,87 . Skala klien
fraktur sesudah dilakukan tindakan yang
terendah adalah 4 dan yang tertinggi adalah 6.
Asumsi peneliti, nyeri menurun setelah
dilakukan
tindakan
pembidaian
.Ini
dibuktikan dengan skala nyeri pada klien,
sesudah dilakukan tindakan pembidaian
adalah tertinggi 6 dan terendah 4 sedangkan
sebelum dilakukan tindakan adalah tertinggi
10 dan terendah 5. Pembidaian dapat
menyangga atau menahan bagian tubuh agar
tidak bergeser atau berubah dari posisi yang
dikehendaki
dapat
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.
Hal ini sejalan dengan teori Smeltzer &
Bare (2002) dan penelitian Ady Irawan
(2013) serta Nurchairiah (2014) yang
menyatakan bahwa perlakuan yang bertujuan
merelaksasikan otot-otot skelet dipercayai
mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
opoiod endogen yaitu endorphin dan
enkefalin yang dapat mengurangi nyeri.
2. Analisa Bivariat
Pengaruh
Pembidaian
Terhadap
Penurunan Rasa Nyeri Pada Pasien Fraktur
Tertutup
Berdasarkan hasil uji t sampel
berpasangan (Paired Sample t Test), maka
dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat nyeri
pada pasien fraktur sebelum dilakukan
tindakan pembidaian dalah sebesar 7,00 dan
rata-rata tingkat nyeri pada klien fraktur
sesudah dilakukan tindakan pembidaian
adalah sebesar 4,87 atau mengalami
penurunan sebesar 2,13. Hasil uji statistik
menunjukkan p-value (0,001) yang lebih kecil
dari alfa (0,05), dengan demikian dapat
disimpulkan
terdapat
pengaruh
yang
signifikan
antara
pembidaian
dengan
penurunan rasa nyeri pada pasien fraktur
tertutup di Ruang IGD RSUD. A.M Parikesit
Tenggarong.
Asumsi peneliti, bahwa pembidaian
merupakan tekhnik nonfarmakologi yang
terbukti dapat menurunkan rasa nyeri pada
pasien fraktur. Hal ini sejalan dengan teori
Smeltzer & Bare (2002). dan penelitian Ady
Irawan (2013) serta Nurchairiah (2014) yang
menyatakan bahwa perlakuan yang bertujuan
merelaksasikan otot-otot skelet dipercayai

mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
opoiod endogen yaitu endorphin dan
enkefalin yang dapat mengurangi nyeri.
Menurut teori Smeltzer & Bare (2001) juga
bahwa adanya pembidaian akan membuat
otot–otot skelet yang mengalami spasme
perlahan
berelaksasi,
sehingga
dapat
menurunkan intensitas nyeri.
Ketika
terjadi fraktur, bagian - bagiannya tak dapat
digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Otot akan
berespon secara alamiah ,yaitu dengan
berkontraksi, tujuannya adalah untuk
membebat dan melindungi daerah yang
cedera. Kontraksi terus menerus akan
menyebabkan nyeri. Spasme otot yang
menyertai fraktur juga merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Pembidaian dapat menyangga atau
menahan bagian tubuh agar tidak bergeser
atau berubah dari posisi yang dikehendaki,
sehingga menghindari bagian tubuh agar tidak
bergeser dari tempatnya dan dapat
mengurangi/menghilangkan
rasa
nyeri.
Pemasangan bidai yang baik dapat
menurunkan pendarahan secara nyata dengan
mengurangi gerakan dan meningkatkan
pengaruh tamponade otot sekitar patahan.
B. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat
kelemahan
yang
disebabkan
karena
keterbatasan penelitian, yaitu :
a. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan one
group pre post test design without control.
Desain penelitian ini dianggap paling lemah
dalam penelitian eksperimen, sehingga hasil
penelitian tidak begitu kuat jika dibandingkan
desain dengan menggunakan kontrol. Juga
tidak ada pengendalian terhadap variabel
yang bisa mempengaruhi hasil.
b. Metode Sampling
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Insidental Sampling. Untuk penelitian
yang
bersifat
eksperimen
semestinya
menggunakan tekhnik probability sampling,
yaitu tekhnik random.
c. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah lembar
observasi, dengan menggunakan skala nyeri
numerik, yang sangat subjektif. Sehingga
7

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

beberapa responden menyebutkan skala nyeri
yang dirasakannya, namun tidak sesuai
dengan ekspresi yang terlihat oleh peneliti.
KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian “ Pengaruh
pembidaian terhadap penurunan rasa nyeri
pada pasien Fraktur tertutup di Ruang IGD
RSUD A.M Parikesit Tenggarong” dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Gambaran
karakteristik
responden
berdasarkan umur menunjukan rata-rata
responden berumur 31 tahun, umur
minimal responden 15 tahun dan
maksimal berumur 55 tahun. Berdasarkan
jenis kelaminnya responden yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 10 orang
(66,7 %) dan perempuan sebanyak 5
orang (33,3%), berdasarkan suku
responden yang bersuku Banjar sebanyak
7 orang (46,6 %), suku Jawa dan Bugis
masing-masing 3 orang (20%) dan yang
bersuku Kutai dan Dayak masing –
masing 1 orang (6,7%). Berdasarkan
pendidikannya mayoritas pendidikan
setingkat SMA sebanyak 7 orang ( 47 %),
perguruan tinggi 6 orang (40%) dan SMP
2 orang (13%).Berdasarkan pekerjaannya
responden yang bekerja swasta sebanyak
6 orang (40 %), belum bekerja 4 orang
(27%) dan IRT 2 orang (13%).
2. Rata - rata skala nyeri klien fraktur
tertutup sebelum dilakukan tindakan
pembidaian adalah 7,00. Skala nyeri
minimal adalah 5 sedangkan maksimal
adalah 10.
3. Rata - rata skala nyeri klien fraktur
tertutup sesudah dilakukan tindakan
pembidaian adalah antara 4,87. Skala
nyeri minimal adalah 4 sedangkan
maksimal adalah 6.
4. Terdapat pengaruh bermakna antara
pembidaian dengan penurunan rasa nyeri
pada pasien fraktur tertutuup p value =
0,001 < α = 0,05. Hasil uji statistik
menunjukkan p-value (0,001) yang lebih
kecil dari alfa (0,05), dengan demikian
dapat disimpulkan Ho ditolak artinya
terdapat pengaruh
antara pembidaian
dengan penurunan rasa nyeri pada pasien
fraktur tertutup di Ruang IGD RSUD. A.M
Parikesit Tenggarong.

B. Saran
Dalam penelitian ini ada beberapa
saran yang dapat disampaikan yang
iranya
dapat
bermanfaat
dalam
peningkatan pelayanan keperawatan
terhadap pasien khususnya klien fraktur
tertutup di ruang IGD RSUD A.M
Parikesit Tenggarong, sebagai berikut :
1. Bagi Pelayanan di Rumah Sakit
Untuk mengadakan pelatihan SOP
pembidaian bagi perawat IGD.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam
mekanisme
nonfarmakologi
mengatasi nyeri pada fraktur tertutup
dan juga bahan masukan untuk cara
pembidaian yang benar.
3. Bagi peneliti lain
Diharapkan
adanya
penelitian
lanjutan dengan tekhnik quasi
ekspremen dengan responden yang
lebih banyak dan waktu yang lebih
panjang dengan mengembangkan
penelitian
perbedaan
pengaruh
pembidaian dengan kayu biasa,
gypsona atau traksi yang mulai
dikembangkan di IGD saat ini serta
adanya kelompok kontrol .
DAFTAR PUSTAKA
Andarmayo,S (2013).Konsep & Proses
Keperawatan Nyeri.Jogjakarta : ArRuzz Media
Apley

&
Solomon,(2000).Buku
Ajar
Orthopedi
dan
fraktur
Sistem
Apley.Edisi 7.Jakarta : Widya Medika

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
RinekaCipta.
Badan Penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI ,
(2013),Riset
Kesehatan
Dasar
/RISKESDAS 2013
,diunduh
di
http://www.riskesda/2013/go.id/ , pada
Mei 2014
Bappeda Kota Samarinda, ( 2013). Profil
Daerah Kota Samarinda Tahun 2013,
diunduh
di
Bappeda.Samarindakota.go.id, pada 11
Februari 2015

8

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

Budiman, (2011).Penelitian Kesehatan Buku
Pertama . Bandung : PT. Refika
Aditama.

Nursalam, (2011).Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan.Jakarta :SalembaMedika

Depkes RI, (2005). Pedoman Pelayanan
Keperawatan Gawat Darurat di Rumah
Sakit . Jakarta

Oswari E. (2000).Bedah dan Perawatannya .
Jakarta : PT Gramedia.

Dharma,Kelana,K.(2011).Metodologi
Penelitian Keperawatan.Jakarta : Trans
Info Media
Guyton & Hall. (2002). Buku Ajar fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. (2005),Buku Ajar Fundamental
Keperawatan,Jakarta : EGC
---------------------(2010).Fundamental
Keperawatan buku,2 edisi 7.Jakarta
:Salemba Medika.

Hastono, S. (2001).Analisa Data .Jakarta :
FKM UI.

Prasetyo
(2010),Konsep
dan
Proses
Keperawatan Nyeri.Yogjakarta : Graha
Ilmu

----------------.
(2013).Statistik
Kesehatan.Jakarta : Rajawali Expres

Priyo,S. (2006), Analisis Univariat Analisis
Bivariat, Depok : FKM

Irawan,Ady
(2013),Pengaruh
Distraksi
Relaksasi Nafas Dalam terhadap Nyeri
Pada Klien Fraktur di Ruang Cempaka
RSUD A.M Parikesit Tenggarong,
Skripsi ,tidak dipublikasikan

Rasjad,Chairuddin.(2007).Pengantar
Bedah Ortopedi.Jakarta :
Watampone

Junaidi,I.(2011).Pedoman
pertolongan
Pertama yang Harus Dilakukan saat
Gawat & Darurat medis.Yogjakarta :
Andi
Lamm, Wilis ( 2000 ). Fracture and Spinting,
diunduh di www.horsetrails.com pada
April 2014
Long, C.B. (2006). Perawatan Medikal
Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Bandung : Yayasan
Alumni
Pendidikan
Keperawatan
Padjadjaran.
Mansjoer, A. (2000). Kapita
Selekta
Kedokteran edisi ketiga jilid 2, Jakarta
:Media Aesculapius.
Musliha,(2010).Keperawatan
Gawat
Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan
Klien
Gangguan
Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, S.(2010).Metodologi Penelitian
Kesehatan . Jakarta; Rineka Cipta.
Nurchairiah, (2014). Efektifitas Kompres Dingin
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien
Fraktur Tertutup di Ruang Dahlia RSUD
Arifin Achmad, Skripsi, diunduh di
jom.unri.ac.id pada 11 Februari 2015

Ilmu
Yarsif

Redaksi Koran kaltim .(2011) . Polisi Tidak
Tegas pembalap liar.diunduh di http :
//
redaksi.www.korankaltim.co.id/red.new
s/2011/11742/ pada April 2014.
Reeves, C. J, Roux G, Lockhart R, 2001.
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
Salemba Medika.
Ritonga,Lamtiur
(2012).
Gambaran
Karakteristik Keluarga Pasian Fraktur
Yang Memilih Pengobatan Tradisional
Patah Tulang Sipadan di Tanjung
Morawa,Skripsi.
Diunduh
di
repository.usu.ac.id pada 11 Februari
2015.
Riyanto, A, (2011).Pengelolahan Dan
Analisis Data Kesehatan.Yogyakarta
:Nuha Medika.
Rumah Sakit Umum Daerah A.M Parikesit
Tenggarong, Medical Record ruang
IGD (2013).,Samarinda.
Salim,Agus,(2013).Hubungan Pengetahuan
Perawat dengan Kompetensi Perawat
Dalam Penanganan Fraktur Tertutup
di IGD RSUD A.M Parikesit
Tenggarong,Samarinda .Skripsi,tidak
dipublikasikan
Sartono & Sudiharto.(2011).Buku Panduan
Basic
Trauma
Cardiac
Life
Support.Jakarta : CV. Sagung Seto.
9

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

Silalahi,G.A.(2003).Metodelogi
Penelitian
Dan Studi Kasus.Sidoarjo : Citramedia

Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan
medical bedah. Edisi 8 . Jakarta : EGC.

Siregar.(2013).Statistik parametric untuk
penelitian kuantitatif.Jakarta : Bumi
Aksara
Sopiyudin, M. (2009). Statistik Untuk
Kedokteran Kesehatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Sugiyono
(2011).
Metode
penelitian
kuantitatif kualitatif dan R &
D.Bandung :Alfabeta.
--------------- ( 2012).Statistik Non Parametris
untuk Penelitian.Bandung : Alfabeta
--------------(2013).
Statistika
Penelitian.Bandung : Alfabeta

untuk

Sumantri,Arif.(2011).Metodelogi Penelitian
Kesehatan.Jakarta : Kencana.

Sunyoto, D (2012). Statistic Kesehatan
:Analisis Data Dengan Perhitungan
Manual
Dan
Program
Spss.
Yogyakarta : NuhaMedika.
Sutanto & Sabri, L, 2010. Statistik
Kesehatan, Ed. 1. Jakarta : Rajawali
Pers.
Suyanto.(2011).Metodologi dan Aplikasi
Penelitian Keperawatan.Yogjakarta :
Nuha Medika
Tamsuri,
A.
(2007).
Konsep
dan
penatalaksanaan nyeri.Jakarta : EGC.

10

JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3. NO 2 DESEMBER 2015

11