KESTABILAN GARAM BERIODIUM DALAM SEDIAAN MAKANAN SELAMA PROSES PEMASAKAN - repo unpas

  Kestabilan Garam Beriodium Dalam Sediaan Makanan Selama Proses Pemasakan

  

INFOMATEK

Volume 9 Nomor 2 Juni 2007

  

KESTABILAN GARAM BERIODIUM DALAM SEDIAAN MAKANAN

SELAMA PROSES PEMASAKAN

*)

Wisnu Cahyadi

  

Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pangan

Fakultas Teknik Unpas

Abstract : Potassium iodate used as the source of iodine can be decomposed to become the other species i.e.

iodide and iodine during processing and storage. There is still the controversy in the public, functionary, even

scientist about the loss of iodine in iodized salt and food-stuff during processing/cooking. The method of ion pair

high performance liquid chromatography (HPLC) used in this research can separate and determine iodine

species i.e. iodide and iodate specificaly, accurately and precisely. The results were showed that iodine content

(as iodate) of the decrease 48.52% in sour vegetable soup and 34.62% in amaranth vegetable soup, and an

inovation of the simple aparatus to detect iodine compound (I 2 ) vaporizing from iodized salt during cooking the

food had been designed. The other result can be answered the controversy problem in the public, functionary,

even scientist about the loss of iodine in iodized salt and food-stuff during processing/cooking.

  Key words : Potassium iodate, Ion pair-HPLC, Iodine species and food-stuff

I. PENDAHULUAN endemik berat dan sedang, walaupun telah

  Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) terjadi penurunan prevalensi GAKI, tetapi belum merupakan salah satu masalah gizi masyarakat memberikan hasil yang memuaskan. Secara di Indonesia. Diperkirakan 140 juta IQ point nasional terjadi penurunan prevalensi dari 37,2 hilang akibat kekurangan iodium, karena sekitar % di tahun 1982 menjadi 27,7 % di tahun 1990 1-3 42 juta orang hidup di daerah endemik, 10 juta dan di tahun 1998 menjadi 9,8 %. di antaranya menderita gondok, 3,5 juta

  Program iodisasi garam di Indonesia dalam menderita GAKI lain, dan terdapat 9000 bayi upaya menanggulangi gangguan akibat kretin. Melalui berbagai intervensi secara kekurangan iodium (GAKI) sampai saat ini nasional, di antaranya adalah iodisasi garam masih menghadapi suatu kendala/hambatan, *) dan pembagian kapsul iodium di daerah

  Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pangan, FT- Unpas Email : wisnu_cahyadi@yahoo.com Infomatek Volume 9 Nomor 2 Juni 2007 : 77 - 86

  meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk menunjang program iodisasi garam tersebut. Beberapa faktor yang mungkin menjadi penghambat di antaranya adalah : (1) harga garam beriodium yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan garam non iodium, membuat masyarakat penderita lebih memilih garam non beriodium untuk konsumsi sehari-harinya, (2) minat masyarakat penderita yang rendah akan garam beriodium, (3) kurangnya kesadaran produsen untuk memproduksi garam beriodium, dengan memproduksi garam beriodium yang tidak memenuhi syarat, (4) lemahnya pengawasan mutu yang dilakukan oleh Pemerintah, (5) kesadaran masyarakat tentang manfaat garam beriodium masih kurang dan (6) ketersediaan garam beriodium yang memenuhi persyaratan belum memadai. Penentuan kandungan iodium (sebagai iodat maupun iodida) dalam berbagai sampel garam beriodium telah dilakukan dengan berbagai metode. Titrasi iodometri merupakan metode konvensional yang berdasarkan reaksi redoks yang sering digunakan dalam analisis iodat. Metode ini tidak hanya mendeteksi kandungan kalium iodat dalam garam melainkan mendeteksi semua oksidator dalam larutan yang menyebabkan adanya kenaikan kandungan iodat dalam sampel garam beriodium dan tidak dapat mendeteksi dan menentukan spesi iodium lainnya. Oleh karena itu, metode titrasi iodometri seperti yang ditetapkan oleh SNI No. 01-3556 tahun 1994 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 77/1995 kurang tepat untuk menganalisis kestabilan kandungan iodat dalam garam beriodium. Menurut Saksono [1], masalah rusaknya atau turunnya iodat dalam garam beriodium selama penyimpanan dan proses pengolahan maupun pemasakan masih ada perbedaan pendapat (kontroversi) di kalangan masyarakat. Dalam perkembangannya ada beberapa isu yang menyatakan bahwa penggunaan garam beriodium di Indonesia tidak efektif karena kadar iodium (sebagai iodat) dalam garam akan berkurang dan berubah menjadi spesi iodium lain bila garam tersebut dicampur dengan bumbu masak. Proses berubahnya iodat menjadi spesi iodium lain dalam bumbu dapur ini disebabkan tereduksinya iodat menjadi iodium. Menurut Arhya [2], dan sebagian para ahli gizi dalam penelitiannya terhadap beberapa bumbu masak (seperti cabai, terasi, ketumbar dan merica) dan cuka yang ditambahkan pada garam beriodium pada saat pemasakan akan menurunkan kadar iodat bahkan dapat menurunkan sama sekali (100%). Metode analisis yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode iodometri. Sedangkan menurut [1], menyatakan bahwa kadar iodat dalam garam beriodium selama pemasakan tidak akan rusak. Metode analisis yang digunakan dalam penelitiannya adalah X-ray Fluorescence (XRF) dan kolorimetri. Perbedaan yang begitu besar ini disebabkan prinsip kedua metode ini berbeda.

  Kestabilan Garam Beriodium Dalam Sediaan Makanan Selama Proses Pemasakan

  Iodometri digunakan untuk menganalisis iodium dalam bentuk iodat saja sedangkan XRF dapat digunakan untuk menganalisis iodium total dalam semua bentuk senyawa iodium. Oleh karena itu untuk menjelaskan perbedaan pendapat tersebut diperlukan suatu metode analisis yang dapat menentukan dan memisahkan spesi-spesi iodium dalam garam beriodium dan makanan yang spesifik, cermat dan seksama.

  Kestabilan iodat dalam garam beriodium dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya kelembaban udara, suhu dan waktu penyimpanan, jenis pengemas, adanya logam terutama besi, kandungan air, cahaya dan keasaman. Faktor-faktor tersebut merupakan penyebab terjadinya penurunan mutu garam beriodium selama penyimpanan, proses pengolahan dan pemasakan. Kinetika (perubahan) kemunduran mutu, sangat penting artinya baik dalam pengolahan maupun distribusi pangan. Beberapa peneliti telah melaporkan fenomena

  leaching pada garam seperti yang dilaporkan

  oleh Chauhan, namun umumnya masih bersifat kualitatif. Peristiwa leaching tidak akan mempengaruhi jumlah iodat dalam garam selama kemasan yang digunakan bagus. Penurunan kadar iodium yang terbesar terjadi pada garam yang disimpan dalam kemasan plastik dari pada di dalam botol gelas, dan yang disimpan pada suhu 37 o C dan kelembaban relatif di bawah 76%. Selain itu juga kestabilan iodium akan dipengaruhi oleh jenis makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan. Menurunnya kandungan iodium pada saat pemasakan ini berkisar antara 36,6% sampai 86,1%,(Diosady et al. [3], Bhatnagar, et al.[4], Wang, et al. [5].

  Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan mempelajari pengaruh lama pemasakan terhadap kestabilan garam beriodium (sebagai iodat) dalam sediaan makanan, menentukan kadar spesi-spesi iodium dalam garam beriodium yang ditambahkan ke dalam sediaan makanan selama proses pemasakan, mengimplementasikan metode analisis baru untuk penentuan spesi iodium dalam garam beriodium (metode analisis ini sudah divalidasi melalui penelitian disertasi). Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya spesi-spesi iodium dan kestabilan spesi iodium dalam garam beriodium yang ditambahkan ke dalam sediaan makanan selama proses pemasakan. Selain itu diharapkan dapat menjawab masalah perbedaan pendapat (kontroversi) mengenai penurunan kandungan iodat dalam garam beriodium yang dicampur ke dalam makanan selama pemasakan.

  II. METODOLOGI Infomatek Volume 9 Nomor 2 Juni 2007 : 77 - 86

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : pereaksi pasangan ion atau ion lawan yaitu tetra butil amonium klorida 0,001 M (E. Merck), pelarut (fase gerak) yang digunakan metanol pro HPLC (JT. Beacker) dan dapar fosfat 0,01 M), asetonitril pro HPLC (JT. Beacker), KIO 3 p.a (E. Merck), KI p.a (E. Merck), NaCl p.a (E. Merck), aquabidest, KH 2 PO 4 0,01

  M p.a (E. Merck), sampel sediaan makanan (bubur nasi, sayur asam dan sayur bayam) dan bahan penunjang penelitian lainnya.

  Sedangkan alat yang digunakan : seperangkat sistem kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) Hitachi-Tokyo Jepang, penyuntik sampel, detektor serapan ultra violet, kolom fase balik (Phenomenex, C 18, Bondclone, 3,9 x 300 mm, ukuran partikel 10 m), kolom fase diam, dan peralatan penunjang penelitian lainnya.

  Metode Penelitian

  Pada penelitian ini dilakukan penyiapan bahan yang murni yaitu larutan standar spesi iodium ( I

  • - dan IO
  • 3 - ), sampel simulasi garam beriodium dan sediaan makanan (sayur asam dan sayur bayam), kemudian dilakukan pengujian dan pengukuran dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi pasangan ion, selanjutnya dilakukan perhitungan dengan metode statistik.

      Selain penyiapan bahan untuk sampel, juga disiapkan pereaksi untuk analisis seperti pereaksi ion lawan tetrabutil amonium klorida, larutan dapar kalium dihidrogen fosfat dan metanol. Semua sampel yang akan dianalisis dilakukan praperlakuan secara khusus untuk memisahkan senyawa dalam sampel yang akan dianalisis dari bahan-bahan lain yang akan menimbulkan gangguan pada saat dilakukan pengujian dan pengukuran.

      Kemudian dilakukan penyaringan vakum dengan menggunakan kertas saring khusus (0,22 dan 0,45 μm) dan dilakukan sentrifugasi bila perlu. Hal tersebut dilakukan pada kondisi sampel tidak berubah (stabilitas sampel).

      2. Kondisi optimum kromatografi

      Kondisi optimum yang digunakan pada penelitian ini adalah komposisi fase gerak (metanol : dapar KH 2 PO 4 0,01 M = 10 : 90), jenis dan konsentrasi ion lawan adalah tetrabutil ammonium klorida (TBAK) 0,001 M, pH optimum 7,0, kondisi suhu percobaan 27 o

    1. Penyiapan bahan dan praperlakuan sampel

      C, laju alir = 1 ml/menit, detektor ultra violet  226 nm dan jenis kolom fase balik (Phenomenex, Bondclone, C 18, ukuran 300 x 3,9 mm, ukuran partikel 10 m).

      3. Penentuan pengaruh lama pemasakan terhadap kestabilan garam beriodium dalam sediaan makanan

      Ditimbang masing-masing kurang lebih 5,00 g garam beriodium 74,85 bpj dan 82,38 bpj,

      Kestabilan Garam Beriodium Dalam Sediaan Makanan Selama Proses Pemasakan

      dicampurkan ke dalam sediaan makanan sebanyak 500 mL (sayur asam dan sayur bayam) bersama bumbu-bumbu dalam labu erlenmeyer 1000 mL, kemudian dilakukan pemasakan sampai masak/siap saji (selama ± 70 menit). Sampel diambil dari awal sampai akhir pemasakan setiap 5 menit sekali sebanyak 50 mL untuk dilakukan pengujian dan pengukuran.

      Setiap pengambilan sampel diikuti dengan penambahan kembali aquabides sebanyak 50 mL supaya volumenya tetap konstan. Hasil pengukuran dan perhitungan pengaruh lama proses pemasakan terhadap kestabilan garam beriodium (sebagai iodat) dalam sayur asam disajikan pada Tabel 1, 2, 3.

      

    Tabel 1

    Hasil pengujian pengaruh lama pemasakan terhadap kestabilan

    garam beriodium (sebagai iodat) dalam sayur asam

      Lama proses pemasakan (menit) Kadar iodat yang didapat

      (mg L -1 ) Kadar iodida yang terbentuk (mg L

    • -1 ) Nisbah

      I - / IO 3 - 66,73 0,72 0,0108

    5 65,02 0,36 0,0055

    10 62,29 0,33 0,0053

      

    15 60,59 0,3 0,0050

    20 59,11 0,24 0,0041

    25 51,81 0,22 0,0042

    30 51,45 0,19 0,0037

    35 51,13 0,19 0,0037

    40 49,89 0,18 0,0036

    45 47,59 0,18 0,0038

    50 42,51 0,17 0,0040

    55 39,65 0,17 0,0043

    60 39,14 0,14 0,0036

    65 38,35 0,15 0,0039

    70 38,33 0,14 0,0037

      

    Tabel 2

    Hasil pengukuran dan pengujian kadar iodium (I 2 ) yang terbentuk

    selama pemasakan sediaan makanan

      Absorban sampel Kadar iodium (I 2 ) yang didapat (mg L -1 )

      0,7646 41,79 0,7598 41,46

      Rata-rata 41,68 Infomatek Volume 9 Nomor 2 Juni 2007 : 77 - 86

    Tabel 3

    Hasil pengujian pengaruh lama proses pemasakan terhadap kestabilan

    garam beriodium (sebagai iodat) dalam sayur bayam

      Lama proses pemasakan (menit) Kadar iodat yang didapat

      (mg L -1 ) Kadar iodida yang terbentuk (mg L

    • -1 ) Nisbah

      I - / IO 3 - 71,73 7,12 0,0993 5 69,02 6,36 0,0921 10 67,89 5,33 0,0785

      15 66,29 5,13 0,0774 20 64,19 4,97 0,0774 25 62,78 4,72 0,0752 30 58,65 4,59 0,0783 35 57,43 4,39 0,0764 40 55,93 4,18 0,0747 45 53,29 3,98 0,0747 50 51,87 3,77 0,0727 55 50,86 3,56 0,0700 60 49,74 3,53 0,0710 65 49,35 3,49 0,0707 70 48,98 3,54 0,0723

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

      Pengaruh waktu pemasakan terhadap kestabilan iodat dalam sediaan makanan (sayur asam dan sayur bayam), menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap penurunan kadar iodat. Persentase penurunan kadar iodat tertinggi terjadi pada sayur asam yaitu 48,52%, sedangkan pada sayur bayam 34,62% selama pemasakan 70 menit pada suhu 100 o

      C, seperti yang terlihat pada Tabel 1, 3. Terjadinya penurunan kadar iodat selama proses pemasakan diikuti pula dengan terbentuknya spesi iodium lain yaitu iodida (I - ) dan iodium (I 2 ), hal ini terbukti dari kromatogram yang dihasilkan terdapat dua puncak dengan waktu retensi yang berbeda.

      Menunjukkan adanya pemisahan antara IO 3 - (sisa) dan I - (Gambar 1), sedangkan I 2 yang menguap dapat ditampung dalam alat khusus yang telah dirancang (Gambar 2) dan dapat dideteksi melalui spektrofotometri ultra violet atau dengan kromatografi cair kinerja tinggi yang sebelumnya direduksi dahulu menjadi iodida (I - ). Penurunan kadar iodat dan terjadinya spesiasi iodium ini tidak terlepas dari pengaruh sifat keasaman sediaan makanan, kandungan air dan proses pemanasan saat dimasak, selain itu dipengaruhi juga oleh jenis bumbu masak dan bahan pangan mentah yang digunakan.

      Dalam bumbu masak (seperti cabai, merica, ketumbar, lengkuas, kencur, asam) dan bahan baku sayur asam maupun bayam terdapat senyawa reduktor seperti senyawa fenolik dan adanya senyawa anti tiroid seperti tiosianat.

      Kestabilan Garam Beriodium Dalam Sediaan Makanan Selama Proses Pemasakan

      Menurut, Dahro [6], pada masakan tipe bersantan yang dimasak sampai kering kerusakan iodatnya cukup tinggi, karena santan kering bersifat seperti minyak yang menyebabkan suhu pemasakan menjadi lebih tinggi. Pada sayur asam penurunan iodat 56,63% dengan suhu pengolahan 100 o C dan lama pengolahan 35 menit dan pada soto santan penurunan iodat 39,48% suhu pengolahan 105 o C dan waktu pengolahan 55 menit. 10 Terjadinya penguraian iodat menjadi spesi iodium lain (iodida dan iodium) dalam bumbu dapur dapat disebabkan oleh tereduksinya iodat oleh senyawa-senyawa pereduksi dalam bumbu dapur pada suasana asam. Suasana asam pada bumbu dapur dapat diketahui dari pH bumbu dapur yang bersifat asam, seperti cabai memiliki pH yang paling rendah yaitu sekitar empat. Itulah sebabnya mengapa cabai memiliki kemampuan untuk menurunkan kandungan iodat paling besar dibanding ketumbar atau merica.

      Terbentuknya iodida pada proses ini dapat teroksidasi oleh zat oksidator yang terdapat dalam sampel menjadi iodium (I 2 ) yang mudah menguap, iodium ini merupakan oksidator lemah yang kemungkinan dapat tereduksi kembali menjadi iodida sebagai pereaksi pengadisi yang dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai ikatan rangkap melalui reaksi adisi. Adanya reaksi adisi ini dapat terikat dengan senyawa lain, hal ini yang menyebabkan kadar iodat menjadi berkurang selama proses pengolahan, selain itu disebabkan juga oleh terbentuknya iodium (I 2 ) yang mudah menguap. Potensial reduksi dari zat reduktor tersebut tidak terlalu kuat sehingga penguraian iodat dalam bumbu dapur tidak terlalu besar. Seperti yang kita ketahui bumbu dapur yang digunakan mengandung senyawa- senyawa kimia yang begitu kompleks, apalagi cabai yang mempunyai rumus kimia panjang, sehingga penambahan asam kuat sebagian besar iodat tidak terurai bebas. Atau dengan kata lain iodat akan bereaksi dan diubah menjadi bentuk spesi iodium lain, akibatnya tidak bisa terdeteksi dengan titrasi maupun kolorimetri.

      Garam beriodium yang telah mengalami penguraian menjadi iodida masih dapat digunakan sebagai sumber asupan iodium, walaupun tidak memenuhi persyaratan sebagai iodat, akan tetapi spesi iodium yang dimetabolisme di dalam tubuh adalah dalam bentuk iodida. Terdeteksinya spesi iodida dalam garam beriodium tersebut kemungkinan dapat disebabkan oleh terjadinya penguraian iodat menjadi iodida. Kestabilan iodat pada garam dapur tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan dan cara pengolahan/ penanganan yang kurang tepat, [3]. Hasil penelitian lainnya telah dirancang alat sederhana (Gambar 2) yang dapat digunakan Infomatek Volume 9 Nomor 2 Juni 2007 : 77 - 86

      untuk menampung dan mendeteksi senyawa iodium (I 2 ) yang menguap dari garam beriodium pada saat proses pengolahan makanan atau pemasakan. Dengan dihasilkannya kadar iodium yang menguap sebesar 41,68 mg L

    • -1 (setara dengan kadar iodat 28,72 mg L -1

      ) pada saat pemanasan/pemasakan dengan menggunakan alat sederhana yang telah dirancang, hal ini terbukti adanya penurunan kadar iodium dengan jumlah yang signifikan. Selain itu dapat menjawab masalah perbedaan pendapat (kontroversi) mengenai penurunan kandungan iodat dalam garam beriodium yang dicampur ke dalam makanan selama pemasakan.

    10 I0

      2

      11

      

    Gambar 1

    Kromatogram larutan standar campuran iodat dan iodida 0,75 mg L

    • -1

      dalam matriks natrium klorida 0,1 M

    •   14 2,69 9,36

        3 _ 4.

        6

        4

        2

        8

        12

        I Cl _ _

        3

        1

        10 Waktu Retensi (menit) In te ns it as ( m Kestabilan Garam Beriodium Dalam Sediaan Makanan Selama Proses Pemasakan

        9

        8

        7

        6

        5

        4

        V )

        7

        7

        7

        6

        6

        6

        4

        4

        4

        5 25 cm 25 cm 25 cm

        5

        5

        1 2.a 2.a 2.a 2.b 2.b 2.b

        1

        1

        3

        3

        3 Gambar 2 9 Alat Penampung Iodium (I 2 ) yang menguap pada proses pemasakan.

        Keterangan :

        1. Larutan sampel 2.a. Larutan KI 10% (pelarut I 2 )

        b. Labu penampung I 2 (g)

        3. Plat pemanas dan pengaduk magnet

        4. Kran pengeluaran sampel dan pemasukan sampel

        5. Lubang pengeluaran sampel

        6. Lubang pemasukan pelarut (air)

        7. Penghisap sampel

      IV. KESIMPULAN DAN SARAN menampung dan mendeteksi senyawa

      4.1 Kesimpulan iodium (I 2 ) yang menguap dari garam beriodium pada saat proses pemasakan.

        1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

        3. Selain itu dapat menjawab masalah kandungan iodium (sebagai iodat) dalam perbedaan pendapat (kontroversi) mengenai sayur asam mengalami penurunan 48,52 % penurunan kandungan iodat dalam garam dan dalam sayur bayam 34,62 %. beriodium yang ditambahkan ke dalam

        2. Hasil penelitian lainnya telah dirancang alat makanan selama pemasakan. sederhana yang dapat digunakan untuk

        Infomatek Volume 9 Nomor 2 Juni 2007 : 77 - 86

        V. DAFTAR RUJUKAN

      4.2 Saran

        [1] Saksono, N., (2003), Stabilitas Iodium

        1. Penelitian yang belum dilakukan lebih lanjut pada Cabai Ketumbar dan Merica, J. adalah mengenai mekanisme penguraian

        GAKY Indones., Vol. 4, No. 2., ISSN

        iodat menjadi spesi iodium lain yang terikat 1421-5951. oleh zat lain yang terdapat dalam makanan

        [2] Arhya, I.N., (1998), Kehilangan Iodium yang dimasak, untuk itu perlu dilakukannya

        pada Garam Iodium yang Dicampur Cabai pengkajian lebih lanjut. dan Terasi, Medika, No. 4 Tahun XXIV.

        2. Perlu dilakukan pengujian dan penelitian [3] Diosady, L.L., Alberti, J.O., Venkatesh lebih lanjut terhadap jenis sediaan

        Mannar, M.G., Stone, T. (1998), Stability makanan lainnya dengan menggunakan of Iodine in Iodized Salt Used for metode analisis yang sama. Correction of Iodine Deficiency Disorders

        3. Spesi iodium lain yang tidak dapat II, Food Nutr. Bul., 19 (3), 239-249. ditentukan dalam penelitian ini di antaranya

        [4] Bhatnagar, A., Maharda, N.S., Ambardar, - adalah metaperiodat (IO 4 ) dan hipoiodit (IO)

        V.K., Dham, D.N., Magdum, M., Sankar, karena ketidakstabilan spesi iodium R. (1997), Iodine Loss from Iodised Salt tersebut, oleh karena itu perlu dilakukan on Heating, Indian J. Pediatr, 64(6), Nov- penelitian lebih lanjut. Dec, 883-885

        [5] Wang, G.Y., Zhou, R.H., Wang, Z., Shi L.,

        

      UCAPAN TERIMA KASIH Sun M. (1999), Effects of Storage and

      Penulis mengucapkan terima kasih kepada (1)

        Cooking on the Iodine Content in Iodized

        International Foundation for Science (IFS) Swedia

        Salt and Study on Monitoring Iodine

        yang telah mendanai penelitian ini melalui Research Project of First IFS Research Grant, dengan Content in Iodized Salt, Biomed. Environ.

        Kontrak Nomor E/3843-1, tanggal 13 Juni 2005. (2) Organisation For The Prohibition of Chemical

        Sci. 12 (1), Marc, 1-9 Weapons (OPCW), Johan de Wittlaan 32, 2517 JR-

        [6] Dahro, A.M., (1996), Kestabilan Iodium

        The Hague The Netherlands, sebagai salah satu pendonor IFS. pada Berbagai Tipe dan Resep Makanan, Puslitbang Gizi, Dep. Kes. RI., Bogor.