BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model VCT (Value Clarification Technique) Percontohan a. Pengertian model VCT - Ayuning Tyas Firstiardi Putri BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model VCT (Value Clarification Technique) Percontohan a. Pengertian model VCT VCT merupakan perkembangan model dari Value Education,

  untuk mengacu pada VCT maka perlu dipahami pengertian Value

  

Education antara lain menurut Herbert (1988:1-3) sebagai berikut :

  “Values education is the process of helping students to explore

  existing values through critical examination in order that they might raise or improve the quality of their thinking and feeling

  ”. Herbert menjelaskan bahwa Value Education atau Pendidikan Nilai merupakan proses yang membantu siswa-siswa untuk menggali nilai- nilai yang ada melalui saran kritis dan mereka dapat menaikkan kualitas pemikiran dan perasaan mereka. Sementara itu, Value Education dianggap menjadi komponen yang penting bagi pendidikan di sekolah dasar yang dikemukakan oleh Jarolimek (1981 : 355) :

  “…it can be said that values education must be an essential

  component of the school program because (1) one’s value orientation is basic to choice making and decision making; (2) harmonious social life requires commitment to a common core set of values shared by individuals in society; and (3) the behavior of individuals is ultimately determined not only by what they know but perhaps more importantly by what they believe.”

  Jarolimek mengungkapkan bahwa Pendidikan Nilai dianggap penting karena (1) suatu orientasi nilai adalah dasar untuk membuat pilihan dan membuat keputusan, (2) kehidupan sosial yang harmonis memerlukan komitmen untuk sebuah inti pembiasaan dari bagian nilai oleh individu

  6 dalam masyarakat dan (3) sikap dari individu adalah sudah tentu yang paling mewah tidak hanya dari apa yang mereka ketahui tetapi mungkin lebih penting dari apa yang mereka yakini. Alasan- alasan ini kemudian dapat menguatkan pentingnya pendidikan nilai itu diterapkan disekolah.

  Dari Value Education kemudian berkembang menjadi model pembelajaran yaitu Value Clarification Technique. Bern (2004 : 441) memberikan pengertian tentang Value Clarification Technique yaitu :

  “The process of coming to know what is personally worthwhile or desireable in life at any particular time.

  

  Hal ini dimaksudkan bahwa VCT merupakan sebuah proses yang datang untuk mengetahui segala yang bermanfaat atau hasrat yang ada pada dirinya sendiri di sebagian waktu hidupnya.

  Model VCT merupakan pengembangan dari value education yang menitik beratkan pada penggalian nilai yang ada pada diri siswa dengan cara melibatkan perasaan sehingga mereka dapat memberikan keputusan tentang sebuah permasalahan. Jika dipandang dengan teori belajar, VCT dapat termasuk teori belajar psikologi sosial. Soekamto (1997 : 29) menjelaskan bahwa proses belajar dengan mengikut sertakan emosi dan perasaan mahasiswa ternyata akan memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan memanipulasi stimuli dari luar saja. Hal tersebut juga diutarakan oleh Sanjaya 2006, (Taniredja dkk ,2011 : 87-88 ), VCT merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.

  Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran VCT merupakan pembelajaran yang mencoba mengikut sertakan perasaan dan emosi siswa sehingga nilai yang ada pada dirinya dapat terungkap, dari pengungkapkan tersebut dapat diketahui nilai yang baik dan buruk sehingga dapat dijadikan acuan untuk lebih baik.

b. Model VCT Percontohan

  Dari Djahiri (1985 : 61-81) peneliti merangkum model VCT. VCT mempunyai beberapa model diantaranya : 1) Model VCT metode percontohan, 2) Model VCT analisa nilai 3) Model VCT dengan menggunakan matrik /daftar 4) Model VCT dengan kartu keyakinan 5) Model VCT dengan teknik wawancara 6) Model VCT dengan teknik yurisprudensi 7) Model VCT dengan teknik inkuiri dengan pertanyaan acak.

  Peneliti memilih model VCT metode percontohan, dengan mempertimbangkan materi yang akan diajarkan dianggap sesuai dengan model ini. Materi pembelajaran yang diteliti dapat memberikan contoh kepada para siswa. Metode percontohan ini juga dapat melibatkan emosi siswa dengan baik dengan cara cerita yang didramatisir. Untuk mengetahui model ini maka perlu diketahui tentang langkah-langkahnya.

c. Langkah Model VCT Percontohan

  Langkah-langkahnya sebagai berikut : 1) Cari/ buat stimulus berupa contoh keadaan/ perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan topik/ tema / target pelajaran.

  Rakitlah dalam bentuk cerita yang mampu menyeret perasaan kejiwaan anak dan menyentuh hati nuraninya. 2) Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM):

  a) Lontarkan stimulus melalui pembacaan oleh guru / siswa

  b) Berikan kesempatan beberapa saat anak berdialog sendiri atau dengan sesama.

  c) Laksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru (yang skenarionya sudah anda siapkan sebelumnya sesuai dengan target- target kita. Penyimpangan pertanyaan bisa terjadi sebagai tambahan bila dari jawaban perlu rumusan) :  Secara individual  Kelompok dan terakhir secara klasikal.

  (KBM sub c masih mengenai pencarian masalah/ kasus yang tidak layak sampai dicapai kesepakatan fokus masalah pembahasan)

  d) Fase KBM menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (juga melalui pertanyaan guru dan bersifat individual, kelompok/ klasikal)

  e) Fase pembahasan/ pembuktian argumen (di sini sudah mulai ditanamkan jarum target nilai guru/ pelajaran dan konsep sesuai materi pelajaran).

  f) Fase penyimpulan ( bisa mulai dari kelompok atau langsung klasikal. Dan pada akhirnya guru memberikan kesimpulan dan membelokkan tanggapan siswa ke dalam konsep/ materi pelajaran) dst (Djahiri, 1985 : 61-62).

  Langkah-langkah ini dapat disesuaikan dengan kondisi pembelajaran serta dapat diulang sesuai dengan kebutuhan dalam pembelajaran. Djahiri hanya memberikan secara garis besar tentang langkah pembelajaran, maka dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan atau dikembangkan.

2. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

  Belajar mempunyai beberapa pengertian antara lain menurut Slameto (2010 : 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pengertian belajar dipertegas lagi oleh Gagne dalam Dahar (2011 : 2) yaitu sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Baharudin dan Wahyuni (2010 : 13) menambahkan bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

  Jadi menurut ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan serta adanya perubahan tingkah laku yang didapat dari hasil belajarnya.

b. Pengertian Hasil Belajar

  Setelah memahami pengertian belajar maka aspek yang akan diteliti adalah hasil belajar. Untuk mengetahui pengertian hasil belajar maka peneliti mengutip beberapa pengertian menurut para ahli. Hasil belajar menurut Sudjana (2010 : 22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 : 3) Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksii tindak belajar dan tindak mengajar.

  Dari pengertian-pengertian tersebut hasil belajar dapat diasumsikan sebagai hasil dari proses belajar yang meliputi hasil pengetahuan, hasil perilaku,dan hasil keterampilan.

  Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang kognitif , bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang psikomotor (kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku menurut Sudjana (2010 : 49). Sudjana menambahkan pula bahwa ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai hasil belajar siswa, dari proses pengajaran.

  Kemudian Benyamin Blom menguatkan dalam Sudjana (2010 : 22) hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah atau aspek yaitu : 1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman , aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni, penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3) Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni gerakan reflex, keterampilan gerakan dasar, kemampua perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

  Jadi dapat diartikan bahwa hasil belajar siswa meliputi tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor namun pada penelitian ini, peneliti akan meneliti hasil belajar dengan dua aspek saja, yaitu aspek kognitif dan afektif.

3. Pembelajaran IPS di SD a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

  Sebelum memahami pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial maka perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Ilmu Sosial.

  Santrock (2008 : 394) menyebutkan

  “In general, the field of social studies, also called social sciences, seeks to promote civic competence. The goal is to help students make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democatric society in a interdependent world.

  

  Dapat disimpulkan bahwa pelajaran sosial juga disebut ilmu sosial yaitu bagaimana cara untuk memajukan kemampuan kewarganegaran.

  Tujuannya adalah untuk membantu siswa memberikan informasi dan keputusan yang dapat dijelaskan untuk masyarakat yang baik sebagai warga negara dari sebuah kebudayaan yang bermacam-macam, sosial demokrasi di suatu dunia yang saling tergantung.

  Jadi Santrock menjelaskan bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang mempelajari cara siswa mengambil keputusan yang baik untuk menjadi masyarakat yang baik, dari ilmu sosial ini maka dikembangkan menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial.

  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mempunyai beberapa pengertian antara lain menurut Trianto (2010:171) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Hal tersebut disimpulkan oleh Sumaatmadja (1980 :11) yang mengatakan bahwa pengajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah- laku dan kebutuhannya.

  Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan ilmu yang mengajarkan tentang ilmu sosial yang melibatan tingkah laku dan kebutuhan manusia. Setelah mengetahui pengertian IPS maka peneliti juga harus mengetahui pengertian dari Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS). PIPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan menurut Somantri (2001) dalam Sapriya (2009 :11). Jadi dari pengertian tersebut, yang dimaksud oleh peneliti dalam penelitiannya merupakan IPS yang menjadi mata pelajaran di Sekolah Dasar.

  Tujuan utama pembelajaran ilmu ini disebutkan oleh Trianto (2010: 176) untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari, hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Kemudian dirinci oleh Awan Mutakin (2006) dalam Trianto (2010 : 176) menjadi : 1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. 2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

  3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat. 4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah- masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat. 5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. 6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral. 7) Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi. 8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “ to prepare students to be well-functioning citizens in

  a democratic society

  ” dan mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya. 9) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan.

  Dari tujuan yang dirinci tersebut ada salah satu tujuan yang menekankan perasaan, emosi dan derajat penerimaan atau penolakan siswa sehingga ini sesuai dengan model pembelajaran yang akan digunakan. Peneliti mencoba menyesuaikan tujuan tersebut dengan model pembelajaran yang digunakan untuk melibatkan perasaan dan emosi siswa dalam pembelajaran. Untuk ruang lingkup pengajaran IPS di tingkat Sekolah Dasar dibatasi sampai gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah (Sumaatmadja,1980 : 11).

  Materi yang digunakan untuk penelitian termasuk dalam sejarah.

b. Materi

  Materi yang digunakan oleh peneliti untuk penelitian yaitu tercantum pada kurikulum KTSP sebagai berikut :

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V

  

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  1. Menghargai peranan tokoh

  2.1. Mendeskripsikan perjuangan pejuang dan masyarakat dalam para tokoh pejuang pada masa mempersiapkan dan penjajahan Belanda dan Jepang. mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

  Panduan KTSP

  Dari tabel di atas peneliti menggunakan standar kompetensi 2 dan kompetensi dasar 2.1.Standar Kompetensi pada butir 2 yaitu menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kemudian kompetensi dasar pada butir 2. 1 yaitu mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa materi yang digunakan mencakup perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Sub materi tersebut adalah perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda.

4. Semangat Kebangsaan a. Pengertian Semangat Kebangsaan

  Menurut Daryanto dan Darmiatun (2013 : 71) semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

  Dari pengertian tersebut semangat kebangsaan merupakan sikap cinta terhadap bangsanya dan berusaha sekuat tenaga demi bangsanya.

  Sikap ini dilakukan karena perwujudan mencintai bangsanya dan bangga terhadap bangsanya. Sikap ini diharapkan dapat ditanamkan pada siswa sejak dini, maka dari itu untuk menanamkannya pada mata pelajaran disisipkan sikap tersebut.

  Untuk mengetahui keberhasilan penanaman sikap ini maka ada indikator yang diterapkan. Indikator ada dua jenis antara lain indikator mata pelajaran yang menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu (Daryanto dan Darmiatun, 2013 : 131).

b. Indikator Semangat Kebangsaan

  Indikator ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan karakter yang ditanamkan. Untuk mengetahuinya indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah (Daryanto dan Darmiatun, 2013 : 131). Berikut indikator mata pelajaran pada semangat kebangsaan di sekolah dasar kelas 4

  • – 6 : 1) Turut serta dalam panitia peringatan hari pahlawan dan proklamasi kemerdekaan.

  2) Menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara di kelas. 3) Menyanyikan lagu-lagu perjuangan. 4) Menyukai berbagai upacara adat di nusantara. 5) Bekerja sama dengan teman dari suku, etnis, budaya lain berdasarkan persamaan hak dan kewajiban.

  6) Menyadari bahwa setiap perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilakukan bersama oleh berbagai suku, etnis yang ada di Indonesia.

  (Daryanto dan Darmiatun, 2013 : 147) Pada indikator nomor 6, sesuai dengan materi yang akan diajarkan yaitu mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Siswa diminta menyadari bahwa perjuangan bangsa Indonesia dilakukan secara bersama dari berbagai etnis. Untuk mengetahui dan memahaminya maka nilai karakter semangat kebangsaan ini dapat disisipkan pada materi perjuangan para tokoh pejuang pada masa Belanda dan Jepang. Sehingga dibutuhkan pembelajaran yang bermakna sehingga peneliti mencobanya dengan model VCT tersebut. Indikator ini digunakan untuk penyusunan angket. Dari 6 indikator, peneliti menggunakan butir 1,2,3,5 dan 6 saja yang dianggap sesuai dengan materi pembelajaran.

B. Penelitian yang Relevan

  Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, dengan kesamaan menggunakan model yang diteliti.

  Ini dijadikan pula pertimbangan oleh peneliti dalam melakukan penelitiannya, berikut penelitian yang dilakukan oleh :

  1. Nurtia Lestari PGSD-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto, mengenai peningkatan kedisiplinan dan prestasi belajar dengan model VCT tipe Perisai di SD dengan jenis penelitiannya Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa model VCT tipe Perisai mampu meningkatkan kedisiplinan dan prestasi belajar siswa. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu sama- sama menggunakan model VCT, namun perbedaanya pada tipe modelnya serta pada variabel yang diteliti yaitu prestasi belajar dan sikap kedisiplinan sedangkan pada penelitian kali ini yaitu hasil belajar siswa aspek kognitif dan afektif, kemudian jenis penelitian yang dilakukan berbeda yaitu PTK sedangkan peneliti menggunakan eksperimen.

  2. Dwi Setiani Universitas Negeri Malang, mengenai penerapan model VCT terhadap hasil belajar IPS di kelas IV SD dengan jenis penelitian PTK. Hasil penelitiannya yaitu model VCT ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini yaitu sama- sama menggunakan model VCT, dan juga menggunakan mata pelajaran IPS serta variabel yang diteliti yaitu hasil belajar siswa. Perbedaannya yaitu pada penelitian ini tidak disebutkan secara jelas hasil belajar siswa apa saja yang diteliti, sedangkan pada penelitian yang peneliti susun hasil belajar berupa aspek kognitif dan afektif. Diunduh dari internet tanggal 28 Oktober 2013.

  3. Dinie Prihatini UNRAM, mengenai peningkatan hasil belajar afektif melalui model VCT tipe percontohan pada mata pelajaran PKn di SMA dengan jenis penelitiannya PTK. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa model VCT tipe ini mampu meningkatkan hasil belajar afektif siswa. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama- sama menggunakan model VCT tipe Percontohan namun pada variabel yang diteliti sedikit berbeda karena hanya satu aspek yang diteliti sedangkan pada penelitian yang diteliti oleh peneliti ada dua aspek, sementara itu untuk jenis penelitian dan mata pelajarannya serta jenjang sekolahnya pun berbeda. Pada penelitian ini menggunakan jenis PTK, mata pelajaran PKn serta dilakukan dijenjang SMA. Diunduh dari internet tanggal 13 Desember 2013.

C. Kerangka Berpikir

  Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti penerapan model VCT Percontohan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Model VCT ini dianggap sesuai untuk pembelajaran yang melibatkan perasaan, emosi dan nilai yang ada pada siswa untuk ikut serta dalam pembelajaran sehingga, siswa mampu merasakan dan menilai sesuai dengan hatinya mengenai pembelajaran tersebut. Dari pembelajaran ini, diharapkan siswa mempunyai kesan tersendiri. Oleh karena itu, model ini dapat digunakan untuk mata pelajaran IPS dengan materi mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

  Hasil belajar dapat berupa aspek kognitif, dan afektif. Penilaian aspek kognitif dapat dilakukan dengan tes tertulis. Kemudian pada aspek afektif peneliti ingin mengetahui dari sudut pandang salah satu pendidikan karakter yaitu semangat kebangsaan sesuai dengan materi yang diajarkan. Jika digambarkan dalam bentuk diagram maka dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :

  Kondisi Awal Penerapan Model VCT Hasil Belajar IPS rendah

  Kondisi Akhir Hasil Belajar IPS tinggi

  Memberikan pengaruh pada hasil belajar IPS

  Gambar. 2. 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

  1. Adanya pengaruh model pembelajaran VCT Percontohan terhadap hasil belajar siswa aspek kognitif pada materi mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri 2 Klapasawit.

  H a : p < α

  2. Adanya perubahan sikap sebelum dan sesudah diterapkannya model pembelajaran VCT Percontohan terhadap hasil belajar siswa pada materi mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.pada mata pelajaran IPS di kelas V SD Negeri 2 Klapasawit.

  H a : p < α