BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Belajar. - ALIP YUWONO BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Belajar. Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah

  suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamnnya, sikap dan tingkah lakunya, kecakapannya, daya penerimanya, dan lain – lain aspek yang ada pada individu (Sudjana : 2008).

  Oleh sebab itu belajar adalah proses aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan terhadap tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, belajar adalah proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.

  Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telas belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon.

  Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan – perubahan dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia hal – hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.

  Menurut Thomdike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal

  • – hal lain yang dapat ditangkap melalui indra. Sedangkan respon yaitu interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan. Dari definisi ini maka menurut Thomdike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat terwujud konkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati (Slavin, 2000)

  Depdiknas (2003) mendefinisikan belajar sebagai proses membangun pemahaman terhadap informasi atau pengalaman. Proses membangun makana tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berrbeda – beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya.

B. Pembelajaran Inquiry 1. Pengertian Pembelajajaran inquiry

  Istilah Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan Inquiry (penyelidikan), Sund (1975) berpendapat bahwa Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Sedangkan Inquiry adalah perluasan proses Discovery yang digunakan lebih mendalam.(Subroto, 2002:193).

  Inquiry berasal dari bahasa Inggris Inquiry yang dapat diartikan

  sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan kata lain, Inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Schmidt, 2003). Inquiry sebenarnya merupakan prosedur yang biasa dilakukan oleh ilmuwan dan orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya memahami fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari. (Hebrank, 2000; Budnitz, 2003; Chiapetta & Adams, 2004).

  Ada berbagai rumusan tentang pengajaran berdasarkan Inquiry, antara yang satu dengan yang lainnya berbeda secara gradual. Diantara rumusan itu adalah: “Diskover terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses-proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip”.

  Rumusan ini menggambarkan, bahwa diskover dilakukan melalui proses mental, yakni observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, dan penentuan.

  Proses-proses tersebut disebut Discovery Cognitive Process. Sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating concept and priciples in the mind. Pengajaran Inquiry dibentuk atas dasar diskoveri, sebab seorang siswa harus menggunakan kemampuannya berdiskoveri dan kemampuan lainnya. Rumusan lainnya menyatakan, “Pengajaran berdasarkan

  

Inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok

  siswa inkuiri kedalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural kelompok.(Hamalik, 2005: 219-220).

  Strategi pembelajaran Inquiry (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis da analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.(Sanjaya, 2007: 194).

  Selain itu Inquiry dapat merupakan suatu kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematik, kritis, logis dan analisis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuanya dengan penuh rasa percaya diri. (Gelly, 1984: 190-191).

  2. Ciri-Ciri Pembelajaran Inquiry

  Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran

  Inquiry , antara lain:

  a) Strategi Inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan.

  b) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahakan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapakan dapat menumbuhkan sikap percaya diri.

  c) Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran Inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

  (Sanjaya, 2007: 194-195).

  3. Sasaran Pembelajaran Inquiry

  Sasaran dari pembelajaran Inquiry ada 2, yaitu sasaran kognitif dan afektif. a) Sasaran Kognitif

  • Memahami bidang khusus dari materi pembelajaran
  • Mengembangkan kemampuan bertanya dan memecahkan masalah
  • Menerapakan pengetahuan dengan situasi baru yang berbeda
  • Mengevaluasi dan mensintensis informasi, ide dan masalah baru
  • Memperkuat ketrampilan berfikir kritis

  b) Sasaran Afektif

  • Mengembangkan minat kepada pelajaran dan bidang ilmu
  • Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang relevan dengan bidang ilmu tertentu
  • Meningkatkan intelektuaal dan integritas
  • Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapakan materi pengetehuan (Dwiyanti, 2010).

4. Tingkatan - Tingkatan Inquiry

  Berdasarkan komponen-komponen dalam proses Inquiry yang meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan kesimpulan Bonnstetter (2000) membedakan Inquiry menjadi tiga tingkat yaitu praktikum (tradisional hands-on), pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), dan Inquiry siswa mandiri (student directed

  inquiry ),. Klasifikasi Inquiry menurut Bonnstetter (2000) didasarkan pada

  tingkat kesederhanaan kegiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan

  

Inquiry merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana

  terlebih dahulu: a.

  Praktikum (tradisional hands-on) adalah tipe Inquiry yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini komponen esensial dari

  

Inquiry yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul, oleh karena

  itu,Hansen (2002), menyatakan bahwa praktikum tidak termasuk kegiatan Inquiry .

  b.

  Pengalaman sains yang terstruktur (structured science experiences), yaitu kegiatan Inquiry di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa. Jenis yang ketiga ialah Inquiry terbimbing (guided inquiry), di mana siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

  c.

  Inquiry siswa mandiri (student directed inquiry), dapat dikatakan sebagai

  

Inquiry penuh (Martin-Hansen, 2002) karena pada tingkatan ini siswa

  bertanggungjawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan. Tipe Inquiry yang paling kompleks ialah penelitian siswa (student research). Dalam Inquiry tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen inkuiri menjadi tangungjawab siswa.

  ( Ibrahim, 2007). Selain itu Sund and Trowbridge (1973) mengemukakan tiga macam metode Inquiry sebagai berikut :

  1) terpimpin (guide inquiry); peserta didik memperoleh pedoman

  Inquiry

  sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman-pedoman tersebut biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing.

  2) Inquiry bebas (free inquiry); pada Inquiry bebas peserta didik melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuwan. Pada pengajaran ini peserta didik harus dapat mengidentifikasikan dan merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki.

  3) Inquiry bebas yang dimodifikasi (modified free Inquiry); pada Inquiry ini guru memberikan permasalahan atau problem dan kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.

  (Herdian, 2010).

5. Prinsip-Prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry

  Pembelajaran Inquiry merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan intelektuan anak. Perkembangan mental

  ( intelektual) itu menurut peaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu matirattion, physical Eksperience, social experience dan Equilibration.

  a) Maturattion atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan pertumbuhan system saraf.

  b) Physical Experience adalah tindakan-tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada dilingkungan sekitarnya.

c) Social Experience adalah aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain.

  d) Equilibiration adalah proeses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru ditemukan.

  Atas dasar penjelasan diatas, maka dalam penggunaan strategi pembelajaran Inquiry terdapat berberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain :

  a) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual Tujuan utama dari strategi Inquiry adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

  b) Prinsip Interaksi Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. c) Prinsip Bertanya Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi pembelajaran Inquiry adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.

  d) Prinsip Belajar untuk Berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (Learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak.

  e) Prinsip Keterbukaan Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu siswa perlu di berikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.

  (Sanjaya, 2007: 196-199). Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran Inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode Inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative

  Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005). a.

  Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini - sesuai dengan Taxonomy Bloom - siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.

  b.

  Student Engangement. Dalam metode Inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.

  c.

  Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar. d.

  Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.

  e.

  Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya. ( Sutrisno, Joko.2008).

6. Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inquiry

  Tabel. 1 Sintak Metode Pembelajaran Inquiry FASE KEGIATAN

  • 1. Orientasi masalah yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

  Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar

  • harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan.

  Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang

  • belajar

  Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan

  • 2. Merumuskan Masalah Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh
siswa. Masalah yang dikaji adalah masalah yang

  • mengandung teka-teki yang jawabannya pasti.
  • konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa.

  Konsep-konsep dalam masalah adalah

  • 3. Merumuskan Hipotesis dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

  Mengajukan berbagai pertanyaan yang

  • 4. Mengumpulkan data

  Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Mencari tingkat keyakinan siswa atas

  • 5. Menguji Hipotesis jawaban yang diberikan
  • 6. Merumuskan Kesimpulan (Sanjaya, 2007: 200-203).

  Menunjukan data mana yang relevan

7. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Inquiry Dalam Kelas

  Strategi pelaksanaan pembelajaran Inquiry dalam kelas adalah Discovery-Oriented Inquiry dan Policy-Based Inquiry.

  a.

  Inquiry Berorientasi Diskoveri (Discovery-Oriented Inquiry).

  Inquiry berorientasi menunjuk pada situasi-situasi akademik dimana

  kelompok-kelompok kecil siswa (umumnya antara 4 sampai 5 anggota) berupaya menemukan jawaban-jawaban atas topik-topik Inquiry. Dalam situasi tersebut para siswa dapat menemukan konsep atau rincian informasi. Model ini dapat dilaksanakan kepada seluruh kelas sebagai bagian dari kegiatan-kegiatan Inquiry, yang disebut Social Inquiry. Asumsi-asumsi yang mendasari model Inquiry ini ialah:

  a) Ketrampilan berpikir kritis dan berpikir deduktif yang diperlukan berkaitan dengan pengumpulan data yang bertalian dengan kelompok hipotesis.

  b) Keuntungan bagi siswa dari pengalaman kelompok dimana mereka berkomunikasi, berbagi tanggung jawab, dan bersama-sama mencari pengetahuan.

  c) Kegiatan-kegiatan belajar disajikan dengan semangat berbagai Inquiry dan diskoveri menambah motivasi dan memajukan partisipasi.

  Penggunaan Strategi Inquiry Berorientasi Diskoveri dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a) Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi fokus Inquiry secara jelas.

b) Mengajukuan suatu pertanyaan tentang fakta.

  c) Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah 2.

  d) Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipótesis dan menyatakan jawaban sebagai proporsi tentang fakta.

  b.

  Inquiry Berdasarkan Kebijakan (Policy-Based Inquiry).

  Inquiry berdasarkan kebijakan adalah suatu bentuk Inquiry yang lebih

  proaktif yang berkenaan dengan adanya proposisi-proposisi kebijakan, yakni pertanyaan ”Apa yang harus”, yang berorientasi pada tindakan, hal mana bertentangan dengan proposisi fakta pernyataan tentang ”Apa”.

  Pendekatan ini dilandasi oleh asumsi bahwa: (1)

  Tujuan utama pendidikan harus menjadi ulangan refflektif terhadap nilai-nilai dan isu-isu penting dewasa ini.

  (2) Ilmu sosial harus dipelajari dalam pelajaran tentang upaya untuk mengembangkan solusi-solusi masalah-masalah yang berarti.

  (3) Situasi-situasi Inquiry memungkinkan siswa mengembangkan kesadaran dan memfasilitasi tentang peran dan fungsi kelompok serta teknik-teknik pembuatan keputusan.

  Model pendekatan Inquiry dilaksanakan oleh kelompok dengan langkah-langkah berikut:

  (1) Membentuk kelompok-kelompok Inquiry. Masing-masing kelompok dibentuk berdasarkan rentang intelektual dan ketrampilan-ketrampilan sosial.

  (2) Memperkenalkan topik-topik Inquiry kepada sesama kelompok. Tiap kelompok diharapkan memahami dan berminat mempelajarinya.

  (3) Membentuk proposisi tentang kebijakan yang bertalian dengan topik, yakni pertanyaan apa yang harus dikerjakan.

  (4) Merumuskan semua istilah yang berkembang dalam proposisi kebijakan. (5)

  Menyelidik validitas logis dan konsistensi internal pada proposisi dan unsur-unsur penunjangnya.

  (6) Mengumpulkan evidensi (bukti) untuk menunjang unsur-unsur/isi proposisi.

  (7) Menganalisis solusi-solusi yang diusulkan dan mencari posisi kelompok. (8) Menilai proses kelompok.

  (Hamalik, 2005: 220-224). Pendekatan Inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan Inquiry dengan melalui 5 fase ialah : Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti. Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi. Fase 3 : Siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat. Fase 4: Merumuskan penemuan Inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.

  Fase 5 : Melakukan analisis terhadap proses inkuiri Inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat. Agar teknik dalam fase-fase diatas dapat dilaksankan dengan baik memerlukan kondisi-kondisi sebagai berikut :

  1) Kodisi yang fleksibel, bebas untuk berinteraksi. 2) Kondisi lingkungan yang responsif. 3) Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian. 4) Kondisi yang bebas dari tekanan.

  Dalam teknik Inquiry guru berperan untuk : 1) Menstimulir dan menantang siswa untuk berfikir. 2) Memberikan fleksibilitas atau kebebasan untuk berinisiatif dan bertindak. 3) Memberikan dukungan untuk “Inquiry”.

  4) Menentukan diagnose kesulitan-kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.

  5) Mengidentifikasi dan menggunakan “teach able moment” sebaik-baiknya.

  Hal-hal yang perlu distimulir dalam proses belajar melalui “Inquiry” 1)

  Otonom siswa 2) Kebebasan dan dukungan pada siswa. 3) Sikap keterbukaan. 4) Percaya kepada diri sendiridan kesadaran akan harga diri. 5) Self-consept. 6) Pengalaman Inquiry, terlibat dalam masalah-masalah.

  (Roestiyah ,2008 : 79-80).

8. Peranan Guru Dalam Pembelajaran Inquiry

  Dalam model pembelajaran Inquiry guru mesti mampu menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya pelajar terlatih dan terbiasa berbeda pendapat.

  Menurut Gulo (2002), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran Inquiry adalah sebagai berikut: (a)

  Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir, (b)

  Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa, (c)

  Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri, (d)

  Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas, (e)

  Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan, (f)

  Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas, (g)

  Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.

  Menurut Memes (2000), ada enam langkah yang diperhatikan dalam model pembelajaran Inquiry terbimbing, yaitu : (1)

  Merumuskan masalah, (2)

  Membuat hipotesa, (3)

  Merencanakan kegiatan, (4)

  Melaksanakan kegiatan (5)

  Mengumpulkan data, (6) Mengambil kesimpulan.

  Enam langkah pada Inquiry terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

  Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar.

  Dengan pemahaman terhadap langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Inquiry ini, maka guru sudah harus memulai dari sekarang bagi guru-guru yang baru mengetahui dan mempelajari model pembelajaran ini. Demikian pula bagi guru-guru yang sudah pernah dan jarang menggunakan model pembelajaran Inquiry ini, kiranya lebih dapat meningkatkan dan meng- efektifkan lagi, sehingga model pembelajaran Inquiry ini benar-benar mampu memberikan nilai tambah di dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

  Sebagai seorang guru, tentunya tidak hanya sekedar mengetahui dan memahami konsep model pembelajaran Inquiry saja, akan tetapi sudah menjadi kewajibannya untuk dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. ( Sutrisno. 2008 ).

C. Pengertian Pemahaman Matematika

  Menurut Bloom (dalam Purwanto, 1992 : 44) yang dimaksud pemahaman atau komperhensif adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan teste mampu memahami arti atau konsep situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini teste tidak hanya hafal secara verbalitas tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan.

  Menurut Bloom ( dalam Sudjana, 2001 : 24) pemahaman dibagi menjadi 3 kategori:

1. Pemahaman terjemahan (translation) adalah pemahaman tingkat yaitu menerjemahkan dari bahasa yang sebenarnya kebahasa lain.

  2. Pemahaman penafsiran (interprelation) adalah pemahaman tingkat sedang yaitu menhubungkan bagian – bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan pokok dan yang bukan pokok.

  3. Pemahaman perkiraan (ekstrapolation) adalah pemahaman tingkat tinggi yaitu pemahaman yang mengharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat dalam arti waktu, dimensi kasus ataupun masalahnya.

  Pemahaman adalah mengubah, mempertahankan, membedakan, memperkirakan, menjelaskan, menyatakan secara luas, menarik kesimpulan, member contoh, melukis dengan kata – kata, meramalkan, melukis kembali, dan menyimpulkan.

D. Pembelajaran Ekspositori 1. Pengertian

  Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan

  dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Penggunaan metode ekspositori merupakan metode pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung.

  Penggunaan metode ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori cenderung berpusat kepada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran. Metode ekspositori sering dianalogikan dengan metode ceramah, karena sifatnya sama-sama memberikan informasi.

  Pada umumnya guru lebih suka menggunakan metode ceramah dikombinasikan dengan metode tanya jawab. Metode ceramah banyak dipilih karena mudah dilaksanakan dengan persiapan yang sederhana, hemat waktu dan tenaga, dengan satu langkah langsung bisa menjangkau semua siswa dan dapat dilakukan cukup di dalam kelas. Popham & Baker (1992 : 79) menjelaskan bahwa setiap penyajian informasi secara lisan dapat disebut ceramah. Penyajian ceramah yang bersifat formal dan biasanya berlangsung selama 45 menit maupun yang informal yang hanya berlangsung selama 5 menit. Ceramah tidak dapat dikatakan baik atau buruk, tetapi penyampaian ceramah harus dinilai menurut tujuan penggunaannya.

  Somantri (2001 : 45) membedakan metode ekspositori dan metode ceramah. Dominasi guru dalam metode ekspositori banyak dikurangi. Guru tidak terus bicara, informasi diberikan pada saat-saat atau bagian-bagian yang diperlukan, seperti di awal pemebelajaran, menjelaskan konsep-konsep dan prinsip baru, pada saat memberikan contoh kasus di lapangan dan sebaginya. Metode ekspositori adalah suatu cara menyampaikan gagasan atau ide dalam memberikan informasi dengan lisan atau tulisan.

  Menurut Hudoyo(1998 : 133) metode ekspositori dapat meliputi gabungan metode ceramah, metode drill, metode tanya jawab, metode penemuan dan metode peragaan. Gunawibowo (1998 : 6.7) dalam pembelajaran menggunakan metode ekspositori, pusat kegiatan masih terletak pada guru. Dibanding metode ceramah, dalam metode ini dominasi guru sudah banyak berkurang. Tetapi jika dibanding dengan metode demonstrasi, metode ini masih nampak lebih banyak.

  Kegiatan guru berbicara pada metode ekspositori hanya dilakukan pada saat-saat tertentu saja, seperti pada awal pembelajaran, menerangkan materi, memberikan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan, membuat catatan, atau memperhatikan saja, tetapi mengerjakan soal-soal latihan, mungkin dalam kegiatan ini siswa saling bertanya. Mengerjakan soal latihan bersama dengan temannya, dan seorang siswa diminta mengerjakan di papan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual dan menjelaskan kembali secara individual. Apabila dipandang masih banyak pekerjaan siswa belum sempurna, kegiatan tersebut diikuti penjelasan secara klasikal.

  Pendapat David P. Ausebul ( dalam Gunowibowo, 1998:6.7) menyebutkan bahwa metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (1999:172) mengatakan metode ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Peranan guru yang penting adalah 1) menyusun program pembelajaran, 2) memberi informasi yang benar, 3) pemberi fasilitas yang baik, 4) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar, dan 5) penilai prolehan informasi. Sedangkan peranan siswa adalah 1) pencari informasi yang benar, 2) pemakai media dan sumber yang benar, 3) menyelesaikan tugas dengan penilaian guru.

  Dari beberapa pendapat di atas, bahwa metode ekspositori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengobinasikan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Pemberian tugas diberikan guru berupa soal-soal (pekerjaan rumah) yang dikerjakan secara individual atau kelompok. Adapun hasil belajar yang dievaluasi adalah luas dan jumlah pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang dikuasai siswa. Pada umumnya alat evaluasi hasil belajar yang digunakan adalah tes yang telah dibakukan atau tes buatan guru.

2. Konsep dan Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori

  Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

  Strategi Pembelajaran ekspositori akan efektif apabila: Guru menyampaikan bahan – bahan serta kaitannya dengan yang akan dan

  • harus diperhatikan.
  • tertentu, misalnya agar siswa bisa mengingat bahan pelajaran, sehingga ia akan dapat mengungkapkannya kembali manakala diperlukan.

  Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya model intelektual

  • artinya dipandang dari sifat dan jenis materi itu hanya mungkin dapat dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru,misalnya materi pelajaran hasil penelitian berupa data-data khusus.

  Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan,

  Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topik tertentu.

  • Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau
  • prosedur,biasanya merupakan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik.
  • perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.

  Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru

  perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.

  • Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata
  • memiliki kemampuan rendah.
  • berpusat pada siswa,misalnya tidak adanya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

  Jika ligkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang

  • memiliki kemampuan rendah.

  Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata

  • Jika ligkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang berpusat pada siswa,misalnya tidak adanya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
  • Jika tidak memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa

  Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori:

  a) Rumuskan tujuan yang ingin dicapai.

  b) Kuasai materi pelajaran dengan baik.

  c) Kenali medan dan berbagai hal yang dapat memengaruhi proses penyampaian,

  Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi Ekspositori yaitu:

  a) Persiapan

  Dalam strategi Ekspositori, langkas persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah: i.

  Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang positif. ii.

  Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar. iii.

  Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa. iv.

  Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

  Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam persiapannya: i. Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negative. ii.

  Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai. iii.

  Bukalah file dalam otak siswa. b) Penyajian i.

  Penggunaan bahasa, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami. ii.

  Intonasi suara, pengaturan nada suara akan akan membuat perhatian siswa tetap terkontrol,sehingga tidak akan mudah bosan. iii.

  Menjaga kontak mata dengan siswa,melalui kontak mata yang selamanya terjaga,siswa bukan merasa dihargai oleh guru,akan tetapi juga mereka seakan-akan diajak terlibat dalam proses pembelajaran.

  c) Korelasi

  Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur-struktur pengetahuan yang telah dimilkinya, d) Menyimpulkan.

  Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan.

  e) Mengaplikasikan.

  Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru.

E. Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat b.

  Bentuk umum pertidaksamaan kuadrat.

  HIMPUNAN PENYELESAIAN PENGERTIAN PENGERTIAN SOAL HIMPUNAN PENYELESAIAN SOAL

  Jika digambarkan peta konsep Persamaan dan pertidaksamaan kuadrat adalah sebagai berikut: PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT PERSAMAAN KUADRAT PERTIDAKSAMAAN KUADRAT

  Menetukan himpunan penyelesaian persamaan kuadrat dan menggambarnya dengan grafik.

  c.

  Langkah – langkah penyelesain persamaan kuadrat.

  b.

  Persamaan Kuadrat a.

  Pengertian persamaan, Menyelesaikan dan Himpunan Penyelesaian Persamaan Kudrat.

  c.

  Menentukan akar – akar persamaan kuadrat.

  d.

  Mebuktikan sifat persamaan kuadrat.

  c.

  Menetukan Himpunan Penyelesaian Persamaan Kuadrat.

  b.

  Pertidaksamaan Kuadrat a.

F. Kerangka Berfikir

  Pada penelitian ini akan diteliti pengaruh pembelajaran inqury terhadap kemampuan pemahaman siswa pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori yang biasa diterapkan guru matematika di SMK Bina Teknologi Purwokerto. Dimana pembelajaran Inquiry memiliki beberapa keunggulan diantaranya yaitu 1) Dapat membentuk dan mengembangkan “sel-concep”pada diri siswa. 2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer ilmu. 3) mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka. Dengan langkah pertama yaitu mengetahui kemampuan pemahaman siswa pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat melalui pembelajaran ekspositori, dan selanjutnya adalah mengetahui kemampuan pemahamnan siswa pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat melalui pembelajaran inqury.

  Setelah diketahui hasil kemampuan pemahaman siswa pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan kuadrat melalui pembelajaran yang menerapkan pembelajaran ekspositori maupun pembelajaran

  

inquiry , maka dapat diketahui bahwa siswa yang diajar menggunakan

  pembelajaran inquiry akan lebih baik dari pada siswa yang diajar menggunakan pembelajaran ekspositori.

G. Hipotesis

  Berdasarkan teori dan kerangka berfikir diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Kemampuan pemahaman siswa SMK Bina Teknologi yang diajar dengan pembelajaran Inquiry lebih baik dari siswa yang diajar dengan pembelajaran ekspositori pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaaan linier satu kuadrat.