TAP.COM - JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN VOL. 3, NO. 4, DESEMBER 2012 ... - NELITI

Jurnal Perikanan dan Kelautan
ISSN : 2088-3137

Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 109-114

PENGARUH KEPADATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN
BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PENDEDERAN KEDUA
Tegar Al Gafhani*, Iskandar** dan Sri Astuty**
*) Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Universitas Padjadaran
**) Staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran

ABSTRAK
Penelitian ini telah dilaksanakan di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, dari
tanggal 7 Mei sampai 22 Juni 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kepadatan benih kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang menghasilkan tingkat
kelangsungan hidup dan pertumbuhan tertinggi pada pendederan kedua. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat
perlakuan, masing-masing perlakuan tiga ulangan. Kepadatan benih yang di uji adalah 1
ekor L-1, 3 ekor L-1, 5 ekor L-1 dan 7 ekor L-1 . Parameter yang diamati adalah kelangsungan
hidup, panjang mutlak, bobot mutlak dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepadatan benih 1 ekor L-1 adalah kepadatan terbaik karena menghasilkan kelangsungan

hidup 95,55 ± 0,90 %, pertumbuhan panjang mutlak 3,88 ± 0,35 cm dan bobot mutlak 4,89 ±
0,56 g yang tertinggi. Kepadatan benih 3 ekor L-1 masih dalam daya dukung dari wadah dan
media pemeliharaan.
Kata kunci : Padat Penebaran, Ikan Kerapu bebek, Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup

ABSTRACT
THE INFLUENCE OF STOCKING DENSITY ON SURVIVAL RATE AND GROWTH OF
HUMBACK GROUPER (CROMILEPTES ALTIVELIS) FRY AT NURSERY STAGE
This research conducted at Balai Budidaya Air Payau Situbondo, during May 7th to
June 22th, 2012. The purpose of this research was to determine the stocking density that
produce the highest survival rate and growth of humback grouper (Cromileptes altivelis) fry
at nursery stage. The experimental design used completely randomized design with four
treatments and three replications of each treatment. Stocking density of humback grouper fry
tested were 1 fish L-1, 3 fish L-1, 5 fish L-1 and 7 fish L-1. Parameters observed were survival
rate (SR), absolute body length, absolute biomass weight and Water Quality. Result of this
research showed that fry stocking density of 1 fish L -1 was the best density that resulting the
highest on survival rate 95.55 ± 0,90 %, increase of length 3.88 ± 0,35 cm and absolute
weight 4.89 ± 0,56 g of humback grouper fry. Stocking density of 3 fish L-1 is still in the
carrying capacity of media in bucket.
Keywords : Humback Grouper (Cromileptes altivelis), Stocking Density, Survival Rate,

Growth.

110

Tegar Al Gafhani, Iskandar dan Sri Astuty
PENDAHULUAN
Ikan kerapu dikenal sebagai salah
satu ikan budidaya laut yang memiliki nilai
ekonomi di pasaran internasional. Kerapu
bebek adalah jenis kerapu yang paling
mahal. Harga ikan kerapu bebek sebagai
ikan konsumsi dalam keadaan hidup (berat
600 – 1200 gram/ ekor) sampai saat ini
mencapai Rp. 400.000 – Rp. 450.000 / kg.
). Keberhasilan hatchery skala rumah
tangga (HSRT) dalam memproduksi benih
ikan
kerapu
membuat
peningkatan

penghasilan bagi para pembudidaya ikan
kerapu.
Namun,
periode
waktu
pembesaran ikan kerapu bebek sampai
ukuran konsumsi dirasakan lama oleh para
pembudidaya yang ingin mendapatkan
penghasilan yang cepat. Bagi para
pembudidaya
yang
memerlukan
pemenuhan hidup harian perlu adanya
suatu alternatif yang cepat menghasilkan
uang.
Pendederan
kerapu
bebek
membuka peluang sebagai mata rantai
usaha, karena menghasilkan uang yang

cukup cepat dan waktu budidaya yang
pendek (Sutarmat et al. 2005). Benih
kerapu yang telah memasuki umur 50 hari
(D50) berukuran ± 3 cm telah siap untuk
dipanen dan dipindahkan ke bak
pendederan. Pendederan dimaksudkan
agar penanganan terhadap kerapu lebih
terkendali dalam pengawasan (Suriawan et
al. 2006).
Salah satu kendala pada budidaya
kerapu bebek adalah kelangsungan hidup
benih yang rendah. Menurut pembudidaya,
kelangsungan hidup benih kerapu bebek di
lapangan hanya mencapai 10-30%,
bahkan
kadang-kadang
gagal
total
(kelangsungan hidup 0%). Wabah penyakit
ini dapat disebabkan oleh lingkungan

budididaya yang tidak terkontrol atau
kualitas air yang buruk. salah satu
penyebab menurunnya kualitas air adalah
kepadatan yang tinggi, karena kepadatan
yang tinggi akan meningkatkan sisa pakan
dan buangan metabolit ke air.
Benih kerapu cenderung berkumpul
di suatu tempat dengan kepadatan tinggi
karena
kekurangan
makanan
dan
keterbatasan oksigen. Dalam kondisi
kepadatan yang tinggi benih kerapu akan
bersifat agresif dan saling menyerang
sehingga menimbulkan banyak luka pada
benih yang berujung pada kematian
(Setiadi 2006). Oleh karena itu, dibutuhkan

kepadatan yang sesuai agar tidak

menimbulkan
kematian.
Kepadatan
penebaran yang tepat akan memberikan
kesempatan
pada
ikan
dalam
memanfaatkan pakan, oksigen, dan ruang
sehingga
dapat
menghasilkan
kelangsungan hidup yang tinggi dan
pertumbuhan berjalan secara optimal.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Percobaan
ini
dilakukan
menggunakan benih kerapu berumur 50

hari dengan ukuran 3 cm sebanyak ± 800
ekor, hasil pembenihan yang dilakukan di
Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Wadah
Pemeliharaan
menggunakan
ember bervolume 25 liter dan diisi air
sebanyak 15 liter. Sebagai perlakuan
adalah padat penebaran yang berbeda
yaitu A (1 ekor/L) , B (3 ekor/L), C (5
ekor/L) dan D (7 ekor/L). Pemeliharaan
dilakukan selama 35 hari. Pemberian
pakan yang digunakan adalah pellet
komersial. Waktu pemberian pakan 3 kali
sehari pada pukul 07.00, 12.00 dan 16.00
WIB sekenyangnya. Pakan diberikan
sedikit demi sedikit sampai ikan tidak mau
makan lagi. Penyiponan dilakukan pada
pagi dan sore hari dan mengganti 70% air
dalam wadah. Parameter yang diamati

adalah Kelangsungan hidup, pertambahan
panjang mutlak, bobot mutlak dan kualitas
air. Data dianalisis dengan uji F taraf
kepercayaan 95%. Apabila terdapat
perbedaan pada uji F maka dilakukan uji
jarak berganda duncan taraf 95% (Gasperz
1995)..

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup
Rata-rata
kelangsungan
hidup
benih kerapu bebek selama masa
pemeliharaan sebesar 85,39 - 95,55%
dengan kelangsungan hidup tertinggi pada
perlakuan A (1 ekor L-1) dan kelangsungan
hidup terendah pada perlakuan D (7 ekor
L-1) (Tabel 1). Berdasarkan hasil analisis
statistik diketahui bahwa kepadatan benih

kerapu bebek 1 ekor L-1 dan 3 ekor L-1
menghasilkan kelangsungan hidup benih
kerapu bebek yang berbeda tidak nyata,
tetapi berbeda nyata terhadap kepadatan
5 ekor L-1 dan 7 ekor L-1.

111

Pengaruh Kepadatan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Tabel 1. Kelangsungan hidup benih kerapu bebek pada kepadatan yang berbeda
Perlakuan (kepadatan)
Kelangsungan Hidup (%)
A (1 ekor L-1)
95,55 ± 0,90 b
-1
B (3 ekor L )
94,07 ± 1,79 ab
C (5 ekor L-1)
86,22 ± 3,57 a
D (7 ekor L-1)

85,39 ± 4,06 a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
menurut uji berjarak Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
Tingkat kelangsungan hidup pada
perlakuan 1 ekor L-1 dan 3 ekor L-1 berbeda
tidak nyata disebabkan kondisi kualitas air
yang sesuai bagi kehidupan benih kerapu
bebek. Hasil pengukuran terhadap suhu,
salinitas, pH, amonia dan nitrit selama
pemeliharaan, masih berada dalam

Perlakuan
A
B
C
D

Suhu
(0C)


29 - 30,5

kisaran standar mutu air laut untuk
pendederan di BBAP Situbondo, akan
tetapi nilai Oksigen terlarut mengalami
penurunan pada setiap perlakuan (Tabel
2). Hal ini berarti kepadatan pada tiap
perlakuan berpengaruh terhadap jumlah
oksigen terlarut.

Tabel 2. Hasi Pengamatan Kualitas Air
Parameter
Salinitas
pH
DO (mg/L)
Amonia (mg/L)
(ppt)
8,15
4,987
0,04141
8,12
4,813
0,06048
32
8,11
4,709
0,06607
8,08
4,591
0,07583

Nitrit (mg/L)
0,022
0,027
0,048
0,048

Standar*
28 - 32
30 - 33
7-8
>5
>0,5
>0,1
Keterangan : *) Berdasarkan standar mutu air laut untuk pendederan benih kerapu bebek
BBAP Situbondo
Padat penebaran berkaitan erat
dengan kemampuan memanfaatkan pakan
yang
diberikan
dan
kemampuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Semakin tinggi padat penebaran maka
semakin sempit ruang gerak ikan.
Persaingan pemakaian oksigen dan
perebutan pakan dapat berpengaruh
terhadap produksi ikan, rata-rata bobot
individu, bahkan dapat menyebabkan
kematian. Padat penebaran yang terlalu
tinggi menyebabkan berkurangnya oksigen
terlarut dalam air dan secara tidak
langsung akan mempengaruhi nafsu
makan ikan (Hickling 1971).

Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan
merupakan
perubahan ukuran, baik bobot maupun
panjang dalam suatu priode atau waktu
tertentu (Effendi 1997). Dari hasil yang
diperoleh selama masa pemeliharaan
terdapat perbedaan panjang mutlak pada
tiap perlakuan, perlakuan A (1 ekor L-1),
B(3 ekor L-1), C(5 ekor L-1) dan D (7 ekor L1
) berturut – turut yaitu 3,84 cm, 3,35 cm,
3,07 cm dan 2,82 cm (Tabel 3).

Tabel 3. Panjang Mutlak benih kerapu bebek pada kepadatan berbeda
Perlakuan
Panjang Mutlak (cm)
-1
A (1 ekor L )
3,84 ± 0.35 c
B (3 ekor L-1)
3,35 ± 0.49 b
C (5 ekor L-1)
3,07 ± 0.38 a
D (7 ekor L-1)
2,82 ± 0.50 a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

112

Tegar Al Gafhani, Iskandar dan Sri Astuty

Secara
umum
pertambahan
panjang benih kerapu bebek menurun
dengan
meningkatnya
kepadatan.
Berdasarkan
uji
statistik
diketahui
Pertumbuhan panjang pada kepadatan 1
ekor L-1 berbeda nyata dengan kepadatan
3 ekor L-1, 5 ekor L-1 dan 7 ekor L-1,
sedangkan pada kepadatan 5 ekor L-1
tidak berbeda dengan kepadatan 7 ekor L1
, tetapi berbeda dengan kepadatan 1 ekor
L-1 dan 3 ekor L-1.
Kompetisi ruang gerak akan
mempengaruhi kesempatan benih kerapu
untuk
mendapatkan
pakan
yang
selanjutnya
akan
mempengaruhi
pertumbuhannya. Pada kepadatan yang
rendah kesempatan untuk bergerak lebih
banyak sehingga kesempatan benih
mendapatkan pakan juga lebih banyak
dibandingkan dengan kepadatan yang
tinggi. Semakin banyak pakan yang
didapatkan maka semakin besar juga
pertumbuhan yang didapat. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Effendi (2004) bahwa
pakan yang dikonsumsi ikan akan

menentukan
asupan
energi
yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Pertumbuhan
panjang
benih
kerapu bebek terendah terjadi pada
kepadatan 7 ekor L-1. Selain itu, ukuran
panjang pada kepadatan ini menjadi
bervariasi
dibandingkan
dengan
kepadatan yang rendah. Ukuran panjang
yang bervariasi ini terjadi karena benih
kerapu bebek lebih banyak menghabiskan
energinya untuk mempertahankan hidup
dalam kondisi ruang gerak yang sempit
dibandingkan untuk pertumbuhannya. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Dewi
(2009) yang menyatakan bahwa dengan
bertambahnya kepadatan maka ukuran
ikan yang dihasilkan akan beragam.
Bobot Mutlak
Terdapat perbedaan bobot mutlak
pada tiap – tiap perlakuan. Perlakuan A (1
ekor L-1), B (3 ekor L-1), C (5 ekor L-1) dan
D (7 ekor L-1) yaitu 4,893 gram, 3,866
gram, 3,37 gram dan 3,03 gram (Tabel 4).

Tabel 4. Bobot mutlak benih kerapu bebek pada kepadatan berbeda
Perlakuan
Bobot Mutlak (g)
A (1 ekor L-1)
4,89 ± 0.56 d
B (3 ekor L-1)
3,86 ± 0.68 c
C (5 ekor L-1)
3,37 ± 0.51 b
D (7 ekor L-1)
3,03 ± 0.54 a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama, menunjukkan tidakberbeda nyata
menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
Secara umum terjadi peningkatan
bobot
selama
masa
pemeliharaan.
Berdasarkan uji statistik setiap perlakuan
memberikan hasil yang berbeda nyata
antar tiap perlakuan. Penambahan bobot
tertinggi yaitu pada perlakuan kepadatan A
(1 ekor L-1) diikuti perlakuan B (3 ekor L-1),
kemudian perlakuan C (5 ekor L-1) dan
terakhir perlakuan D (7 ekor L-1). Padat
penebaran yang terlalu tinggi juga akan
menyebabkan
terjadinya
penurunan
kualitas air yang disebabkan oleh feses
dan sisa pakan yang mengendap didasar
air. Tingginya kandungan amonia akan
menyebabkan ikan menjadi stres dan tidak

memiliki nafsu makan yang apabila hal ini
berlangsung lama akan menyebabkan
kematian.
Hal ini
sesuai dengan
pernyataan
Boyd
(1990)
yaitu
meningkatnya limbah metabolisme yaitu
amonia
cenderung
menyebabkan
gangguan fisiologis dan pemicu stres pada
ikan.
Untuk mendapatkan perlakuan
mana yang tepat, maka dilakukan analisis
komparatif/ perbandingan antar perlakuan
untuk
semua
parameter,
yaitu
kelangsungan
hidup,
pertambahan
panjang, pertambahan bobot mutlak dan
kualitas air (Tabel 5).

113

Pengaruh Kepadatan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Tabel 5. Analisis komparatif Parameter Pengamatan Setiap Perlakuan Selama Penelitian
No

Parameter

1.

Survival rate
(%)

2.

Bobot (g)

3.

Panjang (cm)

4.

Kualitas air

Perlakuan Kepadatan
A(1 ekor L-1)
95,55 b
++
4,89 d
++++
3,84 c
+++
+

B(3 ekor L-1)
94,07 ab
++
3,86 c
+++
3,35 c
+++
+

C(5 ekor L-1)
86,22 a
+
3,37 b
++
3,07 b
++
+

Jumlah (+)
10
9
6
Keterangan : Huruf kecil dibawah nilai adalah hasil analisis statistik.
Tanda (+) adalah nilai skoring (penilaian).
Dari semua parameter yang
dibandingkan,
terlihat
perlakuan
A
mendapatkan jumlah penilaian (+) yang
paling tinggi. Hal ini menunjukan
kepadatan 1 ekor L-1 sangat baik dilihat
dari segi kelangsungan hidup dan
pertumbuhannya, akan tetapi bila dilihat
dari segi kepadatan yang optimal
perlakuan A dan B hanya memiliki selisih
penilaian 1 yakni pada pertambahan bobot
oleh karena itu kepadatan 3 ekor L-1 masih
berada dalam daya dukung untuk
digunakan pada pendederan kedua.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
diambil kesimpulan bahwa :
 Kepadatan benih 1 ekor L-1 adalah
kepadatan terbaik yang menghasilkan
kelangsungan
hidup, pertumbuhan
panjang dan bobot mutlak benih kerapu
bebek yang tertinggi, masing-masing:
95,55 ± 0,90 %, 3,84 ± 0.35 cm dan
4,89 ± 0.56 g.
 Kepadatan benih kerapu bebek 3 ekor
L-1 masih berada dalam daya dukung
dari media pemeliharaan.

D(7 ekor L-1)
85,39 a
+
3,03 a
+
2,82 a
+
+
6

DAFTAR PUSTAKA
Boyd,C.
E.
1982.
Water
Quality
Management For Pond Fish
Culture
Development
In
Aquaculture And Fish Science. Vol
9. Elsevier Pub. Comp . 318 p.
Dewi,

R.K. 2009. Pengaruh padat
penebaran terhadap kelangsungan
hidup larva botia dalam sistem
resirkulasi.
Skripsi.
Fakultas
Perikanan Universitas Padjadjaran,
Jatinangor.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan.
Yayasan
Pustaka
Nusantara,
Yogyakarta. 163 hlm.
Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur.
Penebar Swadaya, Jakarta. 188
hlm.
Gaspersz V. 1995. Teknik Analisis Dalam
Penelitian Percobaan Jilid 1,
Tarsito. Bandung.
Hickling. 1971. Fish culture. Faber and
faber, London. 317 hlm.
Setiadi, E. 2006. Kanibalisme Pada
Yuwana Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus
Fuscoguttatus)
Dalam
Kondisi
Pemeliharaan
Secara Terkontrol. Jurnal Riset
Akuakultur, Vol. 1 (2).

114

Tegar Al Gafhani, Iskandar dan Sri Astuty
Suriawan, A. J, P Sugeng. Y,N Lestari. S,
Slamet. 2006. Petunjuk Teknis
Pembenihan Kerapu Tikus Skala
Rumah
Tangga.
Departemen
Kelautan dan Perikanan Direktorat
Jendral Perikanan Budidaya. Balai
Budidaya Air Situbondo.
Sutarmat,T., Hanafi,A., Andriyanto,W., dan
Kusriyati.
2005.
Pengaruh
Frekuensi
Pemberian
Pakan
Terhadap Laju Pertumbuhan dan
Sintasan Pada Pendederan Benih
Kerapu
Bebek
(Cromileptes
Altivelis) Dalam Keramba Jaring
Apung.
Jurnal
Perikanan
(J.fish.Sci) VII (1) : 25 – 31