BAB II LANDASAN TEORI - SRI HARTATI BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian teori 1. Model Synectics a. Definisi Model Synectics Synectics adalah pendekatan baru yang menarik untuk perkembangan

  kreativitas yang dipelopori oleh Willian J.J Gordon. Awalnya Gordon menggunakan prosedur-prosedur synectics untuk mengembangkan (kelompok- kelompok kreativitas) dalam organisasi industri. Gordon mengembangkannya untuk keperluan aktivitas individu dalam kelompok agar mereka mampu memecahkan masalah (problem solver), atau untuk mengembangkan produksi (product development). Model Synectics yang telah berkembang di dunia industri, yang kemudian dikembangkan oleh Gordon untuk digunakan di sekolah, tujuannya yaitu untuk menumbuhkan kreativitas sehingga diharapkan siswa mampu menghadapi permasalahannya. Beberapa tahun belakangan ini Gordon mengadaptasi synectics untuk digunakan pada anak-anak sekolah dan material- material yang banyak memuat aktivitas-aktivitas synectics yang sekarang dipublikasikan (Imani, 2008 : 32).

  Pada dasarnya synectics menekankan keterlibatan siswa untuk membuat berbagai bentuk metafora dan kiasan untuk membuka intelegensinya dan untuk mengembangkan daya kreativitasnya. Gordon berpendapat bahwa proses kreatif dapat diungkapkan dan dikembangkan melalui pengajaran berbagai bidang ilmu pengetahuan, misalnya science dan ilmu sastra (Sunarti dan Subana, 2011 : 122).

  Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi, efektif, dan komponen-komponen irasional kreativitas pada permulaannya lebih penting daripada pikiran-pikiran rasional. Hal ini dapat dilaksanakan karena “metafora” dapat melepaskan ikatan struktur mental yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga menunjang timbulnya ide-ide kreatif.

  Menurut Joyce dan Weil (1980 : 13) ada sebanyak 25 buah model mengajar yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun besar, yaitu: information procesing models (model-model pemrosesan informasi), personal models (model- model pribadi), dan behavioral models (model-model prilaku). Masing-masing rumpun model memiliki karakteristik tersendiri. Model Synectics adalah salah satu model yang termasuk pada rumpun pribadi, model lain yang termasuk model pribadi adalah model pengajaran non direktif, latihan kesadaran, konseptual sistem dan pertemuan kelas. Model pribadi merupakan model mengajar yang berorientasi kepada perkembangan diri individu, model ini menitikberatkan kepada psikologis individual dan pengembangan kreativitas melalui aktualisasi diri, kesehatan mental, dan pengembangan kreativitas.

  Kata synectics, berasal dari bahasa Grik Synectikos, yang mengandung arti joining, conecting, immediate (Webster,1990 : 1197). Connecting merupakan arti yang lebih tepat dengan istilah synectics, arti ini diperluas lagi melalui proses metaforik. Dengan demikian model Synectics dapat didefinisikan sebagai model pengajaran yang dapat dijadikan pedoman guru dalam proses belajar mengajar melalui proses metaforik.

  Gordon (1980 : 166) berpendapat bahwa dasar synectics dibentuk melalui empat pandangan yang sekaligus menentang pandangan konvensional. Pandangan Gordon tersebut adalah sebagai berikut : 1)

  Kreativitas adalah aktivitas sehari-hari Pada umumnya orang beranggapan bahwa kreativitas berhubungan dengan proses kreatif dalam perkembangan karya-karya besar seperti seni atau musik atau suatu karya-karya yang gemilang. Gordon (1980 : 166) menekankan kreativitas sebagai suatu bagian dari kehidupan sehari-hari dan berlangsung seumur hidup. Modelnya dirancang untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, ekspresi kreatif, empathy dan kesadaran hubungan sosial.

2) Proses kreatif tidaklah selalu misterius, dalam arti kreativitas dapat dipelajari.

  Pandangan tradisional menyatakan bahwa kreativitas sebagai suatu yang misterius dan diturunkan. Sementara Gordon percaya jika individu mengerti basis proses kreatif mereka dapat belajar menggunakan pengertian dalam meningkatkan kreativitas dimana mereka hidup dan bekerja secara bebas (mandiri) dan sebagai anggota dari suatu kelompok (Joyce dan Weil,1980 : 13). Gordon memandang bahwa kreativitas dapat ditingkatkan dengan kesadaran analisis untuk menggambarkannya dan menciptakan prosedur- prosedur latihan yang dapat diterapkan di sekolah dan situasi yang lain.

  3) Kreativitas tercipta di segala bidang, baik seni, sains, dan teknologi

  Gagasan ini bertentangan dengan keyakinan pada umumnya, di mana orang membatasi kreativitas hanya dalam bidang seni saja.

4) Proses penemuan individual akan ditunjang oleh penemuan kelompok.

  Individu dan kelompok menyimpulkan gagasan dan hasil yang sama dalam beberapa hal, hal tersebut sangat berbeda dengan pandangan bahwa kreativitas adalah pengalaman personal. Proses spesifik dari synectics dikembangkan dari sekumpulan asumsi psikologi kreativitas, yaitu : 1)

  Memunculkan proses kreatif menuju kesadaran serta mengembangkannya secara nyata turut membantu kreativitas.

  2) Komponen emosional lebih penting daripada intelektual, komponen irasional lebih penting daripada rasional. Kreativitas adalah perkembangan pola-pola mental baru, hal-hal yang tidak rasional memungkinkan dapat membuka pikiran yang dapat memungkinkan munculnya ide-ide batu, bagaimanapun dasar keputusan selalu bersifat rasional tetapi keadaan irasional merupakan lingkungan mental yang paling baik dalam menjelajahi dan meluluskan gagasan, tetapi hal itu bukan untuk membuat keputusan. Gordon berpendapat bahwa logika digunakan untuk membuat keputusan dan kemampuan- kemampuan yang bersifat teknis diperlukan untuk menyusun ide-ide dalam banyak hal, tetapi ia percaya bahwa kreativitas penting dalam proses emosional. Seseorang memerlukan elemen-elemen yang irasional dan emosi untuk meningkatkan proses intelektual.

  3) Untuk meningkatkan keberhasilan pemecahan masalah, elemen-elemen irasional dan emosional harus dimengerti lebih dahulu.

  Dengan kata lain analisis proses emosional dan irasional dapat membantu individu dan kelompok dalam meningkatkan kreativitasnya dengan menggunakan kontruksi irasionalitas. Aspek-aspek irasional dapat dimengerti dan secara sadar dapat dikontrol. Kecakapan mengontrol kesadaran ini melibatkan metafora dan analogi. Aktivitas Metaforik, melalui aktivitas metaforik kreativitas menjadi proses yang disadari, metafora-metafora membangun persamaan dan perbandingan dari objek atau ide yang satu dengan objek atau ide yang lain melalui objek pengganti. Metafora memperkenalkan konsep jarak antara siswa dan objek atau bidang pengajaran yang menunjang inovasi dan imajinasi atau pemecahan masalah. Menurut Suryaman (1990 : 8) dalam kegiatan belajarnya guru dapat menggugah siswanya melalui pertanyaan-pertanyaan evokatif, yakni sejenis pertanyaan terbuka yang memungkinkan peserta didik terlibat secara kreatif sepanjang kegiatan diskusi. Tujuannya untuk membantu siswa dengan cara menghubungkan sesuatu yang dikenalnya dengan sesuatu yang asing. Joyce (1980 : 168) mengemukakan bahwa aktivitas metaforik tergantung pada pengetahuan siswa. Strategi synectics dengan menggunakan aktivitas metaforik dirancang untuk menyediakan struktur melalui pengembangan imajinasi mereka sendiri secara bebas ke dalam aktivitas sehari-hari.

  Gordon dalam Joyce (1980 : 168) mengidentifikasikan metafora dalam tiga aktivitas, yaitu personal analogi, direct analogy, dan compressed conflict. (konflik kempaan).

  1) Personal Analogy

  Dalam memperkenalkan analogi personal perlu penekanan ide atau objek yang akan dibandingkan, siswa harus merasa bahwa dirinya telah menjadi bagian dari permasalahan. Penekanan dalam analogi personal adalah pada keterlibatan empatik (merasakan langsung).

  Dengan kata lain dalam personal analogi memerlukan pelepasan diri sebagai satu cara menghayati obyek yang lainnya. Semakin ada jarak yang besar antara pelepasan diri maka semakin memiliki kreativitas. Gordon dalam Joyce (1980 : 168) mengemukakan empat tahap keterlibatan individu, yaitu; 1) Orang pertama mendeskripsikan dengan fakta-fakta, 2) Orang pertama mengidentifikasikan dengan perasaan, 3) Identifikasi empatik dengan benda hidup, dan 4) Identifikasi dengan benda mati. Tujuan dari tahapan di atas adalah untuk melihat seberapa besar jarak konseptual dalam menetapkan konsep-konsep yang baik. Gordon dalam Joyce (1980 : 169) merasa yakin bahwa manfaat analogy dapat menciptakan jarak. Semakin besar jarak semakin memungkinkan siswa memperoleh ide-ide yang baru.

  b) Analogi langsung Analogi langsung merupakan suatu usaha membandingkan dua objek atau konsep secara sederhana, fungsinya untuk mengalihkan situasi suatu masalah ke dalam situasi lain dalam memperoleh pandangan baru suatu gagasan atau problema. Dalam analogi langsung ini siswa dilatih menganalogikan kondisi problematik ke dalam wadah yang baru. Peran guru adalah memberikan permasalahan yang sifatnya mudah untuk diselesaikan oleh siswa secara sederhana. Kemudian diperkenalkan pula kepada gagasan-gagasan yang lebih kompleks dan siswa diberi kebebasan untuk menyelesaikannya.

  c) Compressed Conflict (konflik kempaan)

  Konflik kempaan merupakan suatu proses kegiatan mempertentangkan dua sudut pandang yang berbeda, pertentangan-pertentangan tersebut menurut Gordon memberikan pemahaman yang luas terhadap suatu objek yang baru. Untuk strategi synectics, Gordon dalam Joyce (1980 : 1970) mengemukakan mengenai dua strategi prosedur synectics, yaitu :

  1. Menciptakan sesuatu yang baru dengan metafora.

  2. Mengakrabkan sesuatu yang asing melalui analogi-analogi yang sudah dikenal dengan baik.

  Kedua strategi tersebut di atas dapat penulis digambarkan pada bagan sebagai berikut : Bagan 1

  Tahap-Tahap Untuk Menciptakan Sesuatu Yang Baru Tahap Pertama : Mendeskripsikan Kondisi Saat Ini

  Guru meminta siswa untuk mendeskripsikan situasi suatu topik yang mereka lihat saat itu

  .

  Tahap Kedua : Analogi Langsung Siswa mengemukakan analogi langsung, salah satu

  diseleksinya dan selanjutnya dikembangkan.

  Tahap Ketiga : Analogi Personal Para siswa menganalogikan sesuatu yang diseleksinya pada fase kedua. Tahap Keempat : Konflik Kempaan

  Berdasarkan fase kedua dan kedua dan ketiga, para siswa mengemukakan beberapa konflik dan dipilih salah satunya.

  Tahap Kelima : Analogi Langsung Para siswa mengembangkan dan menyeleksi analogi langsung lainnya berdasarkan konflik tadi.

  Tahap Keenam : Meninjau Tugas Yang Sebenarnya Guru meminta para siswa meninjau kembali tugas atau masalah yang sebenarnya menggunakan analogi yang terakhir dan atau masuk pada pengalaman Synectics.

  (Sumber : Gordon dalam Joyce,1980 : 158) Bagan 2

  Tahap-Tahap Untuk Memperkenalkan Keanehan Tahap Pertama : Input Pada Keadaan Yang Sebenarnya Guru menyajikan informasi dengan topik baru.

  Tahap Kedua : Analogi Langsung Guru mengusulkan analogi langsung, dan siswa diminta menjabarkannya.

  Tahap Ketiga : Analogi Personal Guru meminta siswa untuk membuat analogi personal.

  Tahap Keempat : Membandingkan Para siswa menjelaskan dan menerangkan kesamaan antara materi yang baru dengan analogi langsung. Tahap Kelima : Menjelaskan Perbedaan Para siswa menjelaskan analogi yang tidak tepat.

  Tahap Keenam : Penjelajahan Para siswa menjelajahi kembali kebenaran suatu topik dengan batasan-batasan mereka.

  Tahap Ketujuh : Memunculkan Analogi Para siswa memberikan analogi sendiri secara langsung Dan menjelajahi persamaan dan perbedaan.

  (Sumber : Gordon dalam Joyce,1980 : 165)

b. Proses penerapan menulis teks anekdot dengan model Synectics

  Model Synectics merupakan model mengajar yang berorientasi kepada perkembangan diri individu, model ini menitikberatkan kepada psikologis individual dan pengembangan kreativitas melalui aktualisasi diri, kesehatan mental, dan pengembangan kreativitas. Dengan demikian model Synectics dapat didefinisikan sebagai pola atau rencana pengajaran yang dapat dijadikan pedoman guru dalam proses belajar mengajar melalui proses metaforik.

  Proses spesifik dari Synectics dikembangkan dari sekumpulan asumsi psikologi kreativitas, yaitu : 1)

  Memunculkan proses kreatif menuju kesadaran serta mengembangkannya secara nyata turut membantu kreativitas.

  2) Komponen emosional lebih penting daripada intelektual, komponen irasional lebih penting daripada rasional.

  Kreativitas adalah perkembangan pola-pola mental baru, hal-hal yang tidak rasional memungkinkan dapat membuka fikiran yang dapat memungkinkan munculnya ide-ide baru, bagaimanapun dasar keputusan selalu bersifat rasional tetapi keadaan irasional merupakan lingkungan mental yang paling baik dalam menjelajahi dan meluluskan gagasan. 3)

  Untuk meningkatkan keberhasilan pemecahan masalah, elemen–elemen irasional dan emosional harus dimengerti lebih dahulu.

  Analisis proses emosional dan irasional dapat membantu individu dan kelompok dalam meningkatkan kreativitasnya dengan menggunakan konstruksi irasionalitas. Aspek-aspek irasional dapat dimengerti dan secara sadar dapat dikontrol. Kecakapan mengontrol kesadaran ini melibatkan metafora dan analogi.

  Aktivitas metaforik : melalui aktivitas metaforik kreativitas menjadi proses yang disadari, metafora-metafora membangun persamaan dan perbandingn dari objek pengganti.

  Kegiatan belajar mengajar dengan model synectics merupakan salah satu alternatif model pengajaran yang sesuai dengan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya materi menulis teks anekdot. Model synectics memacu siswa menyelesaikan masalah pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari- hari, merangsang untuk berpikir kreatif, dan mempermudah dalam menulis teks anekdot. Lingkungan strategi Synectics akan mengubah suasana kelas dan membentuk siswa mandiri. Hal ini lebih disukai daripada lingkungan pembelajaran tradisional, siswa hanya melihat, menghafal, dan mengucapkan apa yang telah diajarkan.

  Proses penerapan kemampuan menulis teks anekdot dengan strategi Synectics (Model Gordon Plus) dilakukan melalui tiga aspek yaitu, aspek mengidentifikasi struktur teks anekdot berdasarkan media bantu komik strip, aspek menyusun analogi struktur teks anekdot berdasarkan struktur teks berbantu media komik strip, dan menulis karangan /teks anekdot berdasarkan media bantu komik strip.

  Kemampuan menulis teks anekdot dengan strategi Synectics pada aspek mengidentifikasi struktur teks anekdot terdapat beberapa kegiatan, yaitu 1) guru membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik, 2) guru menyampaikan tujuan dan manfaat serta materi pembelajaran, 3) guru mengarahkan perhatian siswa pada materi yang relevan, 4) guru mengajak siswa untuk sejenak mengamati gambar komik strip, 5) guru mengajak siswa untuk mengamati perilaku yang muncul pada tokoh dalam komik strip, 6) siswa diminta untuk menciptakan kejadian dengan imajinasi dan logika, 7) Siswa diminta menuliskan hasil pengamatan setelah melihat komik strip (analogi langsung), dan 8) siswa diminta untuk mengkreasikan cerita ke dalam garis besar cerita.

  Guru membangkitkan motivasi dan perhatian siswa. Melalui kegiatan tersebut, siswa mampu menulis teks anekdot dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan. Terciptanya suasana belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa tersebut akan menumbuhkan minat siswa terhadap kegiatan menulis teks anekdot.

  Guru meminta siswa untuk sejenak mengamati komik strip dengan santai. Ketika siswa merasa senang dan bersemangat, maka siswa dapat merespon pelajaran yang baru berdasarkan konsep yang relevan untuk menciptakan belajar yang bermakna. Pernyataan tersebut juga diperjelas oleh Ausubel (dalam Wilis,1989 : 112) yang menegaskan bahwa proses pengaitan informasi baru pada konsep konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang dapat menciptakan suasana belajar bermakna.

  Guru mengajak siswa untuk mengamati perilaku yang terdapat dalam komik strip. Guru mengajak siswa untuk menciptakan kejadian yang logis setelah mengamati komik strip dengan mendeskripsikan perilaku yang dijadikan sebagai ide awal menulis teks anekdot. Proses peningkatan kemampuan menulis teks anekdot dengan strategi Synectics pada aspek menyusun analogi struktur teks anekdot berdasarkan struktur teks anekdot dalam komik strip meliputi kegiatan siswa mengembangkan ide awal menjadi garis besar cerita dengan mengembangkan ide-ide, gagasan, dan imajinasi yang kreatif berdasarkan sudut pandang siswa. Kegiatan menulis garis besar cerita dilakukan secara individu agar dapat mengetahui kemampuan masing-masing siswa. Pada aspek menulis ini diharapkan siswa mampu mengoptimalkan seluruh ide, gagasan, dan imajinasi yang kreatif untuk mengembangkan cerita berdasarkan sudut pandang siswa.

  Strategi pada penulisan ini mencakup proses kreatif dan emosional yang harus dipahami untuk memecahkan permasalahan dalam cerita. Pernyataan tersebut didukung oleh Waluyo (2007 : 195) yang menegaskan bahwa proses Synectics menunjukkan bahwa (1) pemunculan proses kreatif menuju kesadaran, (2) komponen emosional lebih penting daripada komponen intelektual, (3) elemen- elemen emosional dan irasional harus dipahami untuk meningkatkan kemungkinan sukses dalam bidang solving the problem. Pada aspek ini, hasil analogi dapat dikembangkan dengan adanya penambahan tokoh dan perkembangan karakter sesuai dengan ide cerita, mulai adanya pengembangan absraksi sampai reorientasi. Siswa telah mampu mengembangkan alur secara sederhana. Alur yang dikembangkan siswa secara garis besar terbagi menjadi lima bagian, events, crisis, reaction, dan koda.

2. Model Problem Based Learning

  Model pembelajaran Problem Based Learning adalah pembelajaran yang menekankan pada interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua buah arah belajar dan lingkungan.

  a.

  Definisi Problem Based Learning (PBL)

  Problem Based Learning atau Pembelajaran berbasis masalah merupakan

  sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar (Kemendikbud, 2013 : 198).

  Lebih lanjut Supriyono mengatakan bahwa pembelajaran model Problem

  

Based Learning melibatkan presentasi situasi-situasi autentik dan bermakna yang

berfungsi sebagai landasan bagi investasi oleh peserta didik (2009 : 71).

  Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan masukan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, dan dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadi bahan dan materi guna memeroleh pengertian serta dapat dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.

  Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran Problem Based Learning (PBL), siswa bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada siswa, sebelum siswa mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berrpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rational dan outentik.

  Secara garis besar Problem Based Learning (PBL) menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pncarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan autentik (Riyanto, 2009 : 288).

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran model Problem Based

  

Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses

  berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang kondisi sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

  Peran guru dalam model Problem Based Learning adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfalisitasi penyelidikan, dialog, dan mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar Problem Based Learning menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

  b.

  Kelebihan dan kekurangan Model Problem Based Learning (PBL) Model Problem Based Learning (PBL) merupakan sebuah model pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir kritis karena model Problem

  

Based Learning (PBL) menyajikan masalah otentik dan bermakna yang terjadi di

  sekitar siswa yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

  Beberapa kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran Problem Based

  Learning (PBL) yaitu :

  1) Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) yaitu :

  a) Dengan Model Problem Based Learning (PBL) akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. b) Dalam situasi Model Problem Based Learning (PBL), peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

  c) Model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok (Kemendikbud, 2013 : 225).

  Keunggulan model Problem Based Learning yang lain diungkapkan oleh Sanjaya (2010:220), yaitu :

  a) mengembangkan pemikiran kritis.

  b) meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.

  c) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

  d) membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru.

  e) dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.

  f) mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia lakukan.

  g) akan terjadi pembelajaran bermakna.

  h) siswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. i) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

  Selain memiliki kelebihan, model Problem Based Learning (PBL) juga memiliki kekurangan, yaitu: 1) kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan model ini.

  Siswa dan guru masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah.

  2) kurangnya waktu pembelajaran.

  Proses Problem Based Learning (PBL) terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara itu waktu pelaksanaan Problem Based Learning (PBL) harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

  3) siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

  4) seorang guru mengadopsi pendekatan Problem Based Learning (PBL) mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional.

  

Problem Based Learning (PBL) bisa sangat menantang untuk melaksanakan,

  karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi (Sanjaya, 2010 : 221).

  c.

   Penerapan Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) terdiri atas lima fase dan perilaku. Fase-fase

  dan perilaku tersebut merupakan tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran berdasarkan masalah dapat diwujudkan. Pembelajaran model

  Problem Based Learning (PBL) dijelaskan sebagai berikut: Tabel 1 Proses Pembelajaran Model Problem Based Instruction (PBI)

  Fase-fase Prilaku guru

  • Fase 1:

  Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan orientasi peserta didik logistik yang dibutuhkan.

  • kepada masalah

  Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.

  Fase 2: Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan peserta didik dengan masalah tersebut.

  Fase 3 :

  Mendorong peserta didik untuk mengumpulkn membimbing penyelidikan informasi yang sesuai , melaksanakan eksperimen individu dan kelompok untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

  Fase 4: Membantu peserta didik dalam merencanakan dan mengembangkan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, menyajikan hasil karya model dan berbagi tugas dengan teman. Fase 5: menganalisis dan Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah mengevaluasi proses dipelajari/ meminta kelompok presentasi hasil kerja. pemecahan masalah

  (Sumber : Kemendikbud, 2013 : 202) Pada fase pertama hal-hal yang perlu diperhatikan adalah tujuan pembelajaran bukanlah untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi untuk menginvestigasi berbagai masalah dengan belajar mandiri. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi bersifat kompleks dan tidak memiliki jawaban yang mutlak.

  Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi dalam memecahkan masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu siswa merencanakan tugas investigasi dan pelaporannya.

  Pada fase ketiga, guru membantu siswa menentukan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari solusinya.

  Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan penyelidikan pembuatan hasil karya. Hasil karya dapat berupa laporan tertulis yang kemudian disajikan.

  Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka serta keterampilan yang mereka gunakan dalam penyelidikan.

3. Kemampuan Menulis a.

  Pengertian Kemampuan Menulis Salah satu keterampilan berbahasa adalah mengarang / menulis. Mengarang

  (membuat karangan) merupakan pekerjaan menulis berdasarkan imajinasi dengan hasil kerja berupa fiksi (Rahardi, Kompas 2 November 2013).

  Menurut Nurjamal (2011 : 69) menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Hasil dari proses kreatif menulis biasa disebut dengan tulisan atau karangan. Sementara Tarigan (2008 : 22) berpendapat menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik itu.

  Menulis adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung antara mereka (Syamsuddin, 2011:1). Hal ini terjadi karena dalam kenyataan hidup bermasyarakat, kontak komunikasi itu tidak selalu dapat dilakukan dengan tatap muka. Dengan perkataan lain, menulis merupakan keterampilan berbahasa yang tidak sederhana. Pada dasarnya menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami.

  Menulis juga diartikan sebagai suatu kegiatan memindahkan bahasa lisan dalam bentuk tulisan dengan menggunakan lambang-lambang grafem (Atar, 2007 : 42). Oleh sebab itu tidak mungkin orang akan lancar menulis apabila tidak memiliki keterampilan berbahasa tulis. Keterampilan menggunakan bahasa tulis yang dimaksud adalah pemakaian semua unsur bahasa, yaitu ejaan, kata, ungkapan, kalimat dan pengembangan paragraf. Dalam proses pembelajaran diperlukan adanya kemampuan, kemampuan menulis memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

  Jadi, menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan bahasa. Dengan kata lain menulis merupakan proses kreatif melahirkan pikiran atau perasaan menjadi tulisan dengan menggunakan bahasa yang dipahami, sehingga orang lain dapat memahami maksud tulisan.

  b.

  Tujuan menulis Kegiatan menulis memiliki beberapa tujuan dan manfaat yang bisa dicapai.

  Sedangkan tujuan pengajaran menulis menurut Hugo Harting dalam (Tarigan, 2008 : 25) adalah sebagai berikut : 1)

  Assigment purpose (Tujuan penugasan) Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan tertentu sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku; sekretaris yang ditugskan membuat laporan atau notulen rapat)

  2) Altruistic purpose (Tujuan altrustik)

  Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah “lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan suatu tulisan.

  3) Persuasive purpose (Tujuan Persuasif)

  Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

  4) Informational purpose (Tujuan informasional, tujuan penerapan)

  Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan kepada pembaca.

  5) Self-expressive purpose (Tujuan pernyataan diri)

  Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca.

  6) Creative purpose (Tujuan kreatif)

  Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri, tetapi keinginan “kreatif” disini melebihi pernyataan diri, dan melibaatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian. 7)

  Problem-solving purpose (Tujuan pemecahan masalah) Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi.

  Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

  Sedangkan tujuan menulis menurut Sukirno (2013 : 4) yaitu memberikan informasi kepada orang lain atau pembaca, menceritakan sesuatu peristiwa, melaporkan sesuatu, mengisahkan kejadian, melukiskan tindak-tanduk manusia pada sebuah peristiwa yang menimbullkan daya khayal/imajinasi pembacanya, dan menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara tersurat.

  Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tujuan menulis adalah agar (1) siswa dapat berkomunikasi dengan diri sendiri dan atau orang lain, (2) siswa dapat mendokumentasi hal-hal penting atau mengesankan yang diperoleh, (3) siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan (4) menyalurkan bakat minat melalui tulisan .

  c.

  Jenis-jenis Tulisan Berdasarkan tujuannya, wacana/karangan dibedakan menjadi lima macam, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.

  1) Deskripsi (Lukisan)

  Deskripsi (dari bahasa Latin : describere : menulis tentang, membuat bagan atau gambaran, memerikan; descriptio : bagan atau gambaran, pemerian, pembeberan) adalah jenis karangan yang lebih menonjolkan penggambaran suatu hal atau objek, dengan membeberkan detail sutu objek berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaannya, penulis bertujuan memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, atau merasakan sendiri apa yang dialami oleh penulisnya (Maskurun, 2008 : 15).

  Yustinah (2008 : 145) mengatakan bahwa deskripsi merupakan bentuk tulisan yang bertujuan untuk melukiskan, memerikan, atau memberi perincian- perincian dari objek yang sedang dibicarakan. Sedangkan Atar Semi berpendapat bahwa deskripsi ialah tulisan yang tujuannya untuk memberikan rincian atau detil tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada emosi dan menciptakan imajinasi pembaca bagikan melihat, mendengar, atau merasakan langsung apa yang disampaikan penulis.

  Untuk dapat menciptakan daya khayal pembacanya, penulis karangan deskripsi berusaha melukiskan sesuatu dengan sejelas-jelasnya atau sehidup- hidupnya. Dengan begitu pembaca diharapkan berada/dihadapkan pada objek yang disajikan oleh penulisnya.

  Deskripsi dibedakan menjadi atas deskripsi imajinatif/fiktif dan deskripsi faktual/ekspositoris a)

  Deskripsi imajinatif/fiktif Deskripsi imajinatif ialah deskripsi khayal sebgaimana yang sering kita jumpai pada cerpen, novel atau roman.

  b) Deskripsi faktual/ekspositoris

  Deskripsi faktual ialah deskripsi yang objeknya nyata seperti banyak kita jumpai pada deskripsi geografis suatu wilayah, peta, data, dan sebagainya.

  Dapat disimpulkan bahwa deskripsi adalah jenis karangan yang memberi kesan memindahkan hasil pengamatan dan perasaan kepada pembaca sehingga pembaca seolah-olah menyaksikan situasi yang dipaparkan penulis.

  2) Narasi ( Penceritaan atau Pengisahan)

  Narasi (dari bahasa Latin: narrare: menceritakan; bercerita tentang; narratio:cerita; penceritaan) adalah jenis karangan yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Karena proses kejadian itu berkaitan dengan tindakan atau perbuatan manusia, maka dalam narasi selalu ada tokoh dan perbuatannya yang berlangsung secara kronologis dalam satu kesatuan waktu

  Menurut Atar (2007 : 53) narasi adalah tulisan yang tujuannya menceritakan kronologis peristiwa kehidupan manusia. Berdasarkan jenisnya narasi dapat berupa : a) Peristiwa fiktif (khayalan) atau nonilmiah, seperti cerpen, novel, dongeng, dan lain-lain. b) Peristiwa nonfiksi (bukan khayalan) atau sebenarnya, seperti pengalaman pribadi/orang lain, peristiwa lokal, regional, nasional dan internasional. Dalam mengungkapkan pengalaman perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain : (1) format tulisan harus sistematis, (2) bahasa yang digunakan efektif, dan (3) logika tulisan harus wajar dan masuk akal (Yustinah, 2008 : 144).

  Sedangkan berdasarkan sifatnya karangan narasi dibedakan atas karangan ekspositoris/narasi faktual dan narasi sugestif/narasi imajinatif.

  a) Narasi faktual/ narasi ekspositoris. Narasi faktual ialah narasi yang berupa penceritaan kisah tokoh yang nyata-nyata ada untuk memberikan informasi kepada pembacanya. Contohnya kisah perjalanan, biografi, cerita tentang perampokan atau pembunuhan, dan lain-lain.

  b) Narasi sugestif/narasi imajinatif. Narasi sugestif ialah narasi yang dapat membangkitkan daya khayal pembacanya. Dalam narasi sugestif selalu ada plot/alur cerita. Plot/alur cerita ini adalah kesatuan antara tokoh, peristiwa, dan konflik (Maskurun, 2008 : 16).

  Dapat disimpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa kehidupan manusia yang berkaitan dengan tindakan atau perbuatan manusia, berlangsung secara kronologis dalam satu kesatuan waktu.

  3) Eksposisi (Pemaparan)

  Eksposisi (dari bahasa Latin: exponere: memamerkan, menjelaskan, menguraikan; expositio: pameran, penguraian) adalah karangan yang menguraikan atau memaparkan sesuatu dengan tujuan memperluas pandangan dan pengetahuan pembacanya (Maskurun, 2008 : 16).

  Yustinah berpendapat bahwa eksposisi atau pemaparan merupakan bentuk tulisan untuk menerangkan /menguraikan satu pokok pikiran yang dapat memperluas pandangan ataau pengetahuan pembaca (2008 : 146). Tujuan utama eksposisi adalah memperluas pandangan dan pengetahuan pembaca.

  Pendapat lain dari Atar (2007 : 61) bahwa eksposisi ialah tulisan yang bertujuan memberikan informasi, menjelaskan apa, mengapa, kapan, dan bagaimana.

  Agar pemaparan pengetahuan atau pengalaman itu memberikan kejelasan kepada pembacanya, penulis menggunakan data, fakta, dan lain sebagainya.

  Tujuan karangan eksposisi hanya menjelaskan sesuatu secara objektif, maka penggunaan data, fakta, dan lain-lain untuk menkonkretkan paparannya.

  Karangan eksposisi menggunakan gaya informatif. Karangan eksposisi mempunyai ciri-ciri : a) Tulisan itu bertujuan memberikan informasi, pengertian, dan pengetahuan.

  b) Tujuan itu bersifat menjawab pertanyaan apa, mengapa, kapan, dan bagaimana.

  c) Disampaikan dengan gaya yang lugas dan menggunakan bahasa baku.

  d) Umumnya disajikan dengan menggunakan susunan logis.

  e) Disajikan dengan nada netral tidak memancing emosi , tidak memihak dan memaksakan sikap penulis kepada pembaca (Atar, 2007 : 62).

  Dapat disimpulkan bahwa dalam karangan eksposisi, penulis memaparkan atau menguraikan pokok persoalannya secara objektif, bersifat informatif, dan tidak ada upaya untuk mempengaruhi sikap atau pendapat pembaca. Apakah pembacanya nanti terpengaruh atau tidak, mempercayai kebenarannya atau tidak, hal itu tidak menjadi masalah. Yang penting penulis sudah memaparkan pengetahuan atau pengalamannya secara tertulis yang pada akhirnya pengetahuan atau pengalaman itu diketahui oleh pembacanya. 4)

  Argumentasi Argumentasi (dari bahasa Latin arguere: membuktikan, meyakinkan seseorang: argumentatio : pembuktian) adalah karangan yang dimaksudkan untuk membuktikan kebenaran sesuatu yang disampaikan oleh penulisnya. (Maskurun, 2008 : 17). Atar (2007 : 74) berpendapat bahwa argumentasi adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat penulis. Karena tujuannya membuktikan kebenaran pendapatnya, maka penulis hrus menyajikan karangannya secara logis, kritis, dan sistematis. Bukti-bukti yang dikemukakan harus dapat memperkuat dan tulisan sehingga dapat menghapus konflik dan keraguan pembacanya.

  Dalam karangan argumentasi bertujuan mempengaruhi atau mengubah pandangan pembacanya sehingga karangan argumentasi biasanya dikemukakan data, fakta, angka-angka, gambar, grafik, peta, dan sebagainya untuk mendukung/membuktikan kebenaran pernyataannya. Ciri-ciri karangan argumentasi, yaitu :

  a) Adanya pendapat yang disampaikan secara meyakinkan

  b) Adanya alasan yang kuat untuk mendukung atau membuktikan kebenaran pendapatnya dengan bukti-bukti yang konkret.

c) Adanya simpulan atau ringkasan isi.

  Dapat disimpulkan bahwa argumentasi adalah tulisan yang bertujuan meyakinkan pembaca serta berusaha membuktikan kebenaran suatu pendapat dengan cara mengubah pendapat atau pandangan pembaca dengan menampilkan fakta sebagai bukti pendapatnya.

  5) Persuasi

  Persuasi (dari bahasa Latin: persuadere: meyakinkan, membujuk untuk berbuat sesuatu; persuasio: tindakan untuk meyakinkan atau membujuk) adalah karangan yang mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca (Maskurun, 2008 : 16).

  Kalau dalam karangan argumentasi itu penulisnya berusaha mengubah pandangan pembaca dengan meyakinkan kebenaran pandangan penulis, dalam karangan persuasi usaha penulis lebih jauh lagi. Penulis tidak hanya meyakinkan, tetapi sudah membujuk, mengarahkan, menyarankan, atau mendorong pembacanya untuk berbuat sesuatu. Ciri-ciri karangan persuasi yaitu :

  a) Adanya gaya propaganda dalam penyampaiannya

b) Adanya pemilihan kata-kata atau kalimat yang bersifat sugestif .

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa persuasi adalah jenis karangan yang bertujuan untuk mempengaruhi emosi pembaca untuk berbuat sesuatu.

4. Teks Anekdot a.

  Pengertian Teks Anekdot Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari penggunaan teks yang berupa lisan maupun tulisan. Anekdot adalah sebuah cerita singkat dan lucu atau menarik, yang mungkin menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya. Anekdot bisa saja sesingkat pengaturan dan provokasi dari sebuah Anekdot selalu disajikan berdasarkan pada kejadian nyata melibatkan orang- orang yang sebenarnya, apakah terkenal atau tidak, biasanya di suatu tempat yang dapat diidentifikasi ( Kosasih, 2013 : 7).

  Namun, seiring waktu, modifikasi pada saat penceritaan kembali dapat mengubah sebuah anekdot tertentu menjadi sebuah fiksi, sesuatu yang diceritakan kembali tapi "terlalu bagus untuk nyata". Terkadang menghibur, anekdot bukanlah karena tujuan utamanya adalah tidak hanya untuk membangkitkan tawa, tetapi untuk mengungkapkan suatu kebenaran yang lebih umum daripada kisah singkat itu sendiri, atau untuk melukiskan suatu sifat karakter dengan ringan sehingga ia menghentak dalam kilasan pemahaman yang langsung pada intinya.

  Anekdot terkadang bersifatalami. Teks Anekdot juga dapat berisi peristiwa-peristiwa yang membuat jengkel atau konyol bagi partisipan yang mengalaminya. Perasaan jengkel dan konyol seperti itu merupakan krisis yang ditanggapi dengan reaksi dari pertentangan antara nyaman dan tidak nyaman, puas dan frustasi, serta tercapai dan gagal. Teks anekdot adalah teks yang berisi sebuah cerita lucu atu menggelitik yang bertujuan memberikan suatu pelajaran tertentu.

  Kisah dalam anekdot biasanya melibatkan tokoh tertentu yang bersifat faktual ataupun terkenal (Kosasih, 2013 : 7). Anekdot adalah sebuah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan biasanya mengenai orang penting atau terkenal berdasarkan kejadian yang sebenarnya (KBBI, 2008 : 63). Anekdot ( Ing anecdote : cerita pendek yang lucu) adalah karangan berjenis narasi yang relatif pendek yang mengandung kelucuan. Kelucuan itu bisa dibentuk dengan mengemukakan ketololan, kesalahpahaman, kesalahdengaran, ketidaktahuan, kesombongan, atau kecelakaan akibat ulah sendiri dengan tujuan menghibur atau menyindir. Anekdot sering muncul sebagai refleksi terhadap kegelisahan masyarakat atau peristiwa /fenomena sosial, ekonomi, hukum, maupun politik yang membelit pikiran yang membuat imajinasi berkembang menjadi cerita unik.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teks anekdot adalah cerita singkat selain menarik karena lucu dan mengesankan biasanya mengenai orang-orang terkenal atau penting dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya, terdapat pula tujuan lain di balik cerita itu, yakni adanya pesan yang diharapkan dapat memberikan pelajaran kepada khalayak. b.

  Struktur Isi dan Ciri Teks Anekdot Anekdot kadang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si pembaca atau menyindir sekaligus menghibur. Maskurun (2013 : 2) membagi struktur anekdot secara lengkap terdiri dari 7 bagian, yaitu : 1) abstract, 2) orientation, 3) events, 4) crisis, 5) reaction, 6) coda, 7) reorientation. 1)

  Abstract (abstrak) adalah bagian awal yang berfungsi memberi gambaran tentang isi teks dan berisi isyarat tentang apa yang akan diceritakan, berupa kejadian yang tidak lumrah, tidak biasa atau aneh. Bagian ini bersifat opsional. Biasanya bagian ini menunjukkan hal unik yang akan ada di dalam teks. 2)

  Orientation (orientasi) adalah bagian yang berisi pendahuluan/pembuka yang berupa pengenalan tokoh, waktu, dan tempat. Bagian ini menunjukkan awal kejadian cerita atau latar belakang bagaimana peristiwa terjadi. Biasanya penulis bercerita dengan detil di bagian ini.

  3) Events (even) adalah rangkaian kejadian atau peristiwa, bisa juga rangkaian dialog/percakapan.

  4) Crisis (krisis) adalah bagian yang berisi pemunculan masalah,dimana terjadi hal atau masalah yang unik atau tidak biasa yang terjadi pada si penulis atau orang yang akan diceritakan..

  5) Reaction (reaksi) adalah bagian bagaimana cara penulis atau orang yang ditulis menyelesaikan masalah yang timbul di bagian crisis tadi. Bagian ini berisi tindakan atau langkah untuk merespon masalah yang biasanya nyeleneh, unik, dan lucu.

  6) Coda (koda) adalah bagian yang berisi perubahan yang terjadi pada tokoh, dan pelajaran yang dapat dipetik dari cerita. Bagian ini bersifat opsional.

  7) Reorientation (reorientasi) adalah bagian penutup, berupa ungkapan-ungkapan yang menunjukkan cerita berakhir (Kemendikbud, 2013 : 308).

  Anekdot biasanya berbentuk kisah yang sangat pendek, jauh lebih pendek daripada cerpen. Sebagai bentuk pengisahan, anekdot memiliki banyak persamaan dengan cerpen. Sebagai bentuk pengisahan anekdot mempunyai banyak persamaan dengan cerita, bisa disampaikan secara monolog, bisa juga disampaikan secara dialog atau campuran keduanya. Penyajiannya bisa menggunakan cara penyajian cerpen, dapat juga menggunakan cara penyajian drama.

  Unsur-unsur pembentuk anekdot meliputi tema, tokoh, alur cerita, gaya penceritaan, pengenalan, pendakian, konflik, dan penyelesaian cerita. Karena bentuknya yang relatif pendek, setelah mengawali ceritanya dengan pengenalan tokoh cerita, penulis anekdot segera memasuki permasalahan. Penceritaannya menggunakan alur rapat, sehingga tidak menggunakan banyak selingan atau ilustrasi. Setelah sampai pada klimaks situasinya, cerita segera disudahi dengan cara yang drastis atau tanpa penyelesaian.

  Anekdot sebagai salah satu bentuk cerita, secara umum terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 1) latar, 2) tokoh/pelaku/partisipan, 3) alur, 4) sudut pandang, 5) tema/topik, dan 6) amanat. 1)

  Latar (setting): tempat/lokasi, terjadinya kisah, bisa ditambahkan waktu dan atau situasinya.

  2) Tokoh/pelaku/partisipan : orang-orang yang terlibat dalam kisah. 3)