BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum tentang lingkungan hidup - ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PADA PLTU BUNTON DI KABUPATEN CILACAP MENURUT UU NO 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP - repository perpustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum tentang lingkungan hidup
1. Pengertian lingkungan hidup Lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya (Siahaan, 2004: 4). Lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencangkup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat dalam alam (Soedjono, 1979: 20).
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Lingkungan merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
- Batu-batuan, mineral, air, udara;
- Unsur-unsur iklim, cuaca, suhu;
- Kelembaban;
- Angin;
- Faktor gaya berat; Lingkungan fisik ini berhubungan dengan makhluk hidup yang menghuninya demikian erat. Sebagai contoh mineral yang dikandung suatu tanah menentukan kesuburan, yang erat hubungannya dengan tanaman-tanaman yang tumbuh di atasnya. Contoh lain, kelembaban dan curah hujan mempengaruhi penyediaan air untuk tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
11 Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati. Secara garis besar ada 2 macam lingkungan yaitu lingkungan fisik dan lingkungan biotik.
a. Lingkungan fisik Lingkungan fisik adalah segala benda mati dan keadaan fisik yang ada disekitar individu-individu misalnya :
b. Lingkungan biotik Lingkungan biotik adalah segala makhluk hidup yang ada disekitar individu baik tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Tiap unsur biotik ini berinteraksi antar biotik dan juga dengan lingkungan fisik/abiotik.
Lingkungan baik yang biotik maupun abiotik selalu mengalami perubahan, baik secara tiba-tiba maupun perlahan-lahan. Perubahan ini berhubungan erat dengan ekosistemnya yang mempunyai stabilitas tertentu. Semakin besar aneka ragam ekosistemnya makin besar daya stabilitasnya. Misalnya hutan di daerah tropis yang mengandung begitu banyak ragam tumbuh-tumbuhan dan hewan di dalamnya, walaupun tanpa perawatan tetap akan dapat mempertahankan stabiltas kehidupannya. Sebaliknya sawah atau ladang yang hanya terdiri dari beberapa jenis tumbuh-tumbuhan saja akan mempunyai stabilitas yang kecil, artinya tanpa perawatan stabilitas akan terganggu (Supardi, 1994 : 2-3).
Alam sebagai wadah dalam segala kehidupan dan alam pulalah yang meningkatkan taraf kehidupan sepanjang manusia mampu membudidayakan dengan semaksimal mungkin. Alam diciptakan bukan semata-mata untuk dimanfaatkan isinya sesuai dengan kemampuannya saja tanpa memperhatikan adanya keterbatasan kemampuan, dan bukan segalanya telah tinggal memanfaatkan saja, melainkan harus melalui proses agar sumber yang ada di alam ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan yang disesuaikan dengan keperluan (Joko, 1999 : 8).
Alam sebenarnya memiliki sistem yang sangat kompleks, demikian pula ciri dan wataknya yang sangat beraneka ragam. Namun ada beberapa watak yang dapat diidentifikasi seperti:
12 a. Dinamis Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem berkembang dari waktu ke waktu dan gejala
- – gejalanya dapat dilihat dari fenomena – fenomena yang terjadi, seperti fenomena fisik, biologis, dan sosial.
b. Saling Berinteraksi Dalam suatu lingkungan biasanya dalam sub sistemnya atau yang lebih rendah akan saling berinteraksi terus menerus guna mencapai keseimbangan. Apabila ada pengaruh dari luar maka akan terjadi interaksi pula untuk mencapai keseimbangn baru.
c. Interpendensi Dalam suatu sistem, setiap bagian dari sistem akan bergantung pada
- – tiap bagian dari sistem tidak hanya akan saling kait mengkait dan berhubungan satu dan lainnya, tetapi juga terdapat saling ketergantungan.
d. Integrasi Penampilan sistem sebagai suatu konsep kesatuan yang terintegrasi lebih memiliki keutamaan. Integrasi ini merupakan salah satu konsep pendekatan sistem. Dengan konsep keterpaduan ini maka setiap bagian dari sistem pembangunan dirancang secara terintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu.
e. Tujuan Sistem Suatu sistem dibuat dengan tujuan tertentu. Bentuk tujuan dari suatu sistem merupakan suatu bentuk yang diharapkan (desired output).
13 Pengukuran tujuan dari suatu sistem yang dirancang, sedapat mungkin harus jelas dan sejauh mungkin dinyatakan dalam suatu ukuran kualitatif.
f. Organisasi Sistem Organisasi dalam suatu struktur sistem menyangkut fungsi, struktur, dan hirarki. Dalam pengorganisasian sistem harus memungkinkan bahwa masing
- – masing sub sistem dapat mencapai tujuannya yang selaras dengan tujuan keseluruhan dari sistem.
g. Multi Disiplin Pendekatan sistem dimaksudkan untuk dapat memecahkan masalah yang kompleks. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan dari berbagai disiplin. Pendekatan sistem dilakukan untuk mengambil keputusan dalam
2. Lingkungan hidup di Indonesia Lingkungan hidup Indonesia adalah kawasan nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim, tropis, cuaca, dan musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan serta peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa dan rakyat Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian wawasan dalam menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah wawasan Nusantara. Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem terdiri dari daerah, masing- masing sebagai subsistem yang meliputi aspek sosial budaya, ekonomi dan
14 fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara subsistem yang satu dengan yang lain dan dengan daya dukung lingkungan yang berlainan. Pembinaan pengembangan yang didasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem, yang juga berarti meningkatkan ketahanan subsistem (Gatot, 2004: 20).
3. Unsur-unsur lingkungan hidup Pengertian lingkungan hidup itu dapat dirangkum dalam suatu rangkaian unsur-unsur sebagai berikut : a. Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, rumah, sampah, mobil, angin dan lain-lain; c. Keadaan, disebut juga kondisi atau situasi;
d. Perilaku atau tabiat;
e. Ruang, yaitu wadah berbagai komponen berada;
f. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa pula disebut dengan jaringan kehidupan (Siahaan, 2004: 5).
Unsur-unsur tersebut mempunyai pola hubungan tertentu yang bersifat tetap dan teratur saling mempengaruhi. Untuk memperoleh gambaran tentang unsur-unsur tersebut perlu dijelaskan ruang, keadaan, materi dan energi.
15
1). Ruang Ruang adalah wadah atau tempat berkumpulnya komponen-komponen lingkungan hidup, seperti benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup.
Jadi, di mana terdapat komponen lingkungan hidup berarti di situ terdapat ruang. Ruang atau wadah yang berada di sekitar komponen lingkungan hidup itu mempunyai interaksi yang kuat yang merupakan satu kesatuan; sehingga ruang atau wadah tersebut merupakan tempat berlangsungnya ekosistem. 2). Keadaan
Keadaan adalah sebuah “kondisi” atau suatu “situasi” yang memiliki berbagai ragam dan bentuk-bentuk yang satu sama lain saling
positif dapat terjadi apabila kondisi atau situasi memiliki bentuk- bentuk yang membantu kelancaran berlangsungnya proses merangsang makhluk-makhluk untuk melakukan sesuatu, tetapi ada yang justru mengganggu berprosesnya interaksi lingkungan dengan baik; misalnya dalam kemiskinan, masyarakat cenderung merusak lingkungan hidupnya. Contoh lain dari keadaan adalah kondisi gelap atau situasi yang berisik, sehingga mengganggu proses interaksi makhluk hidup di dalamnya.
3). Materi Materi ialah segala sesuatu yang ada pada suatu tempat tertentu dan waktu tertentu pula. Menurut pendapat kuno, semua benda terdiri dari
16 empat macam materi asal, yaitu api, air, tanah dan udara. Materi diperlukan untuk susunan tubuh manusia, hewan dan tumbuh- tumbuhan. Materi yang diperlukan bagi susunan tubuh tersebut diperoleh dari makanan. Materi tersebut diperlukan pula untuk mengatur metabolisme dalam tubuh, seperti vitamin, dan mineral- mineral tertentu; sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa materi maka tak akan ada kehidupan makhluk hidup. Materi merupakan hal yang sangat ensensial bagi kehidupan makhluk makhluk tersebut.
4). Energi Hubungan antara materi dan energi adalah erat sekali. Untuk mememproleh energi, orang harus makan, makanan adalah materi. yang memungkinkan manusia melakukan aktifitas sehari-hari. Dengan demikian proses materi menimbulkan energi yang berupa daya atau tenaga untuk melakukan aktifitas. Energi atau daya adalah sesuatu yang memberi kemampuan untuk menjalankan kerja. Alam semesta penuh dengan energi yang mengejawantah dalam berbagai bentuk, seperti cahaya dan radiasi lain, panas, daya kinetik (gerak), daya potensial (posisi), dan lain-lain. Energi dapat mengalami berubahan bentuk atau transformasi energi, yaitu dari bentuk energi berubah ke dalam bentuk lain, misalnya cahaya menjadi panas, kemudian panas menjadi gerak, gerak menjadi listrik dan seterusnya (Gatot, 2004 : 13- 15).
17
4. Kualitas lingkungan hidup Konsep kualitas lingkungan hidup sangat erat hubungannya dengan kualitas hidup. Suatu lingkungan hidup yang dapat mendukung kualitas hidup yang baik dikatakan mempunyai kualitas yang baik pula dari vice
versa . Dengan demikian kualitas adalah derajat dipenuhinya kebutuhan
dasar manusia. Semakin baik kebutuhan dasar itu dapat dipenuhinya oleh lingkungan hidup, semakin tinggi pula kualitas lingkungan hidup itu ( Tresna, 1991 : 7).
Kualitas lingkungan dapatlah diartikan dalam kaitannya dengan kualitas hidup, yaitu dalam kualitas lingkungan yang baik terdapat potensi sifatnya adalah subyektif dan relatif. Kualitas hidup dapat diukur dengan tiga kriteria : a. Derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup sebagai makhluk hayati. Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hayatinya.
b. Derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup manusiawi.
Kebutuhan hidup ini bersifat relatif, walaupun ada kaitannya dengan hidup pertama kelangsungan hidup hayati.
c. Derajat kebebasan untuk memilih. Sudah barang tentu dalam masyarakat yang tertib, derajat kebebasan itu dibatasi oleh hukum.
Baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Beberapa contoh
18 ialah kebebasan memilih agama dan pendidikan ( Otto, 2007 : 23- 24).
B. Tinjauan umum tentang hukum lingkungan
1. Perkembangan hukum lingkungan di Indonesia Saat ini pembagian hukum secara klasik, yang masih sering digunakan adalah pembagian hukum menjadi hukum publik dan privat atau perdata.
Termasuk hukum publik adalah hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana, dan hukum internasional. Termasuk hukum privat ( perdata) adalah hukum dagang dan hukum intergentil atau hukum antartata hukum. Hukum adat tidak merupakan lapangan hukum tersendiri karena meliputi lapangan-lapangan hukum yang telah disebutkan.
Istilah “hukum lingkungan” merupakan konsepsi yang relatif masih baru dalam dunia keilmuan pada umumnya dan dalam lingkungan ilmu hukum pada khususnya, yang tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian untuk melindungi dan memelihara lingkungan hidup tersebut, tumbuh pula perhatian hukum kepadanya ( Gatot, 2004 : 24).
Di Indonesia sendiri, organisasi yang berhubungan dengan lingkungan hidup sudah dikenal lebih dari sepuluh abad yang lalu. Dari prasasti
Jurunan tahun 876 Masehi diketahui adanya jabatan “tuhalas” yakni pejabat yang mengawasi hutan atau alas, yang kira-kira identik dengan
jabatan petugasa Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Kemudian prasasti Haliwangbang pada tahun 877 Mahesi menyebutkan
19 adanya jabatan “tuhaburu” yakni pejabat yang mengawasi masalah perburuan hewan di hutan. Contoh lain adalah pengendalian pencemaran yang ditimbulkan oleh pertukangan logam; kegiatan membuat logam, yang sudah tentu menimbulkan pencemaran dikenai pajak oleh petugas yang disebut “tuhagusali” ( Said, 1985 : 63-64).
Perkembangan yang berarti yang bersifat menyeluruh dan mejalar ke berbagai pelosok dunia dalam bidang peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup terjadi setelah adanya konfrensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup manusia di Stockholm pada tahun 1972. Di Indonesia dalam rangka persiapan menghadapi konfrensi PBB tersebut, telah disusun “Laporan Nasional” tentang keadaan diselenggarakan “Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Nasional” di Bandung pada tanggal 15 s/d 18 Mei 1972. Dalam seminar tersebut telah disampaikan makalah tentang “Pengaturan
Hukum Masalah Li ngkungan Hidup Manusia beberapa fikiran dan saran”
oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.,LLM. Makalah tersebut merupakan pengarahan pertama mengenai perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia ( Gatot, 2004 : 27-28).
2. Pengertian hukum lingkungan Hukum Lingkungan merupakan instrumen yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah
20
- kaidah hukum administrasi negara. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu memperhatikan “Asas - asas Umum Pemerintahan yang Baik” (Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur/General
Principles of Good Administration ). Hal ini dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
Menurut Gatot P.Soemartono ( 2004 : 45 ) menyebutkan hukum itu adalah keseluruhan kumpulan peraturan tentang tingkah laku manusia yang isisnya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang. adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang.
Menurut Drupsen, hukum lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Di samping hukum lingkungan pemerintahan yang dibentuk pemerintah pusat, ada pula hukum lingkungan pemerintah yang berasal dari pemerintah daerah dan sebagian lagi dibentuk oleh
21 badan-badan internasional atau melalui perjanjian-perjanjian dengan negara lain.
Hukum lingkungan pemerintah dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu hukum kesehatan lingkungan, hukum perlindungan lingkungan dan hukum tata ruang. Hukum kesehatan lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, pemeliharaan kondisi air, tanah dan udara dengan pencegahan kebisingan, kesemuanya dengan latar belakang perbuatan manusia yang diserasikan dengan lingkungan.
Hukum perlindungan lingkungan tidak mengenal satu bidang kebijaksanaan, akan tetapi merupakan kumpulan dari berbagai peraturan dengan lingkungan biotis dan batas tertentu juga dengan lingkungan antrohogen. Hukum tata ruang adalah hukum yang berhubungan dengan kebijaksanaan tata ruang, diarahkan kepada tercapainya atau terpeliharanya penyesuaian timbal balik yang terbaik antara ruang dan kehidupan masyarakat(Gatot , 2004 : 50)
Pengertian hukum lingkungan adalah hukum yang mendasari penyelenggaraan perlindungan dan tata pengelolaan serta meningkatkan ketahanan lingkungan (Danu saputro, 1980: 35-36). Hukum lingkungan dalam bidang merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi
22 Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks.
a. Hukum Lingkungan Modern Hukum lingkungan yang lebih berorientasi pada lingkungan atau
Environment-Oriented Law . Dalam hukum lingkungan modern,
ditetapkan ketentuan dan norma - norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi - generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.
b. Hukum Lingkungan Klasik Sebaliknya hukum lingkungan klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law. Hukum Lingkungan
Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber - sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat -
23 singkatnya. Hukum Lingkungan klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan
(Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk milleu) dalam arti seluas - luasnya. Ruang lingkupnya
berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum
3. Karakter Hukum Lingkungan Adapun karakter hukum lingkungan adalah multi aspek dan multi disipliner yang berorientasi pada pelestarian fungsi dan kemampuan lingkungan hidup dengan pendekatan utuh dan menyeluruh (holistik). Ia juga baru merupakan hukum yang berwawasan lingkungan sebagai ciri utama hukum lingkungan modern. Bahwa ia terkait dan harus sejalan dengan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.dalam kontek ini harus dimaknai dan ditambah dimensi hukum, ilmu dan teknologi sehingga bermakna sebagai sistem hubugan dalam penegakan hukum lingkungan mutlak digunakan pendekatan multi aspek dan multi disipliner, baik
24 berkaitan dengan perusakan maupun pencemaran lingkungan hidup( Wahid, 2011 :20).
C. Tinjauan umum tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan
1. Sejarah Analisis mengenai dampak lingkungan Amdal dikenal semenjak lahirnya PP No 29 Tahun 1986 sebagai salah satu langkah tindak lanjut dari Pasal 16 Undang-undang Lingkungan Hidup.
Lahirnya UULH merupakan konsekuensi keanggotaan negara Republik Indonesia dalam PBB yang pada tahun 1972 dalam forum konferensi di Stockholm telah melahirkan perasaan solidaritas untuk membebaskan manusia dari rasa sakit sebagai akibat dari rusaknya lingkungan hidup (Hermien, 1993: 173). bersamaan dengan lahirnya Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Soejono, 1996: 29).
Kebijakan tentang AMDAL telah mengalami beberapa kali perbaikan atau penyempurnaan. Pada tahun 1993 dikarenakan adanya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi maka terbit Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 untuk menyempurnakan Peraturan Pemerintah sebelumnya. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) disempurnakan kembali pada tahun 1999 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, kebijakan ini didorong oleh kebijakan baru di bidang politik yaitu demokratisasi, reformasi dan otonomi daerah.
25 Menurut Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang kemudian disempurnakan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Amdal yang semula hanya memiliki satu model, berkembang dan mempunyai beberapa bentuk (otto, 1997 : 36).
2. Pengertian Analisis mengenai dampak lingkungan Analisis mengenai dampak lingkungan adalah suatu instrumen pengambilan keputusan tentang rencana penyelenggaraan usaha yang berkenaan dengan pengelolaan dampak besar dan penting serta merupakan
public policy yang ditetapkan pemerintah sebagai pelaksanaan undang-
undang untuk mempertahankan lingkungan berkelanjutan (Siahaan, 2004 : Berdasarkan PP No. 27 tahun 1999, definisi AMDAL ialah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah suatu studi yang mendalam tentang dampak negatif dari suatu kegiatan. AMDAL mempelajari dampak pembangunan terhadap lingkungan hidup dan dampak lingkungan terhadap pembangunan yang didasarkan pada konsep ekologi, yaitu ilmu yang mepelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidup, oleh karena itu konsep AMDAL dikatakan sebagai
26
27 konsep ekologi pembangunan, yang mempelajari hubungan timbal balik antara pembangunan dengan lingkungan hidup.
Pada hakekatnya AMDAL merupakan suatu kajian terhadap suatu rencana pembangunan agar tetap berwawasan lingkungan. Kegiatan pembangunan yang dilakukan dijaga agar dalam prosesnya tidak merusak sistem dalam ekosistem. AMDAL sebagai suatu kajian tersistem digunakan untuk perencanaan suatu program agar sesuai dengan model sesungguhnya di alam.
Dokumen AMDAL terdiri dari beberapa bagian:
a. Dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA- ANDAL);
c. Dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL);
d. Dokumen rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL); Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan memiliki 5
(lima) prinsip dasar, yakni sebgai berikut :
1. Prinsip keadilan antar generasi (intergenerational equity) Prinsip keadilan antar generasi berangkat dari suatu gagasan bahwa generasi sekarang menguasai sumber daya alam yang ada di bumi sebagai titipan untuk dipergunakan generasi yang akan datang. Setiap generasi merupakan penjaga dari planet bumi ini untuk kemanfaatan generasi berikutnya, dan sekaligus sebagai penerima manfaat dari generasi sebelumnya. Keadaan demikian menuntut tanggung jawab dari generasi sekarang untuk memelihara peninggalan seperti halnya kita menikmati berbagai hak untuk menggunakan warisan bumi ini dari generasi sebelumnya.
2. Prinsip keadilan dalam satu generasi (intrageneration equity) Prinsip keadilan dalam satu generasi merupakan prinsip yang berbicara tentang keadilan diantara satu atau sesama generasi, termasuk didalamnya ketidak keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar lingkungan dan sosial, atau terdapat dan kelompok-kelompok masyarakat tentang pemenuhan kualitas
equality sangat erat kaitannya dengan isu lingkungan
sustainability karena :a. Beban dari permasalahan lingkungan dipikul oleh mereka (masyarakat) yang lemah ( secara sosial dan ekonomi)
b. Tidak seluruh anggota masyarakat memiliki akses yang sama dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berdampak pada lingkungan. Pengetahuan, ketrampilan, keberdayaan (power) serta struktur pengambilan keputusan disatu sisi menguntungkan anggota masyarakat tertentu dan disisi lain merugikan kelompok masyarakat lainnya
28 c. Tidak sedikit praktek-praktek pembangunan dan produksi yang tidak berkelanjutan mengakibatkan kerusakan sumber alam nasional atau sumber alam yang dipergunakan hajat orang banyak.
3. Prinsip pencegahan dini (precautionary principle) Prinsip ini mengandung suatu pengertian apabila terdapat ancaman yang berarti atau ancaman adanya kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, ketiadaan temuan atau pembuktian ilmiah yang konklusif dan pasti, tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya mencegah kerusakan lingkungan hidup tersebut. Dalam menetapkan prinsip ini, pengambilan keputusan a. Evaluasi yang sungguh-sungguh untuk mencegah seoptimal mungkin kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan b. Penilaian (assesment) dengan melakukan analisis resiko dengan berbagai opsi Gagasan di balik penggunaan prinsip ini merupakan respon terhadap kebijakan lingkungan konvensional dimana upaya pencegahan atau penanggulangan baru dapat dilakukan apabila resiko benar-benar telah dapat diketahui serta dibuktikan.
Mengikuti pola konvensional ini maka upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap kerusakan lingkungan seringkali terlambat.
29
4. Prinsip perlindungan keanekaan hayati (biodyversity concervation) Prinsip perlindungan keanekaan hayati merupakan tolak ukur berhasil tidaknya prinsip keadilan antar generasi dan prinsip keadilan dalam generasi serta prinsip pencegahan dini. Sebagai contoh dalam keadaan masyarakat lokal/setempat mengalami kehilangan atau terputus dari ekosistemnya, sedangkan ekosistemnya, sedangkan ekosistemnya sebagai
“survival system”
mereka oleh aktifitas pembangunan, maka tertutup akses bagi mereka terhadap tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang layak.
Pada akhirnya, perlindungan keanekaragaman hayati akan efektif dilakukan melalui upaya ekonomi lingkungan.
Rasio pentingnya penekanan prinsip ini berangkat dari suatu keadaan dimana penggunaan sumber daya alam kecenderungan atau reaksi dari dorongan pasar. Sebagai akibatnya adalah kepentingan yang selama ini tidak terwakili dalam komponen pengambilan keputusan dalam menentukan harga pasar tersebut diabaikan, dan menimbulkan kerugian bagi mereka. Dampak ini yang diistilahkan eksternalitas, sebab kepentingan kepentingan kelompok yang dirugikan merupakan komponen eksternal (yang tidak masuk hitungan) dalam proses pembentukan harga pasar. Masyarakat yang menjadi korban dari kerusakan lingkungan tidak memiliki suatu mekanisme untuk memaksa kelompok untuk
30 membayar kerugian bagi kerusakan tersebut kecuali pengadilan atau mekanisme resolusi konflik lainnya (Hadin Muhjad, 2015 : 16-18).
3. Peraturan tentang Amdal Peraturan tentang Amdal secara khusus yaitu diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Dalam Peraturan Pemerintah Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Dampak besar dan penting adalah suatu usaha dan/atau kegiatan.
Peraturan tentang Amdal juga sudah ada secara khusus dalam Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah Kabupaten Cilacap dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup dalam Pasal 1 butir 17 menyebutkan bahwa analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
31
32 proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Menurut Pasal 1 angka 11 UU No.32 Tahun 2009 dirumuskan bahwa Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian dampak penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/kegiatan.
Pengaturan Amdal dalam UU No.32 Tahun 2009 diatur lebih lengkap dari UU 23 Tahun 2009. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 : (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/kegiatan; b. Luas wilayah penyebaran dampak;
c. Insentitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e. Sifatnya komulatif dampak;
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Pasal 23 UU No 32 Tahun 2009
(1) Kriteria usaha/dan atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan Amdal terdiri atas: a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbaharukan maupun yang tidak terbaharukan; c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dan pemanfaatannya; d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik; g. Penggunaan dan pembuatan bahan hayati dan non hayati;
h. Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; i. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
33
34 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 24 UU No 32 tahun 2009 Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup
Pasal 25 UU No 32 Tahun 2009 Dokumen Amdal memuat:
a. Pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; kegiatan;
c. Saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; d. Prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. Evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; f. Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Pasal 26 UU No 32 Tahun 2009
(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal (1) meliputi :
a. Yang terkena dampak;
b. Pemerhati lingkungan hidup;
c. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
Pasal 27 UU no 32 Tahun 2009 Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa sebagaimana yang dimaksud Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak lain.
Pasal 28 UU No 32 Tahun 2009 (1) Penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusunan amdal.
35
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. Kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan dan evaluasi dampak serta pengambilan keputusan; c. Kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
(3) Sertifikat kompetensi penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusunan amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. kompetensi penyusun amdal diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 29 UU No 32 Tahun 2009 (1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan. (2) Komisi penilai amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 30 UU No 32 Tahun 2009
36
(1) Keanggotan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur: a. Instansi lingkungan hidup;
b. Instansi teknis terkait;
c. Pakar dibidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; d. Pakar dibidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
e. Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; f. Organisasi lingkungan hidup. oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu.
(3) Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 31 UU No 32 Tahun 2009 Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 32 UU No 32 Tahun 2009
37
38 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
(2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal
(3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33 UU No 32 Tahun 2009 Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah
Kerangka Acuan adalah ruang lingkup kajian Amdal sebagai hasil pelingkupan (scoping). Pelingkupan (scoping) adalah proses pemusatan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan dampak penting, yang harus bertujuan mengidentifikasi sifat (the nature) dari konsekuensi dampak yang harus dipertimbangkan (Siahaan, 2004: 248).
Kerangka acuan ialah uraian tugas yang harus dilaksanakan dalam studi ANDAL. Kerangka acuan dijabarkan dari pelingkupan sehingga kerangka acuan memuat tugas-tugas yang relevan dengan dampak penting. Dengan kerangka acuan yang demikian itu studi ANDAL menjadi terfokus pada dampak penting. Karena kerangka acuan didasarkan pada pelingkupan dan pelingkupan mengharuskan adanya identifikasi dampak penting maka pemrakasa haruslah mempunyai kemampuan untuk melakukan identifikasi dampak penting itu baik sendiri maupun dengan bantun konsultan.
Di dalam studi ANDAL dilakukan pula identifikasi dampak. Jika pelaksana ANDAL adalah konsultan yang membantu pemrakarsa dalam penyusunan kerangka acuan, tidaklah akan terjadi perbedaan antara dampak penting yang diidentifikasinya dengan yang tertera pada kerangka acuan.
Tetapi jika konsultannya lain, dapatlah terjadi bahwa dalam proses identifikasi dampak itu dapat terjadi teridentifikasinya dampak penting yang tidak termuat dalam kerangka acuan. Dalam hal ini konsultan ANDAL seyogyanya merundingkan dengan pihak pemrakarsa agar dilakukan pekerjaan-tambah. Karena menurut kepmen kerangka acuan harus disetujui pekerjaan tambah persetujuan harus bersifat resmi yang disetujui tidak saja oleh pemrakarsa, melainkan juga oleh instansi yang berwenang ( Otto, 2007 : 79).
Tujuan penyusunan Kerangka Acuan Andal adalah untuk:
a. Merumuskan lingkup dan kedalaman studi ANDAL;
b. Mengarahkan studi ANDAL agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia.
Adapun fungsi Dokumen Kerangka Acuan ANDAL adalah sebagai rujukan penting bagi pemrakarsa, instansi, yang bertanggung jawab yang membidangi rencana usaha atau kegiatan, dan penyusunan studi ANDAL yang akan dilakukan. Dokumen ANDAL juga berfungsi sebagai salah satu
39 bahan rujukan bagi penilai dokumen ANDAL untuk mengevaluasikan hasil studi ANDAL (Gatot, 2004 : 164).
Kerangka acuan bagi pembuat ANDAL merupakan pegangan yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses penyusunan ANDAL. ANDAL harus dilaksanakan sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Pembuatan kerangka acuan tersebut dilakukan bersama antara pemrakasrsa dan instansi yang bertanggung jawab, maksudnya bertujuan untuk mempercepat penyusunan kerangka acuan tersebut, dengan pengertian bahwa instansi yang bertanggung jawab hanya bersifat memberikan pentunjuk-petunjuk yang diperlukan dalam penyusunan dalam kerangka acuan tersebut.
Yang pertama, kerangka acuan disusun oleh komisi yang bertanggung jawab bersama-sama dengan pemrakarsa proyek. Yang kedua, kerangka acuan disusun bersama antara komisi yang bertanggung jawab, pemrakarsa proyek dan pelaksana AMDAL atau konsultan ANDAL. Yang ketiga, kerangka acuan disusun oleh pelaksana AMDAL yang diajukan kepada pemrakarsa proyek, kemudian dibicarakan bersama-sama instansi yang bertanggung jawab (Erwin, 2009 : 94).
Dasar pertimbangan penyusunan Kerangka acuan ANDAL :
a. Keanekaragaman ANDAL bertujuan untuk menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha atau kegiatan terhadap
40 lingkungan. Rencana usaha atau kegiatan pada umumnya sangat beraneka ragam menurut bentuknya, ukuran, tujuannya sasarannya, dan sebagainya. Demikian pula rona lingkungan akan berbeda menurut letak geografi, keanekaan faktor lingkungan, pengaruh manusia, dan sebagainya karena itu, tata kaitan antara keduanya ( rencana usaha dan rona lingkungan) tentu akan sangat bervariasi.
b. Keterbatasan sumber daya Penyusunan ANDAL sering kali dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, keterbatasan waktu, dana, tenaga, metode dan sebagainya. Kerangka acuan ANDAL memberikan ketegasan tentang bagaimana menyesuaikan tujuan dan hasil yang ingin mengurangi mutu pekerjaan ANDAl. Dalam kerangka acuan ANDAL ditonjolkan upaya untuk menyusun prioritas manakah yang harus diutamakan agar tujuan ANDAL dapat terpenuhi meski sumber daya terbatas.
c. Efisiensi Pengumpulan data dan informasi untuk kepentingan ANDAL perlu dibatasi pada faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan kebutuhan, sehingga dengan cara ini ANDAL dapat dilakukan secara efisien.
d. Pihak-pihak dalam penyusunan kerangka acuan ANDAL
41 Pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam penyusunan kerangka acuan ANDAL adalah pemrakarsa instansi yang bertanggung jawa dan calon penyusun studi ANDAL. Namun dalam pelaksanaan peyusunan kerangka acuan ANDAL (proses pelingkupan) harus senantiasa melibatkan para pakar serta masyarakat yang berkepentingan sesuai Pasal 22 PP Nomor 51 Tahun 1993 Tentang AMDAL.
e. Pemakai hasil ANDAL dan penyusunan kerangka acuan ANDAL Menurut Pasal 6 PP Nomor 51 Tahun 1993, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha atau kegiatan. Hasil studi kelayakan ini tidak hanya pengambil keputusan. Oleh karena itu dalam menyusun kerangka acuan ANDAL untuk suatu ANDAL perlu dipahami, bahwa nanti akan merupakan bagian dari studi kelayakan yang akan digunakan oleh pengambil keputusan dan perencanaan.
f. Wawasan kerangka acuan ANDAL Dokumen kerangka acuan ANDAL harus mencerminkan secara jelas dan tegas wawasan lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan suatu rencana usaha atau kegiatan.
g. Proses pelingkupan Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dalam mengidentifikasi dampak penting
42
43 (hipotesis) yang berkaitan dengan rencana usaha atau kegiatan. Pelingkupan merupakan proses terpenting dalam penyusunan kerangka acuan ANDAL karena melalui proses ini dihasilkan hal- hal sebagai berikut : 1) Dampak penting terhadap lingkungan yang dipandang relevan untuk ditelaah secara mendalam dalam studi ANDAL dengan meniadakan hal-hal atau komponen lingkungan yang dipandang kurang atau tidak penting untuk ditelaah;
2) Lingkup wilayah studi ANDAL berdasarkan beberapa pertimbangan seperti: batas proyek, batas ekologis, batas sosial, dan batas administratif; uang digunakan, jumlah sampel yang diukur dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumber daya yang tersedia (Gatot, 2007 : 165-168).
5. Jenis-jenis Amdal Apabila dilihat dari peraturan dan berbagai keputusan administratif mengenai ke- Amdal-an, maka sistem Amdal dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis. Penggolongan demikian dilakukan melalui pendekatan kajian terhadap jenis-jenis kegiatan. Jenis-jenis Amdal adalah sebagai berikut : a. Amdal Secara Tunggal.
Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha/kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan. Kajian ini menghasilkan dokumen kerangka acuan Analisis Dampak Lingkungan, rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan.
b. AMDAL Kegiatan Terpadu Hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.
Hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan satu instansi yang bertanggung jawab.
d. AMDAL Regional Hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona rencana pengembagan wilayah sesuai dengan rencana umum tata ruang daerah dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.
44
45 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di dalam aspek teori, konsep dan metodologi ANDAL tidak mengalami perubahan sejak tahun 1986 hingga kini, sedangkan pada tatanan prosedural sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, dokumen penapis Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) tidak diperlukan lagi.
6. Komisi penilai Amdal Untuk menilai dokumen-dokumen ke Amdal-an, ada sebuah komisi yang bertugas menilai dokumen, yang terdapat di tingkat pusat sebagai komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah. Komisi di tingkat pusat dan daerah dibentuk oleh Menteri dan Gubernur, (pusat) dan Bapedalda (bapedal daerah) (Siahaan, 2004: 250).
7. Tugas komisi penilai amdal Komisi penilai pusat memiliki otoritas menilai Amdal bagi kegiatan- kegiatan yang memenuhi kriteria: a. Kegiatan yang bersifat berstrategis dan menyangkut aspek hankam negara; b. Kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi;
c. Kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain;
d. Kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;
e. Kegiatan yang berlokasi di lintas negara Indonesia dengan negara lain.
Tinjauan umum tentang pencemaran lingkungan
46 D.