BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Rasa InginTahu - NENI TRI WINARNI BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori

1. Rasa InginTahu

  a. Pengertian Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu merupakan salah satu karakter yang harus dikembangkan pada peserta didik pada masa sekarang ini. Rasa ingin tahu peserta didik terhadap berbagai hal, dapat dikembangkan. Rasa ingin tahu adalah landasan dasar dalam proses belajar, karena dilakukan melalui proses bertanya dan bertanya, mencari informasi baru, mengumpulkan fakta dari beberapa sumber, kemudian membentuk pendapat sendiri. Pada saat ini, peserta didik hanya dicoba dengan materi saja tanpa adanya aplikasi secara langsung pada kehidupan nyata sehingga peserta didik kurang memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar terhadap yang akan dikerjakan dalam proses pembelajaran di kelas.

  Yaumi (2014: 4) menyatakan bahwa rasa ingin tahu adalah landasan dasar dalam proses belajar, karena dilakukan melalui proses bertanya dan bertanya, mencari informasi baru, mengumpulkan fakta dari beberapa sumber, kemudian membentuk pendapat sendiri.

  Mustari (2014: 8) berpendapat rasa ingin tahu adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti

  8 eksplorasi, investigasi, dan belajar. Anas (2013: 55) mendefinisikan rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.

  Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Naim (2012: 170-171). Akal ini yang mendorong rasa ingin tahu tersebut, manusia sejak usia dini cenderung untuk terus mempertanyakan berbagai hal yang memang belum diketahui dan dipahami, baik yang diamati ataupun pikirkannya. Munculnya rasa ingin tahu manusia tidak terjadi begitu saja, ada faktor tertentu yang mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah susunan sistem sentral yang berpusat di otaknya, di samping sistem saraf periferi yang ada pada seluruh tubuh. Daryanto dan Darmiatun (2013: 138) rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

  b. Indikator Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu terdiri dari beberapa indikator. Fitri, A. Z

  (2012: 41) berikut ini indikator rasa ingin tahu :

Tabel 2.1 Indikator Rasa Ingin Tahu

  NO Nilai Indikator

  1 Rasa Ingin Tahu Sistem pembelajaran diarahkan untuk mengeksplorasi keingintahuan peserta didik.

  Sekolah memberikan fasilitas, baik melalui media cetak maupun elektronik, agar peserta didik dapat mencari informasi yang baru.

  Berdasarkan indikator tersebut, dapat disimpulkan bahwa indikator rasa ingin tahu ada 2 yaitu : Sistem pembelajaran diarahkan untuk mengeksplorasi keingintahuan peserta didik dan sekolah memberikan fasilitas, baik melalui media cetak maupun elektronik, agar peserta didik dapat mencari informasi yang baru. Kemudian dijabarkan atau lebih dirinci lagi untuk selanjutnya dapat dibuat alat ukur atau angket rasa ingin tahu peserta didik. Rincian indikator tersebut adalah sebagai berikut :

  Hasrat atau keingintahuan peserta didik Berusaha mencari pemecahan masalah Membuka dan mencari informasi baru Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru

2. Prestasi Belajar

  a. Pengertian Belajar Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku adalah hasil belajar. Gagne dalam Ahmad (2013:

  1), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Slameto (2010: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Slameto (2010: 27) mengemukakan ada beberapa prinsip-prinsip belajar, yaitu :

  1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

  a) Dalam belajar setiap peserta didik harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

  b) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mencapai tujuan instruksional.

  c) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

  d) Belajar perlu ada interaksi peserta didik dengan lingkungannya. 2) Sesuai hakikat belajar

  a) Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.

  b) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.

  c) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan. 3) Sesuai materi/ bahan yang harus dipelajari

  a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur. Penyajian yang sederhana, sehingga peserta didik mudah menangkap pengertiannya.

  b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.

  4) Syarat keberhasilan belajar

  a) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga peserta didik dapat belajar dengan tenang.

  b) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali- kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada peserta didik. Pendapat di atas merupakan prinsip-prinsip belajar dan dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah tindakan yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dapat merubah perilaku secara keseluruhan dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitar dalam kehidupannya. Kegiatan dalam belajar sangat mempengaruhi pencapaian prestasi yang dicapai oleh individu maupun kelompok.

  b. Pengertian Prestasi K ata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie hal ini seperti yang dikemukakan oleh Arifin (2013: 12). Kemudian dalam

  Bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” (achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian, olah raga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. c. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar menurut Arifin (2013: 12-13) merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuannya masing-masing.

  Prestasi belajar (achievement) semakin terasa penting untuk dibahas, karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain : 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik. 2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat imgin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu instansi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap

  (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

  Prestasi belajar menurut Slameto (2010: 52) adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukur keberhasilan peserta didik. Sudjana (2011: 22) prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya.

  Penjelasan fungsi prestasi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi prestasi belajar sangatlah penting untuk memahami prestasi belajar peserta didik, baik secara perseorangan maupun secara kelompok, sebab fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan dan prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan suatu diagnosis dari hasil umpan balik.

3. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

  a. Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang didapat dengan cara berpikir (bernalar). Hariwijaya (2009: 29) Matematika didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Maka secara informal, dapat pula disebut sebagai ilmu tentang bilangan dan angka. Pandangan formalis, Matematika adalah penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan secara aksioma dengan menggunakan logika simbolik dan notasi. Suwangsih dan Tiurlina (2006: 3) kata matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan ini mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,science). Pengertian matematika menurut Russefendi dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 23), matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi- definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Heruman (2007: 2) ada beberapa konsep-konsep pada kurikulum matematika SD yaitu :

  1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) Pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika peserta didik belum pernah mempelajari konsep tersebut.

  2) Pemahaman Konsep Pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep yang bertujuan agar peserta didik lebih memahami suatu konsep matematika. 3) Pembinaan Keterampilan

  Bertujuan agar peserta didik lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Berdasarkan konsep-konsep pada kurikulum matematika SD di atas, dapat disimpulkan bahwa penanaman dan pemahaman suatu konsep merupakan prasarat untuk dapat menguasai konsep selanjutnya yaitu pembinaan konsep. Oleh karena itu kemampuan pemahaman matematis sangat penting dalam pembelajaran matematika. Kemampuan matematis logis mengenai berbagai konsep materi pada pelajaran matematika merupakan modal dasar bagi tumbuh kembangnya pemahaman secara kontekstual tentang fenomena dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika bukan hanya pembelajaran atau hafalan tentang seperangkat teori, konsep, atau rumus-rumus semata, melainkan merupakan pembelajaran bermakna yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

  b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika khususnya di Sekolah Dasar adalah merupakan fase operasional konkrit (Heruman, 2007: 1). Heruman

  (2007: 1), peserta didik sekolah dasar umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terkait dengan objek yang bersifat konkret.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika diajarkan di Sekolah Dasar pada umur 6 sampai 13 tahun dan obyek yang dikenakan bersifat konkret. Kemampuan peserta didik yang tampak pada fase ini merupakan kemampuan dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terkait dengan objek yang bersifat konkret.

  c. Tujuan Matematika di Sekolah Dasar Tujuan akhir dari matematika di SD menurut Heruman (2007:

  2) yaitu agar peserta didik terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari, untuk menuju tahap keterampilan tersebut harus melalui langkah-langkah benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan peserta didik.

  Ahmad (2013: 189) tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar peserta didik mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika.

  Depdiknas (Ahmad 2013: 190), secara khusus tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas, sebagai berikut:

  1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonse, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

  d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika di SD

  Pada penelitian tindakan kelas di SD Negeri 01 Cikidang ini peneliti mengambil materi sifat-sifat berbagai Bangun Ruang pada kelas V semester 2. Adapun Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang akan dijadikan bahan peneliti sebagai berikut :

Tabel 2.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun

  6.2. Sifat-sifat bangun ruang

  6.3. Menentukan jaring-jaring bangun ruang sederhana Dari tabel di atas dapat diketahui mengenai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilakukan dalam pembelajaran oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Standar Kompetensi butir 6 yaitu memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa materinya yaitu materi geometri dan pengukuran dengan sub materi sifat-sifat bangun ruang.

  e. Materi Pembelajaran Sifat-sifat Bangun Ruang 1) Prisma tegak

  a) Prisma tegak segitiga Sifat-sifat prisma tegak segitiga, yaitu: (1) mempunyai 5 bidang sisi, (2) mempunyai 9 rusuk, (3) mempunyai 6 titik sudut, (4) luas bidang sisi yang berhadapan adalah sama, (5) alas dan tutup berbentuk segitiga. b) Prisma tegak segi empat Sifat-sifat prisma tegak segi empat, yaitu: (1) mempunyai 6 bidang sisi, (2) mempunyai 12 rusuk, (3) mempunyai 8 titik sudut, (4) luas bidang sisi yang berhadapan adalah sama, (5) tinggi prisma merupakan jarak dari bidang tutup ke bidang alas.

  Jaring-jaring kubus Jaring-jaring balok 2) Limas

  a) Limas segitiga ii.

  Sifat-sifat limas segitiga, yaitu: (1) mempunyai alas berbentuk segitiga, (2) mempunyai satu titik puncak, (3) mempunyai 4 bidang sisi, 6 rusuk, dan 4 titik sudut, (4) tinggi luas merupakan jarak terdekat dari titik puncak ke bidang alas.

  Jaring-Jaring Limas Segitiga b) Limas segi empat Sifat-sifat limas segi empat, yaitu: (1) mempunyai alas berbentuk persegi atau persegi panjang, (2) mempunyai satu titik puncak, (3) mempunyai 5 bidang sisi, 8 rusuk, dan 5 titik sudut, (4) tinggi limas merupakan jarak terdekat dari titik puncak ke bidang alas.

  3) Tabung Sifat-sifat tabung, yaitu: (1) bidang alas dan tutup sama luas dan berupa lingkaran, (2) tinggi tabung merupakan jarak dari tutup ke alas tabung, (3) selimut tabung merupakan bidang sisi yangmenyelimuti tabung.

  Jaring-Jaring Limas Segi empat

  4) Kerucut Sifat-sifat kerucut, yaitu: (1) bidang alas berbentuk lingkaran, (2) mempunyai satu titik puncak, (3) tinggi kerucut merupakan jarak terdekat antara titik puncak ke bidang alas.

  f. Menggambar dan Membuat Jaring-jaring Bangun Ruang Sederhana Kubus dan balok termasuk bangun ruang. Sisi-sisi yang membentuk kubus dan balok berbentuk persegi atau persegi panjang.

  Jaring-jaring yang akan terbentuk berupa gabungan persegi atau persegi panjang. Perhatikan gambar berikut.

  (iii) (i) Kubus (ii) Kubus yang terbuka (iii) Jaring-jaring kubus

  (iii) (i) Balok (ii) Balok yang terbuka (iii) Jaring-jaring balok

4. Teori pembelajaran Van Hiele

  a. Pengertian teori pembelajaran Van Hiele Teori merupakan suatu konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran seperti itu dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan peserta didiknya (mengarahkan peserta didik dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Konsep Dasar Teori Belajar Van Hiele Konsep dasar teori belajar Van Hiele adalah adanya seorang pengajar dari Belanda yang bernama Van Hiele. Aisyah, dkk (2008:

  4-2) Van Hiele adalah seorang pengajar matematika Belanda yang telah mengadakan penelitian di lapangan, melalui observasi dan tanya jawab, kemudian hasil penelitiannya ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954. Penelitian yang dilakukan Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. Van Hiele (Ismail, 2008: 4-2) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan.

  Berikut ini tahapannya : 1) Tahap Pengenalan

  Pada tahap ini peserta didik hanya baru mengenal bangun- bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya dihadapkan dengan sejumlah bangun-bangun geometri, anak dapat memilih dan menunjukan bentuk segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya itu.

  2) Tahap analisis Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, tidak demikian pada tahap analisis.

  Pada tahap ini anak sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12.

  Seandainya ditanyakan apakah kubus itu balok, maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab pertanyaan tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara balok dan kubus. Peserta didik pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.

  3) Tahap pengurutan Pada tahap ini pemahaman peserta didik terhadap geometri lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun- bangun geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Peserta didik yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri.

  4) Tahap Deduksi Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal- hal yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. 5) Tahap Keakuratan

  Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip- prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Peserta didik pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Matematika diketahui bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali peserta didik yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun peserta didik tersebut sudah berada di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

  Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori yang dikemukakan Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut: Tiga unsur yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.

  Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Aisyah, dkk (2008: 4-5) menyatakan bahwa seorang peserta didik yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari peserta didik tersebut. Kalaupun peserta didik itu dipaksakan untuk memahaminya, peserta didik itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian.

  Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu peserta didik memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar peserta didik harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian peserta didik dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya. Dengan demikian peserta didik dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.

  (Aisyah, dkk 2008: 4-5).

  Dari kelima tahap diatas dapat disimpulkan bahwa teori pembelajaran Van Hiele merupakan pembelajaran khusus materi geometri dengan urutan yang dimulai dari pengenalan sampai ke tingkat akurat. Van Hiele juga mengungkapkan terdapat tiga unsur yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun.

  c. Fase-fase Pembelajaran Geometri Fase-fase pembelajaran geometri terdapat ada beberapa macam karakterisitik. Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele dalam Aisyah, dkk (2008: 4-8) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran peserta didik berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophiscated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti. Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Belajar adalah suatu proses yang diskontinu, yaitu ada loncatan- loncatan dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat- tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara kualitatif. 2) Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Supaya peserta didik dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat yang lanjut dalam hirarki Van Hiele, peserta didik harus menguasai sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang peserta didik tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase pembelajaran.

  3) Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari sesuatu yang instrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar, gambar- gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi seseorang yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat-sifat itu. 4) Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat mengikuti yang lain.

  Struktur bahasa adalah suatu faktor yang kritis dalam perpindahan tingkat-tingkat ini.

  Teori pembelajaran Van Hiele tidak hanya memuat tingkat- tingkat pemikiran geometrik. Van Hiele dalam (Aisyah, dkk 2008: 4- 9), kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan mengenai pengharapan.

  Walaupun demikian, teori Van Hiele tidak mendukung model absorbsi tentang belajar mengajar. Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, peserta didik akan menentukan kapan saatnya utnuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, peserta didik tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, maka ditetapkan fase- fase pembelajaran yang menunjukan tujuan belajar peserta didik dan peran guru dalam pembelajaran mencapai tujuan itu. Fase-fase pembelajaran tersebut adalah : 1) Fase informasi 2) Fase orientasi 3) Fase eksplisitasi 4) Fase orientasi bebas 5) Fase integrasi

  Setelah selesai fase kelima ini, maka tingkat pemikiran yang baru tentang topik itu dapat tercapai. Pada umumnya, hasil penelitian di Amerika Serikat dan negara lainnya menetapkan bahwa tingkat- tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik peserta didik dari SD sampai Perguruan Tinggi.

  Fase-fase di atas dapat disimpulkan bahwa teori pembelajaran Van Hiele merupakan teori pembelajaran yang secara urut yaitu fase informasi sebagai fase pengenalan atau pemberian informasi terhadap peserta didik tentang objek-objek yang dipelajari, sampai ke fase integrasi yaitu peserta didik meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Pada akhir fase ke lima ini peserta didik mencapai tahap berpikir yang baru. Peserta didik siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.

  

5. Implementasi Teori Belajar Van Hiele Dalam Pembelajaran

Geometri

  Kegiatan belajar-mengajar yang mengacu pada fase-fase teori pembelajaran Van Hiele ada di dalam buku Aisyah, dkk (2008: 4-13).

  Kegiatan belajar di sini dimaksudkan untuk meningkatkan tahap berpikir peserta didik dari 0 (visualisasi) ke tahap 1 (analitik).

  Ciri-ciri dari tahap visualisasi adalah sebagai berikut : peserta didik mengidentifikasi, memberi nama, membandingkan, dan mengoperasikan gambar-gambar geometri seperti: segitiga, sudut, dan perpotongan garis berdasarkan penampakannya. Ciri-ciri tahap analitik adalah: peserta didik menganalisis bangun berdasarkan sifat-sifat dari komponen dan hubungan antar komponen, menyusun sifat-sifat pada sebuah kelas bangun-bangun secara nyata, dan menggunakan sifat-sifat tersebut untuk memecahkan persoalan.

  Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang dikemukakan Piaget dan Dienes, karena hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja. Meskipun demikian sumbangan tidak sedikit dalam pembelajaran geometri. Berikut hal-hal yang diambil manfaatnya dari teori yang dikemukakan. Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele. Guru dapat mengetahui mengapa peserta didik tidak memahami bahwa kubus itu merupakan balok karena peserta didik tersebut tahap berpikirnya masih berada pada tahap analisis ke bawah, peserta didik belum masuk pada tahap pengurutan.

  Penjabaran di atas dapat disimpulkan supaya peserta didik dapat memahami geometri dengan pengertian, pembelajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap berpikir peserta didik. Jadi, jangan sekali-kali memberi pembelajaran materi yang sebenarnya berada di atas tahap berpikirnya. Selain itu, hindarilah peserta didik untuk menyesuaikan dirinya dengan tahap pembelajaran guru tetapi yang terjadi harus sebaliknya. Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan baik, peserta didik dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat kesukarannya dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.

6. Media dan Alat Peraga Bangun Ruang

  Salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar peserta didik yaitu adanya alat peraga dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Media merupakan sesuatu yang dapat digunakan sebagai penyalur informasi dalam kegiatan pembelajaran.

  Anitah (2008: 4), alat peraga dalam pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang riil sehingga memperjelas pengertian pembelajar. Dalam pembelajaran di sekolah dasar, penggunaan alat peraga sangat dibutuhkan. Hal ini karena sesuai dengan tingkatan berpikir peserta didik yang masih berpikiran secara konkret. Sedangkan fungsi media pembelajaran menurut Sanjaya (2012: 73-75) yaitu sebagai fungsi komunikatif, motivasi, kebermaknaan, penyamaan persepsi dan individualitas. Peserta didik juga melakukan diskusi terkait dengan materi pada saat kegiatan pembelajaran.

  Peserta didik yang masih berfikir dalam tahapan konkret tentunya sangat terbantu dengan adanya alat peraga yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi ajar, sehingga peserta didik akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan. Alat peraga yang digunakan guru hendaknya disesuaikan dengan materi yang diajarkan, dibuat semenarik mungkin dan dapat memvisualisasikan konsep yang abstrak, membuktikan rumus dan mengembangkan imajinasi dan kreativitas peserta didik. Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Tujuan akhir dalam menggunakan alat peraga adalah peserta didik akan lebih mudah memahami materi bukan malah sulit memahaminya, sehingga guru dalam menentukan dan membuat alat peraga harus sesuai materi, tepat dan cermat.

  Alat peraga yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran materi bangun ruang dengan teori pembelajaran Van Hiele ini adalah bangun ruang dan jaring-jaringnya. Alat peraga yang digunakan merupakan alat peraga bangun ruang beserta dengan jaring-jaringnya yang sudah ada di sekolah. Bangun ruang merupakan bentuk-bentuk bangun yang dapat dilihat dari berbagai sisi. Jaring-jaring merupakan beberapa bangun datar yang dirangkai dan terbentuk menjadi bangun ruang. Selain media yang sudah ada di sekolah, guru juga menggunakan media lain yang diperlukan yaitu : pensil, pulpen, penggaris, jangka, dan gunting. Bahan yang diperlukan yaitu: kertas manila/asturo dan lem.

  Cara pembuatan medianya adalah: a) sediakan kertas manila/asturo/karton, gamabrlah jaring-jaring bangun ruang yang diinginkan, b) gunting gambar jaring-jaring tersebut dengan menyisakan sedikit ruang di bagian pinggir sebagai perekat, c) lipat jaring-jaring sesuai dengan garis yang telah dibuat, d) rekatkan dengan lem untuk menggabungkan jaring-jaring menjadi bangun ruang.

  Cara pengunaan misalnya dalam materi sifat-sifat bangun ruang dicontohkan dengan sifat balok. a) ambil bangun ruang tabung yang sudah dibuat, b) bongkar bangun tersebut sehingga menjadi jaring-jaring balok, c) amati jaring-jaring tersebut untuk mengetahui sifat-sifatnya. Dengan demikianakan terjawab bahwa: a) balok mempunyai sisi sebanyak 6 buah, yaitu sisi atas, sisi bawah, sisi kanan, sisi kiri, sisi depan, dan sisi belakang, b) balok mempunyai 12 rusuk, c) balok mempunyai 8 titik sudut d) luas bidang sisi yang berhadapan adalah sama e) tinggi balok merupakan jarak dari bidang tutup ke bidang alas.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

  1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pangestika, N.F. dengan judul skripsi “Upaya Meningkatkan Kreativitas dan Prestasi Belajar Matematika Pada Materi Sifat Bangun Ruang Sederhana dan Hubungan Antar Bangun Datar Menggunakan Penerapan Teori Pembelajaran Van

  Hiele

  di Kelas IV SD Negeri 02 Sokaraja Kulon” berdasarkan hasil penelitian diperoleh data kreativitas peserta didik pada siklus I sebesar 52,77% dan meningkat pada siklus II sebesar 86,11%. Dampak dari kreativitas peserta didik dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik yaitu pada siklus I sebesar 66,6% dan meningkat pada siklus II sebesar 88,88%. Simpulan dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika menggunakan teori pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar peserta didik.

  2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kuswidyawati, M. dengan judul skripsi “Upaya Meningkatkan Kerja Keras dan Prestasi Belajar Matematika Pada Materi Sifat Bangun Ruang Sederhana Melalui Penerapan Teori Pembelajaran Van Hiele di Kelas IV SD Negeri 01 Ayamalas” berdasarkan hasil penelitian diperoleh data kerja keras peserta didik pada siklus I sebesar 63,3% dan meningkat pada siklus II sebesar 85,5%. Dampak dari kerja keras peserta didik dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik yaitu pada siklus I sebesar 69,69% dan meningkat pada siklus II sebesar 100%. Simpulan dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika menggunakan teori pembelajaran Van

  Hiele dapat meningkatkan kerja keras dan prestasi belajar peserta didik.

  Terdapat beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan penerapan teori pembelajaran Van Hiele yang dapat disimpulkan bahwa penggunaan penerapan teori pembelajaran Van Hiele memberikan pengaruh yang lebih baik dengan ditunjukkan dari nilai rata- rata peserta didik yang meningkat dan memberikan pengaruh baik pada sikap positif peserta didik. Dari penelitian tersebut terdapat relevansi pada penggunaan penerapan teori pembelajaran Van Hiele untuk meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik dan pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika.

C. Kerangka Berpikir

  Matematika sering dianggap sebagai bidang studi yang paling sulit daripada bidang studi yang lain. Kesehariannya, banyak peserta didik yang menganggap pelajaran Matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan. Peserta didik masih merasa kesulitan dalam proses belajar matematika. Hal ini berkaitan dengan karakteristik matematika yang abstrak, sehingga peserta didik kurang berminat terhadap pelajaran Matematika. Oleh sebab itu dalam pembelajaran Matematika dibutuhkan alat peraga sebagai media bantu untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar peserta didik dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

  Pada dasarnya setiap guru menginginkan peserta didiknya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, tetapi kemampuan dan karakterisitik setiap peserta didik berbeda-beda, dan perbedaan itu dapat dilihat pada saat proses pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki keterampilan-keterampilan dalam mengajar peserta didiknya, sehingga dapat tercapai keberhasilan dalam proses belajar mengajar.

  Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan tersebut dengan cara seorang guru harus dapat memilih dan menggunakan teori pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan disampaikan serta menarik bagi peserta didik agar peserta didik lebih tertarik dan antusias dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Teori pembelajaran Van

  

Hiele merupakan teori pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam

  pembelajaran Matematika, terutama materi memahami sifat bangun ruang sederhana di kelas V SD Negeri 01 Cikidang.

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dibuat kerangka pikir penelitian pada pembelajaran Matematika materi memahami sifat bangun ruang sederhana di kelas V SD Negeri 01 Cikidang melalui teori pembelajaran Van Hiele sebagai berikut :

  • Kurangnya Rasa Ingin Tahu sehingga siswa aktif, tidak bersemangat dan cepat jenuh dalam mengikuti KBM.
  • Prestasi belajar dibawah KKM, hasil belajar rendah

    Pembelajaran

    menggunakan

    teori

    pembelajaran

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir D.

   Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka dalam penelitian tindakan ini diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut :

  1. Kegiatan penelitian akan berhasil apabila terjadi peningkatan sikap rasa ingin tahu belajar peserta didik, dengan melihat dari berbagai sumber.

  Dengan meningkatnya rasa ingin tahu belajar peserta didik menyebabkan prestasi belajar peserta didik meningkat.

  2. Adanya peningkatan prestasi belajar peserta didik sekurang-kurangnya 80% dari jumlah peserta didik atau 16 peserta didik dari 19 peserta didik di kelas yang telah tuntas di atas KKM yaitu 70, ditandai dengan peningkatan nilai rata-rata tes pada setiap siklus.

  

Masalah Tindakan Hasil

  Van Hiele Rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik dapat meningkat

  

Kerangka Berpikir