PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

WUJUD KESOPANAN LEVEL INTERAKSI ANTARTOKOH
DALAM NOVEL “BELANTIK” KARANGAN AHMAD
TOHARI: SUATU TINJAUAN STILISTIKA PRAGMATIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh:
Asteria Ekaristi
091224049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

WUJUD KESOPANAN LEVEL INTERAKSI ANTARTOKOH
DALAM NOVEL “BELANTIK” KARANGAN AHMAD
TOHARI: SUATU TINJAUAN STILISTIKA PRAGMATIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Oleh:
Asteria Ekaristi
091224049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ii


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

MOTTO
BERSABARLAH DENGAN SEGALA HAL, TAPI TERUTAMA BERSABARLAH
TERHADAP DIRIMU. JANGAN HILANGKAN KEBERANIAN DALAM

MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKSEMPURNAANMU, TAPI MULAILAH
UNTUK MEMPERBAIKINYA. MULAILAH SETIAP HARI DENGAN TUGAS
YANG BARU
(ST. FRANSISKUS DARI SALE)

KEMALASAN ADALAH MUSUH TERBESAR JIWA
(ST BENEDIKTUS DARI NURSIA)

iv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan secara khusus untuk


Ibu saya tercinta Lucia Sumaryani, S.Pd.
Nenek saya Seminuk Pairodiharjo
Kakak saya
Rosalia Kusumaningsih
Benidektus Risandra Riswan
Heribertus Endro Prasetyo
Keponakan saya
Theodora Crystal Ararindra
Gabriel Tobias Arkananta

Skripsi ini saya persembahkan sebagai tanda terima kasih yang mendalam
atas segala dukungan dan kasih yang diberikan selama ini.

v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI

TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Februari 2014
Penulis

Asteria Ekaristi

vi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama

: Asteria Ekaristi

Nomor Mahasiswa

: 091224049

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul

WUJUD KESOPANAN LEVEL INTERAKSI ANTARTOKOH
DALAM NOVEL “BELANTIK” KARANGAN AHMAD
TOHARI: SUATU TINJAUAN STILISTIKA PRAGMATIK

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media
lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara
terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 19 Februari 2014
Yang menyatakan

(Asteria Ekaristi)

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
kasih dan karunia-Nya yang senantiasa menyertai saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi saya yang berjudul Wujud Kesopanan Level Interaksi
Antartokoh dalam Novel “Belantik” Karangan Ahmad Tohari: Suatu Tinjauan
Stilistika Pragmatik ini dengan baik. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Oleh karena itu, secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia
2. Prof. Dr. Pranowo, M. Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis
menyelesaikan skripsi ini.
3. Setya Tri Nugraha, S.Pd, M.Pd., selaku dosen pembimbing kedua, atas segala
waktu, pengertian, saran, nasihat, dan bimbingannya pada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Para dosen PBSID, yang dengan caranya masing-masing telah membekali
penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan.

5. Robertus Marsidiq, yang sudah membantu dan melayani penulis dalam
mengurusi berbagai hal yang sifatnya administratif.
6. Teman-teman PBSID angkatan 2009, secara khusus kelas B, yang telah
memberikan dukungan serta memberikan banyak masukan serta semangat
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman terkasih, Martinus Riski Nababan, Christina Sitorus, Ika
Bonieta, Gisela Adelina metasari, Martha RiaHanesti, Elisabeth Ratih
Handayani, Ade Henta Hermawan, Yustina Cantika Adventsia, dan Dedy
Setya Herutomo.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

8. Pihak Universitas Sanata Dharma, yang telah mencipkan kondisi serta

menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung penulis dalam studi dan
penyelesaian skripsi ini
Penulis menyadari skripsi ini belum lah sempurna.Walaupun demikian,
semoga penelitian ini berguna dan menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya.
Yogyakarta, 19 Februari 2014

Penulis

ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
Ekaristi, Asteria. 2014. Wujud Kesantunan Level Interaksi Antartokoh dalam
Novel “Belantik” Karya Ahmad Tohari: Suatu Tinjauan Stilistika
Pragmatik. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini membahas dua persoalan, (1) Pola kesopanan yang terdapat
dalam interaksi antartokoh yaitu Lasi, Bu Lanting, Mak Min, Pak Bambung, dan
Kanjat dalam novel Belantik, dan (2) Pelanggaran pola kesopanan yang terdapat
dalam interaksi antartokoh dalam novel Belantik karangan Ahmad Tohari. Data
dalam penelitian ini adalah percakapan antartokoh yaitu Lasi sebagi tokoh utama,
Bu Lanting, Mak Min, Pak Bambung, dan Kanjat, yang nantinya akan diteliti
menggunakan prinsip kesopanan.
Jika dilihat dari metode yang digunakan, penelitian ini merupakan kajian
Stilistika Pragmatik. Stilistika Pragmatik adalah Kajian terhadap bahasa dalam
penggunaanya dengan mempertimbangkan beberapa unsur dasar yang penting
bagi penafsiran terhadap wacana tertulis, khususnya wacana sastra (Black, 2011:
1-2). Metode yang digunakan studi kepustakaan,yaitu pengumpulan data dengan
metode baca, catat. Membaca secara cermat dan teliti sumber data yakni berupa
teks novel Belantik dalam memperoleh data yang diinginkan.
Hasil dari penelitian ini. Pertama, Wujud kesopanan yang terdapat dalam
interaksi antartokoh dalam novel Belantik dikatakan telah memenuhi prinsip
kesopanan. Hal tersebut dapat dilihat melalui enam maksim kesopanan yang
dipaparkan Leech sebagai acuan, yaitu: (1) maksim kearifan, (2) maksim
kedermawanan, (3) maksim pujian, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim
kesepakatan, dan (6) maksim simpati. Untuk lebih memperdalam digunakan juga
lima skala yang dipaparkan oleh Leech, yakni: (1) untung rugi, (2) opsional, (3)
ketaklangsungan, (4) otoritas, dan (5) jarak sosial.
Kedua, setelah menganalisis wujud kesopanan, dipaparkan juga mengenai
pelanggaran wujud kesopanan dalam interaksi antartokoh. Pelanggaran wujud
kesopanan ini juga menggunakan enam maksim kesopanan dari Leech, yaitu: (1)
maksim kearifan, (2) maksim kedermawanan, (3) maksim pujian, (4) maksim
kerendahan hati, (5) maksim kesepakatan, dan (6) maksim simpati. Digunakan
juga lima skala yang dipaparkan oleh Leech, yakni: (1) untung rugi, (2) opsional,
(3) ketaklangsungan, (4) otoritas, dan (5) jarak sosial. Interaksi dikatakan
melanggar prinsip kesopanan karena tidak sesuai dengan ke-enam maksim
kesopanan menurut Leech, penutur telah menguntungkan diri sendiri dan telah
merugikan mitra tuturnya.
Sebagian besar percakapan dikatakan sopan dan telah memenuhi wujud
kesopanan yang sesuai dengan maksim kesopanan, selain itu ada beberapa
percakapan yang telah melanggar wujud kesopanan karena tuturan dari penutur
telah merugikan mitra tuturnya dan melanggar prinsip kesopanan.

x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
Ekaristi, Asteria. 2014. Interaction Level between Characters of Politeness
Representation in a Novel Entitled “Belantik” by Ahmad Tohari: A Study
Of Stilistic Pragmatic. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
This research will analyze deeper on, (1) a politeness principle which occurs
in the interaction between characters. The characters in the novel written by
Ahmad Tohari: are Lasi, Bu Lanting, Mak Min, Pak Bambung, and Kanjat. (2) a
contravention of politeness principle which occurred in the interaction between
characters in the novel above. In order to collect data the writer analyzed on the
conversation between the main characters with the other characters.
The research is a Pragmatics Stylistics which studies on the usage of a
language consider on the fundamental elements of written interpretation
particularly literary discourse (Black, 2011: 1-2). In order to analyze the
politeness principle and the contravention of politeness principle the writer
applied politeness theory by Leech. The writer used literary study method to
collect data by reading and taking notes from Belantik.
As a result, first, based on the analysis, the characters interaction has
fulfilled the politeness principle. Therefore, the writer used Leech six maxims to
analyze the politeness principle which are Tact maxim, Agreement maxim,
Generosity maxim, Approbation maxim, Modesty maxim and Sympathy maxim.
Furthermore, to analyze deeper the writer also used Leech five pragmatics scale,
those are the cost/benefit scale, optionally scale, indirectness scale, authority scale
and the social distance scale.
Second, after analyzing politeness principle interaction between characters
in the novel there are also contravention towards politeness principle on the
interaction between characters. The writer found that the speaker in the novel is
changing between characters. Some characters interactions in the novel are not in
accordance with the politeness principle since the speaker could take benefits and
injured the hearer.
Based on the analysis, most of the conversations is polite and has fulfilled
the politeness principle in associate with politeness maxims. On the other hand,
some conversations break the politeness principle because the speech has injured
the hearer and break the politeness principle.

xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
SUSUNAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iii
MOTTO ...................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
ABSTRAK................................................................................................... x
ABSTRACT.................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 5
1.5 Definisi Istilah ................................................................................... 6
1.6 Sistematika Penyajian ........................................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI...................................................................... 8
2.1 Penelitian Yang Relevan.................................................................... 8
2.2 Landasan Teori .................................................................................. 10
2.2.1 Stilistika Pragmatik ........................................................................ 10
2.2.2 Teori-Teori Kesopanan................................................................... 12
2.2.3 Kesopanan Level InteraksiTokoh Dengan Tokoh ........................... 21
2.2.4 Prinsip Kesopanan.......................................................................... 25

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2.2.4.1 Maksim Kearifan (Tact Maxim) .................................................. 26
2.2.4.2 Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) ............................. 27
2.2.4.3 Maksim Pujian (Approbation Maxim) ......................................... 27
2.2.4.4 Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) ............................... 28
2.2.4.5 Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) .................................. 29
2.2.4.6 Maksim Simpati (Sympathy Maxim) ........................................... 30
2.2.5 Teori Hermeneutika ....................................................................... 31
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................. 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 35
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 35
3.2 Sumber Data...................................................................................... 35
3.3 Data Penelitian .................................................................................. 36
3.4 Teknik Pengumpulan Data................................................................. 36
3.5 Instrumen Penelitian .......................................................................... 36
3.6 Teknik Analisis Data ......................................................................... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 38
4.1 Deskripsi Data ................................................................................... 38
4.2 Hasil Analisis Data ............................................................................ 38
4.2.1 Wujud Kesopanan Interaksi Antartokoh dalam Novel Belantik ....... 40
4.2.1.1 Wujud Kesopanan Maksim Kearifan (Tact Maxim)..................... 40
4.2.1.2 Wujud Kesopanan Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) 47
4.2.1.3 Wujud Kesopanan Maksim Pujian (Approbation Maxim)............ 52
4.2.1.4 Wujud Kesopanan Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

59

4.2.1.5 Wujud Kesopanan Maksim Kesepakatan (Aggrement Maxim) ... 69
4.2.1.6 Wujud Kesopanan Maksim Simpati (Sympathy Maxim) .............. 77
4.2.2 Pelanggaran Wujud Kesopanan Interaksi Antartokoh dalam
Novel Belantik ............................................................................... 82
4.2.2.1 Pelanggaran Wujud Kesopanan Maksim Kearifan (Tact Maxim). 82
4.2.2.2 Pelanggaran Wujud Kesopanan Maksim Kedermawanan

xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

(Generosity Maxim) ................................................................... 91
4.2.2.3 Pelanggaran Wujud Kesopanan Maksim Pujian
(Approbation Maxim) ................................................................. 93
4.2.2.4 Pelanggaran Wujud Kesopanan Maksim Kerendahan Hati
(Modesty Maxim) ...................................................................... 99
4.2.2.5 Pelanggaran Wujud Kesopanan Maksim Kesepakatan
(Aggrement Maxim) ................................................................... 104
4.2.2.6 Pelanggaran Wujud Kesopanan Maksim Simpati
(Sympathy Maxim) ..................................................................... 111
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

......................................................... 115

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 153
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 153
5.2 Saran ................................................................................................. 155
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 157
LAMPIRAN ................................................................................................ 159

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Struktur bahasa santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/
penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Hal inilah
yang belum banyak mendapat perhatian para ahli menurut Pranowo (2009: 4)
untuk berkomunikasi kita harus memperhitungkan struktur bahasa yang akan kita
gunakan, jangan sampai tutur bicara kita menyinggung mitra tutur yang sedang
kita ajak berkomunikasi. Setiap orang baiklah mampu bertutur kata secara halus
dan sopan dengan lawan bicaranya. Dengan berbicara secara santun dan sopan,
rasa saling menghargai satu sama lain akan timbul dengan sendirinya. Bahasa
merupakan alat komunikasi, selain itu bahasalah yang menyatukan perbedaanperbedaan yang ada di dalam sebuah masyarakat. Bahasa merupakan cerminan
diri dan kepribadian bangsa untuk itulah sebagai masyarakat yang bernegara dan
berpendidikan baiklah kita menggunakan bahasa yang santun saat kita hendak
berkomunikasi dengan orang lain.
Menurut Brown dan Levinson (dalam Rahardi, 2005: 68-69) terdapat tiga
skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala
tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural. (1) skala peringkat
jarak sosial antara penutur dan mitra tutur banyak ditentukan oleh parameter
perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural, (2) skala
peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur atau seringkali disebut
dengan peringkat kekuasaan didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur
1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2

dan mitra tutur, (3) skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan
rank rating atau lengkapnya adalah didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur
yang satu dengan tindak tutur lainnya. Ketiga skala tersebut dapat membantu
kesantunan dalam proses komunikasi, semakin tua umur seseorang, peringkat
kesantunan dalam bertutur semakin tinggi. Orang yang berjenis kelamin wanita,
memiliki tingkat kesantunan lebih tinggi. Hal itu disebabkan dengan sesuatu yang
bernilai estetika dalam keseharian hidupnya. Ketika akan berkomunikasi penutur
wajib memperhitungkan umur mitra tutur, kedudukan mitra tutur, dan situasi
berlangsungnya komunikasi.
Peneliti akan meneliti mengenai interaksi kesopanan antartokoh dalam novel
Belantik karangan Ahmad Tohari. Novel Belantik mengisahkan mengenai seorang
tokoh perempuan bernama “Lasi”.
Lasi adalah perempuan kampung Karangsoga yang cantik, eksotis, dan
menggairahkan mata lelaki. Lasi gagal membangun rumah tangga karena
dikhianati Darsa, sang suami. Lasi menumpang truk pengangkut gula aren dan
terdampar di Jakarta. Lasi yang cantik dan menggiurkan, menggerakkan naluri
bisnis Bu Lanting, mucikari kelas kakap. Dia pun jatuh ke dalam pelukan
Handarbeni, lelaki tua kaya raya, tetapi impoten. Lasi hidup di tengah kemanjaan
dan gelimang kemewahan, tetapi tidak bahagia. Bambung seorang lelaki
berbirahi tinggi, mempunyai pengaruh luar biasa dalam politik, pelobi ulung, dan
haus kekuasaan ingin memiliki Lasi, dia meminta pertolongan kepada Bu Lanting
untuk berbicara kepada Handarbeni agar menyerahkan Lasi kepadanya dan
merayu Lasi agar mau menjadi simpanannya.
Tuturan-tuturan antartokoh itulah yang akan dijadikan sumber data dalam
penelitian ini, seperti berikut:
“Tetapi, Bu, saya kan tidak bisa. Saya tidak bisa. Saya masih istri Pak
Handarbeni. Jadi mana bisa…”
“Alaaah, kamu masih juga perempuan kampung. Bagaimana tidak bisa karena
kamu sudah mau menerima kalung dari Pak Bambung? Kamu ngerti nggak,
harga kalung itu akan membuat kamu makmur jibur-jibur tujuh turunan? Lalu

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

3

mengapa kamu tidak memberi apa-apa kepada Pak Bambung?” (Tohari, 2001:
57-58)
Kutipan percakapan tersebut terlihat Bu Lanting merendahkan harga diri Lasi
dengan mengatakan “perempuan kampung”, hal inilah yang membuat Bu Lanting
melanggar prinsip kesopanan. Maksim kearifan menuntut setiap peserta untuk
mengurangi keuntungan dirinya sendiri, dan memaksimalkan keuntungan kepada
orang lain. Kata “perempuan kampung” telah melanggar maksim kearifan, karena
perkataan itu untuk merendahkan orang lain. Lasi memang menghormati Bu
lanting selain lebih tua darinya, Bu lanting lah yang membuatnya menjadi istri
orang kaya walaupun hanya istri simpanan. Berbeda dengan kutipan percakapan
berikut:
“Nah, begitu. Sembahyang. Ada yang bilang sembahyang bisa membuat orang
jadi tenang. Tetapi kalau aku bilang, orang bisa tenang karena duit. Mana yang
benar Las?“
“Ibu yang benar,” jawab Lasi dengan tersenyum (Tohari, 2001: 108)
Cuplikan interaksi di atas, menggambarkan penutur mencoba bersimpati
kepada mitra tuturnya yang sedang bersedih atau gundah hatinya. Wujud
kesopanan pada interaksi di atas terdapat pada maksim simpati, pada maksim ini
penutur diharapkan dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Dengan penutur berkata “Nah, begitu. Sembahyang.
Ada yang bilang sembahyang bisa membuat orang jadi tenang”, penutur
mencoba untuk menenangkan hati mitra tutur yang sedang berduka hatinya.
Sastra dapat berfungsi memberi kesantaian atau kesenangan; sifat kesenangan
bisa

bermacam-macam.

Kadang-kadang

benar-benar

terjadi

pelepasan

ketegangan, adakalanya diperoleh kenikmatan estetis yang aktif, yaitu apresiasi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

4

teks karena didapat kesenangan dalam mengikuti liku-liku dan kesemuan dalam
teks. Dapat pula terjadi identifikasi, yaitu pelibatan pribadi dengan apa yang
dikisahkan (Luxemburg, dkk, 1989: 22).
Bahasa dalam karya sastra terutama novel, biasanya diambil dari perbincangan
masyarakat sehari-harinya. Dari novel ini, nanti akan dilihat tuturan-tuturan
santun yang diperlihatkan oleh tokoh Lasi dengan tokoh lainnya dalam novel
Belantik yang menggunakan teori kesantunan dalam interaksi antartokoh , hasil
yang akan diperoleh berupa analisis tuturan-tuturan santun dari tokoh tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan alasan yang peneliti kemukakan di dalam latar belakang di atas,
masalah penelitian akan dirumuskan sebagai berikut :
1. Wujud kesopanan apa yang terdapat dalam interaksi antartokoh yaitu Lasi,
Bu Lanting, Mak Min, Pak Bambung, dan Kanjat dalam novel Belatik
karangan Ahmad Tohari?
2. Pelanggaran wujud kesopanan apa sajakah yang terdapat dalam interaksi
antartokoh yaitu Lasi, Bu Lanting, Mak Min, Pak Bambung, dan Kanjat
dalam novel Belatik karangan Ahmad Tohari?

1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan wujud kesopanan yang terdapat dalam interaksi

antartokoh yaitu Lasi, Bu Lanting, Mak Min, Pak Bambung, dan Kanjat
dalam novel Belatik karangan Ahmad Tohari.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

5

2. Mendeskripsikan wujud pola kesopanan yang terdapat dalam interaksi

antartokoh yaitu Lasi, Bu Lanting, Mak Min, Pak Bambung, dan Kanjat
dalam novel Belatik karangan Ahmad Tohari.

1.4 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Beberapa manfaat adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini dapat menambah koleksi penelitian dalam bidang kajian
stilistika pragmatik, khususnya mengenai kesopanan level interaksi
antartokoh dalam novel Belantik.
2. Penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai kesopanan
level interaksi antartokoh, sehingga pembaca dapat menghasilkan tuturan
yang sopan saat berkomunikasi.
3. Bagi para guru bahasa Indonesia hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai
salah satu sumber penunjang pembelajaran khususnya dalam pembelajaran
bahasa Indonesia
4. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai sumber referensi bagi para
pengarang karya sastra yang ingin menggunakan kesopanan dalam
membuat karangannya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

6

1.5 Definisi Istilah
1. Stilistika pragmatik
Kajian terhadap bahasa dalam penggunaanya dengan mempertimbangkan
beberapa unsur dasar yang penting bagi penafsiran terhadap wacana
tertulis, khususnya wacana sastra (Black, 2011: 1-2).
2. Novel
Sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif. Biasanya dalam bentuk
cerita (Mihardja, Ratih : 39).
3. Kesopanan
Sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah
orang lain. Dalam situasi kejauhan dan kedekatan sosial (Yulle, 2006:
104).
4. Maksim Kearifan (Tact Maxim)
Maksim ini mengungkapkan buatlah kerugian orang lain, sekecil mungkin
dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin (Leech, 1993: 206).
5. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Maksim ini mengungkapkan buatlah keuntungan diri sendiri sekecil
mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin (Leech, 1993:
206).
6. Maksim Pujian (Aprobation Maxim)
Maksim ini mengungkapkan kecamlah orang lain sedikit mungkin, dan
pujilah orang lain sebanyak mungkin (Leech, 1993: 207).
7. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

7

Maksim ini mengungkapkan pujilah diri sendiri sedikit mungkin dan
kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin (Leech, 1993: 207).
8. Maksim kesepakatan (Agreement Maxim)
Maksim ini mengungkapkan agar ketaksepakatan antara diri sendiri dan
orang lain terjadi sedikit mungkin, dan usahakan agar kesepakatan antara
diri sendiri dan orang lain terjadi sebanyak mungkin (Leech, 1993: 207).
9. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)
Maksim ini mengungkapkan kurangilah rasa antipati antara diri sendiri
dengan orang lain hingga sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati
sebanyak-banyaknya antara diri sendiri dan orang lain (Leech, 1993: 207).

1.6 Sistematika Penyajian
Penulisan penelitian ini meliputi lima bab. Bab I berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, dan
sistematika penyajian. Bab II berisi penelitian yang relevan dan landasan teori.
Bab III berisi jenis penelitian, data penelitian, teknik pengumpulan data,
instrument penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV berisi deskripsi data,
analisis data, dan pembahasan. Bab V berisi kesimpulan, saran, dan implikasi
hasil penelitian dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan
Ada tiga penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa penelitian yang
dilakukan masih relevan untuk dilaksanakan yang pertama adalah penelitian yang
dilakukan oleh Agustina Dupa Dorem (2002) yang berjudul Kesetiaan Tokoh Lasi
Dalam Novel Belantik Karya Ahmad Tohari: Suatu Tinjauan Psikologis Dan
Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMU. Penelitian ini bertujuan
untuk (1) Mendeskripsikan relasi antar unsur tokoh dan latar dalam novel belantik
karya Ahmad Tohari, (2) Mendeskripsikan kesetiaan tokoh Lasi dalam novel
Belantik karangan Ahmad Tohari dan (3) Mendeskripsikan implementasi
kesetiaan tokoh Lasi dalam novel belantik karya Ahmad Tohari dalam
pembelajaran sastra di SMU. Perbedaannya terletak pada teori analisisnya. Dorem
mencoba menganalisis novel belantik dengan tinjauan psikologis, dilihat dari
kesetiaan Lasi, sedangkan penelitian ini menggunakan tinjauan stilistika
pragmatik berdasarkan wujud kesopanan dalam interaksi antartokoh yaitu Lasi,
Bu Lanting, Mak Min, Pak Bambung, dan Kanjat. Relevansi ini terletak pada data
yang diteliti yaitu novel Belantik karangan Ahmad Tohari dan tokoh Lasi yang di
dalam novel tersebut merupakan tokoh utama.
Beata Prima Equatoria Panuntun (2011) yang berjudul Jenis-Jenis Tindak
Tutur dan Pola Kesantunan dalam Novel “9 Matahari”: Suatu Tinjauan
Pragmatik. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan jenis-jenis tindak
tutur yang terdapat di dalam novel “9 matahari” dan (2) mendeskripsikan pola
8

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

9

kesopanan yang terdapat di dalam novel “9 matahari”. Dalam skripsi tersebut
peneliti menemukan pola kesopanan yang terdapat di dalam novel “9 matahari”,
yakni pola kesopanan yang telah memenuhi enam maksim kesopanan yaitu,
maksim kebijaksanaan, maksim kedermawaan, maksim penghargaan, maksim
kerendahan hati, maksim pemufakatan, maksim simpati. Relevansi penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan oleh Panuntun (2011) terletak pada analisis
prinsip kesopanan dan penggunaan objek penelitian berupa novel. Yang
membedakan adalah teori analisis dari Panuntun menyertakan analisis tindak tutur
pada novel, sedangkan penelitian ini lebih pada wujud kesopanan level interaksi
antartokoh.
Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Rr. L. Santi
Wardajahadi pada tahun 1999 yang berjudul Metafora dalam Percakapan
Antartokoh Pada Novel Balada Becak, Rromo Rahardi, Burung-Burung Manyar,
dan Burung-Burung Rantau Karya YB. Mangunwijaya: Suatu Tinjauan Semantik
dan Pragmatik. Penelitian ini berusaha menemukan jawaban terhadap tiga
persoalan atau masalah utama, yakni (1) menemukan dan mendeskripsikan jenisjenis pengungkapan metafora dalam percakapan antartokoh pada empat novel
karya Mangunwijaya ditinjau dari penerapan kesamaan makna antara unsur-unsur
yang membentuknya, (2) menemukan dan mendeskripsikan jenis-jenis tindak
ilokusi yang diungkapkan metafora dalam percakapan antartokoh pada empat
novel karya Mangunwijaya, dan (3) menemukan dan mendeskripsikan maksimmaksim prinsip-prinsip percakapan yang ditaati ataupun yang dilanggar metafora
dalam percakapan antartokoh pada empat novel karya Mangunwijaya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

10

Di dalam penelitian Wardajahadi (1999) ditemukan ada enam maksim
kesopanan, yakni pola kesopanan yang telah memenuhi enam maksim kesopanan
yaitu, maksim kearifan, maksim kedermawaan, maksim pujian, maksim
kerendahan hati, maksim kesepakatan, maksim simpati. Letak relevansi penelitian
ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardajahadi adalah sama-sama
menganalisis menggunakan maksim kesopanan percakapan dalam novel.
Perbedaannya, bila penelitian ini hanya menganalisis wujud kesopanan level
interaksi antaratokoh , penelitian Wardajahadi difokuskan pada kajian implikatur
dan metafora.

2.2 Landasan Teori
2.2.1 Stilistika Pragmatik
Dalam bukunya yang berjudul “Stilistika Pragmatik”, Black (2011: xiii)
mencoba untuk menunjukkan bahwa linguistik terapan termasuk pragmatik yang
bisa memberikan kontribusi bagi kajian sastra. Teori-teori pragmatik nantinya
akan memberikan kontribusi bagi kontekstualisasi terhadap teks dan bisa
menawarkan petunjuk-petunjuk tentang penafsiran teks, yaitu sebuah fungsi yang
mirip seperti intonasi dalam bahasa lisan.
Pada awalnya para pelopor dalam bidang kajian stilistika memiliki anggapan
bahwa bahasa dari sebuah teks mencerminkan dunia tekstual secara sempurna
(Fasold, 1990; Joseph, Love and Taylor, 2001), anggapan ini mengandung
hipotesis Whorf yang lemah. Dibutuhkan kajian linguistik untuk dapat
mengungkapkan maknanya. Sekarang orang cenderung untuk memandang bahwa

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

11

makna adalah hasil dari proses penafsiran. Para pembaca akan memahami sebuah
teks dengan cara yang berbeda-beda tergantung pada apa yang pembaca bawa ke
dalam teks itu. Kita tidak bisa mengganggap bahwa sebuah teks memiliki satu
makna tunggal yang sama bagi semua pembacanya, karena pragmatik adalah
kajian terhadap bahasa dalam penggunaannya (dengan memperhitungkan unsurunsur yang tidak dicakup oleh tatabahasa dan semantik), maka dapat dipahami
jika stilistika sekarang menjadi makin tertarik untuk menggunakan pragmatik.
Peran dari pembaca adalah selalu sebagai penafsir dan bukan sekedar penerima
yang pasif (Black, 2011: 1-2).
Stilistika atau disebut juga stile menyaran pada konteks kesusastraan bertujuan
untuk mendapatkan efek keindahan yang menonjol. Adanya konteks, bentuk, dan
tujuan tertentu inilah yang akan menentukan stile sebuah karya sastra
(Nurgiantoro, 2007: 277). Kajian ini dimaksudkan untuk menjelaskan wujud dari
kebahasaan atau gaya bahasa yang digunakan pengarang didalam karangannya.
Penjelasan ini nantinya akan membantu pembaca utuk mengerti apa yang ingin
disampaikan pengarang melalui karangannya. Kajian stilistika pada sebuah karya
sastra disamping untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi
artistik juga dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa
bahasa yang dipergunakan itu memperlihatkan penyimpangan dan bagaimana
pengarang menggunakan tanda bahasa untuk memperoleh efek keindahan
(Chatman dalam Nurgiantoro via Jabrohim dan Sujarwanto, 2002: 289).
Selain untuk memperlihatkan efek keindahan dalam berbahasa, bahasa
digunakan juga untuk memperlihatkan kepada pembaca tentang segala hal yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

12

menyimpang, ada yang menggunakan bahasa kiasan yang lebih halus maupun
yang kasar sekalipun. Dengan beberapa pandangan yang berbeda-beda inilah
dapat disimpulkan bahwa dalam kajian stilistika digunakan gaya bahasa untuk
menelaah sebuah karya sastra yang menunjukkan efek tertentu menurut perasaan
dalam hati pengarang dan efek pembaca setelah membaca karangan sastra
tersebut. Ahmad tohari memiliki gaya bahasanya sendiri untuk memperlihatkan
efek keindahan dan makna yang terkandung dalam karangannya, di mana wujud
kesopanan dalam novel Belantik inilah yang akan diteliti oleh peneliti.

2.2.2 Teori-Teori Kesopanan
Menurut Leech (1983: 81) via Black (2011: 153) mengatakan memahami
kesopanan yaitu, prinsip bahwa orang akan selalu “meminimalkan ekspresi dari
keyakinan yang tidak sopan (jika keadaan lain tidak berubah)” dan
“memaksimalkan ekspresi dari keyakinan sopan. Orang akan bersikap sopan
terhadap orang lain yang sudah dikenalnya maupun yang belum dikenalnya.
Kesopanan sudah termasuk dalam peraturan dalam bermasyarakat agar tidak
menimbulkan permasalahan karena bersikap tidak sopan atau semaunya sendiri
ketika sedang bersama orang lain.
Ada beberapa faktor yang melibatkan status seseorang, berdasarkan pada
nilai-nilai sosial yang mengikatnya, misalnya usia dan kekuasaan. Contohnya saja
apabila ada seorang penutur yang status sosialnya rendah dalam berbicara dengan
penutur yang status sosialnya lebih tinggi akan menggunakan gelar/pangkat
(misalnya; Bapak/Ibu, Dokter, Tuan/Nyonya, dll).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

13

Menurut Yulle (2006: 104) kesopanan dalam suatu interaksi dapat
didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang
wajah orang lain. Dalam pengertian ini, kesopanan dapat disempurnakan dalam
situasi kejauhan dan kedekatan sosial. Apabila kita sebagai penutur menggunakan
bahasa santun dalam berkomunikasi dengan mitra tutur, hal itu dapat
mencerminkan kepribadian kita yang dalam bermasyarakat. Dengan bertutur kata
secara halus dan sopan agar memberikan efek positif bagi orang lain yang
mendengarkan.
Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh
penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca
(Pranowo, 2009: 4). Menurut Pranowo ketika seseorang sedang berkomunikasi
hendaknya disamping baik dan benar juga santun. Kaidah kesantunan dipakai
dalam setiap tindak bahasa. Orang yang sedang bercanda, orang yang sedang
bepidato dalam situasi resmi hendaknya menggunakan bahasa santun.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi agar menjadi
tuturan yang sopan. Berikut ini uraian mengenai apa saja yang harus diperhatikan
saat berututur kata, seperti skala kesantunan, indikator kesantunan berbahasa, dan
strategi berkomunikasi yang santun.

a. Skala Kesantunan
Sedikitnya terdapat tiga macam skala pengukur tingkat kesantunan yang
sampai saat ini dijadikan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan,
peneliti akan menggunakan skala kesantunan menurut Leech. Seseorang harus

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

14

mengetahui sesantun apakah tuturan yang diucapkannya, agar tidak menyakiti
perasaan orang lain yang mendengarnya. Di bawah ini akan dijelaskan skala
kesantunan menurut Leech untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah
tuturan ( Rahardi, 2005:66-70).
1) Skala Kesantunan Leech
Skala kesantunan yang dipaparkan oleh Leech terdiri dari lima skala
kesantunan saat bertutur kata.
a)

Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, skala ini menunjuk
pada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. semakin tuturan merugikan diri penutur,
akan dianggap semakin santunlah tuturan tersebut. Demikian sebaliknya,
semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap
tidak santunlah tuturan tersebut. Kerendahan hati sangat diperlukan ketika
akan berkomunikasi dengan mitra tutur, dengan begitu akan tercipta sebuah
komunikasi yang santun dari kedua belah pihak.

b)

Optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya
pilihan (option) yang disampakan si penutur kepada si mitra tutur di dalam
kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra
tutur untuk menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap
semakin santunlah tuturan itu.

c)

Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu
bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

15

Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan
dianggap semakin santunlah tuturan itu.
Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status

d)

sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin
jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur. Tuturan yang
digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin
dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya, akan cenderung
berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur
itu. sudah pasti di saat kita berbicara dengan seseorang yang jabatannya lebih
tinggi dari kita, kita akan menggunakan bahasa yang berbeda berbeda dengan
bahasa yang kita gunakan saat kita sedang berkomunikasi dengan teman kita.
Maka dari itu, status sosial juga sangat mempengaruhi dalam kita bertutur
kata.
Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat

e)

hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah
pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial
di antara keduanya, akan semakin kurang santunlah tuturan itu. Dengan
perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur
sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam
bertutur.
Menurut Leech dalam Gunarwan (1992: 188-189), ada tiga skala yang perlu
kita

pertimbangkan

untuk

menilai

derajat

kesantunan

penutur

dalam

berkomunikasi. Ketiga skala tersebut, adalah skala biaya-keuntungan (untung-

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

16

rugi), skala keopsionalan, skala ketaklangsungan. Dalam hal ini, kesantunan
berbahasa (dari yang paling kurang santun sampai yang paling santun) adalah
fungsi (dalam pengertian perhitungan diferensial-integral) dari ketiga skala
tersebut.
Skala biaya-keuntungan (untung-rugi) dipakai untuk ”menghitung” biaya dan
keuntungan untuk melakukan tindakkan dalam kaitannya dengan penutur (pur)
dan pendengar (par). Skala ini menjelaskan mengapa, walaupun sama-sama
bermodus imperatif, ujaran-ujaran di bawah ini semakin ke bawah semakin
santun.
(1) Bersihkan toilet saya.

Biaya bagi par

Kurang
santun

Keuntungan
bagi pur

Lebih
santun

(2) Kupaskan manga.
(3) Ambilkan koran di meja itu.
(4) Beristirahatlah.
(5) Dengarkan lagu kesukaanmu ini.
(6) Minum kopinya.

Yang kedua, skala keopsionalan, dipakai untuk “menghitung” berapa pur
memberi par pilihan dalam melaksanakan tindakan. Makin besar jumlah pilihan,
makin santunlah tindak ujarannya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

17

(1) Pindahkan kotak ini.
Lebih sedikit
pilihan

Kurang
santun

Lebih banyak
pilihan

Lebih
santun

(2) Kalau tidak lelah, pindahkan kotak itu.
(3) Kalau tidak lelah dan ada waktu,
pindahkan kotak ini.
(4) Kalau tidak lelah dan ada waktu,
pindahkan kotak ini–itu kalau kamu
mau.

(5) Kalau tidak lelah dan ada waktu, pindahkan kotak ini–itu kalau kamu mau
dan tidak berkeberatan.
Skala yang ketiga, skala ketaklangsungan, dipakai untuk “mengukur”
ketaklangsungan tindak ujaran: seberapa panjang jarak yang “ditempuh” oleh
daya ilokuksioner sampai ia tiba ditujuan ilokusioner.
(1) Jelaskan persoalannya.
(2) Saya

ingin

Saudara

menjelaskan

Lebih
langsung

Kurang
santun

Lebih tak
langsung

Lebih
santun

persoalannya.
(3) Maukah Saudara menjelaskan persoalannya?
(4) Saudara dapat menjelaskan persoalannya.
(5) Berkeberatankah

Saudara

menjelaskan

persoalannya?

b. Indikator Kesantunan
Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian
bahasa Indonesia si penutur itu santun atau tidak. Banyak ahli yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

18

mengemukakan pendapat berkaitan dengan indikator kesantunan. Berikut
beberapa indikator kesantunan oleh para ahli (Pranowo, 2009: 100-104).
1) Indikator kesantunan Dell Hymes (1978)
a) (S) Setting and Scene (latar) mengacu pada tempat dan waktu terjadinya
komunikasi.
b) (P) Participants (peserta) mengacu pada orang yang terlibat komunikasi (Q1
dan Q2).
c) (E) Ends (tujuan komunikasi) mengacu pada tujuan yang akan dicapai dalam
berkomunikasi.
d) \(A) Act Sequence (pesan yang ingin disampaikan) mengacu pada bentuk dan
pesan yang ingin disampaikan. Bentuk pesan dapat disampaikan dalam bahasa
tulis ataupun bahasa lisan misalnya, berupa permintaan, sedangkan isi pesan
ialah wujud permintaannya.
e) (K) Key (kunci) mengacu pada pelaksanaan percakapan. Maksudnya,
bagaimana pesan itu disampaikan kepada mitra tutur (cara penyampaian).
f) (I) Instrumentalities (Sarana) mengacu pada segala ilustrasi yang ada disekitar
peristiwa tutur. Segala ilustrasi yang dimaksud seperti bentuk atau gaya bahasa
ataupun jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan ataupun tulis.
g) (N) Norms (norma) yaitu pranata sosial kemasyarakatan yang mengacu pada
norma perilaku partisipan dalam berkomunikasi.
h) (G) Genres (ragam, register) mengacu pada ragam bahasa yang digunakan,
misalnya ragam formal, ragam santai dan sebagainya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

19

2) Indikator kesantunan Leech (1983)
a) Tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur (maksim
kebijaksanaan “tact maxim”).
b) Tuturan

lebih

baik

menimbulkan

kerugian

pada

penutur

(maksim

kedermawanan “generosity maxim”).
c) Tuturan dapat memberikan pujian kepada mitra tutur (maksim pujian “praise
maxim”).
d) Tuturan tidak memuji diri sendiri (maksim kerendahan hati “Modesty maxim”).
e) Tuturan dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur (maksim kesetujuan
“agreement maxim”).
f) Tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami oleh mitra
tutur (maksim simpati “thy maxim”).
g) Tuturan dapat mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang pada mitra
tutur (maksim pertimbangan “consideration maxim”).

3) Indikator kesantunan Pranowo (2005)
a) Memperhatikan suasana hati mitra tutur dan sebisa mungkin membuat hati
mitra tutur berkenan (angon rasa).
b) Mempertemukan perasaan penutur dan mitra tutur supaya isi komunikasi
menjadi sama-sama dikehendaki (adu rasa).
c) Menjaga tuturan agar dapat diterima oleh mitra tutur (empan papan).
d) Menjaga agar penutur memperlihatkan ketidakmampuannya di hadapan mitra
tutur (sifat rendah hati).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

20

e) Memposisikan mitra tutur pada tempat yang lebih tinggi (sikap hormat).\
f) Tuturan memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga
dirasakan oleh penutur (Sikap tepa selira).

c. Strategi Komunikasi Agar Santun
Agar komunikasi bisa dikatakan santun, maka dibutuhkan strategi supaya
bahasa yang kita gunakan menjadi santun. Pranowo (2009: 39-46) menyebutkan
tiga strategi untuk menyatakan kesantunan dalam berbahasa.
1) Apa yang dikomunikasikan: Setiap orang yang berkomunikasi dengan orang
lain harus ada yang dibicarakan. Pokok pembicaraan menjadi salah satu unsur
utama dalam berkomunikasi. Ketika kita akan berkomunikasi dengan orang
lain, pokok pembicaraan harus jelas agar mitra tutur tidak kebingungan
dengan apa yang sedang kita bicarakan. Pokok pembicaraan pun haruslah
berkembang dan berubah, hal tersebut akan menambah wawasan mitra tutur
dan membuat mitra tutur tidak bosan berbicara dengan kita.
2) Bagaimana cara berkomunikasi: Hal ini mengarahkan kita pada cara
menyampaikan maksud dari pembicaraan antara penutur dan mitra tutur.
Grice menyatakan bahwa ketika penutur berkomunikasi, informasi yang
diberikan oleh penutur cukup seperlunya saja, jangan kurang dan jangan
lebih. Maksud pembicaraan harus disertai fakta-fakta yang ada dan harus
memperhitungkan situasi dan kondisi.
3) Mengapa sesuatu hal perlu dikomunikasikan: penutur dan mitra tutur diuji
kebenaran dalam hati nuraninya. Penutur harus menjaga kapan sesuatu harus

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

21

dikatakan sesuai dengan kondisi perasaan mitra tuturnya. Apa yang harus
dikomunikasikan oleh penutur diharapkan dapat memberikan efek positif
bagi mitra tuturnya.

2.2.3 Kesopanan Level Interaksi Tokoh dengan Tokoh
Menurut Black (2011: 163-164) dialog yang berisi interaksi secara langsung
sudah selaras dengan prinsip kesopanan tidaklah mudah ditemukan, karena dialog
semacam itu cenderung tidak menarik.
“Apakah Anda tidak berkenan untuk menambah sop?” wanita itu bertanya
kepadanya sekarang.
“Tidak, terima kasih. Sopnya benar-benar enak.”
Kutipan di atas, dapat kita lihat bahwa ada tawaran yang disampaikan secara
sopan, dan penolakan itu diperlunak dengan pujian, karena berpotensi untuk
mengusik harga diri positif dari penutur. Dapat diperkirakan bahwa dialog yang
tidak sopan tidak hanya sekedar merupakan hal yang wajar dalam rumah tangga,
tetapi juga meningkatkan atau menjaga kedekatan hubungan.
“…Kamu bisa mati kalau tidak segera berhenti”.
“Tahu dari mana kamu? Dasar goblok.”
Kedua orang dalam kutipan di atas berbicara terang-terangan dan ucapan
orang yang kedua jelas-jelas merusak harga diri positif dari orang yang pertama.
Dalam berinterkasi diharapkan penutur dan mitra tutur saling berbicara secara
sopan sesuai dengan prinsip kesopanan, agar tidak melukai perasaan lawan
bicaranya. Kata-kata pelunak seperti “sebenarnya”, “sepertinya agak”, dan
“tetapi” dalam sebuah interaksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan harga

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

22

diri dari lawan bicara, yaitu melunakkan bagian-bagian di mana terjadi perbedaan
pendapat sehingga menguatkan harmoni sosial.
Contoh menarik lainnya dari sebuah pertengkaran (dalam konteks rumah
tangga) adalah dialog antara tiga orang usia lanjut berikut:
“… Kremasi adalah yang paling baik.”
“Aku sepakat denganmu,” kata Chairmian dengan mengantuk.
“Salah, kamu tidak setuju dengan saya,” katanya. “Orang Katholik tidak boleh
dikremasi.”
“Maksudmu, aku yakin kata-katamu benar, Eric.”
“Aku bukan Eric,” kata Godfrey, “dan kamu tidak tahu apakah kata-kataku benar.
Kalau tidak percaya tanya saja pada Ny. Anthony. Dia pasti akan bilang bahwa
orang Katholik tidak boleh dikremasi.” Dia membuka pintu dan memanggil Ny.
Anthony dengan suara keras. Ny. Anthony datang sambil menghela napas.
“Ny. Anthony, Anda Katholik, bukan?”