9 BAB II : LANDASAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank

BAB II : LANDASAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Bank

  Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undang- undang Perbankan 1967 dan Undang-Undang Perbankan yang diubah.

  Pasal 1 huruf a Undang-Undang Perbankan 1967, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sementara itu, Undang-undang perbankan yang diubah pada pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa- jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja (Usman, 2003:59)

  Menurut Dasih (2014:1) Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Perry Warjiyo (2004: 135), bank adalah lembaga kepercayaan yang pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan moneter.

  Dalam suatu perekonomian, bank mempunyai peran yang penting yakni sebagai lembaga intermediasi yang mengimpun dana dari surplus unit kemudian menyalurkannya ke defisit unit. Bank menghimpun dana dari masyarakat sebagai sumber utama yang diandalkan dalam kegiatan usaha sehari-hari. Dana ini dihimpun menggunakan instrumen produk simpanan yang terdiri dari giro, deposito, dan tabungan. Selain itu, bank juga berperan dalam melancarkan pembayaran, perdagangan dan peredaran uang melalui berbagai layanan yang disediakan (Dasih, 2014:16)

2.1.2 Investasi

  Menurut Halim (2005:4). Investasi adalah penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Sedangkan Tandelilin (2010:3) mengemukakan bahwa Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa datang.

  Pengertian investasi menurut Sunariyah (2004) investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang. Selanjutnya menurut Jogiyanto (2010) dalam bukunya Teori Portofolio dan Analisis Investasi adalah Penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke aktiva produktif selama periode waktu tertentu. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu aktivitas berupa penundaan konsumsi di masa sekarang dalam jumlah tertentu dan selama periode waktu tertentu pada suatu aset yang efisien oleh investor, dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang pada tingkat tertentu sesuai dengan yang diharapkan; tentunya lebih baik daripada mengonsumsi di masa sekarang (Sudaryo, 2017:2).

  Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut sebagai investor. Umumnya investor dibagi menjadi dua golongan yaitu investor individual dan investor institusional. Investor individual terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional terdiri dari perusahaan-perusahaan lembaga penyimpan dana seperti bank dan lembaga simpan pinjam, kemudian perusahaan asuransi, lembaga dana pensiun dan perusahaan investasi.

  Menurut Sudaryo (2017:3) Bentuk investasi yang dapat dijadikan sarana investasi sangatlah beragam. Masing-masing dengan ciri tersendiri dan dengan kandungan risiko dan return harapan yang berbeda-beda. Investor tinggal memilih bentuk investasi yang menurut mereka dapat memenuhi keinginan untuk berinvestasi.

  Menurut Fahmi dan Hadi (2009) dalam bukunya, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, dalam aktivitasnya pada umumnya dikenal dua bentuk investasi, yaitu:

  1. Real Investment Investasi nyata (Real Investment) secara umum melibatkan aset berwujud, seperti tanah, mesin-mesin, atau pabrik.

  2. Financial Investment Investasi keuangan (Financial Infestment) secara umum melibatkan aset kontrak tertulis, seperti saham biasa (Common Stock) dan Obligasi (Bond).

  Halim (2005: 4) mengklasifikasikan investasi dalam dua bentuk, yaitu investasi pada aset-aset riil (real assets) dan investasi pada aset- aset finansial (financial assets). Investasi pada aset-aset riil dapat berupa pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan lain-lain. Sedangkan investasi dalam bentuk financial assets dapat dilakukan antara lain dalam bentuk investasi di pasar uang, seperti: sertifikat deposito, comercial paper, surat berharga pasar uang, dan lainnya. Investasi dilakukan di pasar modal, misalnya pembelian obligasi, waran, reksadana, opsi, futures, saham, dan lainnya.

  Perbedaan antara investasi pada Real Investment dan Financial

Investment adalah tingkat likuiditas dari kedua investasi tersebut.

Investasi pada Real Investment relatif lebih sulit untuk dicairkan karena terbentur pada komitmen jangka panjang antara investor dengan perusahaan. Sementara investasi pada Financial Investment lebih mudah dicairkan karena dapat diperjualbelikan tanpa terikat waktu (Sudaryo, 2017:3).

  Jogiyanto (2010), Pembagian alternatif investasi menjadi dua golongan besar, yaitu:

  1. Investasi Langsung Investasi langsung diartikan sebagai suatu kepemilikan surat-surat berharga secara langsung dalam suatu entitas yang secara resmi telah go public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gains.

  2. Investasi Tidak Langsung Investasi tidak langsung terjadi bilamana surat-surat berharga yang dimiliki diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi (Investment Company) yang berfungsi sebagai perantara. Kepemilikan aktiva tidak langsung dilakukan melalui lembaga- lembaga keuangan terdaftar, yang bertindak sebagai perantara atau intermediary. Dalam perananya sebagai investor tidak langsung, pedagang perantara (pialang) mendapatkan dividen dan

  capital gain seperti halnya dalam investasi langsung. Selain itu juga akan memperoleh penerimaan berupa capital gain atas hasil perdagangan portofolio yang dilakukan oleh perusahaan perantara tersebut.

  Tujuan dari investasi adalah untuk memperoleh keuntungan selama jangka waktu tertentu, menambah nilai modal yang ditempatkan dan menjaga aset terhadap inflasi. Dilakukan dengan tingkat risiko yang dapat ditolerir. Semakin besar manfaat dari investasi tersebut maka akan semakin besar pula risiko yang harus dihadapi. Jika ingin melakukan investasi dengan risiko yang kecil, maka manfaat yang bisa diharapkan dari investasi tersebut juga akan lebih kecil.

2.1.3 Pasar Modal

  Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan(atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta (Husnan, 2009:3).

  Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah). Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai saran dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Instrumen yang diperdagangkan dipasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari satu tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain. Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 diartikan sebagai “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Pasar modal memiliki peran penting bagi kemajuan perekonomian suatu negara, yang merupakan saran bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat investor.

  Menurut Husnan (2009:265) pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar modal yang harga sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Fama (1970) mengklasifikasikan informasi menjadi tiga tipe, yaitu (i) perubahan harga di waktu yang lalu (past price changes), (ii) informasi yang tersedia kepada publik (public information), dan (iii) informasi yang tersedia baik kepada publik maupun tidak (public and private information ).

  Ada tiga bentuk/tingkatan untuk menyatakan efisiensi pasar modal. Pertama adalah Keadaan dimana harga-harga mencerminkan semua informasi yang ada pada catatan harga di waktu yang lalu. Dalam keadaan seperti ini pemodal tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan menggunakan trading rules yang berdasarkan atas informasi harga di waktu yang lalu. Keadaan ini disebut sebagai bentuk efisiensi yang lemah (weak form efficiency). Penelitian tentang random

  

walk menunjukan bahwa sebagian besar modal paling tidak efisien

dalam bentuk ini.

  Tingkat efisiensi yang kedua adalah keadaan dimana harga-harga bukan hanya mencerminkan harga-harga di waktu yang lalu, tetapi semua informasi yang dipublikasikan. Keadaan ini disebut sebagai bentuk efisiensi setengah kuat (semi strong). Dengan kata lain, para pemodal tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan memanfaatkan public information. Bentuk ketiga adalah bentuk efisiensi yang kuat (strong forms) dimana harga tidak hanya mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, tetapi juga informasi yang bisa diperoleh dari analisa fundamental tentang perusahaan dan perekonomian.

  Dalam mengatur kegiatan pasar modal di Indonesia Mentri Keuangan membawahi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) namun sekarang peran BAPEPAM-LK diganti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diatur dalam UU No. 21 tahun 2011. Selain menggantikan peran BAPEPAM-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, OJK juga menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.

  Berikut ini adalah Gambar Struktur Pasar Modal Indonesia.

  

Gambar II.1. Struktur Pasar Modal Indonesia

OTORITAS JASA KEUANGAN

  Bursa Efek Lembaga Kliring dan Lembaga Penyimpanan (Bursa Efek Penjaminan dan Penyelesaian

  Indonesia - BEI) (Kliring Penjaminan Kustodian Sentral Efek Efek Indonesia- KPEI) Indonesia - KSEI)

  Perusahaan Lembaga Profesi Pemodal  Emiten Efek Penunjang Penunjang  Perusahaan Publik  Penjamin  Biro  Akuntan  Domestik  Reksadana Emisi Administrasi  Notaris  Asing Efek  Perantara  Penilai Perdagangan  Bank  Konsultan Efek Kustodian Hukum  Manajer  Wali Amanat  Pemeringkat Efek Sumber : Bursa Efek Indonesia, 2017

2.1.4 Saham

  Di Pasar Modal Indonesia terdapat berbagai macam produk untuk berinvestasi. Produk-produk investasi tersebut antara lain: Saham (Stock), Obligasi, Bukti Rigth, Waran, Kontrak Berjangka Indeks Saham dan Reksadana. Salah satu produk investasi yang paling populer saat ini adalah saham (Abi,2016:14). Karena dengan investasi pada saham memungkinkan investor mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan investasi pada sekuritas lainnya, tetapi saham juga memiliki resiko lebih tinggi juga. Dengan pergerakan naik turunnya harga saham justru menjadikan beberapa investor tertarik investasi pada sekuritas ini, dimana dengan peningkatan harga saham investor akan memperoleh keuntungan tetapi investor juga dapat menanggung kerugiaan jika harga saham mengalami penurunan dalam harga jualnya.

  Darmadji, T.d.(2001) bahwa ada beberapa sudut pandang untuk membedakan jenis-jenis saham, yaitu a.

  Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim: 1)

  Saham biasa (common stock) Saham biasa merupakan saham yang memiliki hak klaim berdasarkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan. Bila terjadi likuidasi, pemegang saham biasa yang mendapatkan prioritas paling akhir dalam pembagian dividen dari penjualan asset perusahaan. Ciri dari saham biasa antara lain:

  (1) Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba;

  (2) Memiliki hak suara (one share one vote);

  (3) Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan paling akhir apabila bangkrut setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.

2) Saham preferen (preffered stock).

  Saham preferen merupakan saham dengan bagian hasil yang tetap dan apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegang saham preferen akan mendapat prioritas utama dalam pembagian hasil atas penjualan asset. Saham preferen mempunyai sifat gabungan antara gabungan antara obligasi dan saham. Adapun ciri-ciri dari saham preferen menurut siamat (2004) adalah : (1)

  Memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen; (2)

  Tidak memiliki hak suara (3)

  Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus. (4) memiliki hak pembayaran sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditor, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi b.

  Di dalam praktek pasar modal, saham preferen dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain : 1)

  Saham preferen kumulatif (cumulative preffered stock) Saham jenis ini memberikan hak kepada pemiliknya atas pembagian dividen yang sifatnya kumulatife dalam suatu presntase atau jumlah tertentu. 2)

  Saham preferen non kumulatif ( non cumulative preffered stock) Pemegang saham jenis ini mendapat prioritas dalam pembagian dividen sampai pada suatu presentase atau jumlah tertentu, tetapi tidak besifat kumulatif

  3) Saham preferen partisipasi (participating preffered stock)

  Pemilik saham jenis ini disamping memperoleh dividen tetap seperti yang telah ditentukan, juga memperoleh ekstra dividen apabila perusahaan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan. c.

  Ditinjau dari cara peralihannya: 1)

  Saham atas unjuk(Bearer stocks) Pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain.

  Secara hukum siapa yang memegang saham tersebut, maka dia akan diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS. 2)

  Saham atas nama(Registered stocks) Saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.

  d.

  Ditinjau dari kinerja perdagangan: 1)

  Blue-Chip Stocks Saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil, dan konsisten dalam membayar dividen. 2)

  Income Stock saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari ratra-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi . 3)

  Growth Stock saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. 4)

  Speculative Stock Saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memipunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti.

  5) Countercyclical stocks

  Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum.

  Pada instrumen saham semakin tinggi potensi keuntungan dari investasi, semakin tinggi pula kemungkinan risiko yang akan diderita investor, demikian pula sebaliknya. Potensi keuntungan dari investasi dalam bentuk saham relatif lebih besar dari investasi dalam bentuk

  

financial assets lainnya seperti instrumen pasar uang, obligasi, dan

  reksadana, oleh karena itu risiko investasi dalam bentuk saham juga lebih besar dari pada investasi dalam bentuk financial assets selain saham. Pemegang saham memiliki beberapa keuntungan dengan memiliki atau membeli saham, antara lain:

  1) Dividen Dividen merupakan pemberian keuntungan yang diberikan

  perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkannya. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang investor ingin mendapatkan dividen, maka investor tersebut harus tercatat sebagai pemegang saham pada tanggal penentuan pemegang saham yang berhak mendapat dividen (dikenal dengan istilah recording date).

  2) Keuntungan modal (capital gain)

  Capital gain yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih antara

  harga jual dan harga beli saham. Apabila investor membeli saham dan menjualnya kembali pada harga yang lebih tinggi dari harga beli saham, maka ia memperoleh capital gain.

  Tujuan seorang investor melakukan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin. Namun sebelum memulai investasi, kadang investor hanya memperhatikan keuntungan yang akan diperoleh. Sementara faktanya, bahwa dalam melakukan investasi pasti akan selalu mengalami dua hal, yaitu keuntungan dan kerugian (Abi, 2016:19).

  Kerugian investasi dalam bentuk saham yaitu apabila investor menjual saham pada harga yang lebih rendah dari pada harga saat membeli saham, investor akan menderita kerugian atau capital loss. Dan apabila emiten menderita kerugian, maka investor tidak akan menerima dividen pada akhir tahun tersebut. Risiko terbesar investasi saham adalah risiko likuidasi, yaitu apabila perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah semua kewajiban perusahaan dapat dilunasi (Abi, 2016:22).

  Darmadji dan Fakhruddin (2006) di dalam skripsi Qoribulloh (2013:25-26) Risiko selanjutnya yaitu saham perusahaan yang di-delist dari bursa umumnya dikarenakan kinerja yang buruk. Saham yang telah di-delist tidak dapat diperdagangkan di bursa. Meskipun saham tersebut tetap dapat diperdagangkan diluar bursa, namun tidak terdapat patokan harga yang jelas dan jika terjual biasanya dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga sebelumnya. Resiko lain yaitu saham dihentikan sementara (susppend). Jika suatu saham di-suspend atau dihentikan perdagangannya sementara oleh otoritas Bursa Efek, maka investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspensi tersebut dicabut.

2.1.5 Harga Saham

  Menurut Sunariyah (2004: 128) harga saham adalah harga selembar saham yang berlaku dalam pasar saat ini di bursa efek. Sedangkan menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006) harga saham adalah nilai dan penyertaan atau kepemilikkan seseorang dalam suatu perusahaan. Harga saham merupakan harga per lembar saham yang berlaku di pasar modal. Harga saham di pasar modal terdiri dari tiga kategori, yaitu harga tertinggi (high price), harga terendah (low price), dan harga penutupan (close price). Harga tertinggi dan terendah adalah harga dimana saham yang paling tinggi dan paling rendah pada satu hari bursa. Sedangkan harga penutupan adalah harga terakhir yang terjadi pada saat akhir jam bursa. Dari ketiga kategori tersebut dapat dilihat perubahan harga saham yang terjadi. Banyak investor yang tergesa-gesa menjual sahamnya tanpa memperhatikan apakah prospek ke depan bagus atau tidak. Harga saham dapat dikatakan sebagai indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan, dimana kekuatan pasar ditunjukkan dengan terjadinya transaksi perdagangan saham perusahaan di pasar modal (Setyorini, 2016:6).

  Menurut Widoatmodjo (2005:91) harga saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: a)

  Harga Nominal Harga nominal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.

  b) Harga Perdana

  Harga perdana adalah harga yang pada waktu saham tersebut dicatat di bursa efek.

  c) Harga pasar

  Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain.

  Dalam Tendelilin (2010:301), penilaian saham dikenal adanya tiga jenis nilai,yaitu: nilai buku, nilai pasar, dan nilai instriksi saham. Nilai buku merupakan nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahaan penerbit saham (emiten). Nilai pasar adalah nilai saham di pasar, yang ditunjukan oleh harga saham tersebut di pasar. Sedangkan nilai instrinsik atau dikenal sebagai nilai teoritis adalah nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi. Meskipun semuanya dinyatakan dalam per lembar saham, ketiga jenis nilai tersebut ditambahkan nilai nominal umumnya adalah tidak sama besarnya. Nilai nominal dan nilai buku dapat dicari didalam atau ditentukan berdasarkan laporan perusahaan keuangan. Nilai pasar dapat dilihat pada harga saham dibursa efek.

  Pada aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga saham selalu mengalami fluktuasi baik kenaikan maupun penurunan harga saham. Harga saham di bursa ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran saham tersebut. Semakin banyak orang yang membeli suatu saham, maka harga saham tersebut cenderung akan bergerak naik. Demikian juga sebaliknya, semakin banyak orang yang yang menjual saham suatu perusahaan, maka harga saham tersebut akan bergerak turun.

  Dalam Qoribulloh (2013:27). Secara umum, semakin baik kinerja suatu perusahaan maka semakin tinggi laba usaha dan semakin banyak keuntungan yang dinikmati oleh pemegang saham, sehingga semakin besar kemungkinan harga saham perusahaan tersebut akan naik. Meskipun demikian, perusahaan yang memiliki kinerja baik sekalipun harga sahamnya bisa saja turun dikarenakan keadaan pasar. Perusahaan yang memiliki kinerja baik sekalipun harga sahamnya bisa mengalami penurunan karena keadaan pasar yang buruk yang menyebabkan kepercayaan pemodal terguncang. Saham ini tidak akan sampai hilang. Jika kepercayaan pemodal ini pulih, siklus ekonomi membaik ataupun hal-hal lain membaik, maka harga saham ini akan kembali naik. Dengan demikian, risiko pemegang saham adalah turunnya harga saham. Cara mengatasinya adalah dengan menahan saham tersebut untuk waktu yang cukup lama sampai keadaan pasar kembali membaik (Rahmadi, 2010).

  Pergerakan harga suatu saham dalam jangka pendek tidak dapat diterka secara pasti. Harga saham di bursa efek ditentukan menurut hukum permintaan dan penawaran atau kekuatan tawar-menawar. Semakin banyak orang yang ingin membeli saham, maka harga saham tersebut cenderung akan bergerak naik. Sebaliknya, semakin banyak orang yang ingin menjual, maka harga saham tersebut akan bergerak turun. Namun dalam jangka panjang, kinerja perusahaan emiten dan pergerakan harga saham umumnya bergerak searah. Meskipun demikian perlu diingat, tidak ada bursa saham yang terus menerus naik sebagaimana juga tidak ada saham yang terus menerus turun. Pergerakan harga saham selama jangka waktu tertentu umumnya membentuk suatu pola tertentu (Widoatmodjo, 2008 :23).

2.1.6 Analisis Sekuritas

  Menurut Husnan (2009:307) untuk melakukan analisis dan memilih saham terdapat dua pendekatan dasar yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental.

a. Analisis Fundamental

  Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan (i) mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan (ii) menerapkan hubungan variable- variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Analisis fundamental umumnya dilakukam dengan tahapan melakukan analisis ekonomi terlebih dulu, diikuti dengan analisis industri dan akhirnya analisis perusahaan yang menerbitkan saham tersebut (Husnan, 2009:336-337).

  Kondisi fundamental mencerminkan kinerja variabel- variabel keuangan yang dianggap mendasar atau penting. Jika prospek suatu perusahaan publik adalah sangat kuat dan baik, maka harga saham perusahaan tersebut diperkirakan akan merefleksikannya dengan peningkatan harga saham. Para penganut analisis fundamental berasumsi bahwa apabila kondisi fundamental atau kinerja keuangan perusahaan semakin baik maka saham yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan (Ghozali dan Sugiyanto, 2002:71-72). Analisis fundamental merupakan analisis yang memiliki asumsi dasar bahwa harga saham tidaklah diukur dari standar harga dipasar, melainkan diprediksikan terlebih dahulu dengan menggunakan analisis kinerja keuangan perusahaan.

  Faktor fundamental dari perusahaan yang dapat menjelaskan kekuatan dan kelemahan kinerja keuangan perusahaan di antaranya adalah rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan suatu angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka-angka tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standart (Munawir, 2001:64).

b. Analisis Teknikal

  Analisis teknikal adalah metode untuk memprediksi pergerakan harga dan tren pasar di masa depan melalui studi grafik historis dengan pertimbangan harga dan volume perdagangan (Sunariyah, 2004: 168). Sedangkan menurut Husnan (2009:341) Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham (kondisi pasar) dengan mengamati perubahan harga saham tersebut (kondisi pasar) di waktu yang lalu. Pemikiran yang mendasari analisis tersebut adalah (i) bahwa harga saham mencerminkan informasi yang relevan, (ii) bahwa informasi tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yan lalu, dan (iii) karenanya perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan berulang.

  Analisis teknikal pada dasarnya merupakan upaya untuk menentukan kapan akan membeli (masuk ke pasar) atau menjual saham (keluar dari pasar), dengan memanfaatkan indikator- indikator teknis ataupun menggunakan analisis grafis.

  Analisis teknikal didahului dengan asumsi dasar bahwa harga saham terbentuk dari hasil spekulasi (Ghozali dan Sugiyanto, 2002:94). Spekulasi tersebut menitikberatkan pada trend yang dibentuk harga saham pada periode yang lalu. Trend harga saham menjadi tolak ukur untuk memprediksi harga saham pada periode berikutnya.

  Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011:160) analisis teknikal merupakan salah satu metode yang digunakan untuk penilaian saham, dimana dengan metode ini para analis melakukan evaluasi saham berbasis pada data-data stastistik yang dihasilkan dari aktivitas perdagangan saham, seperti harga saham dan volume transaksi. Dengan berbagai grafik yang ada serta pola-pola grafik yang terbentuk, analisis teknikal mencoba memprediksi arah pergerakan harga saham ke depan. Analisis teknikal atau sering disebut chartist percaya bahwa perkembangan atau kinerja saham dan pasar masa lalu merupakan cermin kinerja ke depan.

2.1.7 Analisis Laporan Keuangan

2.1.7.1 Pengertian Laporan Keuangan

  Laporan keuangan adalah laporan pertanggung jawaban yang dipercayakan kepadanya kepada pemangku kepentingan atau pihak-pihak yang punya kepentingan (stakeholders) di luar perusahaan; pemilik perusahaan; pemerintah; kreditor; dan pihak lainnya (Rahardjo,2009).

  Menurut Murhardi (2013) di dalam laporan keuangan berisi informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan kepada pihak pengguna, maka berbagai pihak yang berkepentingan dapat melihat kondisi kesehatan keuangan suatu perusahaan.

  Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002) ada dua laporan keuangan perusahaan yang pokok, yaitu Neraca dan Laporan Rugi laba. Neraca menunjukkan posisi kekayaan perusahaan, kewajiban keuangan dan modal sendiri perusahaan sendiri pada waktu tertentu. Sedangkan laporan rugi laba menunjukkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan dalam periode waktu tertentu.

2.1.7.2 Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan

  Sebelum manajer keuangan mengambil keputusan keuangan, perlu dipahami kondisi keuangan perusahaan. Untuk memahami kondisi keuangan perusahaan, diperlukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan perusahaan berguna bagi manajer keuangan (pihak intern perusahaan), dan pihak diluar perusahaan seperti para (calon) pemodal dan kreditur (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).

  Menurut Murhadi (2013) Tujuan utama dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahan dalam posisi keuangan sebagai suatu entitas yang bermanfaat dalam pembuatan putusan ekonomi. Sedangkan peranan analisis laporan keuangan adalah untuk pengambilan keputusan ekonomi dengan menggunakan informasi

2.1.7.3 Teknik Analisis Laporan Keuangan

  Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002), Laporan keuangan masih perlu diolah dan analisis untuk dapat dipergunakan sesuai dengan maksud pemakai laporan keuangan tersebut. Berbagai alat analisis dapat dipergunakan untuk mengolah laporan keuangan. Alat analisis tersebut mungkin berbentuk analisis Common Size, indeks maupun rasio keuangan

  1) Analisis Common Size

  Analisis ini merubah angka-angka yang ada dalam neraca dan laporan laba rugi menjadi persentase berdasarkan dasar tertentu. Untuk angka-angka yang ada di neraca, common

  base -nya adalah total aktiva. Dengan kata lain total aktiva

  dipergunakan sebagai 100%. Untuk angka-angka dalam rugi laba, penjualan neto dipergunakan sebagai 100%. Penyajian dalam bentuk common size akan mempermudah pembaca laporan keuangan memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam neraca. 2)

  Analisis Indeks Analisis ini merubah semua angka dalam suatu laporan keuangan pada tahun dasar menjadi 100. Pemilihan tahun dasar bukanlah selalu tahun yang paling awal, tetapi tahun yang dianggap normal. Dengan demikian analisis ini dilakukan untuk membandingkan perkembangan dari waktu ke waktu. 3)

  Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan adalah yang paling banyak digunakan dalam menganalisis laporan keuangan. Cara untuk menafsirkan rasio-rasio keuangan dengan menggunakan asumsi bahwa metode akuntansi yang dipergunakan oleh perusahaan konsisten dari waktu ke waktu, dan sama dengan yang dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan lain.

2.1.8 Rasio Keuangan

  2.1.8.1 Pengertian Rasio Keuangan

  Menurut Murhardi (2013) analisis rasio digunakan dengan cara membandingkan suatu angka tertentu pada suatu akun terhadap angka dari akun lainnya. Analisis rasio sering digunakan oleh manajer, analisis kredit dan analisis saham.

  Rasio keuangan merupakan rasio yang menggambarkan hubungan antara jumlah tertentu dengan jumlah lainnya pada laporan keuangan. Penggunaan rasio keuangan akan menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan serta posisi keuangan perusahaan, terutama bila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka pembanding yang digunakan sebagai standar industri.

  Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan. Untuk melakukan analisis rasio keuangan, diperlukan perhitungan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Setiap bentuk dari analisis rasio mempunyai tujuan tertentu atau digunakan untuk menentukan perbedaan penekanan hubungan.

  2.1.8.2 Analisis Rasio Keuangan Perusahaan

  Menurut Munawir (2002:268) analisis rasio sangat bermanfaat bagi manajemen untuk perencanaan dan pengevaluasian prestasi atau kinerja (performance) perusahaannya bila dibandingkan dengan rata-rata industri, sedangkan bagi para kreditor dapat digunakan untuk memperkirakan potensi resiko yang akan dihadapi dikaitan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjamannya. Analisis rasio juga bermanfaat bagi para investor yang akan mengevaluasi nilai saham, dan adanya jaminan atas keamanan dana yang akan dianamkan.

  Analisis rasio selalu digunakan untuk mengetahui kesehatan keuangan dan kemajuan perusahaan setiap kali laporan keuangan diterbitkan. Setiap laporan keuangan yang dibentuk memiliki tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing perusahaan. Rasio keuangan dikelompokkan dalam lima jenis yaitu: (1) rasio likuiditas (liquidity ratio); (2) rasio aktivitas (activity ratio); (3) rasio rentabilitas (profitability ratio); (4) rasio solvabilitas (leverage ratio); (5) rasio pasar (market ratio) (Ang, di dalam skripsi Kusumo: 2011).

  Dalam penelitian ini analisis rasio keuangan yang digunakan adalah Pertama, rasio solvabilitas atau leverage rasio yang digunakan untuk mengukur penggunaan hutang terhadap total

shareholders equity yang dimiliki perusahaan yaitu rasio DER.

Kedua, rasio pasar yang menggambarkan harapan-harapan investor terhadap investasi yang ditanamkan, yaitu EPS. Ketiga, rasio profitabilitas yang menggambarkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan dengan tingkat investasi yang ditanamkan, diantaranya NPM dan ROA. Adapun penjelasan tentang Rasio Keuangan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) DER

  DER yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri (Husnan dan pudjiastuti, 2002). DER = Semakin tinggi proporsi DER menyebabkan laba perusahaan semakin tidak menentu dan menambah kemungkinan bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Oleh karena itu semakin tinggi proporsi rasio utang akan semakin tinggi pula risiko financial suatu perusahaan (Nurfadillah, 2011:46)

  Menurut Wahyono,(2002:12) di dalam skripsi Ariana (2016) rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiridari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham.

2) EPS

  Setyorini dkk (2016:9) Earning Per Share (EPS) atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Laba per lembar saham atau EPS diperoleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata-rata saham biasa yang beredar.

  EPS = Pemodal sering memusatkan perhatian pada laba per lembar saham (Earning per share, EPS) dalam melakukan analisis (Husnan, 2009). Komponen penting yang pertama harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba bersih setelah pajak per lembar saham atau lebih dikenal dengan

  Earning Per Share (EPS), karena rasio EPS perusahaan menentukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan (Tandelilin, 2001:241). EPS memberikan informasi penting bagi para investor dalam menilai seberapa jauh kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba tiap lembar saham yang beredar. Dengan mengetahui EPS dapat dinilai berapa potensi laba yang akan diterima investor. Rasio ini sekaligus sebagai indikator untuk memprediksi keberhasilan ataukah kegagalan yang akan diperoleh investor di masa yang akan datang.

  Syamsuddin (2007: 66) EPS merupakan rasio yang banyak diperhatikan oleh calon investor, karena informasi EPS merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan dapat menggambarkan prospek earning perusahaan masa depan. Pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham tertarik akan EPS, karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa.

3) NPM

  Net Profit Margin (NPM), yaitu membandingkan antara

  laba bersih setelah pajak (Net Income After Tax) dengan Total penjualan. Rasio ini digunakan untuk mengukur pendapatan bersihnya terhadap total penjualan yang dicapai oleh perusahaan. Rasio NPM dapat dirumuskan sebagai berikut

  NPM =

  x 100%

  Net Profit Margin merupakan rasio antara laba bersih (net profit ) yaitu sesudah dikurangi dengan seluruh expenses

  termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan (Syamsuddin, 2007:62). Sedangkan menurut Husnan dan Pudjiastuti (2006), menyatakan bahwa NPM diperoleh dengan membandingkan laba operasi dengan penjualan. Semikin tinggi nilai rasio ini, menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan semakin baik.

4) ROA

  Menurut munawir (2002: 269) Return on Assets (ROA) merefleksikan seberapa banyak perusahaan telah memperoleh hasil atas seluruh sumber daya keuangan yang ditanamkan pada perusahaan.

  Return on Assets (ROA), yaitu membandingkan antara laba

  setelah pajak dengan total aset. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Secara teoritis rasio ROA dapat dirumuskan sebagai berikut ROA = x 100%

  Dalam mengukur tingkat kesehatan perusahaan terdapat perbedaan kecil antara perhitungan ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan ketentuan Perusahaan Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan adalah laba setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL laba yang diperhitungkan adalah laba sebelum pajak. Semakin besar ROA suatu perusahaan, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset (Aminah dkk, 2016). Sedangkan Munawir (2000) menyatakan bahwa ROA mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif. Rasio ini mengukur efektivitas perusahaan dengan keseluruhan aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Terdapat beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian tentang pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Earning per Share (EPS), Net Profit

  Margin (NPM), dan Return on Asset (ROA) terhadap harga saham. Hasil dari

  beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, berikut hasil beberapa penelitian : Nurfadillah (2011) “Analisis Pengaruh Earning per Share(EPS), Debt

  to Equity Ratio (DER), dan Return on Equity (ROE) terhadap harga saham

  PT. Unilever Indonesia” menunjukkan bahwa semua variabel yaitu Earning

  per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Return on Equity (ROE)

  secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham PT Unilever Indonesia. Sedangkan berdasarkan hasil analisis statistic uji t menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh Earning per Share (EPS) dan Return on

  Equity (ROE) sedangkan Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham PT Unilever Indonesia.

  Hutami (2012) “Pengaruh Dividend Per Share, Return On Equity dan

  Net Profit Margin terhadap Harga Saham Perusahaaan Industri Manufaktur

  yang tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2006- 2010”. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Dividend per Share, Return on Equity dan Net Profit Margin memiliki pengaruh positif dan signifikan secara parsial maupun secara bersama-sama (simultan) terhadap Harga Saham.

  Qoribulloh (2013) “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun

  2011”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel EPS dan ROA berpengaruh positif terhadap harga saham, ROE berpengaruh negatif terhadap harga saham, sedangkan NPM tidak berpengaruh terhadap harga saham. Secara simultan variabel EPS, NPM, ROA, dan ROE berpengaruh terhadap harga saham.

  Raharjo dan Muid (2013) “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Rasio Keuangan terhadap Perubahan Harga Saham

  ” Hasil pengujian data secara simultan dengan menggunakan semua variabel independen yaitu ROE, ROA, DER, CR, EPS dan BVS menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan harga saham. Hasil pengujian data secara parsial menunjukkan bahwa variabel CR berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan harga saham, sedangkan variabel ROE, ROA, DER, EPS dan BVS tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham.

  Pratama dan Erawati (2014) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh

  

Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Equity, Net Profit Margin dan

Earning Per Share terhadap Harga

  Saham” (Study Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011). Hasil penelitian menunjukkan secara parsial dari kelima variabel independen yang memiliki pengaruh positif dan signifikan hanya tiga variabel yaitu Current

  

Ratio, Debt to Equity Ratio dan Earning per Share. Sedangkan secara

simultan dari kelima variabel independen memiliki pengaruh signifikan.

  Ariana (2016) mengenai “Pengaruh Return On Investment (ROI), Debt

  

to Equity Ratio (DER) dan Current Ratio (CR) terhadap harga saham pada

  perusahaan whole sale dan retail trade yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010- 2013”. Hasil penelitian menunjukan Return On Investment

  (ROI) tidak berpengaruh terhadap harga saham, Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap harga saham, Current Ratio (CR) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Sedangkan secara simultan variable Return On Investment (ROI), Debt to Equity Ratio (DER) dan Current Ratio (CR) berpengaruh terhadap Harga Saham.

  Dewi dan Saryadi (2016) “ Pengaruh Suku Bunga (Bi Rate), EPS dan ROE Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-

  2014“. Hasil penelitian dari uji t menunjukkan bahwa dari ketiga variabel yang berpengaruh secara signifikan hanya variabel Earning per Share (EPS). Sedangkan secara simultan Bi Rate, Earning per Share (EPS), dan Return on Equity (ROE) berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham sektor pertambangan.

  Aminah dkk (2016) “ Pengaruh Dividen Per Share, Return on Equity,

  

Net Profit Margin, Return on Investment dan Return on Asset Terhadap Harga

  Saham pada Perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2011-

  2013”. Hasil penelitian ini menunjukkan Variabel DPS dan ROI berpengaruh positif terhadap harga saham pada perusahaan Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia.

  Variabel ROE berpengaruh negatif terhadap harga saham pada perusahaan Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia. Variabel NPM dan ROA berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap harga saham pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia.