UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI MODEL THINK TALK WRITE (TTW) BERBANTUAN MEDIA PUZZLE DI KELAS IV SEKOLAH DASAR - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kreativitas

  a. Pengertian Kreativitas Keaslian dari suatu tulisan tak terlepas dari ide yang dihasilkan oleh penulis. Salah satu jenis karya tulis yang ada saat ini adalah karangan. Rangkaian huruf yang ada pada sebuah karangan mencerminkan kreativitas penulisnya. Pengertian dari kreativitas sendiri merupakan suatu gaya hidup yang muncul dari interaksi antara individu dan lingkungannya melalui proses merasakan dan mengamati sebuah masalah untuk menghasilkan sesuatu yang baru, orisinal dan bermakna (Munandar, 2009: 19). Berbeda dengan pengertian kreativitas menurut Munandar, kreativitas menurut Sternberg, 2005 pada Semiawan (2009: 31) adalah perspektif yang baru, bersifat orisinil, tak diduga, berguna, serta adaptif terhadap kendala-kendala tugas.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas dipengaruhi gaya hidup yang terjadi saat berinteraksi antara individu dengan lingkungan melalui proses merasakan dan mengamati sebuah masalah yang kemudian menghasilkan sesuatu yang baru, orisinal, tak diduga dan bermakna. Hal ini menunjukan bahwa

  7 kreativitas seseorang bukan berasal dari diri sendiri, melainkan terdapat faktor luar yang dapat mempengaruhi kreativitas seseorang.

  b. Ciri dan Skala Sikap Kreativitas Sikap kreativitas dapat diketahui dari ciri-ciri yang ada. Untuk mengetahui peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari kelompok pakar psikologi dalam Munandar (2009: 37) adalah sebagai berikut: 1) Imajinatif 2) Mempunyai prakasa 3) Mempunyai minat luas 4) Mandiri dalam berpikir 5) Melit (rasa ingin tahu) 6) Senang berpetualang 7) Penuh energi 8) Percaya diri 9) Bersedia mengambil resiko 10) Berani dalam pendirian dan keyakinan

  Berdasarkan ciri-ciri kreatif diatas, maka Munandar (2009: 70) menerapkan skala sikap kreativitas yang dioperasionalkan dalam dimensi sebagai berikut:

  1. Keterbukaan terhadap pengalaman baru,

  2. Kelenturan dalam berpikir,

  3. Kebebasan dalam ungkapan diri,

  4. Menghargai fantasi,

  5. Minat terhadap kegiatan kreatif,

  6. Kepercayaan terhadap gagasan sendiri,

  7. Kemandirian dalam memberi pertimbangan, Berdasarkan skala sikap kreativitas yang telah disebutkan,

  Munandar (2009: 71) mengemukakan subskala untuk kreativitas yang meliputi ciri-ciri sebagai berikut:

  1) Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam, 2) Sering mengajukan pertanyaan yang baik, 3) Memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah, 4) Bebas dalam menyatakan pendapat, 5) Mempunyai rasa keindahan yang dalam, 6) Menonjol dalam salah satu bidang seni, 7) Mampu melihat suatu masalah dari berbagai segi/sudut pandang, 8) Mempunyai rasa humor yang luas, 9) Mempunyai daya imajinasi, 10) Orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.

  c. Faktor Pendorong Kreativitas Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas siswa, salah satunya sikap orangtua. Pamilu (2007: 59) mengungkapkan faktor yang dapat menentukan kreativitas siswa yang berasal dari sikap orangtua, yakni: 1) Kedekatan emosi 2) Kebebasan dan respek 3) Menghargai prestasi dan kreativitas

  d. Pengembangan Kreativitas Munandar (2009: 45) meninjau empat aspek dari kreativitas yaitu pribadi (person), pendorong (press), proses (process), dan produk

  (product) (4P dari kreativitas). Keempat aspek dari kreativitas dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Pribadi

  Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif adalah mencerminkan orisinalitas dari individu tersebut. Ungkapan pribadi tersebut dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif.

  2) Pendorong Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan dari lingkungannya, ataupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. Untuk itu, lingkungan sekitar berpengaruh terhadap kreativitas yang dimiliki siswa. 3) Proses

  Mengembangkan kreativitas, siswa perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif. Guru hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif, dengan membantu mengusahakan sarana prasarana yang diperlukan. Proses pengembangan kreativitas yang terpenting adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif. 4) Produk

  Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu keduanya mendorong (press) seseorang untuk melibatkan dirinya sendiri dalam proses (kesibukan, kegiatan) kreatif. Pendidikan harus menghargai produk kreativitas siswa dan mengkonsumsikannya kepada yang lain, misalnya dengan mempertunjukan atau memamerkan hasil karya siswa. Ini akan menjadi lebih menggugah minat siswa berkreasi. e. Model Penilaian Kreativitas dalam Mengarang Skema penilaian kreativitas dalam mengarang menurut

  Munandar (2009: 43) meliputi empat aspek yaitu kelancaran, kelenturan, keaslian (orisinalitas), dan kerincian (elaborasi).

  1) Kelancaran Kelancaran didasarkan atas jumlah kata yang digunakan dalam karangan tersebut.

  a) Jika kurang dari 50 kata skor 1

  b) 50-99 kata skor 2

  c) 100-149 kata skor 3

  d) 150-199 kata skor 4

  e) Lebih dari 200 kata skor 5 2) Kelenturan

  Meliputi kelenturan dalam struktur kalimat dan kelenturan dalam konten atau gagasan. Kelenturan dalam struktur kalimat bila dijabarkan, sebagai berikut:

  a. Keragaman dalam struktur kalimat.Kalimat dapat beragam bentuk: sederhana, gabungan, dan kompleks.

  b. Keragaman dalam penggunaan kalimat: deklaratif, interogatif, atau eksklamatoris.

  c. Keragaman dalam panjang kalimat: kalimat singkat adalah yang kurang dari lima kata, kalimat panjang adalah yang lebih dari 10 kata.

  Kelenturan dalam konten atau gagasan bila dijelaskan, yaitu:

  a) Imajinasi: apakah subyek menunjukan imajinasinya yang kaya? Apakah subyek dapat melepaskan diri dari rangsangan semula, atau tampak terima? Skor 1, jika subyek mampu mengembangkan topik karangan.

  b) Fantasi: sejauh mana isi karangan berisi fakta atau tidak? Pertimbangan untuk dimensi fantasi adalah jika karangan menunjukkan daya khayal mengenai hal-hal yang tidak terjadi dalam kenyataan. 3) Keaslian (orisinalitas): gaya pemikiran karangan menunjukkan orisinalitas, dibandingkan dengan karangan yang isi dan gaya penulisan menunjukkan stereotipe.

  a. Orisinalitas dalam tema: tema atau topik karangan termasuk baru, artinya tidak lazim digunakan.

  b. Orisinalitas dalam pemecahan atau akhir cerita: cerita tidak diduga atau menimbulkan kejutan.

  c. Humor: karangan dapat membuat orang tertawa.

  d. Menggunakan kata atau nama baru yang ditemukan sendiri; misalnya gabungan dari dua kata atau lebih untuk mengungkapkan suatu konsep; jika orang atau hewan diberi nama yang lucu atau nama sesuai dengan watak mereka.

  e. Orisinalitas dalam gaya penulisan.

  4) Kerincian: kemampuan untuk membumbui atau menghias cerita sehingga tampak lebih kaya a. Seperti lukisan dalam ekspresi: jika karangannya hidup dan menarik.

  b. Emosi: jika karangannya kaya dalam ungkapan perasaan.

  c. Empati: jika secara eksplisit mengungkapkan perasaan dalam penggambaran tokoh utama.

  d. Unsur pribadi: jika subyek melibatkan dirinya dalam kejadian, mengungkapkan pendapatnya atau pengalaman pribadi.

  e. Percakapan: menggunakan kalimat naratif langsung dengan menggunakan tanda kutip.

2. Menulis

  a. Pengertian Menulis Mata pelajaran bahasa Indonesia SD merupakan mata pelajaran yang mendukung kegiatan siswa dalam berkomunikasi sehari-hari. Hal ini karena, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang dipergunakan semua mata pelajaran. Salah satu aspek penting yang ada pada pembelajaran bahasa Indonesia adalah menulis. Cahyani dan Iyos (2006: 98) mengemukakan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan lambang-lambang bahasa untuk menyampaikan sesuatu baik berupa ide ataupun gagasan kepada orang lain atau pembaca yang dilakukan dengan menggunakan bahasa tulisan.

  Berbeda dengan definisi menulis menurut Cahyani dan Iyos, Tarigan

  (1994: 3) mengungkapkan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif.

  Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan, menulis merupakan bahasa tulis yang berisi gagasan seseorang yang menunjukan sikap produktif dan ekspresif. Menulis merupakan suatu kegiatan yang dapat dilakukan siswa untuk menyalurkan pikiran maupun perasaan yang sedang dialami siswa pada saat itu.

  Pendapat tentang menulis juga diungkapkan Grave pada Suparno dan Yunus (2007: 1.4) yang menyatakan bahwa: “Seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis, dan tidak tahu bagaimana harus menulis. Ketidaksukaan tak terlepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakatnya, serta pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat.”

  Berdasarkan ketiga pendapat yang telah dikemukakan oleh ahli di atas dapat disimpulkan menulis merupakan kegiatan untuk menyalurkan gagasan dan ide ke dalam bahasa tulis yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dimana siswa tinggal. Lingkungan memiliki peran yang penting dalam mempengaruhi siswa pada saat menulis, baik berupa karangan maupun kalimat-kalimat singkat.

  b. Manfaat Menulis Menulis memiliki banyak manfaat, diantaranya:

  1) Meningkatkan kecerdasan 2) Pengembangan daya insiatif dan kreativitas 3) Menumbuhan keberanian 4) Pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.

  (Suparno dan Yunus, 2007: 1.4) Sejalan dengan manfaat yang diperoleh dari menulis, Cahyani dan Iyos (2006: 102) mengungkapkan kemanfaatan lain dari menulis:

  1) Mengetahui kemampuan dan potensi diri serta pengetahuan tentang topik yang dipilih. 2) Mengembangkan berbagai gagasan. 3) Lebih banyak menyerap, mencari serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis.

  Berdasarkan beberapa manfaat menulis yang disebutkan di atas maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa melalui kegiatan menulis seseorang dapat menggali potensi yang ada pada siswa, membantu siswa dalam mengungkapkan gagasannya, ide, dan kreativitasnya melalui bahasa tulis. Latihan dan bimbingan yang dilakukan guru dengan tepat juga dapat membantu siswa dalam memperbaiki hasil tulisannya.

3. Karangan Narasi

  a. Pengertian Karangan Narasi Menulis merupakan salah satu kegiatan yang menyenangkan, dengan menulis seseorang dapat menyalurkan pikiran dan emosi yang ada menjadi sebuah tulisan. Salah satu jenis tulisan yang sering dijumpai adalah karangan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 506) menjabarkan karangan adalah hasil mengarang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karangan merupakan hasil pekerjaan mengarang yang terdiri atas susunan kata-kata menjadi sebuah kalimat, paragraf dan akhirnya menjadi sebuah wacana yang dibaca dan dipahami oleh pembaca.

  Terdapat lima jenis karangan yang sering dijumpai, jenis-jenis karangan tersebut yaitu: deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi (Resmini, Yayah, dan Nenden, 2006: 114-138).

  Penelitian yang akan dilakukan peneliti, memfokuskan pada karangan narasi. Hal ini sesuai dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis karangan narasi. Keraf (2007: 135) mengungkapkan narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau memahami sendiri peristiwa itu. Sejalan denganpendapat Keraf, Suparno dan Yunus (2007: 1.11) mengungkapkan bahwa narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan atau rangkaian terjadinya suatu hal.

  Berdasarkan pendapat menurut ahli di atas dapat disimpulkan bahwa karangan narasi merupakan hasil tulisan seseorang yang dituangkan dalam bentuk peristiwa, sehingga pembaca dapat memahami situasi penulis yang telah digambarkan. Karangan narasi juga dapat berupa runtutan kejadian yang dituliskan berdasarkan imajinasi penulisnya.

  Karangan narasi dibedakan berdasarkan tujuannya. Keraf (2007: 136-138) membagi karangan narasi menjadi dua, yakni sebagai berikut:

  1) Narasi Ekspositoris Narasi eskpositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui hal yang dikisahkan. Sasaran utamanya berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar. Runtun kejadian atau peristiwa yang disajikan untuk menyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca, tidak peduli apakah disampaikan secara tertulis ataupun lisan.

  Narasi ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan dapat pula bersifat generalisasi. Narasi yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang, maka seseorang dapat memperoleh kemahiran yang tinggi mengenai hal itu. Narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulangi kembali, karena merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. 2) Narasi Sugestif

  Narasi sugestif berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Sasarannya adalah makna peristiwa atau kejadian itu, maka narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal (imajinasi). Narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal pembaca. Pembaca dapat menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit. Sesuatu yang eksplisit adalah sesuatu yang tersirat mengenai objek atau subjek yang bergerak dan bertindak, sedangkan makna yang baru adalah sesuatu yang tersirat.

  Semua objek dipaparkan sebagai suatu rangkaian gerak, kehidupan para tokoh dilukiskan dalam satuan gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu berubah dari waktu ke waktu. Makna yang baru akan dijelaskan dan dipahami sesudah narasi itu dibaca, karena tersirat dalam seluruh narasi itu. Narasi sebaiknya tidak bercerita atau memberikan komentar mengenai sebuah cerita, tetapi justru mengisahkan suatu cerita atau kisah. Seluruh kejadian yang disajikan menyiapkan pembaca kepada suatu perasaan tertentu untuk menghadapi suatu peristiwa yang berada di depan matanya. Narasi menyediakan suatu kematangan mental. Kesiapan mental itulah yang melibatkan para pembaca bersama perasaannya, bahkan melibatkan simpati atau antipasti mereka pada kejadian itu sendiri.

  Narasi dibedakan ke dalam beberapa macam yaitu narasi ekspositoris dan sugestif, keduanya memiliki beberapa perbedaan. Jika dijabarkan dalam bentuk tabel maka dapat dilihat dalam tabel berikut:

  Tabel 2.1 Perbedaan narasi ekspositoris dan sugestif

  Narasi ekspositoris Narasi sugestif Memperluas pengetahuan. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.

  Menyampaikan informasi Menimbulkan daya khayal. mengenai suatu kejadian. Didasarkan pada penalaran untuk Penalaran hanya berfungsi mencapai kesepakatan rasional. sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar. Bahasanya lebih condong ke Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan dengan bahasa figuratif menitik- titik berat pada penggunaan kata- beratkan penggunaan kata-kata kata denotatif. konotatif.

  Berdasarkan penjelasan di atas terkait karangan narasi ekspositoris dan sugestif, peneliti memfokuskan penelitian pada jenis karangan narasi sugestif. Hal ini didasarkan atas permasalahan yang diperoleh peneliti selama melakukan observasi di kelas IV SD Negeri

  3 Tambaksogra, yaitu masih banyak siswa yang belum mampu menyampaikan imajinasi yang ada menjadi sebuah karangan narasi.

  Penelitian tentang narasi sugestif yang telah dilakukan Merini Wulandari yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Strategi

  

Pembelajaran Imaginasi Terhadap Kemampuan Menulis paragraf

Narasi Sugestif Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Binjai Tahun

  Pembelajaran 2012 /2013”. Jenis penelitian yang dilakukan adalah

  quasi eksperimen dengan jumlah populasi 294 siswa dan sampel penelitian berjumlah 80 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan menulis paragraf narasi sugestif yang menggunakan strategi pembelajaran ekspositori pada siswa menunjukkan nilai rata-rata 63,75, sedangkan dengan menggunakan strategi pembelajaran imajinasi mencapai rata-rata 73,12.

  b. Struktur Karangan Narasi Menulis karangan narasi memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

  1) Alur/plot Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah.

  Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana suatu insiden mempunyai hubungan dengan insiden lain, bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam tindakan-tindakan itu, dan bagaimana dan situasi dan perasaan tokoh yang terlibat dalam tindakan-tindakan itu terikat dalam suatu kesatuan waktu.

  2) Penokohan Penokohan yaitu tokoh cerita bergerak dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu kejadian atau peristiwa. Penokohan biasanya dibagi menjadi dua, yakni tokoh antagonis dan protagonis.

  3) Latar Tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Hal ini dapat dilakukan di dalam ruangan maupun diluar ruangan. 4) Sudut pandang

  Seorang penulis dalam menyampaikan sebuah cerita yang ditulisnya, sehingga pembaca dapat mengetahui siapa yang diceritakan dalam cerita tersebut. Dapat diartikan sebagai bagaimana penulis menempatkan diri pada sebuah cerita (Resmini, Yayah, dan Nenden, 2006: 128-131).

  c. Langkah

  • –Langkah Dalam Menulis Karangan Narasi Menulis karangan narasi perlu memperhatikan langkah- langkah. Adapun langkah-langkah yang dikemukakan Suparno dan Yunus (2007: 4.55) yang perlu dipahami dalam menulis karangan narasi adalah sebagai berikut: 1) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan 2) Tetapkan sasaran pembaca 3) Rancangan peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur

  4) Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita 5) Rincian peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita 6) Susun tokoh perwatakan, latar, dan sudut pandang 4.

   Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)

  Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan pada sebuah kelas selalu menggunakan satu atau lebih model pembelajaran sebagai gambaran lingkungan belajar siswa. Salah satunya adalah model pembelajaran Think

  

Talk Write (TTW) yang dapat digunakan pada mata pelajaran bahasa

Indonesia.

  a. Pengertian model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) merupakan model pembelajaran yang bersifat komunikatif (Huda, 2015: 215).

  Pembelajaran yang bersifat komunikatif maksudnya pendekatan pembelajaran yang berbasis komunikasi yang memungkinkan siswa untuk mampu membaca dan menulis dengan baik, belajar dengan orang lain, menggunakan media, menerima informasi, dan menyampaikan informasi. Model pembelajaran TTW memiliki sintak yang sesuai dengan urutan di dalamnya, yakni think (berpikir), talk (berbicara atau berdiskusi), dan write (menulis). 1) Think (berpikir)

  Siswa membaca teks berupa soal (kalau memungkinkan dimulai dengan soal yang berhubungan dengan permasalahan sehari-hari atau kontekstual). Pada tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahami dengan menggunakan bahasanya sendiri.

  2) Talk (berbicara) Siswa diberi kesempatan untuk membicarakan hasil penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide- ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya dalam berdiskusi, baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain. 3) Write (menulis)

  Pada tahap ini, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dan kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperoleh ( Huda, 2015: 218).

  b. Langkah

  • –langkah pembelajaran model Think Talk Write (TTW) Langkah-langkah dalam menggunakan model pembelajaran

  TTW yaitu: 1) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa ke forum diskusi.

  2) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan gagasannya dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalui interaksi dalam diskusi, karena itu diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan.

  3) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi dalam bentuk tulisan (write).

  4) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu, dipilih satu atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawaban, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan (Huda, 2015: 220).

5. Media Puzzle

  Kegiatan pembelajaran di SD sering diidentikkan dengan penggunaan media sebagai salah satu upaya penanaman materi ajar yang diberikan guru pada proses kegiatan belajar mengajar. Penggunaan media pada saat pembelajaran diharapkan dapat memaksimalkan penyampaian materi ajar pada siswa.

  a. Pengertian Media Media merupakan salah satu upaya guru dalam rangka, memaksimalkan kegiatan belajar mengajar. National Education

  Association dalam Arsyad (2011: 5) mendefinisikan bahwa media

  sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya; dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca. Media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Peranan media tidak akan terlihat bila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media.

  b. Manfaat Media Sebagian besar guru menggunakan media sebagai alat bantu untuk mendukung materi yang telah diajarkan dapat terserap dengan baik pada siswa. Arsyad (2011: 25-26) mengemukakan manfaat dari penggunaan media pada proses belajar sebagai berikut: 1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. 2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. 3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu: a) Objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio atau model. b) Objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar.

  c) Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide disamping secara verbal.

  d) Objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secara konkret melalui film, gambar, slide, atau simulasi komputer.

  e) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film, dan video.

  f) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam kenyataannya memakan waktu lama seperti kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan teknik- teknik rekaman seperti time-lapse untuk film, video, slide atau simulasi komputer. 4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang. Manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain: a) Proses belajar mengajar dapat menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar.

  b) Materi pelajaran yang disampaikan lebih jelas maknanya terserap oleh siswa c. Puzzle

  Puzzle merupakan permainan yang sering dijumpai dan

  dimainkan oleh anak-anak. Biasanya anak-anak sangat senang menyusun dan mencocokkan bentuk dan tempat. Anak akan suka memainkan puzzle dengan berbagai macam gambar yang menarik. Cara bermain puzzle, biasanya anak sudah langsung mengenali permainan ini dan langsung bisa memainkannya. Adapun langkah- langkah dalam memainkan permainan puzzle yaitu sebagai berikut: 1) Lepaskan kepingan puzzle dari papannya 2) Acak kepingan puzzle tersebut 3) Mintalah anak memasangkannya kembali 4) Berikan tantangan kepada anak untuk melakukannya dengan cepat.

  Tujuan bermain puzzle yaitu sebagai berikut: 1) Menumbuhkan rasa solidaritas sesama siswa.

  2) Menumbuhkan rasa kekeluargaan antarsiswa. 3) Melatih strategi dalam bekerja sama antarsiswa. 4) Menumbuhkan rasa kebersamaan sesama siswa. 5) Menumbuhkan rasa saling menghormati dan menghargai sesama siswa.

  6) Menumbuhkan rasa saling memiliki antarsiswa. 7) Menghibur para siswa di dalam kelas (Nisak, 2012: 110)

  Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan tentang puzzle, merupakan kepingan-kepingan bagian yang terpisah, tugas siswa untuk mencocokan dan menyusunnya sesuai dengan bentuk dan tempatnya. Media puzzle diharapkan dapat membantu siswa pada saat pembelajaran sekaligus membuat siswa aktif dan senang dalam belajar di kelas.

6. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

  Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu pembelajaran yang wajib diajarkan di Sekolah Dasar di Wilayah Indonesia.

  Pembelajaran bahasa Indonesia penting diajarkan mengacu pada tujuan pelajaran bahasa Indonesia: a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.

  b. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara.

  c. Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

  d. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan spiritual, moral, emosional, dan sosial.

  e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

  f. Menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Mulyasa, 2010: 240).

  Dengan adanya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia tersebut maka peserta didik diharapkan: a. Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.

  b. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar, serta lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswa.

  c. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif memberikan masukan dan bantuan terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian pembelajaran kebahasaan dan kesastraan sekolah.

  d. Sekolah dapat mengembangkan program pendidikan kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia.

  e. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional (Mulyasa, 2010: 240). Berdasarkan penjelasan diatas, pembelajaran menulis karangan narasi di sekolah dasar terdapat dalam acuan berikut: a. Standar Kompetensi

  Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk karangan, pengumuman, dan pantun anak.

  b. Kompetensi Dasar

  8.1 Menyusun karangan tentang berbagai topik sederhana dengan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma dan lain-lain).

  c. Indikator 1) Mengetahui unsur-unsur karangan 2) Menyusun karangan narasi

  3) Menyusun karangan tentang berbagai topik sederhana dengan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma dan lain-lain).

7. Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan model Think Talk

  Write (TTW) berbantuan Media Puzzle

  Langkah-langkah penelitian pada pembelajaran menulis karangan narasi dengan model TTW berbantu media puzzle yaitu: a. Siswa dibagi menjadi 7 kelompok, dengan tiap-tiap kelompok terdiri atas 4 siswa.

  b. Guru memberikan sebuah puzzle pada tiap kelompok.

  c. Siswa berpikir bagaimana cara untuk menyusun gambar yang terdapat pada puzzle .

  d. Setelah berhasil menyatukan gambar, siswa mendiskusikan gambar dengan kelompoknya.

  e. Hasil diskusi ditulis siswa ke dalam sebuah karangan narasi.

  f. Masing-masing kelompok menunjuk satu anak untuk mempresentasikan hasil karangan narasi dari kelompoknya untuk dibacakan di depan semua siswa dan guru.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian terkait penerapan puzzle dan model pembelajaran Think Talk

  Write (TTW) telah dilakukan dalam pembelajaran, diantaranya:

  1. Penelitian yang dilaksanakan oleh Ungki Dwi Cahyo (2012) tentang “Penerapan Media Puzzle Picture pada Kemampuan Berbicara Siswa

  

Kelas XI IPA 2 SMA Negeri Tumpang” memiliki tujuan untuk

  mendeskripsikan penerapan dan hasil penerapan media puzzle picture pada kemampuan berbicara pada mata pelajaran bahasa Jerman. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan sampel penelitian berjumlah 38 siswa kelas XI

  IPA 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tertinggi siswa yaitu 85 dan nilai terendah yaitu 67 dengan SKM bahasa Jerman 75. Jumlah siswa yang memenuhi standar kelulusan minimal yaitu 30 siswa, dan 8 siswa tidak memenuhi standar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara bahasa Jerman siswa kelas XI IPA 2 pada tema Schule telah memenuhi standar kelulusan minimal.

  2. Penelitian yang dilaksanakan Ryky Mandar Sary dan Mya Setyawinarsih (2014) tentang

  “Model Pembelajaran Think Talk Write Berbantu Kartu

Misterius pada Pembelajaran Siswa Kelas IV SD Negeri Batursari 6”.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran TTW berbantu kartu serius terhadap pembelajaran tema Pahlawanku. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan jumlah sampel 76 siswa.

  Hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata kelas eksperimen 78,66, sementara nilai rata-rata kelas control 72,84.

  Penelitian di atas menunjukkan bahwa penggunaan model TTW memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan siswa.

  Perbedaan dari penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada materi dan mata pelajaran yang diteliti serta jenis penelitian yang dilakukan. Pada penelitian sebelumnya, penelitian berjenis quasi eksperimen dan deskripsi kualitatif untuk mendeskripsikan media puzzle picture pada kemampuan berbicara siswa, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti berjenis penelitian tindakan kelas. Pada penelitian tindakan kelas yang dilakukan, peneliti menerapkan model Think Talk Write (TTW) untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan menulis karangan narasisiswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia dengan berbantuan media puzzle.

C. Kerangka Pikir

  Kemampuan siswa kelas IV SD N 3 Tambaksogra dalam menulis karangan narasi masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapat dalam membuat sebuah karangan. Penggunaan huruf kapital yang masih kurang tepat, tanda baca yang tidak sesuai, serta tulisan yang masih kurang rapi pada beberapa hasil karangan siswa. Melihat kondisi tersebut perlu adanya inovasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan media puzzle membantu siswa belajar dengan saling menukar pendapat dengan teman kelompoknya, sehingga siswa mendapatkan informasi yang banyak dan berbeda. Siswa dilatih untuk bekerjasama dalam kelompok sehingga pembelajaran berjalan dengan baik. Tujuan dari model pembelajaran TTW dengan media puzzle yaitu untuk mengembangkan kreativitas dan kerja sama antar anggota kelompok menjadi lebih baik.

  Melihat karakteristik yang dimiliki model TTW, maka model tersebutdapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IV dengan materi menulis karangan narasi, dengan harapan dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan menulis karangan narasi siswa. Guru juga akan bertambah pengetahuan mengenai model pembelajaran.

  Kerangka pikir penelitian dapat di gambarkan pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran D.

   Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan teori dan kerangka berpikir di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis berikut: Kondisi Awal

   Guru menggunakan model pembelajaran ceramah  Kreativitas dan kemampuan menulis rendah

  Tindakan Guru menggunakan model pembelajaran TTW dengan media puzzle  Siklus I Menggunakan model pembelajaran TTW dengan media puzzle  Siklus II

  Menggunakan model pembelajaran TTW dengan media puzzle

  Kondisi Akhir Kreativitas dan kemampuan menulis karangan narasi meningkat

  1. Jika pembelajaran menggunakan model TTW berbantu media pembelajaran puzzle dapat meningkatkan kreativitas menulis karangan narasi siswa kelas IV SD Negeri 3 Tambaksogra.

  2. Jika pembelajaran menggunakan model TTW berbantu media puzzle dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas IV SD Negeri 3 Tambaksogra.