Peggy Jadi Duta Aksara: Kampanyekan Wajar Sembilan Tahun

BAHAS
D

STRA
GAN
~'lB

ER

2006

T

dOl
Un rt; I ' . , I
1>-',1 - :. r.
set. n:J !;
c ...: If k ..... u dll"' - p. ~

b~ h as


oeliP "

. 50

Ild'·:.r~P

0 .

.-

\.~



f .~ m

I1ln JUg;!

sp.S \ ... dllil
memeriksanya

Kamus
'Besar
Bahasa Indonesia Edisi
III (2002).daJam
Kamus
itu

Si.
lagi ketlka
belakang novel
Gus tfmata
Sakai,saya
Ulartertumbuk
Keempat,pada
yangsampul
antia lain
menc^tumkan kata surealis. Dewan Juri Sayembara Me-

nulis Novel DKJ 2003 itu antara lain menyebutkan-" strukdur konvensiond yang berangkat dari fakta sejarah
menjadi semacam alat pembuka untuk masuk ke peristiwa


surealis sebagai bagian dari kegelisalian si tokoh"
^ Ualam kamus kesayangan saya itu. surealis diartikan
orang yang menganut aliran surealisme'. Tentang surealisme

kanius yang s^a memberi arti 'aliran dalam seni sastra '
y^g mementmgkan aspek bawah sadar manusia dan nonrasional dalam citraan (di atas atau di luar kenyataan)'
Keterangan itu membuat perhatian saya menancap pada

frasa di atas atau di luar kenyataan". Kemelitan saya terarah
Kenyataan, menurut KBBI,

Siil
ada: kebenaran
disebabkanoleh kenyataan;(2)benar-benar
terbukti; bukti(nya):
kenya-itu
taannyatidak pernah ada tindakan kekerasan didesa itu.

saiak^iritrnt

P 0aging
I^ar pikiran
ucapan
Gusterldhx
tf pada
sajak
Gag^Putih
Akar,saya
200^):
"Imgan
nfSfsaya
i' konsep!kasat-matapenyair
itu meletikkan
dalam
p^an
yang dilawankan
dengan
■ fpntf ? ;

memahami

bahwadalam
kondan tan-kasat-mata
terkandung
pengertian kenyataan. Im berarti bahwa pemyataan di luar

kenyataan masih perlu dipeijelas:'di luar kenyataan ka-

^^*kasat-mata'^
Bahwa reditas tidak terbatas pada
benda-benda yang

secara fisik dapat ditangkap oleh indra manusia bisa di-

sunpulk^ dari pai^ dahm Kamus Filsafat(Lorens Bagus,

dijelaskan bahwa realitas/kenyataan mencLup

pengertm segala sesuatu yang ada'. Ini berimplikasi bahwa

mengat^an sesuatu di luar kenyataan menimbulkan persoal^. Jika dengan pernyataan itu kita memaksudkan bah

wa kenyataan hanya terdiri dari benda-benda yang tercerap
oleh mdra m^usia, maka kita termasuk berpaham ma-

tenalisme, yaitu doktrin bahwa tak ada sesuatu di luar
materi dan gerakan serta modifikasinya {The New Oxford
Dictionary ofEnglish,1998).
uxjora

15

Dalam Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa
Indonesia (JS Badudu,2003),surealis diartikan orang yang
menganut paham atau aliran surealisme'. Sedangkan surealisme diartikan sebagai 'aliran dalam kesenian terutama
sastra dan seni lukis yang mencari jalan untuk melukiskan

aktivitas jiwa manusia yang masih ddam keadaan beb^,
vang tidak terkekang oleh kaidah-kaidah logika, etika dan
estetika, dan sebagainya'. Dalam The New ^^bsters Com
prehensive Dictionary ofthe English Language (2003),
realisme dijelaskan sebagai'sebuah gerakan dalain sastra dan

seni abad ke-20 yang berusaha mengungkapkan bekerjanya

pikiran bawah sadar,terutama yang termanifestasikan dalam
mimpi-mimpi dan tak dikendalikan oleh akal atau suatu
proses sadar yang mana pun'.

jr ••

Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa deiinisi
KBBI Edisi III (2002) tentang surealisme perlu direvisi agar

tak menimbulkan pertanyaan yang tak

TARYADI

Indonesia

Kompas, 24-11-2006

16


bahasa ind^nesia-metapora

Setelah Perang dan
Sandiwara
HasffAmini

Duniaadalah medan perang.Tnilah

sebuah "metafor indnk" yang,
mungkin tanpa Mta sadari,telah jauh meresap ke dalam cara beipikir

dan berbahasa kita. Metafor turunannya pun bertebaran dalam medium Hsan
dan tulisan.

Alangkah sering komentar atau berita pertandingan sepakbola atau catur, mlsalnya,
berisi kata-kata ini: taktik, strategi, maniiver,
sergLugan balik, benteng, pertahanan, merebut,
menguasai, menaklukkan, dan seterusnya. Deretan kata itu pun tak sullt klta jumpai dalam
pembicaraan tentang bisnis atau politik. Di

dunia kesenian atau penerbitan,jika seseorang atau suatu kelompok mengadakan pelba-

gai kegiatan di luar jalur resmi,ia atau mere-

ihwal." Tfetapi aforisme
itu tampaknya hanyalah
sebuah simpul dari benang
panjang pikiran manusia
•yang memandang konflik dan

kekerasan sebagai keadaan
alamiah kehidupan di muka bumi,

Memang alam menghamparkan diri sebagai
medan yang sering tampak ganas: ada hewan

(bahkan tumbuhan)pemangsa, virus dan bakteri pembunuh,gas beracun, angin penggulung,
dan seterusnya. Sederet bahaya ini, ditambah
mudahnya perseteruan meletup antara puakpuak yang bertetan^a,barangkali lambat laun
membangkitkan pandangan yang bersumbu

pada citraan "medan perang bemama dunia"
itu.

ka bisa dianggap (atau menganggap diri) melakukan gerilya. Dimasa lampau, negeri ini
pemah mengalami zaman politik sebagai
panglima. Dan bahasa kita, selain menjdmpan
ungkapah lama seperti senjata makan tuan,

gang akan cenderung mengandalkan goloknya

bom waktu.

ta perlu bertanya lagi; jika temyata kita diamdiam gemar men^unakan pelbagai turunan

juga menyerap istilah dari khazanah
asing semisal kamuflase atau

Soalnya kemudian: pilihan metafor bisa me-

nentukan bagaimana kita melihat dan memperlakukan hal-ihwal di dunia. Bukankah


orang yang sering membawa golok di ping-

untuk menyelesaikan masalah? Karena itu ki

pan pandangan tentang

metafor "duma adalah medan perang",apakah itu suara bawah sadar kita yang cende

rang" itu mulm bekeija.

kap damai?(Oh,tapi tentu saja adakeraung-

jelas betul sejak ka-

"dunia sebagai medan pe

Lima abad sebelum Ma-

sehi, Heraklitos konon

pemah berkata,"Perang
adalah ayah segala hal-

rung kepada sikap berseteru ketimbang bersi-

ktnan lain: metafor sebagai sublimasi. Kita ■
j meng^akan metafor bermuatan kekCTasSh

jjustru untuk menyalurkan dorongan-dorongan
brutal ke dalam bentuk verbal sehingga tak

metaforbisabennaitfaat

tens untuk konteks pembicaratertentu, bukan untuk setiap
Dunia dan kehidupan

di atasnya niscayalah sangat
beraneka

memainkan peran masing-masing di "pang

menjelma jadi tindakan.)

gung" itu.
Metafor "medan perang"

'' Sebuah metafor induk lain menawarkan pe-

mandangan agak berbeda; dunia adalah panggung sandiwara. Pada akhir 1970-an Achmad
Albar menyanyikan lirik Taufiq Ismail;"Du
nia ini panggung sandiwara/ Ceritanya mudah
berubah...." Barang tentu itu bukan kali per-

tama metafor demikian muncul ke tengah

''orang ramai. Pada awal abad ke-17 William
■ Shakespeare, dalam lakon As You Like It, pern^ menulis: "All the world's a stage/ And all
'•the men and women merely players." Jika du
nia adalah semacam teater besar yang berisi
'sekianbanyak lakon, babak, peran^ pemain,
dengan sutradara dan khalayak penontonnya,

•menekankan watak keras dan

berbahayanya kehidupan du
nia, dan karena itu cenderung melupakan sifat lembut dan moderatnya iklim

bumi yang telah memungkinkan munculnya
kehidupan. Sedangkan metafor "panggung

sandiwara" menonjolkan watak bermain dan

berubah-ubahnya dunia,dan dengan begitu bi
sa agak melalaikan kenyataan kian lanjut dan
seriusnya masalah kelangsungan hidup para
makhluk di dunia. Betapapun,sebuah metafor

bisa bermanfaat memberi gambar yang hidup
dan intens untuk konteks pembicaraan terten

tu, bukan untuk setiap keadaan.

dengan langkaian klimaks dan antiklimaksm^a kita pun cenderung mafhum bahwa

i^^agfl'rangkaian peristiwa di dalamnya

r-i sanP^ taraf tertentu "sudah disuratkan"^
'

meski entah bagaimana (mungkin
dari luar atau mungkin dari da
lam diri), sehingga tetap bisa
mengejutkan pada setiap
momen kejadiannya. De
ngan kata lain, dunia

adalah sebangun konstruksi, sebentuk "reka-

an", yang belum selesai
dan terus digerakkan

Dimia dan kehidupan di atasnya niscayalah

sangat beraneka. Setiap metafor pada aldiirnya memang menampilkan hanya sebagian
atau bahkan secuil gambaran dunia. Demiki-

anlah, selain sebagai medan perang dan pang
gung sandiwara, dunia niscaya "adalah" halhal lain juga: pasar, kebun binatang, rumah sa-

kit, kampung,lapangan olahraga,jalan raya,
dan sebagainya. Masing-masing bisa menjadi

■ me^forinduk dengan pelbagai turunannya.

: Silvan pilih, tapi hati-hati sebelum "membe-

oleh para pelaku yang

Koran ^pempo, 13 November 2006

BAHAMA XM'^B'''^BTA-MnBwnT,nrtT

18

UAHASA

Pemerkosaan
atau Perkosaan?
OlehAYUUTAMI

Pemerkosaan atau perkosaan? Bagi korban: tidak

dua-duanya. Bagi pengamat bahasa: keduanya. Tapi,

belakangan ini ada kecenderungan memerkosa b^asa

Indonesia dengan menggunakan yang terakhir saja. Padahal,
beda makna pemerkosaan dan perkosaan.

Kita mengenal pembentukan kata benda melalui proses

pengimbuhan ini: pe + kata dasar + an. Maka, kata dasar
perkosa menjadi pemerkosaan.
Jadi,perkosaan salaii? Hmm,tcrgantung. lyLemang tidal<
ada kata dasar kosa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

terbitan Balai Pustaka. Tidak juga dalam kamus lain yang

saya tabu. Yang ada kosakata'd^ar atau perbendaharaan

kata'. Kalau mau nekat, kita bisa saja menceraikan kosa dari

kata dan mengartikannya sebagai daftar atau perbenda

haraan. Tapi, hasilnya, bentukan per + kosa + an berarti

pekerjaan perbendsiiaraan atau pekerjaan mengosa. Selain

maknanya beda betul,juga tak jamak digunakan. Anda tahu
apa itu mengosa? Saya tidalt.
Namun,Idta tahu wujud yang serupa bisa berasal dari

proses morfologi yang berbeda. Perkosaan memang bisa
terbentuk dari pe(r)+ kosa + an,'yang tak nyaris tak punya
art! tadi itu. Bisa juga dari perkosa + an. Pembentukan yang
kcdua inilah yang jamak dipakai. Rasanya, zaman sekarang

pemerkosaan selalu ditulis dan diucapkan sebagai perkosaan.
Inilah yang salah.

Kcs^aliannya mungkin lebih mudali dipahami dengan

membandingkan perbedaan antara pemukiilan dan pukulan.
Keduanya dibentulc daii kata dasar yang sama:pukul. Yang
pertama dengan konfiks pe-an. Yang kedua dengan akhiran
•an. Gramatikal dua-duanya benar, namun berbeda arti. Pemukulan adalah konseptualisasi terhadap perbuatan me-

mukul,sementara pukulan adalah, hmm,ya pukulannya itu,

yang bisa berbunyi bug atau plak!

Selayaknya kita memelihara perbedaan ini sebab pokok
ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia yang tampak
sederhana—misalny^ tak punya penanda waktu, kelamin
kata, aspek, dan Iain-lain yang dimiliki bahasa fleksi—sesungguhnya tak sementah itu.

Pemukulan, misalnya, memiliki aspek makna yang lebih
luas ketimbangpuA"u/an. Pemukulan mengandungpa/ra/an,
bahkan pukulan-pukulan. Tidak sebaliknya.Pemukulan bisa

mengandung aspek tindakan repetitif, tidak selesai, tidak
defmit.Pukulan mengandung aspek singular, tertentu, se
lesai. Dalam banyak bahasa, aspek demikian telah diperikan

dalam pengetahuan tata bahasa. Kita masih suka mengira

bahasa Indonesia sederhana. Sesungguhnya kemalasan kita
(yaitu keinginan kita menggampangkan) yang justru memiskinkan bahasa. Seperti gebyah-uyah mengubah memenangkan...jadi memenangipertandingan.

19

Kembali pada pemerkosaan dan perkosaan. Memang per-

.bandingan dengan pemukulan/pukulan tak sejajar betul sebab jika kita percaya Kamus Besar, pukul adalah kata benda,

perkosa adal^ kata sifat yaing artinya mirip dengan gagah.
Nah,kalau gagah dijadik^ lata keija, hasilnya menggagahi.
Demikian pula kata sifat zalim jadi menzalimi. Mengapa
bukan memerkosai? Melihat perangai morfologisnya yang
khusus,jangan-jangan kita hams mendaftar perkosa juga
sebagai kata keija.
Lihatlah, dari kata perkosa saja kita mendapatkan per-

soalan linguistik yang hams dibenahi nyaris sebanyak persoalan kehidupan yang disebabkan oleh pemerkosaan. Sekadar anjuran penggunaan:"Pemerkosaan oleh suami terhadap istri termasuk kekerasan dalam mmah tangga.""Per
kosaan itu mengakibatkan luka parah." Bingung? Memang,

kita hams mau mempelajari perbedaan yang h^us,kecuali

jika kita mau bahasa kita miskin.

AYU UTAmI
Sastrawan

Kotnpas, 17-11-200b

BAH3A IND0TF.3IA-P^NGAJA^^N

20

Bahasa Indonesia
di
Perguruan
Pilihan itu tentu tidak di"Itulah sebabnya, bahasa Indo-|

dasarkan pada jumlah penutumya, tetapi le