BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian - NURSITI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigenasi

  dan atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolar kapiler (Heardman,2012). Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigen dan pembuangan karbondioksida pada membrane alveolus kapiler (Rosernberg,2010). Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi karbondioksida dimembran kepiler alveolar (Wilkinson, 2012).

  TBC atau Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. (Sentot, 2009).

  Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi disebabkan oleh mycrobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, 1999).

  Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (Price, 2006).

  Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. (Smeltzer, Suzanne. C. 2002).

  6 Kesimpulan : Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pernafasan menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ paru yang timbul dengan gejala yang bervariasi. (Mansjoer, 1999).

  B.

  Anatomi dan Fisiologi

   ANATOMI

  Menurut Pearce, 2006 organ-organ pernafasan terdiri dari :

  ORGAN-ORGAN PERNAFASAN ATAS Hidung

  Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 (dua) lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.

  Faring

  Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, belakang rongga hidung

  Laring

  Laring merupakan saluran udara yang bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, terdiri dari tulang- tulang rawan, berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.

  ORGAN PERNAFASAN BAWAH Trakhea

  Trakhea merupakan lanjutan dari laring dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin terdiri dari tulang-tulang rawan. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter panjangnya. Trakhea berjalan dari larinx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronkhus (bronkhi). Trakhea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakhea, selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakhea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Jurusan silia ini bergerak ialah ke atas ke arah larinx, maka dengan gerakan ini debu dan butir- butir halus lainnya yang turut masuk bersama dengan pernapasan, dapat dikeluarkan. Tulang rawan yang gunanya mempertahankan agar trakhea tetap terbuka, di sebelah belakang tidak tersambung, yaitu ditempat trakhea menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari tulang belakang.

  Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebrata torakalis ke IV dan V. Mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan samping kearah tempuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9 – 12 cincin mempunyai 2 cabang.

  Paru-paru

  Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung- gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan

  

2

  luas permukaannya kurang lebih 90 m pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O

  2 masuk ke dalam darah dan CO 2 dikeluarkan dari darah.

  Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru- paru kiri dan kanan).

  Paru-paru terbagi menjadi 2 lobus yaitu : a.

  Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus media, dan Lobus dekstra superior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu : 5 (lima) buah segmen pada lobus superior, dan 5 (lima) buah segmen pada lobus inferior. Paru-paru kiri, terdiri dari : Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment. Paru-paru kanan mempunyai 10 segment, yaitu 5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segment ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

  Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap- tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang- cabang ini disebut duktus elveolus. Tiap-tiap alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,2 mm.

C. Klasifikasi TB Paru

  Klasifikasi tuberculosis menurut Price & Wilson (2006) sebagai berikut : Kelas O : Tidak ada jangkitan tuberculosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberculin tidak bermakna). Kelas 1 : Terpapar tuberculosis, tidak ada bukti infeksi (riwayat pemaparan, reaksi tuberculin tidak bermakna).

  Kelas 2 : Ada infeksi tuberculosis tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tubercilin bermakna, pemeriksaan tes tuberculin Kelas 3 : Terinfeksi tuberculosis dan saat ini sedang sakit

  (Mycobacterium tuberculosis ada dalam biakan selain itu reaksi tes kulit tuberculin bermakna dan bukti radiografik tentang adanya penyakit). Kelas 4 : Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapatkan pengobatan pencegahan tuberculosis atau adanya temuan radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberculinnya bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik dan radiografik tentang adanya penyakit pada saat ini).

  Kelas 5 : Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosa tunda).

  Menurut (Mansjoer, 1999), Klasifikasi diagnostik TB adalah : 1.

  TB paru a.

  BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks menyokong TB, dan gejala klinis sesuai TB.

  b.

  BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB (initial therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat

  2. TB paru tersangka Diagnosis pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai

  3. Bekas TB (tidak sakit) Ada riwayat TB pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.

D. Etiologi

  Etiologi Tuberculosis menurut (Naga S, 2013 ) antara lain : a. Faktor Sosial Ekonomi

  Faktor sosial ekonomi disini sangat erat kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan serta lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk. Semua faktor tersebut dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga juga sangat erat dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat ornag tidak dapat hidup layak, yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.

  b. Status Gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk tuberculosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

  b.

  Umur Penyakit tuberculosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif, yaitu 15 – 50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi, menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru. c.

  Jenis kelamin Perempuan lebih rentan terhadap kematian akibat serangan tuberculosis paru dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki, penyakit ini lebih tinggi, karena rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh. Sehingga wajar jika perokok dan peminum beralkohol sering disebut agen dari penyakit tuberculosis paru.

E. Patofisiologi

  Individu rentan yang menghirup bakteri tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area paru-paru lainnya (lobus atas).

  Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik- tuberkulosis melisis (menghancurkan) bakteri dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.

  Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granolumas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel

  

Ghon . Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa

  seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk akar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.

  Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.

  Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif. (Smeltzer, Suzanne. C. 2002).

F. Manifestasi Klinis

  Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis.

  Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. (Smeltzer, Suzanne. C. 2002). batuk berdahak terus menerus selama lebih dari tiga minggu dan terkadang disertai dengan darah. Gejala umum yang juga sering ditemui adalah :

  • biasanya terjadi pada malam hari dan disertai keringat dingin.

  Demam yang tidak terlalu tinggi dalam waktu lama. Serangan demam

  Penurunan nafsu makan yang akan diikuti dengan penurunan berat badan.

  • Rasa kurang enak badan (malaise)
  • Sesak nafas dan dada terasa nyeri.
  • Gejala khusus yang ditimbulkan oleh bakteti Mycobacterium tuberculosis sangat tergantung pada jenis organ tubuh yang diserang. Peradangan pada kelenjar getah bening mengakibatkan bronkus tersumbat, sehingga menimbulkan sesak nafas, mengi dan nafas melemah. Munculnya cairan pada pleura (selaput pembungkus paru-paru) akan menimbulkan
keluhan sakit dada. Apabila infeksi terjadi pada tulang, bisa menimbulkan nanah pada kulit di atas tulang. Sementara itu, jika infeksi terjadi pada selaput pembungkus otak (terutama pada anak-anak) dapat memicu terjadinya meningitis, yaitu peradangan selaput otak. Akibatnya, akan muncul gejala berupa demam tinggi, kejang-kejang, dan penurunan kesadaran. Sentot (2009).

G. Pemeriksaan Penunjang

  Menurut Mansjoer (1999) pemeriksaan penunjang untuk TB paru sebagai berikut :

  1. Anamnesia dan pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium

  Darah rutin

  • Sputum (BTA)
  • Feses/urine
  • 3.

  Pemeriksaan radiologi Photo thorak

  • 4.

  Tes PAP Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histrogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IGB spesifik terhadap basil TB.

5. Tes mantoux / tuberkulin

  6. Teknik polymerase chain reaction Deteksi DNA, kuman secara spesifik melalui emplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.

  7. Becton diskinson diagnostik instrmen sistem (BACTEC) Deteksi growth indek berdasarkan CO

  2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikrobcterium tuberculosis.

  8. Enzyme linked immunosorgent assay Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.

  Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama 9.

  Mycodot Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabino mannam yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicekupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.

H. Penatalaksanaan 1.

  Penatalaksanaan medis Menurut Mansjoer (1999), penatalaksanaan medis TB paru sebagai berikut: a.

  Obat Anti TB (OAT) OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakteri dengan atau tanpa obat ketiga.

  Tujuan pemberian OAT, antara lain : 1)

  Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid 2)

  Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi 3)

  Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tubuh imunologis 1)

  Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat.

  2) Fase lanjutan, mulai kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriosratik pada pengobatan konvensional.

  OAT yang biasa digunakan antara lain Isonizid (INH), Rimfapisin (R), Pirazinamid (Z) dan Strepromisin (S) yang bersifat bakterisid dan Etambutol (E) yang bersifat bakteriostatik.

Tabel 2.1 Panduan OAT pada TB Paru (WHO, 1993, dalam

  Mansjoer 1999)

  Panduan Klasifikasi & Tipe Fase Awal Fase Lanjutan OAT Penderita Kategori 1 BTA (+) baru

  

2HRZS(E)

  4RH Sakit berat : BTA (-)

  

2RHZ(E)

  4R3H3 luar paru Kategori 2 Pengobatan ulang : Kambuh BTA (+) Gagal

  2RHZES/1RHZE

  Obat DOSIS Setiap hari Dua kali/minggu Tiga kali/minggu Isoniazid 5 mg/kg Maks. 300 mg

  Pembedahan pada TB Paru Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang paten telah berkurang.

  Maks. 1 g b.

  Maks. 1 g 25-30 mg/kg Maks. 1,5 g 25-30 mg/kg

  Etambutol* 15-30 mg/kg Maks. 2,5 g 50 mg/kg 25-30 mg/kg Sreptomisin 15 mg/kg

  50-70 mg/kg Maks. 4 g 50-70 mg/kg Maks. 4 g

  10 mg/kg Maks. 600 mg Pirazinamid 15-30 mg/kg Maks. 2 g

  Rifampisin 10 mg/kg Maks. 600 mg 10 mg/kg Maks. 600 mg

  15 mg/kg Maks. 900 mg 15 mg/kg Maks. 900 mg

Tabel 2.2 Dosis obat antituberkulosis

  2RHZES/1RHZE

  4H3R3 : 3 kali seminggu selama 4 bulan

  4 RH : tiap hari selama 4 bulan

  Keterangan : 2 HRZ : tiap hari selama 2 bulan

  4R3H3

  4RH

  2RHZ/2R3H3Z3

  2RHZ

  5R3H3E3 Kategori 3 TB Paru BTA (-) TB luar paru

  5RHE

  Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relatif.

  1. Indikasi mutlak pembedahan adalah :

  a) Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.

  b) Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif c)

  Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.

  2. Infikasi relatif pembedahan adalah :

  a) Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang

  b) Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan Sisa kavitas yang menetap

Tabel 2.3 Daftar Obat Antituberkulosis

  Nama Obat Efek Samping

1. Isoniazid

  a. Neuritis perifer Tanda-tanda : kejang, pada pasien dengan kecenderungan untuk kejang; neuritis dan atrofi optik, kejang-kejang otot, sempoyongan, ataksia, kesemutan, stupor, ensefalopati toksik

dan kematian. Untuk pencegahan

  b. Ikterus Harus dimonitor fungsi hati (antara lain transaminase) minimal 1x/bulan, terutama bila terdapat tanda-tanda hepatitis : anoreksia, malaise, lelah, nausea dan ikterus c. Hipersensitivitas termasuk :

  • demam, erupsi kulit, hepatitis
  • trombositopenia, agranulositosis, eosinofilia dan anemia
  • gejala-gejala artritis pada beberapa sendi

d. Lain-lain : mulut kering, nyeri epigastrik, methemoglobinemia, tinitus, retensio urin.

2. Rifampisin

a. Ikterus

  masalah yang paling menonjol dan dapat menyebabkan kematian. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hati normal, tetapi penyakit-penyakit hati kronik, alkoholisme dan usia lanjut dapat menaikkan insidensnya.

  b. Flu-like Syndrome Tanda-tanda : demam, menggigil, artralgia, pada beberapa kasus dapat terjadi eosinofilia, nefritis interstitsial, nekrosis tubular akut, trombositopenia, anemia hemolitik dan syok.

  c. Sindrom Redman Disebabkan dosis yang berlebihan. Terdapat kerusakan hati yang berat, warna merah terang (seperti udang yang direbus)

pada urin, air mata, ludah, dan kulit

d. Lain-lain : nyeri epigastrik, reaksi hipersensitivitas, supresi imunitas

  3. Etambutol

  a. Neuritis optik merupakan efek samping terpenting dari etambutol. Penurunan ketajaman penglihatan dan buta warna merah/hijau. Pada dosis lazim (15 mg/kg BB/hari) dapat terjadi :

  • penurunan ketajaman penglihatan 0,8%
  • rash 0,5%
  • demam (drug fever) 0,3%

  b. Gout (pirai) Asam urat dalam darah meningkat pada 50% pasien, disebabkan penurunan ekskresi asam urat di ginjal. Terjadi 24 jam sampai 90 hari

dari mulainya terapi. Diperberat oleh INH dan B6

c. Lain-lain : gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik, nyeri perut, malaise, sakit kepala, sempoyongan, linglung, bingung, halusinasi

  4. Pirazinamid

  a. Gangguan hati Efek samping tersering dan serius. Dosis 40-50 mg/kg BB/hari menyebabkan gangguan faal hati pada 15% pasien dan ikterus pada 2- 3%. Dapat menyebabkan kematian karena nekrosis hati b. Gout (pirai) hiperurisemia terjadi karena menurunnya ekskresi asam urat c. Lain-lain : artralgia, anoreksia, mual-muntah, disuria, malaise, demam

  4.

  

a. Reaksi terpenting disebabkan oleh hipersensitifitas Steptomisin b. mempengaruhi saraf otak kedelapan, dapat menimbulkan gangguan vaskuler, seperti sempoyongan, vertigo dan tuli. c. dapat menurunkan fungsi ginjal : catatan : bila pasien mengeluh baal di muka terutama sekitar mulut segera setelah pengobatan, tapi bukan tanda toksisitas obat dan bukan indikasi penghentian pengobatan. Namun bila gejala menetap, dosis

Streptomisin harus diturunkan menjadi 0,5 gram/hari.

  5.

  a. Amikasin Aminogli-kosida

lain Toksisitas terhadap pendengaran dan fungsi ginjal. Hanya

digunakan bila kuman penyebab resisten terhadap streptomisin dan kanamisin.

  b. Kanamisin Efek toksik umum ditemukan pada pasien yang mendapat 1 gram/hari. Efek toksik cukup berat berupa paralisis neuromuskular, depresi napas, agranulositosis, tulis, anafilaksis dan nefrotoksisitas c. Kapreomisin Tinitus, ketulian, proteinemia, silinduria dan retensi nitrogen. Dapat terjado leukositosis, leukopenia, urtikaria dan reaksi kulit makulopapular dan demam obat. Obat ini dapat menyebabkan nyeri di tempat suntikan 6.

  a. Tersering adalah gangguan saluran cerna : anoreksia, mual, muntah, Golongan Tionamid dan diare

  b. Gangguan fungsi hati yang reversibel bila obat dihentikan 7.

  3. Fluorokuin olon Fluorokuinolon a. Tersering adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala dan pusing

  b. Gangguan SSP berat : halusinasi, delirium, dan kejang

  c. Artralgia dan pembengkakan sendi (KI : anak, dewasa muda dan wanita hamil) d. Menghambat metabolisme teofilin

  8. Sikloserin Gangguan SSP : kantuk, sakit kepala, tremor, disatria, vertigo, bingung, gelisah, iritabilitas, psikosis dengan kecenderungan bunuh diri, gangguan penglihatan

5. Asam Paraamino Salisilat (PAS)

  a. Efek samping yang sangat mengganggu terutama terhadap saluran cerna b. Hipotiroidisme, hipokalemia, kelainan kulit, dan gangguan fungsi hati Menurut Mansjoer(1999), Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) : Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama untuk suatu stratregi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB. Strategi ini terdiri dari 5 komponen, yaitu :

  1. Dukungan politik para pemimpin wilayah di setiap jenjang sehingga program ini menjjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.

  2. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya dan diharapkan sembuh pada akhir masa pengobatannya.

  4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari system surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.

  5. Paduan obat anti TB jangka pende yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.

  Termasuk terjaminnya kelangsungan persediaan paduan obat ini. Paduan yang berlaku di Indonesia sesuai dengan anjuran WHO.

  Patways dan Diagnosa Keperawatan Perokok Pasif Tidak Kurang gizi Lingkungan diimunisasif kotor

  Daya tahan tubuh Terrular dari droplet/percikan lemah batuk/pasien penderita TB Paru

Bakteri M. Tuberculosis

masuk dalam saluran pernafasan

melalui udara

Tidak di hancurkan Dihancurkan oleh

  Pertahanan tubuh (antibody) Berkembang biak di dalam paru TB tidak terjadi T B C TBC Primer TBC Post Primer

  Terjadi peradangan Penyebaran ke pleura Produksi mukus / secret & bronkus meningkat Pleuritis & Bronkitis Nekrosis jaringan

  Paru Nyeri dada Pengapuran jaringan Penumpukan sekret MK : gangguan pertukaran gas MK : bersihan jalan Nafas tidak afektif

  Mual, muntah, anoreksia Intake berkurang MK : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Sumber : Mansjoer. 2000,Smeltzer 2002,Wilkinson,2012)

I. Fokus Intervensi

  Menurut Wilkinson(2012) diagnosa keperawatan yang muncul sebagai berikut : a.

  Besihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret/mukos, secret kental, upaya batuk buruk.

  Tujuan dan KH (NOC) : Respiratory status: Airway potency Menunjukkan nafas yang paten

  • Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
  • ada sianosis

  Pasien tampak rileks, tidak terjadi penumpukan secret

  • Kaji fungsi pernafasan : bunyi nafas, kecepatan, irama, frekuensi
  • Auskultasi bunyi nafas sebelum dan sesudah batuk
  • Berikan pasien posisi semi flower
  • sesuai kebutuhan
  • 2

  Berikan terapi O

  Berikan bronkodilator bila perlu

  • Ajarkan batuk efektif dan latihan nafas dalam
  • Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml
  • Anjurkan tidak mengkonsumsi makanan yang berlemak
  • >Kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat-obatan
b.

  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan paru, nekrosis jaringan paru, secret yang kental.

  Tujuan dan KH (NOC) : Respiratory status: gas exchange Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang

  • adekuat
  • pernafasan

  Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress

  • Intervensi (NIC) : Airway management

  Oksigen jaringan adekuat dengan ditandai karilari revil < 3 detik

  Kaji dispneu, takipneu, bunyi pernafasan abnormal, peningkatan upaya

  • Evaluasi perubahan tingkat kesadaran. Catat tanda-tanda sianosis,
  • perubahan warna kulit, membran mukosa dan warna kuku
  • sesuai indikasi

  Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktifitas sesuai kemampuan

  • 2 c.

  Berikan O

  Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya produksi sputum, mual, muntah,m anokresia, intake nutrisi berkurang Tujuan dan KH (NOC): Nutritional status : food and fluit intake

  Kebutuhan nutrisi terpenuhi

  • BB ideal sesuai tinggi badan
  • >tidak ada tanda-tanda mal nutrisi

  Intervensi (NIC) : Nutritional management

  • Kaji adanya alergi makanan
  • Anjurkan untuk tidak makan makanan yang merangsang mual,muntah
  • Monitor intake dan output secara periodik
  • Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
  • Anjurkan untuk makan selagi hangat
  • Kolaborasi ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan d.

  Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis Tujuan dan KH (NOC) : Pain control

  • Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan skala nyeri
  • Mampu mengontrol nyeri
  • Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

  Intervensi (NIC) : Pain management

  • Kaji nyeri secara komprehensif meliputi : PQRST
  • Observasi reaksi non verbal terhadap ketidaknyamanan
  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
  • Ajarkan teknik relakasasi kepada pasien
  • Anjurkan teknik relaksasi kepada pasien
  • Anjurkan pasien istirahat
  • Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi analgesik