Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No:013-122/PUU-IV/2016 dalam Perspektif Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi - Repositori UIN Alauddin Makassar

  

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 013-022/PUU-IV/2006 DALAM PERSPEKTIF KEBEBASAN

BERPENDAPAT DAN BEREKSPRESI

  

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum

  UIN Alauddin Makassar Oleh

UMMUL KHASANAH

  NIM. 10300110031

  

JURUSAN HUKUM PIDANA DAN KETATANEGARAAN

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

DAFTAR TRANSLITERASI

A. Transliterasi 1. Konsonan

  Huruf-huruf bahasa Arab ditransliterasi ke dalam huruf latin sebagai berikut:

  b : ب z : ز f : ف t : ت s :

س

q :

  ق ts : ث sy :

ش

k :

  ك j : ج sh :

ص

l :

  ل h : ح dh :

ض

m :

  م kh : خ th :

ط

n :

  ن d : د zh :

ظ

w :

  و dz : ذ ' :

ع

h :

  ه r : ر gh :

غ

y :

  ي

  Hamzah (

  ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (').

2. Vokal dan Diftong a.

  Vokal atau bunyi (a), (i) dan (u) ditulis dengan ketentuan sebagai berikut: Vokal Pendek Panjang Fathah a â Kasrah i î Dammah u û b.

  Diftong yang sering dijumpai dalam transliterasi ialah (ay) dan (aw), misalnya: dan qawl.

  bayn a.

  Syahadah dilambangkan dengan konsonan ganda.

  b.

  Kata sandang al- (alif lam ma'rifah) ditulis dengan huruf kecil, kecuali bila terletak di awal kalimat. Dalam hal ini kata tersebut ditulis dengan huruf besar

  (Al-) Contohnya: Al- qur’an.

  c.

  Ta‟ marbutha (ة) ditranliterasikan dengan t. Tetapi jika ia terletak di akhir huruf h.Contohnya: Fatimah d.

  Kata atau kalimat Arab yang ditransliterasikan adalah kata atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Adapun kata atau kalimat yang sudah dibakukan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, tidak ditulis lagi menurut cara transliterasi di atas, misalnya perkataan Al-

  Qur‟an, sunnah dan khusus. Namun bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari teks

  Arab, maka harus ditransliterasikan secara utuh, misalnya: تيبل ا له ا (Ahl Al-Bayt).

B. Singkatan

  Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: 1. = Badan Pemeriksa Keuangan

  BPK 2. = Hijriah H. 3. =

  Het Hezelane Inland Reglement

  HIR 4. = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

  KUHP

  6. M.

  = Masehi 7. PBB

  = Perserikatan Bangsa-Bangsa 8. PPATK

  = Pusat Pelaporan dan Anaisis Transaksi Keuangan 9. Q.S...(...)....

  = Quran, Surah....., ayat.....

  10. ra.

  = Radiyalllahu „Anhu 11. saw.

  = Salla Allâhu 'Alayhi wa Sallam 12. swt.

  = Subhanahû wata'alâ

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Dengan penuh kesadaran, penyusun yang bertanda tangan dibawah ini:

  Nama : Ummul Khasanah Nim : 10300110031 Jurusan : Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Fakultas : Syari’ah dan Hukum

  Menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusun sendiri. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain sebagian atau seluruhnya, maka skripsi ini dan gelar kesarjanaan yang diperoleh batal demi hukum.

  Makassar, 23 April 2014 Penyusun Ummul Khasanah Nim: 10300110031 PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul “Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

  Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dalam Perspektif Kebebasan Berpendapat dan berekspresi”, yang disusun oleh Ummul Khasanah, NIM: 10300110031, mahasiswa Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Kamis, Tanggal 24 April 2014 M, bertepatan dengan 24 Jumadil Ahkhir 1435 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegararaan (dengan berbagai perbaikan).

  Gowa, 24 April 2014 M 24 jumadil Akhir 1435 H DEWAN PENGUJI:

  Ketua : Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A. ( ) Sekretaris : Dra. Nila Sastrawati, M.Si. ( ) Munaqisy I : Dr. H. Abd. Halim Talli, M.Ag. ( ) Munaqisy II : Istiqamah, SH., MH. ( ) Pembimbing I : Prof. Dr. Darussalam, M.Ag. ( ) Pembimbing II : Andi Syafriani, Sh., MH. ( )

  Diketahui oleh: Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A.

  NIP: 19570414 198503 1 003

KATA PENGANTAR

  

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan Skripsi dengan Judul ;

  “Puusan Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dalam Perspektif

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi

  . Dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

  Teriring salam dan shalawat semoga tercurahkan kepada teladan dan junjungan kita Rasulullah Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, beserta orang-orang yang senantiasa istiqamah mengikuti jalan dakwahnya hingga akhir zaman.

  Penghargaan setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada Ayahanda Drs.

  

Syarifuddin M. dan Ibunda A. Hadriati M. tercinta atas segala kasih sayang,

  pengorbanan dan doa yang tiada henti-hentinya di berikan kepada penulis, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada:

  1. selaku rektor Universitas Islam

  Bapak Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, MS., Negeri Alauddin Makassar beserta seluruh stafnya yang telah memberikan berbagai fasilitas kepada kami selama masa pendidikan.

  2. Bapak Prof. Dr. H. Ali Parman MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum. serta para pembantu dekan, dosen dan staf fakultas Syari‟ah dan Hukum.

  3. Ibu Dra. Nila Sastrawaty.,M.Si selaku ketua Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan yang telah meluangkan waktu untuk hadiri dalam pelaksanaan seminar proposal dan hasil, terima kasih atas kritik, masukan maupun saran yang telah diberikan kepada penulis.

  4. Bapak Prof. Dr. Darussalam, M.Ag. dan bapak Andi Safriani, SH., MH. selaku pembimbing yang telah banyak mengarahkan penulis dalam perampungan penulisan skripsi.

  5. Nenekku Alm. Hj. A. Sitti Rabiah yang selalu membantu dan memberikan semangat hingga tutup usia pada tanggal 8 April 2014

  6. Seluruh dosen dan staf Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

  7. Kakakku Uswaton Khasanah, S.Kel yang tealah membantu dan memberikan dukungan untuk dapat segera menyelesaikan studi dan mendapatkan hasil yang terbaik.

  8. Adikku Farhan Syarif yang selalu membantu dalam dalam penyelesaian ini.

  9. Kakakku Akhzan Nur Iman S.Kel yang telah membantu dan memberikan dukungan untuk dapat segera menyelesaikan studi dan mendapatkan hasil yang terbaik.

  10. Muhammad Nasir S.Kel, yang selalu memberikan semangat, dukungan serta doa dengan penuh ketulusan.

  11. Teman-teman seperjuangan Angkaatan 2010 baik dari jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan maupun jurusan lain yang bersama-sama menjalani suka dan duka selama menempuh pendidikan di Fakultas Syariah dan Hukum.

  12. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungannya selama ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan penulisan dimasa mendatang. Tidak lupa penulis memohon maaf yang besar-besarnya jika ada salah dan khilaf selama proses penyusunan skripsi ini.

  Akhir kata, Allah tiada tuhan melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Semoga segala apa yang telah diberikan kepada penulis dapat bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin….

  Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

  Gowa, 23 April 2014 Penulis

  Ummul Khasanah

DAFTAR TRANSLITERASI

A. Transliterasi 3. Konsonan

  Huruf-huruf bahasa Arab ditransliterasi ke dalam huruf latin sebagai berikut:

  b : ب z : ز f : ف t : ت s :

س

q :

  ق ts : ث sy :

ش

k :

  ك j : ج sh :

ص

l :

  ل h : ح dh :

ض

m :

  م kh : خ th :

ط

n :

  ن d : د zh :

ظ

w :

  و dz : ذ ' :

ع

h :

  ه r : ر gh :

غ

y :

  ي

  Hamzah (

  ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (').

4. Vokal dan Diftong a.

  Vokal atau bunyi (a), (i) dan (u) ditulis dengan ketentuan sebagai berikut: Vokal Pendek Panjang Fathah a â Kasrah i î Dammah u û b.

  Diftong yang sering dijumpai dalam transliterasi ialah (ay) dan (aw), misalnya:

  Qur‟an, sunnah dan khusus. Namun bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari teks

  KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

  Het Hezelane Inland Reglement 4.

  =

  = Hijriah 3. HIR

  H.

  = Badan Pemeriksa Keuangan 2.

  Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: 1. BPK

  Arab, maka harus ditransliterasikan secara utuh, misalnya: تيبل ا له ا (Ahl Al-Bayt).

  Kata atau kalimat Arab yang ditransliterasikan adalah kata atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Adapun kata atau kalimat yang sudah dibakukan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, tidak ditulis lagi menurut cara transliterasi di atas, misalnya perkataan Al-

  bayn dan qawl.

  h .Contohnya: Fatimah f.

  Ta‟ marbutha (ة) ditranliterasikan dengan t. Tetapi jika ia terletak di akhir huruf

  e.

  (Al-) Contohnya: Al- qur’an.

  Kata sandang al- (alif lam ma'rifah) ditulis dengan huruf kecil, kecuali bila terletak di awal kalimat. Dalam hal ini kata tersebut ditulis dengan huruf besar

  d.

  Syahadah dilambangkan dengan konsonan ganda.

  c.

B. Singkatan

  6. M.

  = Masehi 7. PBB

  = Perserikatan Bangsa-Bangsa 8. PPATK

  = Pusat Pelaporan dan Anaisis Transaksi Keuangan 9. Q.S...(...)....

  = Quran, Surah....., ayat.....

  10. ra.

  = Radiyalllahu „Anhu 11. saw.

  = Salla Allâhu 'Alayhi wa Sallam 12. swt.

  = Subhanahû wata'alâ

  

ABSTRAK

NAMA : UMMUL KHASANAH NIM : 10300110031 JURUSAN : HUKUM PIDANA DAN KETATANEGARAAN

JUDUL : PUTUSAN MAHAKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK

  INDONESIA NOMOR 013-022/PUU-IV/2006 DALAM PERSPEKTIF KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN BEREKSPRESI

  Sripsi ini membahas mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 013-022/PUU-IV/2006. Latar belakang yang digunakan adalah Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan dalam melakukan judicial review Undang-Undang terhadap UUD 1945 tidak serta merta Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan UU tanpa adanya permohonan dari warga Negara yang menganggap UU tersebut merugikan hak-hak konstitusinya. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi menghapus Pasal 134, Pasal 136 bis dan Pasal 137 KUHP. Permohonan tersebut diajukan oleh Dr. Eggi Sudjana, SH., M.Si., dan Pandapotan Lubis. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mengetahui Penerapan hukum dalam Putusan No. 013-022/PUU-

  IV/2006 dan 2) mengetahui implikasi hukum Putusan No. 013-022/PUU-IV/2006.

  Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan pendekatan yuridis. Penelitian ini tergolong library research, data dikumpulkan dengan mengutip, menyadur, dan menganalisis dengan menggunakan analisis ini terhadap literatur yang representatif dan mempunyai relevansi dengan masalah yang dibahas, kemudian mengulas, dan menyimpulkannya.

  Setelah mengadakan pembahasan tentang tata urutan norma-norma menurut Hans Kelsen dan Implikasi hukum dalam pengambilan putusan terhadap perkara di pengadilan. Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP diterapkan berdasarkan Asas Konkordansi. Penulis berpendapat bahwa pasal-pasal tersebut sudah tidak tepat lagi di berlakukan di Indonesia, mengingat Negara Indonesia adalah negara yang Demokrasi dan negara yang memiliki Kontitusi. Dalam Konstitusi Indonesia telah menjamin Hak Konstitusional warga negara tepatnya dalam Amandemen UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia yaitu Pasal 27 (1), Pasal 28, Pasal 28D (1), Pasal 28E (2) (3) dan Pasal 28F. Menurut penulis penerapan hukum dalam judicial review sesuai dengan

  “superior derogat lege inferiori”. Sehingga Pasal 134, Pasal 136 bis dan

  Pasal 137 sudah layak di hapuskan dalam KUHP, karena bertentangan dengan

  Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah memberikan kepastian hukum, keadilan dan manfaat bagi masyarakat Indonesia dalam kebebasan berpendapat dan berekspresi terkait Presiden dan Wakil Preisden.

  Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan, walaupun pasal tentang Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden telah di hapuskan karena tidak sesuai dengan kondisi perkembangan masyarakat yang makin terbuka dan demokratis. Namun perlu adanya payung hukum yang jelas, tidak menimbulkan ambigu atau multi tafsir dalam masyarakat.

  DAFTAR ISI

  JUDUL ............................................................................................................. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... ii PENGESAHAN ............................................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... v PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN .........................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

  1 B. Rumusan Masalah ....................................................................

  9 C. Definisi Oprasional dan Ruang Lingkup .................................

  10 D. Kajian Pustaka .........................................................................

  11 E. Metodologi Penelitian .............................................................

  13 F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................

  15 BAB II Tinjauan Pustaka .......................................................................... 16-49 A.

  Mahkamah Konstitusi .............................................................

  16 1. Dasar Hukum Mahkamah Konstitusi ..................................

  22 2. Kewenangan Mahkamah Konstitusi ...................................

  23 3. Fungsi Mahkamah Konstitusi .............................................

  26

  B.

  29 Judicial Review Pasal 134, Pasal 136 bis, Pasal 137 KUHP ...

  1.

  29 Pasal 134 KUHP .................................................................

  2.

  34 Pasal 136 bis KUHP ...........................................................

  3.

  38 Pasal 137 KUHP .................................................................

  C.

  43 Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi ................................

  1. Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Sebelum Amandemen UUD 1945 ............................................................................

  43 2. Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Sesudah Amandemen UUD 1945 ............................................................................

  45 BAB III Tinjauan Teoritis ........................................................................ 50-66 A.

  50 Teori Penerapan Hukum Menurut Hans Kelsen .....................

  B.

  Teori Implikasi Hukum dalam Pengambilan Putusan terhadap Perkara di Pengadilan ...........................................................................

  62 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 67-89 A.

  Sekilas Tentang Duduk Perkara Nomor 013-022/PUU-IV/2006 ..................................................................................................

  67 1. Pemohon I Perkara Nomor 013/PUU-IV/2006 oleh Dr. Eggi Sudjana, SH., M.Si. ............................................................

  67 2. Pemohon I Perkara Nomor 022/PUU-IV/2006 oleh Pandapotan Lubis ...................................................................................

  73 B. Analisis Penerapan Hukum atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

  C.

  Analisis Implikasi Hukum atas Putusan Mahkamah Konstitusi 013- 022/PUU-IV/2006 ...................................................................

  86 BAB V PENUTUP ................................................................................... 90-91 A.

  KESIMPULAN .......................................................................

  90 B. SARAN ...................................................................................

  90 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92-96 RIWAYAT HIDUP .........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai sebuah negara, diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

  1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan tersebut, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan dan mensahkan UUD 1945 sebagai konstitusi Negara. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara, pada dasarnya merupakan penyanggah utama berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Pemahaman seperti ini, sesungguhnya tidak terlepas dari pengertian dan fungsi konstitusi itu sendiri, yakni sebagai aturan dasar dan menjadi penyangga utama untuk

  1 tegak kokohnya suatu Negara.

  Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, lahir dari dinamika dan pergulatan pemikiran para pendiri bangsa

  

(founding fathers) dalam durasi waktu yang relatif singkat. Pergulatan pemikiran

tersebut terjadi, pada dasarnya demi untuk menghasilkan konstitusi yang ideal.

  Kendati demikian, dinamika dan pergulatan pemikiran tersebut, tidak serta merta menjadikan UUD 1945 sebagai konstitusi yang telah sempurna. Hal ini karena UUD 1945 lahir secara prematur. Selain itu, eksistensi UUD 1945 yang bersifat tekstual dan tetap, tentu tidak akan mampu mengakomodir secara utuh perubahan-perubahan 1 Mexsasai Indra, Dinamika Hukum T sosial yang terjadi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apalagi di era derasnya arus globalisasi.

  Mengingat adanya kelemahan atau kekurangan pada UUD 1945 tersebut, maka beberapa saat setelah Indonesia merdeka, penyempurnaan berusaha untuk dilakukan.Namun, upaya tersebut gagal dilakukan, bahkan pada masa Orde Baru, kelemahan-kelemahan yang ada dalam UUD 1945 dimanfaatkan. UUD 1945 oleh penguasa Orde Baru dijadikan sebagai sesuatu yang sakral dan tak boleh disentuh oleh siapapun, bahkan hanya penguasa (presiden) yang boleh menafsirkan makna yang terkandung dalam UUD 1945. Alhasil, keadaan ini melahirkan pemerintahan yang otoriter (otoritarianisme).

  Otoritarianisme Orde Baru tersebut, terus membungkam mulut rakyat Indonesia selama kurang lebih 32 tahun. Pembungkaman di lakukan dengan berbagai macam cara, bahkan melibatkan kekuatan militer untuk melakukan represif terhadap warga Negara. Keadaan ini, melahirkan sejarah kelam dalam sistem berdemokrasi di Negara Republik Indonesia.

  Selain dengan dalih bahwa hanya penguasalah (presiden) yang boleh menafsirkan UUD 1945, otoritarianisme Orde Baru juga memberlakukan secara semena-mena pasal-pasal KUHP sesuai dengan tafsirannya sendiri demi melanggengkan kekuasaan. Pasal-pasal KUHP tersebut, khususnya yang berhubungan dengan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden pasal 134, 136

  2

  bis dan pasal 137 yang berbunyi sebangai berikut:

  

Pasal 134

Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden dan Wakil Presiden dihukum

  dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak- banyaknya Rp 4.500.

  

Pasal 136 bis

Perkataan penghinaan dengan sengaja dalam Pasal 134 mengandung juga

  perbuatan yang diterangkan dalam pasal 315, jika itu dilakukan kalau yang dihinakan tak hadir, yaitu baik dimuka umum dengan beberapa perbuatan, maupun tidak dimuka umum, tetapi dihadapan lebih dari empat orang atau dihadapan orang lain, yang hadir dengan tidak kemauannya dan yang merasa tersentuh hatinya, akan itu, dengan perbuatan, atau dengan lisan atau dengan tulisan.

  

Pasal 137

  1) Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya menghina Presiden atau Wakil Presiden dengan niat supaya isinya yang menghina itu diketahui oleh orang banyak atau lebih diketahui oleh orang banyak, dihukum penjara selamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyaknya Rp 4500.

  2) Jika si tersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dan pada waktu melakukan kejahatan itu belum lagi lalu dua tahun sesudah tetap hukumnya yang dahulu sebab kejahatan yang serupa itu juga, maka ia dapat dipecat dari jabatannya. (KUHP 35, 144, 208, 310 s, 315, 483, 488).

  Setiap aksi penyampaian pendapat/kritikan yang dilakukan oleh warga Negara terhadap penguasa Orde Baru dinilai sebagai tindak pidana penghinaan dengan sengaja terhadap presiden dan wakil presiden, kemudian pelakunya ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Korban-korban dari pasal karet (haatzaai artikelen) antara lain Aberson Marle Sihalolo, Sri Bintang Pamungkas, Nuku Soleman, Tri Agus S

  

3

Siswowiharjo, dan Yeni Rosa Damayanti.

  Keadaan tersebut di atas, sesungguhnya merupakan sebuah dilema di dalam sebuah Negara demokrasi. Sebab, sejatinya demokrasi, kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan hak warga Negara yang dijamin oleh Negara.Selain dilema dalam sistem demokrasi, keadaan tersebut juga menunjukkan adanya antinomi (dua

  4

  pernyataan tentang satu hal yang saling bertentangan) pada internal sistem hukum yang mestinya tidak boleh terjadi. Namun, karena tidak ada lembaga yang berwenang untuk melakukan judicial review atas Undang-Undang terhadap UUD 1945, maka keadaan tersebut berlalu begitu saja.

  Setelah rakyat lelah dengan tingkah penguasa Orde Baru yang otoriter dan korup, maka gerakan perlawanan secara besar-besaran terhadap rezim Orde Baru pun bergulir di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti,

3 Maratun Nashihah, “Mereka Yang Dianggap Hina Presiden”, Suara Merdeka Online. 09

  Desember 2006. http://www.suaramerdeka.com/harian/0612/09/nas05.htm (1 Maret 2014)

  5 Tragedi Semanggi I dan II, dan Tragedi Lampung. Alhasil, meskipun mengorbankan

  banyak hal, termasuk nyawa para aktivis.Kekuasaan Orde Baru rontok oleh gerakan Reformasi. Tepatnya pada tanggal 21 Mei 1998 penguasa Orde Baru (Soeharto) turun dari jabatan kepresidenannya.

  Adapun tuntutan reformasi pada saat itu, beberapa diantaranya adalah menegakkan supremasi hukum dan melakukan amandemen terhadap UUD 1945.

  Alhasil, kurang lebih setahun setelah bergulirnya Rezim Orde Baru, tepatnya pada tanggal 19 Oktober 1999 amandemen terhadap UUD 1945 berhasil dilakukan dan hingga kini telah terjadi empat kali amandemen. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut pertama adalah mengendalikan kekuasaan presiden dan hak legislasi dikembalikan ke DPR, sedangkan presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR; amandemen kedua dimuatnya ketentuan tentang hak asasi manusia (HAM) yang lebih luas dan keberadaan lembaga DPR; amandemen ketiga substansi penjelasan yang sifatnya normatif dimasukkan dalam batang tubuh UUD 1945; amandemen keempat membatasi kewenangan presiden yang sebelumnya “mutlak”

  6 menjadi kewenangan dalam pengawasan rakyat melalui wakilnya, yaitu DPR.

  Pasca amandemen UUD 1945 tersebut, maka telah terjadi perubahan dalam sistem ketatanegaraan Negara Republik Indonesia. Salah satu diantaranya perubahan dalam sistem ketatanegaraan tersebut adalah lahirnya Mahkamah Konstitusi sebagai 5 Wikipedia.

  “Gerakan Mahasiswa di Indonesia” 1 Maret 2014) 6 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD

  sebuah lembaga yang berwenang pertama menguji undang-undang terhadap UUD 1945, kedua memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, ketiga memutuskan pembubaran partai

  7

  politik, keempat memutuskan tentang perselisian pemilihan umum. Dengan demikian, lahirnya Mahkamah Konstitusi merupakan angin segar bagi warga Negara, karena adanya Mahkamah Konstitusi hak-hak konstitusional warga Negara dapat terjamin.

  Kendati demikian, meskipun Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan

  8

  dalam melakukan judicial review Undang-Undang terhadap UUD 1945 tidak serta Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan UU tanpa adanya permohonan dari warga Negara yang menganggap UU tersebut merugikan hak-hak konstitusinya. Hal ini terdapat dalam Pasal 51 Ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana dijabarkan

  9

  dalam Pasal 3 Peraturan MK No. 06/PMK/2005. Hal ini karena hakim Mahkamah Konstitusi bersifat menunggu para pihak yang mengajukan permohonannya. Seperti

  7 Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Cet. I; Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Makhkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010), h. 9. 8 Istilah judicial review terkait dengan istlah belanda “toetsingsrecht”, tertapi keduanya

memiliki perbedaan terutama dari sisi tindakan hakim. Toetsingsrecht bersifat terbatas pada penilaian

hakim terhadap produk hukum, sedangkan pembatalannya dikembalikan kepada lembaga yang

membentuk. Sedangkan dalam konsep judicial review secara umum terutama di negara-negara Eropa

Kontinental sudah termasul tindakan hakim membatalkan aturan hukum yang dimaksud. Selain itu,

istilah judicial review juga terkait tapi harus juga dibedakan dengan istilah lain seperti legislative

review, constitutional review dan legal review. Dalam konteks judicial review yang dijalankan oleh

MK dapat disebut sebagai constitutional review karena batu ujinya adalah konstitusi. Lihat, jimly

Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, (Jakarta: Konpress, 2005),

h. 6-9.

9 Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang (Cet. I; Jakarta: Sekretariat

  pada hukum acara perdata yang menganut asas hakim bersifat menunggu.Artinya adalah hakim menunggu adanya tuntutan yang diajukan kepadanya.

  Olehnya itu, meskipun UUD 1945 pasca amandemen telah menjamin hak-hak konstitusional warga Negara tepatnya pada pasal 28, seperti hak kebebasan berpendapat, ekspresi dan hak-hak asasi manusia, Undang-Undang yang telah diberlakukan tidak serta merta batal dengan sendirinya atau dihapuskan ketika bertentangan dengan UUD 1945. Undang-Undangatau pasal-pasal Undang-Undang dinyatakan tidak berlaku atau diubah ketika ada pihak yang mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi, kemudian Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonannya.

  Sehubungan dengan hal tersebut, pasal-pasal KUHP khususnya Pasal 134,

  10 Pasal 136 bis dan Pasal 137 tidak serta merta dinyatakan tidak berlaku atau diubah.

  Sehingga kurang lebih 3 (tiga) tahun setelah lahirnya Mahkamah Kostitusi, pasal- pasal tersebut masih tetap berlaku karena belum diadakan judicial review. Hal ini mengakibatkan penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945 hanya sebatas slogan, karena penguasa (Presiden) masih berlindung dibalik pasal-pasal karet KUHP tersebut untuk menghentikan segala bentuk kritikan atasnya.

  Nanti setelah tanggal 23 Juli 2006 Egi Sudjana dan pada tanggal 23 September 2006 Pandapotan Lubis kemudian mengajukan permohonan pada 10 Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian (judicial review) atas Pasal 134, 136bis, 137 terhadap UUD 1945. Hasil dari pengajuan permohonan tersebut adalah lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang mengabulkan permohonan Egi Sudjana dan Pandapotan Lubis untuk seluruhnya,

  

11

  adapun bunyi putusannya sebagai berikut: 1.

  Menyatakan permohonan para pemohon dikabulkan untuk seluruhnya.

  2. Menyatakan Pasal 134, Pasal 136 bis dan Pasal 137 Kitab Undang-undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  3. Menyatakan Pasal 134, Pasal 136 bis dan Pasal 137 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negarasebagaimana mestinya.

  Semenjak dikabulkannya permohonan Egi Sudjana dan Pandapotan Lubis tersebut, maka hak-hak konstitusional warga negara, khususnya hak dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi di muka umum mulai dapat dinikmati. Mengenai kebebasan berpendapat dan berekspresi ini, terdapat pula di dalam ajaran Agama Islam. Menurut pandangan Islam, semua pihak bebas mengutarakan pendapat dan keyakinannya selama tidak bertentangan dengan kemaslahatan ummat. Maslahat juga disini mencakup maslahat materil dan spiritual. Kehendak dan kebebasan manusia akan tergolong mulia selama itu selaras dengan potensi-potensi yang

  12 tertanam dalam dirinya dan membantunya untuk menapaki jalan kesempurnaan.

  Ayat yang menerangkan tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi terdapat dalam Al- Qur‟an Surah Az-Zumar Ayat 17 dan 18:

  Q.S. Az Zumar/ 39: 18: T erjemahan: “ yang mau mendengarkan perkataan maka diikutinya nama yang paling baiknya.

  

Itulah orang-orang yang peroleh petunjuk Allah, dan itu pulalah orang-orang yang

  13 mempunyai akal sehat.”

  Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis kemudian tertarik untuk meneliti Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 013-022/PUU-

  IV/2006 tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi.

  B.

   Rumusan Masalah

  Setelah diuraikan mengenai latar belakang masalah maka dapat dirumuskan pokok masalah yang akan menjadi batasan objek pembahasan, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor. 013-022/PUU-IV/2006 yaitu: 1.

  Bagaimana penerapan hukum dalam Putusan No. 013-022/PUU-IV/2006? 12 IRIB Indonesia “Penistaan Atas Nama Kebebasan Berekspresi”.

  Maret 2014)

2. Bagaimana implikasi hukum Putusan No. 013-022/PUU-IV/2006? C.

   Definisi Oprasional dan Ruang Lingkup

  Untuk menghindari kesalahfahaman tentang pengertian judul, terasa perlu dikemukakan pengertian beberapa kata yang telah disebutkan pada penulisan judul.

  Dari pengertian kata-kata tersebut selanjutnya akan memberi batasan dari judul yang akan dibahas. Adapun kata yag dimaksud adalah:

  1. Kebebasan berasal dari kata bebas artinya lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dsb sehingga boleh bergerak berbicara, berbuat, dsb dengan

  14 leluasa). Arti kata kebebasan adalah kemerdekaan; keadaan bebas.

  Menurut penulis yang dimaksud kebebasan adalah suatu keadaan dimana tidak ada tendensi, intimidasi.

  2. Berpendapat berasal dari kata pendapat yang artinya pikiran, anggapan, buah pemikiran atau perkiraan (tentang suatu hal seperti orang, peristiwa), orang yang mula-mula mendapatkan (sesuatu yang tadinya belum ada atau belum

  15 diketahui), kesimpulan (sesudah mempertimbangkan, menyelidiki, dsb).

  Menurut penulis berpendapat adalah suatu tindakan mengeluarkan hasil buah pemikiran.

  3. Berekspresi berasal dari kata ekspresi yang artinya pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, 14 gagasan, perasaan,) pandangan air muka yang memperlihatkan perasaan

  Dendi Sugiono, dkk, Kamus bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 154-155

  16

  seseorang. Menurut penulis berekspresi adalah suatu sikap dan tindakan dalam menyampaikan apa yang ingin disampaikan.

  4. Putusan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dari suatu pemeriksaan perkara. Hasil atau kesimpulan suatu pemeriksaan perkara berdasarkan pada

  17

  pertimbangan yang menetapkan apa yang sesuaidengan hukum. Menurut penulis putusan adalah prodak pengadilan yang lahir setelah melewati proses pemeriksaan perkara terlebih dahulu.

  5. Mahkamah Konstitusi adalah Mahkamah yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; Salah satu pelaku kekuasaan

  18

  kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar. Menurut penulis Mahkamah Konstitusi adalah merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan pertama.

  D.

   Kajian Pustaka

  Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa literatur yang masih berkaitan dengan pembahasan yang dimaksud di antaranya adalah sebagai berikut:

  16 17 Dendi Sugiono, dkk, Kamus bahasa Indonesia, h. 380 Soesilo, Kamus Hukum, h. 517.

  Ahmad Syahrizal dalam bukunya Peradilan Konstitusi. Dalam buku ini membahas teori-teori konstitusi dan teori hukum tata negara pada umumnya.

  Mekanisme peradilan konstitusi baru saja diadopsi ke dalam sistem konstitusi Indonesia dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi. Peradilan Konstitusi dimaksud untuk memastikan bahwa UUD sungguh-sungguh dijalankan atau ditegakkan dalam kegiatan peyelenggaraan negara sehari-hari.

  Bob Sugeng Hadiwinata dan Christoph Schuch dalam bukunya Demokrasi di

  

Indonesia Teori dan Praktik . Dalam buku ini membahas hubungan antara konstitusi

Indonesia dan Demokrasi.

  Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Hukum Acara Pengujian Undang-undang. Buku ini membahas salah satu kewenangan Kahkamah Konstitusi khususnya dalam pengujian undang-undang dan dalam buku ini pula menguraikan tentang hal ikhwal dan mekanisme kerja peradilan konstitusional. Tetapi dalam buku ini tidak mengangkat Pengujian Undang-undang tentang Pasal 134, pasal 136 bis dan Pasal 137.

  Titik Triwulan Tutik dalam bukunya Konstitusi Hukum Tata Negara

  

Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Dalam buku ini membahas tentang tata

negara di Indonesia khususnya pascareformasi yang di tandai dengan amendemen

  Tetapi dalam buku ini tidak membahas tentang UUD 1945 sejak 1999-2002. kebebasan berpendapat dan berekspresi.

  E.

   Metodologi Penelitian

  Penyususnan skripsi ini menggunakan beberapa metode penelitian baik dalam pengumpulan data maupun pada saat pengumpulan data. Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.

  Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian pustaka (library research) yang menekankan pada deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap objek yang menjadi pokok permasalahan.

  2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang digunakan untuk menghubungkan masalah-masalah yang dibahas dengan pendekatan hukum, baik dengan Undang-undang Dasar 1945 atau peraturan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah tersebut.

  3. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan data dan bahan-bahan pemikiran bersumber dari sejumlah literatur, baik mengubah redaksi kalimatnya atau pun tidak.

  a.

  Jenis data Penulisan skripsi ini menggunakan jenis data kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan temuan data tanpa menggunakan prosedur b.

  Sumber data Penulisan skripsi ini menggunakan sumber data kepustakaan (library

  research) . Data kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan

  data dan bahan-bahan pemikiran yang bersumber dari sejumlah literatur, baik mengubah redaksi kalimatnya ataupun tidak.

4. Pengelolahan dan Analisis Data a.

  Pengelolahan data 1)

  Identifikasi data yaitu dengan mengumpulkan beberapa literatur, kemudian memilah-milah dan memisahkan data yang akan dibahas.

  2) Editing data adalah pemeriksaan data hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui relevansi (hubungan) dan keabsahan data yang akan dideskripsikan dalam menemukan jawaban pokok permasalahan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keragu-raguan atas data yang diperoleh.

  b.

  Analisis Data Teknik analisis data bertujuan mengurangi dan memecahkan masalah yang berdasarkan data yang diperoleh. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif yang menghendaki penegasan teknik analisis mencakup reduksi dan kategorisasi dan selanjutnya interpretasi dengan cara induktif dan deduktif.

  1. Tujuan Penelitian Tujuan yang diinginkan dalam penulisan ini adalah: a.

  Untuk mengetahui Penerapan hukum dalam Putusan No. 013-022/PUU- IV/2006.

  b.

  Untuk mengetahui implikasi hukum Putusan No. 013-022/PUU- IV/2006.

  2. Kegunaan Penelitian a.

  Secara Teoritis 1)

  Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya.

  2) Menambah informasi yang lebih konkrit bagi usaha pembaharuan bidang hukum khususnya kebebasan berpendapat dan berekspresi.

  b.

  Secara Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyaraka, mahasiswa dan aktifis dapat lebih mudah berpendapat dan berekspresi yang ditujukan kepada Presiden dan Wakil Presiden c. Secara Akademik

  Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan-bahan kepustakaan dibidang hukum yang berkaitan dengan Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-undang Dasar 1945.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MAHKAMAH KONSTITUSI Pembentukan Mahkamah Konstitusi tidak dapat dipisahkan dengan ide awal

  pembentukan Mahkamah Konstitusi. Secara singkat ide pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah berkaitan erat dengan ide untuk mengembangkan fungsi pengujian Undang-Undang yang dikaitkan dengan wewenang Mahkamah Agung dalam sejalah

  19 pembentukan Negara Indonesia.

  Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, disamping Mahkamah Agung, yang dibentuk melalui

  20

  perubahan ke-3 (tiga) UUD 1945. Indonesia merupakan negara yang ke-78 membentuk Mahkamah Konstitusi. Pembentukan Mahkamah Konstitusi sendiri

  21 merupakan fenomena negara modern abad ke-20.

  Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia muncul dan menguat di era reformasi pada saat dilakukan pembentukan terhadap UUD 1945. Namun demikian dari sisi gagasan judicial review sebenarnya telah ada sejak pembahasan UUD 1945 oleh BPUPK pada tahun 1945. Anggota BPUPK, Prof. Muhammad Yamin, 19 telah mengemukakan pendapat bahwa ”Balai Agung” perlu diberi