Tehnik Percutaneous Burried Vertical Mattress pada Eksisi Kista Aterom di Pipi
198211202009122006
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi
1. Pendahuluan ............................................................................................................. 1
2. Laporan Kasus ......................................................................................................... 2
3. Diskusi ..................................................................................................................... 4
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 6
TEHNIK PERCUTANEOUS BURRIED VERTICAL MATTRESS PADA
EKSISI KISTA ATEROM DI PIPI
1. Pendahuluan
Kista Aterom (KA) merupakan kista atau nodul diskret yang dibatasi oleh dinding atau kapsul pada
epidermis dan berisi keratin yang merupakan produk dari epidermis.1-3 Kista aterom merupakan kista
epitelial jinak. Kista ini biasanya unilokular, tumbuh lambat dan asimtomatik. 1-5
Kista aterom dapat dijumpai pada semua umur namun diketahui KA jarang dijumpai pada anak
tetapi sering dijumpai pada usia setelah pubertas atau pada orang dewasa terutama pada dekade ke-3
dan ke-4 kehidupan.3,6 Pria dan wanita dapat terkena dengan insidensi yang sama , namun pada suatu
penelitian dijumpai bahwa penderita pria lebih banyak 2 kali lipat dibanding wanita. 4
Pasien dengan sindroma Gardner (adanya KA multipel, disertai karsinoma kolon dan polip rektal,
yang bersifat familial dan diturunkan secara autosomal dominan), sindroma Oldfield (adanya
premaligna poliposis pada kolon disertai KA) dan karsinoma sel basal nevoid bisa memiliki KA yang
sangat banyak dengan lokasi yang tidak umum.1,3,5
Suatu KA terbentuk dari suatu hasil proliferasi sel epidermis permukaan yang berupa bahan
keratinosa diantara sel dermis.1,2,3,5 Dinding kista merupakan epidermis normal yang akan
menghasilkan keratin tersebut. Terbentuknya keratin diantara ruang yang terbatas ini dan tidak adanya
saluran yang menghubungkan isi kista dengan permukaan kulit akan menyebabkan suatu kista
terbentuk perlahan-lahan.5,6 KA dapat juga timbul dari folikel pilosebasea yang tertutup, dari implantasi
sel epidermis di dalam dermis setelah trauma dan bisa juga dari adanya sel epidermis yang terjebak
pada masa fusi embrional.1,3,5,
Teori yang paling banyak dipercaya adalah adanya folikel pilosebasea yang tertutup atau
tersumbat. Keadaan ini sering terjadi setelah adanya akne vulgaris yang berat sedangkan dinding
epidermal pada kista berasal dari infundibulum folikular.2,4 Teori kedua menyatakan bahwa terjadi
implementasi epidermis dalam dermis terjadi akibat trauma, namun biasanya pasien sulit mengingat
adanya riwayat trauma terdahulu. Implantasi ini juga bisa dijumpai setelah tindakan bedah dimana
elemen epidermis tertinggal pada saat pembedahan.3,4
KA akan tampak sebagai nodul bulat berukuran 0,5 cm sampai beberapa sentimeter, unilokular,
biasanya soliter dan terletak intradermal atau subkutan. Bentuknya seperti kubah dengan permukaan
licin dan berkilat. Kista ini mudah digerakkan dari struktur dibawahnya (mobile). Konsistensi kista ini
biasanya kenyal sampai keras. Kista yang terletak superfisial akan berwarna putih kekuningan seperti
yang sering dijumpai pada daun telinga dan skrotum. KA paling sering dijumpai pada wajah, daun
telinga,leher,dada, punggung bagian atas serta skrotum dimana pada daerah ini kelenjar sebaseusnya
banyak dan juga aktif sehingga dapat terjadi akne yang akhirnya dapat mencetuskan terjadinya KA.
Bila tidak disertai komplikasi maka biasanya kista ini tidak menimbulkan gejala tertentu (asimtomatik),
namun bila terjadi inflamasi atau infeksi sekunder maka kista dapat disertai rasa sakit. 1-6
Beberapa diantara kista akan tertaut dengan epidermis dimana disini bisa terbentuk gambaran
lekukan atau pori ditengah lesi yang biasanya merupakan muara folikel pilosebasea yang tersumbat
1
dan bila dipijat akan keluar bahan keratinosa yang berbau khas seperti lemak, berwarna kekuningan
dan lunak seperti keju. Bila mengalami inflamasi atau infeksi maka kista menjadi eritema dan
mengeluarkan eksudat purulen yang berbau busuk. Kalsifikasi juga dapat terjadi pada isi KA .1-6
Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis berupa nodul yang
berbentuk kubah dan sering disertai pungtum atau pori ditengahnya serta pada palpasi dapat dirasakan
nodul/kista yang dapat digerakkan dari dasarnya.1-8 KA dapat di diagnosis banding dengan
steatositoma multiplek, kista pilar, dan lipoma dapat menyerupai kista epidermoid. Pemeriksaan
histopatologi dapat membedakan lesi-lesi ini.1,3,4
Penatalaksanaan KA yang mengalami inflamasi atau infeksi sekunder sebaiknya diterapi dahulu
untuk inflamasi atau infeksi sekundernya karena kista yang seperti ini memiliki dinding yang sangat
rapuh sehingga bila langsung dieksisi maka eksisi lengkap biasanya sulit dilakukan. 1-8 Bila
pengangkatan tidak lengkap maka kista dapat timbul kembali.2 Setelah dipastikan tidak ada inflamasi
maupun infeksi maka kista dapat diangkat dengan melakukan insisi. 2,3,7,9,10 Pengangkatan KA ini juga
bisa dilakukan dengan cara membuat lubang dengan alat biopsi plong ukuran 2-4 mm, selanjutnya
dilakukan tahapan tindakan insisi.5-10 Pemberian steroid intralesi dapat juga digunakan untuk
mengontrol peradangan dan ukuran dari lesi diberi dengan dosis 5mg/ml. Destruksi dinding kista
dengan kuret, cairan kimia atau elektrodesikasi memberikan hasil yang kurang memuaskan.1-6
Salah satu pengangkatan KA dengan melakukan bedah eksisi setelah dilakukan bedah eksisi untuk
merapatkan tepi-tepi luka agar memberikan hasil penutupan yang baik dapat dilakukan tehnik
percutaneous burried vertical mattress yaitu merupakan suatu variasi tehnik dari vertical mattress
suture yang memiliki keuntungan dapat merapatkan tepi-tepi luka pada luka yang terbatas dengan
kedalaman yang terbatas tehnik jahitan ini dapat memberikan hasil eversi yang baik dan pada luka
yang memiliki dermis tipis yang memiliki area terbatas untuk dimasukkan jarum maka dengan tehnik ini
bagian dermis dapat dijahit sehingga penutupan luka dapat dilakukan dengan baik. 11
Gambar 1: teknik jahitan percutaneous
burried vertical mattress
Dikutip sesuai kepustakaan no 11
2. Laporan Kasus
Seorang wanita usia 39 tahun datang ke RSUP H. Adam Malik Medan bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin pada tanggal 13/04/2009 dengan keluhan timbul benjolan tanpa disertai rasa sakit
dan gatal pada pipi sebelah kanan sejak 10 bulan yang lalu. Mula-mula berupa bintil kecil yang
semakin lama semakin besar. Riwayat adanya jerawat pada lokasi tersebut dijumpai, riwayat keluarga
dengan sakit yang sama tidak dijumpai. Pasien tidak pernah mengobati keluhannya tersebut. Pada
2
pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, sensorium kompos mentis, tekanan darah
110/70mmhg, frekuensi nafas 20x/menit, nadi 72x/menit suhu afebris. Pada pemeriksaan dermatologis
dijumpai nodul, soliter, sewarna kulit, konsistensi kenyal, permukaan licin, batas pinggiran tegas,
mobile, dengan ukuran 1x1 cm pada regio bukalis dekstra (gambar 2). Diagnosis banding pada kasus
ini adalah kista aterom, lipoma dan fibroma. Diagnosis sementara pada pasien ini adalah kista aterom,
kemudian pasien dianjurkan pemeriksaan urin darah rutin, pemeriksaan kadar gula darah, dan
skreening perdarahan untuk persiapan operasi.
Gambar 2: foto saat pertama kali pasien
datang
Hasil pemeriksaan darah rutin dan urin rutin pada tanggal 15/04/2009 darah dan urin rutin
dalam batas normal, skreening perdarahan dalam batas normal, kadar gula darah dalam batas normal.
Kemudian penanganan yang dipilih pada pasien ini adalah operasi eksisi kista ateroma pada pipi
kanan. Pada tanggal 22/04/2009 dilakukan operasi eksisi kista aterom. Pasien dibaringkan di meja
operasi dalam posisi supinasi, lapangan operasi didesinfeksi dengan povidon iodine10% dan alkohol
70% lalu daerah sekitarnya ditutup dengan duk steril. Daerah yang akan di eksisi ditandai dengan
gentian violet. Anestesi Tumesen (NaCl 0,9% 100 ml + Xylocaine 2% 2,5 ml + Adrenaline 1:1000 0,1
ml) kemudian ditunggu selama ± 20 menit. Pada operasi dilakukan eksisi dengan menggunakan pisau
skalpel no 15 dilanjutkan dengan menggunakan gunting untuk membuang kista. Perdarahan yang
timbul dikontrol dengan penekanan menggunakan kassa steril, luka ditutup dengan melakukan jahitan
pada dermis dengan teknik percutaneous burried vertical mattress dengan benang nilon 5.0 dan
selanjutnya pada epidermis dilakukan jahitan simple interrupted memakai benang nilon 5.0.Setelah
operasi lapangan operasi diberi salap antibiotik Na fusidat (Fuson) lalu ditutup dengan kasa steril dan
dibalut dengan plester.Terapi Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari, Asam Mefenamat 3 x 500 mg/hari.
Anjuran kontrol 2 hari kemudian (gambar 3a,b,c,d & e)
3a
3b
3c
Gambar 3 (a,b,c,d,e): foto saat dilakukan operasi eksisi pada
kista ateroma
3d
3e
Kemudian pada tanggal 24/04/2009 pasien datang kontrol pertama setelah 2 hari paska
operasi tampak luka bekas operasi kering terapi diteruskan siprofloksasin tablet 2x500mg, asam
3
mefenamat tablet 3x500mg jika nyeri. Pada pasien dianjurkan untuk mengganti perban setiap hari dan
kontrol kembali hari ke 6 paska operasi (gambar 4).
Gambar 4: foto saat pasien kontrol
pertama
Kemudian pada kontrol ke-2 setelah 6 hari paska operasi dijumpai luka operasi kering,
dilakukan pengangkatan jahitan selang-seling (gambar 5). Terapi diteruskan siprofloksasin 2x500mg,
asam mefenamat 3x500mg jika nyeri. Pengangkatan seluruh jahitan pada keesokan harinya dan
penutupan bekas jahitan dengan microphore surgical tape dengan cara seperti susunan genteng.
Gambar 5: foto saat pasien kontrol
kedua.
Qua advitam ad bonam, qua ad fungsionam adbonam, qua ad sanationam dubia
3. Diskusi
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis.
Pada anamnesis didapatkan Seorang wanita usia 39 tahun dengan keluhan pasien berupa timbul
benjolan pada pipi sebelah kanan sejak 10 bulan yang lalu. Mula-mula berupa bintil kecil yang
semakin lama semakin besar. Berdasarkan kepustakaan Kista aterom dapat dijumpai pada semua
umur namun diketahui KA jarang dijumpai pada anak tetapi sering dijumpai pada usia setelah pubertas
atau pada orang dewasa terutama pada dekade ke-3 dan ke-4 kehidupan3,6. Pria dan wanita dapat
terkena dengan insidensi yang sama , namun pada suatu penelitian dijumpai bahwa penderita pria
lebih banyak 2 kali lipat dibanding wanita.4 Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan nodul sewarna
kulit, konsistensi kenyal, mobile dengan ukuran 1x1 cm pada regio bukalis dekster. Dari kepustakaan
KA akan tampak sebagai nodul bulat berukuran 0,5 cm sampai beberapa sentimeter, unilokular,
biasanya soliter dan terletak intradermal atau subkutan. Bentuknya seperti kubah dengan permukaan
licin dan berkilat. Kista ini mudah digerakkan dari struktur dibawahnya (mobile). Konsistensi kista ini
biasanya kenyal sampai keras.1-6 Kista yang terletak superfisial akan berwarna putih kekuningan
seperti yang sering dijumpai pada daun telinga dan skrotum. KA paling sering dijumpai pada wajah,
daun telinga,leher,dada, punggung bagian atas serta skrotum dimana pada daerah ini kelenjar
sebaseusnya banyak dan juga aktif sehingga dapat terjadi akne yang akhirnya dapat mencetuskan
terjadinya KA.1-6Pada pasien ini dijumpai riwayat terjadi akne sebelum terbentuk kista aterom.
4
Pasien didiagnosis banding dengan lipoma dan fibroma dimana lipoma dapat disingkirkan
karena merupakan tumor adiposa yang berukuran dari milimeter sampai sentimeter, lembut saat
disentuh, mudah digerakkan, biasanya tidak nyeri, dan dapat tumbuh menbesar tetapi dalam waktu
yang lama.1,3,4 Lipoma biasanya dapat terjadi pada daerah torso, lengan atas,ketiak, paha atas atau
bagian tubuh lainnya, dapat terjadi satu atau lebih lipoma pada satu waktu yang sama. Fibroma dapat
disingkirkan karena merupakan tumor jinak dari jaringan ikat atau fibrosa, dapat tumbuh pada semua
lokasi di tubuh dan berasal dari jaringan masenkim.1,3,4
Penanganan yang diambil pada pasien ini adalah bedah eksisi. Pada kepustakaan
penatalaksanaan KA yang mengalami inflamasi atau infeksi sekunder sebaiknya diterapi dahulu untuk
inflamasi atau infeksi sekundernya karena kista yang seperti ini memiliki dinding yang sangat rapuh
sehingga bila langsung dieksisi maka eksisi lengkap biasanya sulit dilakukan.1-8 Bila pengangkatan
tidak lengkap maka kista dapat timbul kembali. 2 Pada kasus bedah eksisi KA dengan anastesi
tumesen. Pada kepustakaan anastesi tumesen ditemukan oleh J. Klein pada tahun 1987
(dermatologis).12 Tehnik anastesi lokal ini dilakukan dengan larutan lidokain encer dengan adrenalin
sehingga sangat mengurangi perdarahan selain itu anastesi tumesen memiliki beberapa keuntungan
seperti menyebabkan jaringan menjadi bengkak sehingga lesi lebih mudah diangkat juga mengurangi
rasa nyeri paska operasi.12
Penjahitan luka ditutup dengan melakukan jahitan pada dermis dengan teknik percutaneous
burried vertical mattress dengan benang nilon 5.0 dan selanjutnya pada epidermis dilakukan jahitan
simple interrupted memakai benang nilon 5.0.epidermis. Pada kepustakaan jahitan percutaneous
burried vertical mattress merupakan suatu variasi dari jahitan vertical mattress dimana jarum
dimasukkan lebih lebar dan dalam pada ujung jaringan luka dan pada ujung yang berlawanan jarum
dimasukkan lebih superfisial. Jahitan yang lebar akan meningkatkan tekanan pada jaringan luka. 12
Keuntungan dari teknik jahitan ini adalah untuk memaksimalkan penutupan tepi-tepi luka sehingga tepi
luka menjadi eversi, mengurangi dead space dan meminimalkan tekanan yang bersilangan dengan
jaringan luka.11,13 Luka bekas operasi diberikan salap antibiotik asam fusidat (Fuson) lalu ditutup
dengan kasa steril dan dibalut dengan plester, diberikan terapi siprofloksasin 2 x 500 mg/hari , asam
mefenamat 3 x 500 mg/hari jika nyeri sampai luka kering dan jahitan dibuka.
Prognosis umumnya baik, namun rekurensi dapat ditemukan. Pada kepustakaan rekurensi
dapat terjadi jika pengangkatan dinding kista yang tidak lengkap. 2
5
Daftar Pustaka
1. Thomas VD, Snavely NR, Lee KK, Swanson NA. Beningn epithelial tumors, Hamartomas, and
Hyperplasia. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest LA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
penyunting. Fitzpatrick’s Dermatolgy in General Medicine. Edisi ke-8: McGraw-Hill, 2012.h.
1327-36
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin Clinical Dermatology. Edisi
ke-10: Elsevier. Canada, 2006: 676-80
3. Quin AG, Perkins W. Non melanoma skin cancer and other epidermal skin tumours. Dalam:
Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi
ke-8; Oxford Wiley Blackwell, 2010. h:52.45-52.48
4. Fomm LJ. Epidermal inclusion cyst. Diunduh dari:
http://www.emedicine.medscape.com/article/1061582-overview. Diperbaharui 08 Juni 2012
5. Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. Hokkaido; Hokaido University Press.
2007.h.365-66
6. Dive AM, Khandekar S, Moharil R, Deshmukh S. Epidermoid cyst of the outer ear : a case
report and rivew of literature. Indian Journal of Otology 2012; 18: 34-37
7. Pacheco MS. Sebaceous cyst management. Diunduh dari http://www.o-wm.com.
8. Park JS, Ko DK. A histopathologic study of epidermoid cyst in korea: comparison between
ruptured and unruptured epidermal cyst. Int J Clin Exp Pathol 2013; 6(2): 242-248
9. Haflah NHM, Kassim AYM, Shukur MH. Giant epidermoid cyst of the tihgh. Malaysian
Orthopaedic Journal 2011;5(3):17-19
10. Alkhateeb TH, Almasri NM, Alzoubi F. Cutaneous cysts of the head and neck. J Oral Maxillofac
Surg 2009; 67:52-57
11. Salasche SJ, Orengo IF, Siegle RJ. Dermatology tips surgery and techniques. Elsevier. USA.
2007. h: 22-23
12. Vassiliadis J. Local anaesthetic toxicity and tumesent anasthesia. FACEM 2008: 1-10
13. Yulianto I. Suturing techniques in skin surgery. Lokakarya dan Workshop Bedah Kulit Dasar.
Medan.2008.h: 1-9
6
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi
1. Pendahuluan ............................................................................................................. 1
2. Laporan Kasus ......................................................................................................... 2
3. Diskusi ..................................................................................................................... 4
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 6
TEHNIK PERCUTANEOUS BURRIED VERTICAL MATTRESS PADA
EKSISI KISTA ATEROM DI PIPI
1. Pendahuluan
Kista Aterom (KA) merupakan kista atau nodul diskret yang dibatasi oleh dinding atau kapsul pada
epidermis dan berisi keratin yang merupakan produk dari epidermis.1-3 Kista aterom merupakan kista
epitelial jinak. Kista ini biasanya unilokular, tumbuh lambat dan asimtomatik. 1-5
Kista aterom dapat dijumpai pada semua umur namun diketahui KA jarang dijumpai pada anak
tetapi sering dijumpai pada usia setelah pubertas atau pada orang dewasa terutama pada dekade ke-3
dan ke-4 kehidupan.3,6 Pria dan wanita dapat terkena dengan insidensi yang sama , namun pada suatu
penelitian dijumpai bahwa penderita pria lebih banyak 2 kali lipat dibanding wanita. 4
Pasien dengan sindroma Gardner (adanya KA multipel, disertai karsinoma kolon dan polip rektal,
yang bersifat familial dan diturunkan secara autosomal dominan), sindroma Oldfield (adanya
premaligna poliposis pada kolon disertai KA) dan karsinoma sel basal nevoid bisa memiliki KA yang
sangat banyak dengan lokasi yang tidak umum.1,3,5
Suatu KA terbentuk dari suatu hasil proliferasi sel epidermis permukaan yang berupa bahan
keratinosa diantara sel dermis.1,2,3,5 Dinding kista merupakan epidermis normal yang akan
menghasilkan keratin tersebut. Terbentuknya keratin diantara ruang yang terbatas ini dan tidak adanya
saluran yang menghubungkan isi kista dengan permukaan kulit akan menyebabkan suatu kista
terbentuk perlahan-lahan.5,6 KA dapat juga timbul dari folikel pilosebasea yang tertutup, dari implantasi
sel epidermis di dalam dermis setelah trauma dan bisa juga dari adanya sel epidermis yang terjebak
pada masa fusi embrional.1,3,5,
Teori yang paling banyak dipercaya adalah adanya folikel pilosebasea yang tertutup atau
tersumbat. Keadaan ini sering terjadi setelah adanya akne vulgaris yang berat sedangkan dinding
epidermal pada kista berasal dari infundibulum folikular.2,4 Teori kedua menyatakan bahwa terjadi
implementasi epidermis dalam dermis terjadi akibat trauma, namun biasanya pasien sulit mengingat
adanya riwayat trauma terdahulu. Implantasi ini juga bisa dijumpai setelah tindakan bedah dimana
elemen epidermis tertinggal pada saat pembedahan.3,4
KA akan tampak sebagai nodul bulat berukuran 0,5 cm sampai beberapa sentimeter, unilokular,
biasanya soliter dan terletak intradermal atau subkutan. Bentuknya seperti kubah dengan permukaan
licin dan berkilat. Kista ini mudah digerakkan dari struktur dibawahnya (mobile). Konsistensi kista ini
biasanya kenyal sampai keras. Kista yang terletak superfisial akan berwarna putih kekuningan seperti
yang sering dijumpai pada daun telinga dan skrotum. KA paling sering dijumpai pada wajah, daun
telinga,leher,dada, punggung bagian atas serta skrotum dimana pada daerah ini kelenjar sebaseusnya
banyak dan juga aktif sehingga dapat terjadi akne yang akhirnya dapat mencetuskan terjadinya KA.
Bila tidak disertai komplikasi maka biasanya kista ini tidak menimbulkan gejala tertentu (asimtomatik),
namun bila terjadi inflamasi atau infeksi sekunder maka kista dapat disertai rasa sakit. 1-6
Beberapa diantara kista akan tertaut dengan epidermis dimana disini bisa terbentuk gambaran
lekukan atau pori ditengah lesi yang biasanya merupakan muara folikel pilosebasea yang tersumbat
1
dan bila dipijat akan keluar bahan keratinosa yang berbau khas seperti lemak, berwarna kekuningan
dan lunak seperti keju. Bila mengalami inflamasi atau infeksi maka kista menjadi eritema dan
mengeluarkan eksudat purulen yang berbau busuk. Kalsifikasi juga dapat terjadi pada isi KA .1-6
Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis berupa nodul yang
berbentuk kubah dan sering disertai pungtum atau pori ditengahnya serta pada palpasi dapat dirasakan
nodul/kista yang dapat digerakkan dari dasarnya.1-8 KA dapat di diagnosis banding dengan
steatositoma multiplek, kista pilar, dan lipoma dapat menyerupai kista epidermoid. Pemeriksaan
histopatologi dapat membedakan lesi-lesi ini.1,3,4
Penatalaksanaan KA yang mengalami inflamasi atau infeksi sekunder sebaiknya diterapi dahulu
untuk inflamasi atau infeksi sekundernya karena kista yang seperti ini memiliki dinding yang sangat
rapuh sehingga bila langsung dieksisi maka eksisi lengkap biasanya sulit dilakukan. 1-8 Bila
pengangkatan tidak lengkap maka kista dapat timbul kembali.2 Setelah dipastikan tidak ada inflamasi
maupun infeksi maka kista dapat diangkat dengan melakukan insisi. 2,3,7,9,10 Pengangkatan KA ini juga
bisa dilakukan dengan cara membuat lubang dengan alat biopsi plong ukuran 2-4 mm, selanjutnya
dilakukan tahapan tindakan insisi.5-10 Pemberian steroid intralesi dapat juga digunakan untuk
mengontrol peradangan dan ukuran dari lesi diberi dengan dosis 5mg/ml. Destruksi dinding kista
dengan kuret, cairan kimia atau elektrodesikasi memberikan hasil yang kurang memuaskan.1-6
Salah satu pengangkatan KA dengan melakukan bedah eksisi setelah dilakukan bedah eksisi untuk
merapatkan tepi-tepi luka agar memberikan hasil penutupan yang baik dapat dilakukan tehnik
percutaneous burried vertical mattress yaitu merupakan suatu variasi tehnik dari vertical mattress
suture yang memiliki keuntungan dapat merapatkan tepi-tepi luka pada luka yang terbatas dengan
kedalaman yang terbatas tehnik jahitan ini dapat memberikan hasil eversi yang baik dan pada luka
yang memiliki dermis tipis yang memiliki area terbatas untuk dimasukkan jarum maka dengan tehnik ini
bagian dermis dapat dijahit sehingga penutupan luka dapat dilakukan dengan baik. 11
Gambar 1: teknik jahitan percutaneous
burried vertical mattress
Dikutip sesuai kepustakaan no 11
2. Laporan Kasus
Seorang wanita usia 39 tahun datang ke RSUP H. Adam Malik Medan bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin pada tanggal 13/04/2009 dengan keluhan timbul benjolan tanpa disertai rasa sakit
dan gatal pada pipi sebelah kanan sejak 10 bulan yang lalu. Mula-mula berupa bintil kecil yang
semakin lama semakin besar. Riwayat adanya jerawat pada lokasi tersebut dijumpai, riwayat keluarga
dengan sakit yang sama tidak dijumpai. Pasien tidak pernah mengobati keluhannya tersebut. Pada
2
pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, sensorium kompos mentis, tekanan darah
110/70mmhg, frekuensi nafas 20x/menit, nadi 72x/menit suhu afebris. Pada pemeriksaan dermatologis
dijumpai nodul, soliter, sewarna kulit, konsistensi kenyal, permukaan licin, batas pinggiran tegas,
mobile, dengan ukuran 1x1 cm pada regio bukalis dekstra (gambar 2). Diagnosis banding pada kasus
ini adalah kista aterom, lipoma dan fibroma. Diagnosis sementara pada pasien ini adalah kista aterom,
kemudian pasien dianjurkan pemeriksaan urin darah rutin, pemeriksaan kadar gula darah, dan
skreening perdarahan untuk persiapan operasi.
Gambar 2: foto saat pertama kali pasien
datang
Hasil pemeriksaan darah rutin dan urin rutin pada tanggal 15/04/2009 darah dan urin rutin
dalam batas normal, skreening perdarahan dalam batas normal, kadar gula darah dalam batas normal.
Kemudian penanganan yang dipilih pada pasien ini adalah operasi eksisi kista ateroma pada pipi
kanan. Pada tanggal 22/04/2009 dilakukan operasi eksisi kista aterom. Pasien dibaringkan di meja
operasi dalam posisi supinasi, lapangan operasi didesinfeksi dengan povidon iodine10% dan alkohol
70% lalu daerah sekitarnya ditutup dengan duk steril. Daerah yang akan di eksisi ditandai dengan
gentian violet. Anestesi Tumesen (NaCl 0,9% 100 ml + Xylocaine 2% 2,5 ml + Adrenaline 1:1000 0,1
ml) kemudian ditunggu selama ± 20 menit. Pada operasi dilakukan eksisi dengan menggunakan pisau
skalpel no 15 dilanjutkan dengan menggunakan gunting untuk membuang kista. Perdarahan yang
timbul dikontrol dengan penekanan menggunakan kassa steril, luka ditutup dengan melakukan jahitan
pada dermis dengan teknik percutaneous burried vertical mattress dengan benang nilon 5.0 dan
selanjutnya pada epidermis dilakukan jahitan simple interrupted memakai benang nilon 5.0.Setelah
operasi lapangan operasi diberi salap antibiotik Na fusidat (Fuson) lalu ditutup dengan kasa steril dan
dibalut dengan plester.Terapi Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari, Asam Mefenamat 3 x 500 mg/hari.
Anjuran kontrol 2 hari kemudian (gambar 3a,b,c,d & e)
3a
3b
3c
Gambar 3 (a,b,c,d,e): foto saat dilakukan operasi eksisi pada
kista ateroma
3d
3e
Kemudian pada tanggal 24/04/2009 pasien datang kontrol pertama setelah 2 hari paska
operasi tampak luka bekas operasi kering terapi diteruskan siprofloksasin tablet 2x500mg, asam
3
mefenamat tablet 3x500mg jika nyeri. Pada pasien dianjurkan untuk mengganti perban setiap hari dan
kontrol kembali hari ke 6 paska operasi (gambar 4).
Gambar 4: foto saat pasien kontrol
pertama
Kemudian pada kontrol ke-2 setelah 6 hari paska operasi dijumpai luka operasi kering,
dilakukan pengangkatan jahitan selang-seling (gambar 5). Terapi diteruskan siprofloksasin 2x500mg,
asam mefenamat 3x500mg jika nyeri. Pengangkatan seluruh jahitan pada keesokan harinya dan
penutupan bekas jahitan dengan microphore surgical tape dengan cara seperti susunan genteng.
Gambar 5: foto saat pasien kontrol
kedua.
Qua advitam ad bonam, qua ad fungsionam adbonam, qua ad sanationam dubia
3. Diskusi
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis.
Pada anamnesis didapatkan Seorang wanita usia 39 tahun dengan keluhan pasien berupa timbul
benjolan pada pipi sebelah kanan sejak 10 bulan yang lalu. Mula-mula berupa bintil kecil yang
semakin lama semakin besar. Berdasarkan kepustakaan Kista aterom dapat dijumpai pada semua
umur namun diketahui KA jarang dijumpai pada anak tetapi sering dijumpai pada usia setelah pubertas
atau pada orang dewasa terutama pada dekade ke-3 dan ke-4 kehidupan3,6. Pria dan wanita dapat
terkena dengan insidensi yang sama , namun pada suatu penelitian dijumpai bahwa penderita pria
lebih banyak 2 kali lipat dibanding wanita.4 Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan nodul sewarna
kulit, konsistensi kenyal, mobile dengan ukuran 1x1 cm pada regio bukalis dekster. Dari kepustakaan
KA akan tampak sebagai nodul bulat berukuran 0,5 cm sampai beberapa sentimeter, unilokular,
biasanya soliter dan terletak intradermal atau subkutan. Bentuknya seperti kubah dengan permukaan
licin dan berkilat. Kista ini mudah digerakkan dari struktur dibawahnya (mobile). Konsistensi kista ini
biasanya kenyal sampai keras.1-6 Kista yang terletak superfisial akan berwarna putih kekuningan
seperti yang sering dijumpai pada daun telinga dan skrotum. KA paling sering dijumpai pada wajah,
daun telinga,leher,dada, punggung bagian atas serta skrotum dimana pada daerah ini kelenjar
sebaseusnya banyak dan juga aktif sehingga dapat terjadi akne yang akhirnya dapat mencetuskan
terjadinya KA.1-6Pada pasien ini dijumpai riwayat terjadi akne sebelum terbentuk kista aterom.
4
Pasien didiagnosis banding dengan lipoma dan fibroma dimana lipoma dapat disingkirkan
karena merupakan tumor adiposa yang berukuran dari milimeter sampai sentimeter, lembut saat
disentuh, mudah digerakkan, biasanya tidak nyeri, dan dapat tumbuh menbesar tetapi dalam waktu
yang lama.1,3,4 Lipoma biasanya dapat terjadi pada daerah torso, lengan atas,ketiak, paha atas atau
bagian tubuh lainnya, dapat terjadi satu atau lebih lipoma pada satu waktu yang sama. Fibroma dapat
disingkirkan karena merupakan tumor jinak dari jaringan ikat atau fibrosa, dapat tumbuh pada semua
lokasi di tubuh dan berasal dari jaringan masenkim.1,3,4
Penanganan yang diambil pada pasien ini adalah bedah eksisi. Pada kepustakaan
penatalaksanaan KA yang mengalami inflamasi atau infeksi sekunder sebaiknya diterapi dahulu untuk
inflamasi atau infeksi sekundernya karena kista yang seperti ini memiliki dinding yang sangat rapuh
sehingga bila langsung dieksisi maka eksisi lengkap biasanya sulit dilakukan.1-8 Bila pengangkatan
tidak lengkap maka kista dapat timbul kembali. 2 Pada kasus bedah eksisi KA dengan anastesi
tumesen. Pada kepustakaan anastesi tumesen ditemukan oleh J. Klein pada tahun 1987
(dermatologis).12 Tehnik anastesi lokal ini dilakukan dengan larutan lidokain encer dengan adrenalin
sehingga sangat mengurangi perdarahan selain itu anastesi tumesen memiliki beberapa keuntungan
seperti menyebabkan jaringan menjadi bengkak sehingga lesi lebih mudah diangkat juga mengurangi
rasa nyeri paska operasi.12
Penjahitan luka ditutup dengan melakukan jahitan pada dermis dengan teknik percutaneous
burried vertical mattress dengan benang nilon 5.0 dan selanjutnya pada epidermis dilakukan jahitan
simple interrupted memakai benang nilon 5.0.epidermis. Pada kepustakaan jahitan percutaneous
burried vertical mattress merupakan suatu variasi dari jahitan vertical mattress dimana jarum
dimasukkan lebih lebar dan dalam pada ujung jaringan luka dan pada ujung yang berlawanan jarum
dimasukkan lebih superfisial. Jahitan yang lebar akan meningkatkan tekanan pada jaringan luka. 12
Keuntungan dari teknik jahitan ini adalah untuk memaksimalkan penutupan tepi-tepi luka sehingga tepi
luka menjadi eversi, mengurangi dead space dan meminimalkan tekanan yang bersilangan dengan
jaringan luka.11,13 Luka bekas operasi diberikan salap antibiotik asam fusidat (Fuson) lalu ditutup
dengan kasa steril dan dibalut dengan plester, diberikan terapi siprofloksasin 2 x 500 mg/hari , asam
mefenamat 3 x 500 mg/hari jika nyeri sampai luka kering dan jahitan dibuka.
Prognosis umumnya baik, namun rekurensi dapat ditemukan. Pada kepustakaan rekurensi
dapat terjadi jika pengangkatan dinding kista yang tidak lengkap. 2
5
Daftar Pustaka
1. Thomas VD, Snavely NR, Lee KK, Swanson NA. Beningn epithelial tumors, Hamartomas, and
Hyperplasia. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest LA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
penyunting. Fitzpatrick’s Dermatolgy in General Medicine. Edisi ke-8: McGraw-Hill, 2012.h.
1327-36
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin Clinical Dermatology. Edisi
ke-10: Elsevier. Canada, 2006: 676-80
3. Quin AG, Perkins W. Non melanoma skin cancer and other epidermal skin tumours. Dalam:
Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi
ke-8; Oxford Wiley Blackwell, 2010. h:52.45-52.48
4. Fomm LJ. Epidermal inclusion cyst. Diunduh dari:
http://www.emedicine.medscape.com/article/1061582-overview. Diperbaharui 08 Juni 2012
5. Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. Hokkaido; Hokaido University Press.
2007.h.365-66
6. Dive AM, Khandekar S, Moharil R, Deshmukh S. Epidermoid cyst of the outer ear : a case
report and rivew of literature. Indian Journal of Otology 2012; 18: 34-37
7. Pacheco MS. Sebaceous cyst management. Diunduh dari http://www.o-wm.com.
8. Park JS, Ko DK. A histopathologic study of epidermoid cyst in korea: comparison between
ruptured and unruptured epidermal cyst. Int J Clin Exp Pathol 2013; 6(2): 242-248
9. Haflah NHM, Kassim AYM, Shukur MH. Giant epidermoid cyst of the tihgh. Malaysian
Orthopaedic Journal 2011;5(3):17-19
10. Alkhateeb TH, Almasri NM, Alzoubi F. Cutaneous cysts of the head and neck. J Oral Maxillofac
Surg 2009; 67:52-57
11. Salasche SJ, Orengo IF, Siegle RJ. Dermatology tips surgery and techniques. Elsevier. USA.
2007. h: 22-23
12. Vassiliadis J. Local anaesthetic toxicity and tumesent anasthesia. FACEM 2008: 1-10
13. Yulianto I. Suturing techniques in skin surgery. Lokakarya dan Workshop Bedah Kulit Dasar.
Medan.2008.h: 1-9
6