ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PRE SERVICE EDUCATION DAN IN SERVICE EDUCATION DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU PAI DI MTS SULTAN FATAH MIJEN DEMAK TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

BAB II PROGRAM PRE SERVICE EDUCATION, IN SERVICE EDUCATION DAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH TSANAWIYAH A. Program Pendidikan Pre Service Education

  1. Pengertian Program Pendidikan Pre Service Education Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya sebagai sasaran utama supervisi pendidikan tidak akan terwujud dengan baik, apabila guru-guru sebagai pengemban yang langsung tidak mengalami pertumbuhan atau perkembangan dalam bidang keahlian atau profesinya.

  Pendidikan pra-jabatan atau pre-service education merupakan fase mempersiapkan tenaga-tenaga kependidikan untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, dan sikap-sikap yang dibutuhkan sebelum bertugas/berdinas. Misalnya semasa kuliah di IKIP atau Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Setelah mulai bertu gas sebagai guru, ia tidak boleh satis tetapi harus dinamis. yaitu harus ikut berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi pada umumnya, khususnya di bidang profesi keguruan atau kependidikan. la harus berkembang sambil menunaikan tugasnya. Untuk mengembangkan profesi atau kecakapan dalam masa jabatannya ini

  1

  diperlukan pendidikan atau latihan "in-service." Loretta dan Stein yang dikutip oleh Syaiful Sagala mengemukakan kategori pendidikan profesional pre service teacher

  education adalah

  a. Suatu studi yang diwajibkan untuk menjadi guru, yang secara historis 1 terbentuk dari sejumlah mata pelajaran yang diambil pada perguruan

  N.A Ametembur, Supervisi Pendidikan Penuntun Bagi Penilik, Pengawas, Kepala tinggi dengan memberikan pengalaman lapangan supervisi yang didisain untuk menerima tamatan SLTA memasuki profesi mengajar; b. Penataran guru untuk memenuhi kebutuhan pejabat (employer) dan pegawai (employee) dalam daerah tertentu; c. Continuing education suatu program pelajaran berkelanjutan yang ditentukan secara individual atau mata pelajaran yang dipilih untuk memenuhi minat atau kebutuhan menuju pencapaian tujuan spesifik atau gelar; dan d. Pengembangan kedudukan sataf (staf development) suatu program pengalaman didisain untuk memperbaiki kedudukan seluruh anggota

  2 staf secara pribadi maupun kelompok.

  2. Program Pendidikan Pre Service Education Tenaga pendidik disiapkan melalui

  pre service teacher education dengan strategi pelaksanaan dan pengembangan oleh Lembaga

  Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) seperti (IKIP, FKIP, FIP, STKIP, dan FTIK) yang menghasilkan tenaga kependidikan dan guru. Untuk menyediakan guru yang dibutuhkan, maka LPTK mampu menangani program dan melakukan inovasi dengan menanamkan pemahaman yang mendalam tentang kurikulum pada calon guru dengan melakukan evaluasi pada tiap periode yang telah ditentukan untuk menjamin kesinambungan pengembangan staf. Kebutuhan pasar pendidikan dewasa ini telah beragam. Hal ini ditandai munculnya berbagai program dan model pendidikan yang dibutuhkan masyarakat. Misalnya ada sekolah diberi kategori standar nasional, berstandar internasional, telah terakredilasi oleh badan akreditasi baik tingkat lokal maupun nasional bahkan internasional, dan sebagainya. Atas dasar kategori atau level tersebut, tentu saja kualitas siswa dan kualitas manajemen sekolahnya mempunyai perbedaan antara yang satu dengan lainnya demikian juga kualitas dan kesejahteraan gurunya. Berdasarkan 2 kebutuhan masyarakat tersebut, tentu saja LPTK dalam melaksanakan pendidikan profesi guru juga akan mempersiapkan diri untuk mengelola

  3 dan menyiapkan lulusannya yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.

  Proses pendidikan guru ini dapat berlangsung di dalam kelas, dalam kegiatan ekstrakurikuler dan pada kehidupan luar kelas. Lawrence Downey dalam Oemar Hamalik menyatakan bahwa proses pendidikan mengandung tiga dimensi : a. Dimensi substantif mengenai bahan apa yang akan diajarkan.

  b. Dimensi tingkah laku guru tentang bagaimana guru mengajar. Jadi, bertalian dengan kemampuan guru dan metode mengajar.

  4 c. Dimensi lingkungan fisik, sarana, dan prasarana pendidikan.

  Dalam pendidikan prajabatan, sebelum menjadi guru, seseorang akan dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya.

  Proses pendidikan tidak muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, ketrampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan.

  Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang pemerintah telah mengusahakan berbagai lembaga yang menata usaha perbaikan mutu guru. Dimulai dengan Sekolah Guru B (SGB) dan SGA lalu kursus B-I dan B-II, PGSLP, dan PGSLA. Kemudian didirikan PTPG, lalu menjadi FKIP yang merupakan bagian dari Universitas. Akhirnya diubah menjadi

  IKIP. IKIP ditetapkan sebagai lembaga pengadaan tenaga kependidikan 3 (LPTK) dan FKIP sebagai bagian dari Universitas.

  Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran dalam Proses Pendidikan, Alfabeta, Bandung 2010, hlm. 109. 4 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Bumi Aksara,

  Sejak Pelita III, dimulai tahun 1979/ 1980, diadakan pembaharuan pendidikan guru. Ditetapkan suatu pola pembaharuan sistem pendidikan tenaga kependidikan (PPSPTK). Pembaharuan itu menetapkan suatu pola pengembangan pada IKIP atau FKIP/ FIP yang disebut Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan. Setelah itu SPG dihapus dan diganti dengan diploma dan pendidikan guru (PGSD) masuk

  5 ke dalam LPTK/ IKIP.

  LPTK punya empat macam program pendidikan guru :

  a. Program Gelar yang melalui jenjang Sarjana (S-1), dengan lama studi 4-7 tahun.

  b. Program Pasca Sarjana dengan lama studi 6-9 tahun (S-2)

  c. Program Doktor dengan lama studi 8-11 tahun (S-3)

  d. Program Non-Gelar (program diploma) dengan rincian sebagai berikut: Program Diploma (D-1) dengan lama studi 1-2 tahun, Program Diploma 2 (D-2) dengan lama studi 2-3 tahun Program Diploma 3 (D-3) dengan lama studi 3-5 tahun.

  Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan. Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga pendidikan guru. Guru pemula dengan latar pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya, sedangkan guru yang bukan berlatar pendidikan keguruan akan banyak menemukan banyak masalah dalam

  6

  pembelajaran. Jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri tertentu, diantaranya memerlukan persiapan/ pendidikan khusus

  5 Septina Galih Pudyastuti, Hubungan Antara Latar Belakang Pendidikan Guru,

Pengalaman Mengajar, dan Pembelajaran Dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 1 Surakarta , Skripsi FKIP UNS Surakarta, 2010, hlm. 21 6 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, bagi calon pelakunya, yaitu membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan.

  Maister dalam Abdul Syukur mengemukakan bahwa profesionalisme guru bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manjemen tetapai lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seprang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang

  7

  dipersyaratkan. Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai sampai dengan guru mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, atau S3) maupun nongelar (D4 atau Post

  

Graduate diploma ), baik di dalam maupun di luar negeri. Bukti fisik

  yang terkait dengan komponen ini dapat berupa ijazah atau sertifikat diploma.

  PP No. 19 Tahun 2005, pasal 28 ayat 1 mengarisbawahi bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya dalam pasal 29 dipertegaskan kualifikasi guru untuk jenjang SMPMTs.

  Pendidik pada SMP/ MTS, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperleh dari program studi yang terakreditasi, 7 c. Sertifikasi profesi guru untuk SMP/ MTs.

  Tenaga kependidikan dapat diangkat dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Sebelumnya diangkat menjadi guru, mereka harus mendapat pendidikan, latihan, dan bimbingan tentang pengetahuan keguruan, atau mendapat ijasah akta IV dari perguruan tinggi yang telah terakreditasi. Namun demikian dalam pasal 28 (ayat 4) seseorang dapat diangkat menjadi pendidik tanpa memiliki ijasah dan/ atau sertifikasi keahlian, manakala memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan

  8 kesetaraan.

  Kualifikasi akademik guru ini dapat diperoleh melalui program pendidikan formal sarjana (S1) atau Diploma Empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang terakreditasi. Untuk guru yang telah ada (guru dalam jabatan) kualifikasi akademik ini dapat dipenuhi melalui pendidikan formal sarjana (S1) atau Diploma empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang terakreditasi yang dapat mengakui hasil pembelajaran yang telah diakuinya, termasuk pelatihan guru dengan memperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya dan atau prestasi akademik yang diakui dan diperhitungkan ekuivalensi sks-nya oleh perguruan tinggi dimana guru tersebut memperoleh pendidikan.

  Program pre service teacher education yang dilakukan oleh LPTK seperti Universitas Negeri Semarang, STAIN Kudus, Universitas Negeri Malang, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas lain yang mempunyai visi dan misi yang sama yaitu kependidikan menyediakan tenaga pendidik pada berbagai bidang ilmu seperti Ilmu Pendidikan, Bahasa, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Teknik, Ilmu Ekonomi, Ilmu Keolahragaan, Ilmu Agama Islam dan sebagainya dengan standar pembelajaran yang tinggi. Mahasiswa dibekali materi penngetahuan sesuai bidang peminatannya, kemampuan menyusun dan mengembangkan kurikulum, 8 kemampuan menyusun dan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran, kemampuan menggunakan model dan strategi pembelajaran, kemampuan melakukan evaluasi hasil belajar dengan standar yang dipersyaratkan, dan kemampuan mengeloia pembelajaran

  9 pendidikan.

  3. Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

  Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa : “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

  10 pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

  Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

  Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional. Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 4 mendefinisikan bahwa:

  “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau

  11 norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”.

  Sebagai tenaga profesional, guru diharapkan dapat meningkatkan martabat dan perannya sebagai agen pembelajaran dan pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.

  9 10 Ibid. , hlm. 110.

  Rojai dan Risa Maulana Romadon, Panduan Sertifikasi Guru Berdasarkan Undang- Undang Guru dan Dosen, Dunia Cerdas , Jakarta, 2013, hlm.136 11

  Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang telah diamandemen, menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan tersebut peran guru sangat penting. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang- Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 8 Tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan, menegaskan peranan strategis guru dan dosen dalam peningkatan mutu pendidikan. Guru merupakan jabatan profesional yang menuntut agar guru memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

  Terkait dengan hal tersebut di atas, dalam upaya meningkatkan mutu guru sebagaimana diamanahkan UU No. 14 Tahun 2005 dan PP 74 Tahun 2008, menyebutkan bahwa guru harus berpendidikan minimal S1/D-IV dan wajib memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

  Mengacu pada UU No. 20/2003 Pasal 3, tujuan umum program Pendidikan Profesi Guru adalah menghasilkan calon guru yang memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Permendiknas No 8 Tahun 2009 Pasal 1 menyebutkan bahwa:

  a. Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.

  b. Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan yang selanjutnya disebut program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk lulusan S1 Kependidikan dan S1/D-IV non Kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar mereka dapat menjadi guru yang profesional serta memiliki berbagai kompetensi secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan dan dapat memperoleh sertifikat pendidik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;

  c. Matrikluasi adalah sejumlah matakuliah yang wajib diikuti oleh peserta program PPG yang sudah dinyatakan lulus seleksi untuk memenuhi kompetensi akdemik bidang studi dan atau kompetensi akademik bidang studi dan atau kompetensi akademik kependidikan sebelum mengikuti program PPG.

  d. Subject enrichment adalah matakuliah pemantapan bidang studi.

  e. Subject spesifict pedagogy adalah mata kuliah pengemasan materi bidang studi menjadi perangkat pembelajaran yang komprehensif,

  12 mencakup standar komptensi materi, metode, media serta evaluasi.

  Permendiknas No 8 Tahun 2009 Pasal 5 juga menyebutkan bahwa: “Bidang keahlian yang ditempuh peserta didik pada program PPG harus sesuai dengan jenjang pendidikan serta mata pelajaran yang

  13 diampu”.

  Permendiknas No 8 Tahun 2009 Pasal 6 juga menyebutkan bahwa: Kualifikasi akademik calon peserta didik program Pendidikan

  Profesi Guru sebagai berikut :

  1. S1 kependidikan yang sesuai dengan program pendidikan profesi yang akan ditempuh,

  2. S1 kependidikan yang serumpun dengan program pendidikan profesi yang akan ditempuh dengan menenpuh matrikulasi.

  12 Peraturan Menteri Pedidikan Nasional No. 8/2009, Tentang Pendidikan Profesi Guru Prajabatan, Jakarta, 2009, pasal 1 ayat (1, 2, 4, 5, 6). 13 Peraturan Menteri Pedidikan Nasional No. 8/2009, Tentang Pendidikan Profesi Guru

  3. S1/D IV Non Kependidikan yang sesuai dengan program pendidikan profesi yang akan ditempuh dengan menempuh matrikulasi akademik kependidikan,

  4. S1/ D4 Non Kependidikan serumpun dengan program pendidikan

  14 profesi yang akan ditempuh dengan menempuh matrikulasi.

  Tujuan khusus program Pendidikan Profesi Guru seperti yang tercantum dalam Permendiknas No 8 Tahun 2009 Pasal 2 adalah untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian, melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik serta melakukan penelitian, dan mampu mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan.

B. Program Pendidikan In-Service Education

  1. Pengertian Program Pendidikan In-Service Education Pendidikan "In-service Education" (pendidikan dalam-jabatan) atau latihan-latihan semasa berdinas, dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan secara kontinu pengetahuan, ketrampilan- ketrampilan dan sikap-sikap para guru dan tenaga-tenaga kependidikan lainnya guna mengefektifkan dan mengefisiensikan pekerjaan/jabatannya. Program pendidikan atau latihan tersebut dapat diselenggarakan secara formal oleh Pemerintah, berupa penataran-penataran atau lokakarya-lokakarya baik sscara lisan atau tertulis, dapat pula diselenggarakan sscara informal oleh yang berkepentingan baik secara individual, maupun secara berkelompok.

  Dapat pula diadakan secara sentral tingkat nasional, regional atau lokal. Demikian dapat diselenggarakan secara sentral oleh Pusat atau Daerah atau dibagi menurut Wilayah-wilayah Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atau oleh kelompok (kompleks) sekolah-

14 Peraturan Menteri Pedidikan Nasional No. 8/2009, Tentang Pendidikan Profesi Guru

  sekolah yang berdekatan, atau dapat pula diselenggarakan oleh masing-

  15 masing sekolah.

  Lembaga sekolah / institusi pendidikan dapat mendorong dan merencanakan program "In service" ini secara kooperatif dengan mengikutsertakan mereka yang berkepentingan atau melalui wakil- wakilnya yang representatif.

  Dalam pengembangan kemampuan profesional melalui kegiatan in-service (penataran atau pelatihan) terkesan bahwa selama ini pelaksanaannya kurang sistematis karena sasarannya kurang jelas. Sedikit sekali program in-service dilaksanakan atas dasar kebutuhan guru secara riil. Kebanyakan program in-service dilaksanakan karena programnya telah dirancang oleh lembaga penyelenggara, sehingga lulusannya kurang memperoleh manfaat yang optimal terhadap pelaksanaan tugasnya dan tidak mendukung keahlian baru. Kemudian adapula anggapan bahwa yang perlu penataran hanyalah yang junior sedangkan yang lebih senior merasa sudah cukup pintar hal ini merupakan suatu sikap yang perlu diperbaiki.

  Menurut Peter F. Oliva yang dikutip oleh Syaiful Sagala mengemukakan sasaran domain supervisi adalah hubungan pengembangan staf dengan in-service education yang dibagi dalam dua kategori yaitu staffing yang terdiri dari kegiatan (selecting, assigning,

  16 evaluating, reticing dan dismissing staf), dan training.

  atau pengadaan staf dan pendidikan in-service sangat erat

  Staffing

  kaitannya. Kekurangan staf menuntut pemilihan dan penerimaan. dan ketidaksesuaian staf menuntut penentuan kembali tugasnya. Pelaksanaan pelatihan (penataran) merupakan salah satu pemecahan masalah dengan memodifikasi perilaku anggota staf. Pengaitan antara pengadaan staf dengan dimaksudkan untuk perbaikan pengajaran, sehingga dilakukan 15 pemilihan. pengangkatan, penugasan atau penguasaan kembali, dan 16 N.A Ametembur, Op.Cit., hlm. 87

  berbagai jenis latihan lainnya. Dalam pelaksanaan in-service education diperlukan kontrol agar semua program terarah mencapai tujuan, adapun yang berhak rnengontrol in-service education adalah sekolah, direktur atau pimpinan kantor pusat pengembangan, pusat pendidikan guru, dan

  17 departemen pendidikan.

  Sergiovanni dan Satrat yang dikutip oleh Syaiful Sagala membedakan pengembangan staf dengan in-service education yaitu a. Pengembangan staf bukan untuk guru di sekolah tetapi guru sebagai pribadi laki-laki maupun perempuan, sedangkan in-service education menangani kekurangan yang khas pada guru;

  b. Pengembangan staf bukan berorientasi pada pertumbuhan, sedangkan

  in-service education mensyaratkan sejumlah ide, keterampilan dan metode pengembangan yang tepat (fokusnya terletak pada ide-ide.

  ketrampilan, dan metode);

  c. Pengembangan staf tidak menangani kekurangan guru yang khas tetapi untuk kebutuhan masyarakat baik untuk pertumbuhan kerja maupun pengembangan jabatan, sedangkan in-service education sebagai tempat latihan kerja guru-guru untuk mereduksi alternatif yang benar-benar cocok untuknya; dan

  d. Pengembangan staf tempat latihan kerja tambahan, sedangkan in-

  18 service education boleh memilih program pengayaan atau remedial.

  Pengembangan staf dan in-service education adalah program pengembangan guru. Tugas lembaga sekolah / institusi pendidikanadalah mengidentifikasi kebutuhan guru sebagai bahan in-service dan survei sebagai permintaan dan observasi. Merencanakan langkah-langkah pelaksanaan dan mengevaluasi in-service program, dengan mengembangkan rencana pengajaran untuk pengembangan staf membuat komponen-komponen pengetahuan, dan fasilitas yang digunakan. 17 Kemudian mencatat partisipasi guru-guru dan sukses keberhasilan in- 18 Syaiful Sagala, Op.Cit., hlm. 111.

  service . Pengembangan staf adalah organises: program untuk latihan

  personel yang di dalamnya termasuk kasus guru-guru baik perorangan maupun kelompok agar mereka bekerja lebih baik.

  Training atau pelatihan sebagai program in-service education

  menurut Oliva dalam Syaiful Sagala, ada dua fase yaitu :

  a. Training yang terdiri dari perencanaan, implementasi, evaluasi; dan b. Post training yang terdiri dari aplikasi evaluasi.

  Training dimulai dari penyusunan rencana pelatihan dengan benar, lebih dulu dikumpulkan infoimasi penting apa saja dan isu-isu penting yang perlu dicarikan pemecahan masalahnya. Setelah jelas apa masalah yang akan dipecahkan selanjutnya disusun rencana pelatihan dengan menetapkan alokasi waktu, materi dan kurikulum pelatihan, bahan yang diperlukan, dan narasumber yang kompoten untuk memecahkan masalah tersebut. Setelah rencana pelatihan disusun dengan benar dan cermat, maka dilanjutkan dengan implementasi dari rencana. Apakah implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana, maka diperlukan evaluasi pelaksanaan pelatihan. Evaluasi ini dilakukan untuk

  19 memeriksa di mana saja yang ada titik lemah dari pelaksanaan.

  Setelah ditemukan titik lemah tersebut, kemudian dilakukan perbaikan, mengacu pada hasil evaluasi yang telah dilakukan, maka pelatihan, selanjutnya tidak lagi dilakukan kesalahan, sehingga pelatihan diimplementasikan sesuai rencana dan mencapai tujuan. Setelah guru mengikuti training yang dilakukan oleh supervisor, langkah selanjutnya yang dilakukan lembaga sekolah / institusi pendidikanadalah melihat penerapannya di kelas oleh guru. Apakah teknik-teknik atau materi yang telah diterima dalam training dapat diaplikasikan oleh guru, tentu supervisor melakukan monitoring dan evaluasi. Jika ternyata guru tersebut dapat melakukannya dengan baik, berarti pelaksanaan training yang diikuti oteh guru tersebut dapat dinyatakan efektif. Tetapi jika guru 19 ternyata tidak dapat mengaplikasikannya dengan baik, maka dilakukan evaluasi baik pada aplikasi maupun pada training yang telah dilakukan. Fakta dan informasi hasil monitoring dan evaluasi dijadikan bahan pertimfaangan untuk melakukan perbaikan model training yang telah dirancang dan diterapkan. Menelusuri kembali kurikulum, materi, alokasi waktu, model dan metode, peralatan yang digunakan, fasilitas, dan fasilitator. Dianalisis dan dievaluasi komponen mana saja yang sudah memenuhi persyaratan dan komponen mana yang lemah. Komponen- komponen yang lemah dianalisis penyebab utamanya, kemudian ditentukan alternatif pemecahan yang paling tepat, kemudian direncanakan kembaii untuk dilaksanakan setelah dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, merancang dan melaksanakan

  training , dilanjutkan dengan monitoring aplikasi training menjadi keterampilan penting yang perlu dimiliki pemangku kepentingan.

  Menurut Oliva yang dikutip oleh Syaiful Sagala mengemukakan bahwa pada kegiatan supervisi pendidikan ada enam karakteristik utama dalam in-service education yang efektif yaitu:

  a. Dalam layanan pendidikan harus dirancang sehingga program terintegrasi dan didukung oleh organisasi agar mereka berfungsi dengan baik;

  b. Program pendidikan in-service harus dirancang untuk menghasilkan program kolaboratif; c. Program pendidikan in-service harus didasarkan pada kebutuhan peserta; d. Program pendidikan in-service harus responsif terhadap kebutuhann.

  e. Program pendidikan in-service harus dapat diakses;

  f. Dalam layanan kegiatan pendidikan harus dievaluasi dari waktu ke waktu dan kompatibel dengan filosofi yang mendasari adalah

  20 . 20 pendekatan dari tingkat wilayah kabupaten

  In-service education sangat penting bagi lembaga sekolah/

  institusi pendidikan untuk meningkatkan kualitas kinerja guru. Ada beberapa alasan utama yang dapat dikemukakan yaitu : a. Semua personel sekolah memerlukan in-service education sepanjang karirnya; b. Perkembangan praktik lapangan pendidikan meminta pertimbangan waktu dan basil sistematis yang selalu memerlukan pengembangan.

  c. In-service education mempunyai dampak meningkatkan kualitas program sekolah dan profesionalitas personel; d. Perlunya motivasi belajar di mana mereka percaya ada kontrol dalam belajarnya; e. Educator berbeda-beda dalam kompetensi profesional, kesiapan, dan pendekatan; f. Pertumbuhan profesional perorangan maupun kelompok memerlukan kesepakatan norma; g. Organisasi yang sehat memerlukan faktor iklim sosial, kepercayaan komunikasi terbuka dan dorongan sejawat mengembangkan program profesional;

  h. Lembaga sekolah sebagai unit belajar bertanggungjawab menyediakan sumber dan kebutuhan latihan staf sekolah; i. Kepala sekolah secara kreatif dan inovatif mengadopsi model pengembangan staf yang baru untuk program sekolah secara kontinu; dan j. In service education adalah program yang dilaksanakan berdasarkan

  21 penelitian, teori, dan praktik pendidikan yang baik.

  Program in-service education direncanakan secara komprehensif

  antara orang-orang yang ada di sekolah dan lembaga (guru, administrator, supervisor, staf non guru, dan siswa) secara kolaboratif berdasarkan kebutuhan partisipan yang layak diterima. Aktivitas in-service education senantiasa dievaluasi sepanjang waktu disesuaikan dengan dasar filosofi dan 21 pendekatan yang efektif. Dengan demikian in-service education menjadi salah satu cara yang efektif membantu mengawasi kesulitan guru

  22 melaksanakan tugas mengajar.

  2. Program Pendidikan In Service Education Guru sebagai tenaga profesional bukan saja melakukan tugas pembelajaran dalam ruang lingkup mikro akan tetapi juga dalam ruang lingkup makro, yaitu; melaksanakan amanah bangsa Indonesia menjalankan fungsi pendidikan sebagaimana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, bab II, pasal 3; mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa.

  Berikut ini dijelaskan mengenai program pendidikan atau latihan direncanakan secara komprehensif antara

  program in-service education

  orang-orang yang ada di sekolah dan lembaga tersebut dapat diselenggarakan secara formal oleh Pemerintah guna membentuk insan guru yang profesional, yaitu berupa penataran-penataran atau lokakarya- lokakarya baik secara lisan atau tertulis, dapat pula diselenggarakan secara informal oleh yang berkepentingan baik secara individual, maupun secara berkelompok.

  a. Untuk kategori sistem pelatihan dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1) Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata;

  2) Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya; 3) Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu 22 pendidikan;

  4) Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah

  23 yang dituntut dalam UU No. 22/1999.

  Implikasi dari langkah-langkah yang diambil terhadap sistem pelatihan dapat berupa (1) adanya sistem pelatihan guru yang didahului dengan "need assessment" sesuai kondisi daerah masing-masing, (2) adanya sistem monitoring penyelenggaraan pelatihan guru yang dikoordinasikan dengan lembaga-lembaga pengelola pendidikan, (3) adanya lembaga swasta yang independen yang bertugas untuk melakukan penilaian-penilaian proses (formative evaluation), hasil (output/summative

  evaluation ), dan dampak (outcome/impact evaluation) pelatihan guru,

  untuk menemukan model-model pelatihan guru yang efektif dan efisien dalam meningkatkan mutu pendidikan, (4) pembentukan dan pemberdayaan sentra-sentra pelatihan guru di kabupaten/kota yang juga bertugas untuk mengembangkan konten dan strategi mengajar tepat guna yang mampu meningkatkan kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran.

  b. Untuk kategori kemampuan profesional dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut : 1) Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran. 2) Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru. 3) Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru. 4) Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu 23 mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya.

  5) Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru.

  6) Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan- permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. 7) Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha

  24 meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.

  Implikasi terhadap langkah-langkah yang diambil terhadap kemampuan profesional dapat berupa (1) pemberdayaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai organisasi profesi guru yang berbasis mata pelajaran secara lebih profesional, terprogram, dan secara khusus diarahkan untuk mengembangkan standardisasi konsep dan penilaian mata pelajaran secara nasional, terutama untuk mata-mata pelajaran PAI, (2) adanya program-program alternatif peningkatan kemampuan profesional guru dari organisasi ini, melalui modul- modul/publikasi-publikasi yang diterbitkan secara berkala, dan dibahas dalam kegiatan-kegiatan tutorial, (3) pengembangan standar kompetensi guru (SKG) sebagai tolok ukur (benchmark) kemampuan mengajar yang diberikan oleh organisasi profesi ini, (4) adanya aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan leluasa serta mampu memberikan motivasi bagi guru untuk semakin mengembangkan kreativitasnya, (5) adanya keterlibatan perguruan tinggi/ universitas dalam mengembangkan konsep dan memberdayakan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sebagai media alternatif peningkatan mutu guru, (6) melakukan pemetaan kemampuan guru di tingkat nasional secara rutin melalui "needs assessment", (7) adanya pelatihan penelitian tindakan kelas (action research) bagi para guru, sebagai produk kerja sama antara Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang telah diberdayakan, dengan perguruan tinggi -perguruan 24 tinggi dan lembaga penelitian lainnya, (8) adanya credit point system terhadap karya penelitian guru yang memberikan motivasi bagi para guru untuk semakin meningkatkan minat dan kegiatan penelitiannya.

  c. Untuk kategori profesi, jenjang karier dan kesejahteraan dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut : 1) Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). 2) Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier. 3) Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran. 4) Perlunya sistem dan mekanisme anggaran yang ditujukan untuk

  25 meningkatkan pendapatan guru.

  Implikasi dari langkah-langkah yang dilakukan terhadap profesi, jenjang karier dan kesejahteraan agar dapat berhasil dapat berupa (1) persyaratan akta mengajar bagi mereka, yang bukan lulusan ilmu kependidikan untuk mengajar SD/MI, SMP/MTs atau SMA/MA/MAK/SMK agar dilaksanakan secara konsekuen, (2) perlunya suatu peraturan jenjang karier tenaga guru, baik secara struktural maupun fungsional, yang setara dengan tenaga pengajar perguruan tinggi, (3) Studi Lanjut. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat mangharuskan guru untuk meningkatkan pengetahuannya. Untuk itu, sekolah harus selalu mendorong dan memberi kesempatan pada guru- gurunya untuk mengambil kuliah lanjut (magister) untuk menambah wawasan akademik ataupun profesionalnya. Untuk membantu guru meningkatkan kualitas profesionalnya, pendidikan lanjut bagi guru hendaknya diarahkan paling tidak pada tiga hal, yaitu peningkatan pengetahuan materi subjek; peningkatan pengetahuan pendidikan spesifik bidang studi; pendidikan profesional adanya kenaikan anggaran 25 pendidikan yang prioritasnya ditekankan pada peningkatan penghasilan guru, (4) adanya mekanisme penganggaran serta pendanaan yang secara rutin, sistematik dan bertahap memberikan peluang bagi guru untuk meningkatkan pendapatannya secara signifikan, (5) penyempurnaan ketentuan/peraturan mengenai sistem credit point yang fleksibel dan memberikan motivasi bagi guru untuk meningkatkan jenjang karier. Pemberdayaan Organisasi Profesi. Guru di Indonesia sudah dihimpun dalam suatu organisasi yang bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Ke depan PGRI hendaknya dapat meningkatkan kesejahrteraan anggotanya, memperjuangkan hak-hak profesional guru, dan memberi perlindungan hukum terhadap profesi keguruan. Organisasi ini hendaknya mampu memfasilitasi peningkatan kualitas profesionalnya, melalui penerbitan jurnal, seminar, dan lokakarya.

  Program in-service education adalah program pendidikan yang mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional sesudah peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. Bagi mereka yang sudah memiliki jabatan guru dapat berusaha meningkatkan kinerjanya melalui pendidikan lanjut yang berijasah D-2 dapat melanjutkan ke D-3, dari D-3 ke S-1, atau dari S-1 ke S-2 dan S-3 di samping itu dapat berupa jurusan tertentu ke jurusan lain. Program in-service trainning adalah suatu usaha pelatihan yang memberi kesempatan kepada orang yang mendapat tugas jabatan tertentu, dalam hal ini adalah guru, untuk mendapat pengembangan kinerja.

  3. Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian.

  Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Di sekolah guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya.

  Pada hakikatnya pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi 26 warga negara yang bertanggung jawab.

  Menurut Wina Sanjaya, ada empat hal yang perlu dikritisi dalam konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut, yakni pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, kedua proses pendidikan yang terencana diarahkan untuk mewujudukan suasana belajar dan proses pembelajaran, ketiga suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar siswa dapat mengembangkan potensi, dan keempat akhir dari proses pendidikan adalah memiliki kegiatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang

26 Kastolani, Model Pembelajaran Inovatif: Teori dan Aplikasi, 2008, STAIN Salatiga

  27 diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk itu harus

  selaras dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

  Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

  Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional. Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sebagai tenaga profesional, guru diharapkan dapat meningkatkan martabat dan perannya sebagai agen pembelajaran dan pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.

  Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.

  Program Pendidikan Profesi Guru bagi Guru Dalam Jabatan yang 27 selanjutnya disebut program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah

  Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan, Jakarta Kencana program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik.

  Permendiknas No 9 Tahun 2010 Pasal 2 menyebutkan bahwa: “Program PPG bertujuan untuk menghasilkan guru profesional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; dan mampu melakukan penelitian dan mengembangkan keprofesian

  28 secara berkelanjutan”.

  Permendiknas No 9 Tahun 2010 Pasal 6 menyebutkan bahwa: “Bidang keahlian yang ditempuh peserta didik pada program PPG harus berkesesuaian dengan satuan pendidikan atau mata

  

29

pelajaran yang diampu”.

  Permendiknas No 9 Tahun 2010 Pasal 7 menyebutkan bahwa:

  1. Kualifikasi akademik peserta didik program PPG bagi guru dalam jabatan adalah S-1/D-IV.

  2. Peserta didik yang berasal dari S-1/D-IV yang tidak sesuai dengan satuan pendidikan, mata pelajaran yang diampu dan/atau yang berdasarkan hasil seleksi dan penilaian pengakuan pengalaman kerja dan hasil belajar (PPKHB) belum memenuhi standar, menempuh pendalaman akademik bidang studi dan/atau akademik kependidikan.

  3. Pendalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

  30 dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan program PPG.

C. Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam

  1. Pengertian Profesi Secara etimologi profesi berasal dari kata profession yang berarti pekerjaan. Dalam Good’s Dictionary of Education yang dikutip Mujtahid profesi didefinisikan sebagai “suatu pekerjaan yang meminta persiapan 28 spesialisasi yang relatif lama di Perguruan Tinggi dan dikuasai oleh suatu

  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 9/2010, Tentang Pendidikan Profesi Guru Dalam jabatan, Jakarta, 2010, pasal 2 ayat (2). 29 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 9/2010,Tentang Pendidikan Profesi Guru Dalam jabatan, Jakarta, 2010, pasal 6. 30 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 9/2010, Tentang Pendidikan Profesi Guru

  31

  kode etik yang khusus”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi diartikan sebagai “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian

  32 (seperti keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu”.

  Dalam pengertian ini, dapat dipertegas bahwa profesi merupakan pekerjaan yang harus dikerjakan dengan bermodal keahlian, keterampilan dan spesialisasi tertentu. Secara teoritis, suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang sebelumnya tidak dilatih atau disiapkan untuk profesi itu.

  Menurut Muchtar Buchori yang dikutip Mujtahid, kata profesi masuk ke dalam kosa kata bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris

  (profession) atau bahasa Belanda (professie). Kedua bahasa ini menerima

  kata dari bahasa Latin. Dalam bahasa Latin dikenal dengan istilah

  33 yang berarti pengakuan atau pernyataan.

  “professio”

  Hal senada juga dikemukakan oleh Yunita Maria YM yang juga dikutip Mujtahid, secara etimologis profesi berasal dari bahasa Latin, yaitu

  “professio”. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa professio mempunyai dua

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI STRATEGI EXPERIENTIAL LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS MAZRO’ATUL HUDA KARANGANYAR DEMAK TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 2 7

IMPLEMENTASI STRATEGI EXPERIENTIAL LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS MAZRO’ATUL HUDA KARANGANYAR DEMAK TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 27

IMPLEMENTASI STRATEGI EXPERIENTIAL LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS MAZRO’ATUL HUDA KARANGANYAR DEMAK TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 49

PENGARUH TINGKAT BERPIKIR ABSTRAK DAN TINGKAT KOMITMEN GURU TERHADAP KINERJA GURU PAI DI MTS BADRUL ULUM SIDIGEDE WELAHAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 7

PENGARUH TINGKAT BERPIKIR ABSTRAK DAN TINGKAT KOMITMEN GURU TERHADAP KINERJA GURU PAI DI MTS BADRUL ULUM SIDIGEDE WELAHAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

1 1 27

PENGARUH TINGKAT BERPIKIR ABSTRAK DAN TINGKAT KOMITMEN GURU TERHADAP KINERJA GURU PAI DI MTS BADRUL ULUM SIDIGEDE WELAHAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 48

PROFIL GURU PAI YANG ADIL DALAM PEMBELAJARAN DI SMP NEGERI 2 WONOSALAM DEMAK TAHUN PELAJARAN 2016/2017. - STAIN Kudus Repository

0 2 18

PERANAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DI MTS AL HIKMAH PASIR MIJEN DEMAK TAHUN AJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 7

PERANAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DI MTS AL HIKMAH PASIR MIJEN DEMAK TAHUN AJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 1 61

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PRE SERVICE EDUCATION DAN IN SERVICE EDUCATION DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU PAI DI MTS SULTAN FATAH MIJEN DEMAK TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 11