SBD SENI RUPA MAKALAH MATERI

MAKALAH SENI RUPA ZAMAN HINDU BUDHA INDONESIA.WWW
BAB I
PENDAHULUAN

Seni rupa zaman Hindu dan Budha di Indonesia adalah budayah yang terbawa-bawa dari
budayah asing yang masuk seperti halnya India, Cina , Tiong-hoa dan lain-lain. Namun bedanya
Indonesia tidak terlaluh mengikutin bagai mana keagamaan itu dilakukan seperti halny di India.
Pusat perkembangannya di Jawa, Bali dan Sumatra yang kemudian bercampur (akulturasi)
dengan kebudayaan asli Indonesia (kebudayaan istana dan feodal). Prose akulturasi kebudayan
India dan Indonesia berlangsung secara bertahap dalam kurun waktu yang lama, yaitu dengan
proses:

- Proses imitasi(peniruan)
- Proses adaptasi(penyesuaian)
- Proses kreasi(penguasaan)

Dan pada zaman Islam, disinilah proses kesenian sangat kental di lakukan , sepertihalnya
pembangunan rehap Masjid dan lain-lain. Dan di zaman ini juga zaman Hindu Budha berakir
kekuasaannya di Indonesia.

Kesenian rupa zaman Hindu Budha yang saat ini dapat kita liat yaitu, kesnian bakar mayat di

bali ( ngaben ), candi boro budur di daerah Jawa tenga, dan tari kecak di Bali dan masi banyak
lagi peninggalan-peninggalan kebudayaan Hindu Budha yang dapat kita liat saat ini.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1.Pengertian Seni Rupa Zaman Hindu Budha.

Seni Rupa Zaman Hindu Budha adalah masuknya budaya asing yang di bawa oleh negara lain,
kerajaan - kerajaan yang berkuasa dan pedagang-pedagang luar yang datang ke Indonesia

sehingga tersebar secara, proses imitasi (peniruan), proses adaptasi(penyesuaian), proses
kreasi(penguasaan).
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang
dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah
Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Masehi, dibawa oleh
para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan
Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad
ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah
Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga
menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit
antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang
kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan
dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti
yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam
yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya
kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit,
sekaligus menandai akhir dari era ini.

II.2.UNSUR-UNSUR SENI RUPA ZAMAN HINDU BUDHA DI INDONESIA.
A.Ciri – Ciri Seni rupa Indonesia Hindu
a. Bersifat Peodal, yaitu kesenian berpusat di istana sebagai medi pengabdian Raja (kultus Raja)
b. Bersifat Sakral, yaitu kesenian sebagai media upacara agama
c. Bersifat Konvensional, yaitu kesenian yang bertolak pada suatu pedoman pada sumber hukum
agama (Silfasastra)

d. Hasil akulturasi kebudayaan India dengan indonesia

B.Karya Seni Rupa Indonesia Hindu Budha
a. Seni Bangunan:

1) Bangunan Candi
2) Bangunan pura
Pura adalah bangunan tempat Dewa atau arwah leluhur yang banyak didirikan di Bali. Pura
merupakan komplek bangunan yang disusun terdiri dari tiga halaman pengaruh dari candi
penataran yaitu:
- Halaman depan terdapat balai pertemuan
- Halaman tengah terdapat balai saji
- Halaman belakang terdapat; meru, padmasana, dan rumah Dewa
3) Bangunan Puri
Puri adalah bangunan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat keagamaan.
Bangunan – bangunan yang terdapat di komplek puri antara lain: Tempat kepala keluarga
(Semanggen), tempat upacara meratakan gigi (Balain Munde) dsb.

b. Seni patung Hindu Budha
Patung dalam agama Hindu merupakan hasil perwujudan dari Raja dengan Dewa penitisnya.

Orang Hindu percaya adanya Trimurti: Dewa Brahma Wisnu dan Siwa. Untuk membedakan
mereka setiap patung diberi atribut keDewaan (laksana/ciri), misalnya patung Brahma
laksananya berkepala empat, bertangan empat dan kendaraanhya (wahana) hangsa). Sedangkan
pada patung wisnu laksananya adalah para mahkotanya terdapat bulan sabit, dan tengkorak,
kendaraannya lembu, (nadi) dsb
Dalam agama Budha bisaa dipatungkan adalah sang Budha, Dhyani Budha, Dhyani Bodhidattwa
dan Dewi Tara. Setiap patung Budha memiliki tanda – tanda kesucian, yaitu:
- Rambut ikal dan berjenggot (ashnisha)
- Diantara keningnya terdapat titik (urna)
- Telinganya panjang (lamba-karnapasa)
- Terdapat juga kerutan di leher
- Memakai jubah sanghati

c. Seni hias Hindu Budha
Bentuk bangunan candi sebenarnya hasil tiruan dari gunung Mahameru yang dianggap suci
sebagai tempatnya para Dewa

Oleh sebab itu Candi selalu diberi hiasan sesuai dengan suasana alam pegunungan, yaitu dengan
motif flora dan fauna serta mahluk azaib. Bentuk hiasan candi dibedakan menjadi dua macam,
yaitu:


1) Hiasan Arsitektural ialah hiasan bersifat 3 dimensional yang membentuk struktur bangunan
candi, contohnya:
- Hiasan mahkota pada atap candi
- Hisana menara sudut pada setiap candi
- Hiasan motif kala (Banaspati) pada bagian atas pintu
- Hiasan makara, simbar filaster,dll
2) Hiasan bidang ialah hiasan bersifat dua dimensional yang terdapat pada dinding / bidang
candi, contohnya

- Hiasan dengan cerita, candi Hindu ialah Mahabarata dan Ramayana: sedangkan pada candi
Budha adalah Jataka, Lalitapistara
- Hiasan flora dan fauna
- Hiasan pola geometris
- Hiasan makhluk khayangan

Sifat umum seni rupa Indonesia :
1. Bersifat tradisional/statis
Dengan adanya kebudayaan agraris mengarah pada bentuk kesenian yang berpegang pada suatu
kaidah yang turun temurun


2. Bersifat Progresif
Dengan adanya kebudayaan maritim. Kesenian Indonesia sering dipengaruhi kebudayaan luar
yang kemudian di padukan dan dikembangkan sehingga menjadi milik bangsa Indonesia sendiri

3. Bersifat Kebinekaan
Indonesia terdiri dari beberapa daerah dengan keadaan lingkungan dan alam yang berbeda,
sehingga melahirkan bentuk ungkapan seni yang beraneka ragam

4. Bersifat Seni Kerajinan
Dengan kekayaan alam Indonesia yang menghasilkan bermacam – macam bahan untuk membuat
kerajinan

5. Bersifat Non Realis
Dengan latar belakang agama asli yang primitif berpengaruh pada ungkapan seni yang selalu
bersifat perlambangan / simbolisme.

C.MANFAAT SENI RUPA ZAMAN HINDU BUDHA BAGI MASYARAKAT INDONESIA
-Sebagai media religius yaitu menciptakan sebuah seni rupa yang di tujukan untuk ke agamaan
- Relif bangunan yaitu membangun sebuah relif bangunan yang bercitra seni rupa seperti

halnya
bangunan candi borobudur yang berada di Jawa Tenga.
- Pahatan Patung yaitu menciptakan patung yang juga bertujuan keagamaan
- Sebagai simbolis yaitu sebagai simbul sebuah suku yang di percayai masyarakat
- Sebagai komersial yaitu menciptakan sebuah seni rupa yang bertujuan untuk mendapatkan
uang, seperti souvenir
-Sebagai kesenian daera ataupun upacara-upacara yang di lakukan di tempat-tempat tertentu
-Prasasti yag ditujukan sebagai tanda peninddalan dari kerajaan-kerajaan yang berkuasa pada
Masahnya.

Berikut fungsi candi yang menjadi bermacam-macam kegunaannya
1)

Sebagai hiasan ( Candi Sari )

2)

Sebagai kuburan Abu Jenasah ( Candi Budha )

:


3)

Semagai Pemujaan ( Candi Penatara )

4)

Sebai tempat Semedi ( Candi Jalatunda )

5)

Sebagai Pemandian ( Candi Belahan )

D.KARYA SENI RUPA HINDU BUDHA DI INDONESIA
Dari masuknya ajaran Hindu Budha ke Indonesia, telah banyak karya-karya yang di ciptakan,
berikut karya-karya yang diciptakan :

1.Candi

2.Pahatan Batu, 3.patung budha, 4.Prasasti, 5.Wayang , 6.Seni Tari Kecak


D.TOKOH-TOKOH SENI RUPA ZAMAN HINDU BUDHA
Bangsa Indonesia mengetahui seni rupa yaitu dari kedatangannya ajaran-ajaran Hindu Budha
Ke Indonesia, yang di sebar luaskan oleh orang-orang terkemuka. Berikut tokoh-tokoh yang
membawa seni rupa Hindu Budha dan juga membawa ajarannya yaitu :
-

Aswawarman

Aswawarman adalah raja Kutai kedua. Ia menggantikan Kudungga sebagai raja. Sebelum masa
pemerintahan Aswawarman, Kutai menganut Animisme . Ketika Asmawarman naik tahta,
ajaran Hindu masuk ke Kutai. Kemudian kerajaan ini menganut agama Hindu. Aswawarman
dipandang sebagai pembentuk dinasti raja yang beragama Hindu. Agama Hindu masuk de dalam
sendi kehidupan Kerajaan Kutai . Keturunan Aswawarman memakai nama-nama yang lazim
digunakan di India. Pengaruh Hindu juga tampak pada tatanan masyarakat, upacara keagamaan,
dan pola pemerintahan Kerajaan Kutai.

-

Mulawarman


Mulawarman menggantikan Aswawarman sebagai raja Kutai. Mulawarman menganut agama
Hindu. Kemungkinan besar pada masa pemerintahan Mulawarman telah ada orang Indonesia asli
yang menjadi pendeta Hindu. Dengan demikian upacara keagamaan tidak lagi dipimpin oleh
Brahmana dari India. Mulawarman mempunyai hubungan baik dengan kaum Brahmana. Hal ini
dibuktikan karena semua yupa dibuat oleh pendeta Hindu. Mereka membuatnya sebagai
ungkapan rasa terima kasih kepada Raja Mulawarman. Sanga raja telah melindungi agama Hindu

dan memberikan banyak hadiah kepada kaum Brahmana . Agama Hindu dapat berkembang pesat
di seluruh wilayah Kerajaan Kutai.

-

Purnawarman

Purnawarman merupakan raja Tarumanegara . Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan
tertua kedua setelah Kerajaan Kutai. Purnawarman memeluk agama Hindu yang menyembah
Dewa Wisnu. Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara banyak menceritakan
kebesaran Raja Purnawarman. Dalam Prasasti Ciaruteun terdapat jejak tapak kaki seperti tapak
kaki Wisnu dan dinyatakan sebagai tapak kaki Raja Purnawarman. Di bawah kepemimpinan

Raja Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara dan rakyatnya berjalan baik dan teratur. Bukti
keberhasilan kepemimpinan ini tercermin dalam Prasasti Tugu . Di prasasti itu diceritakan
pembangunan saluran air untuk pengairan dan pencegahan bajir.

-

Airlangga

Airlangga adalah Raja Kahuripan . Beliau memerintah pada tahun 1019- 1049. Airlangga
sebenarnya putera raja Bali. Beliau dijadikan menantu oleh Raja Darmawangsa. Ketika
pernikahan berlangsung, Kerajaan Kahuripan diserang bala tentara dari Wurawuri. Airlangga dan
dibeberapa pengiringnya berhasil melarikan diri. Airlangga menyusun kekuatan untuk mengusir
musuh. Usaha tersebut berhasil. Bahkan, Airlangga berhasil memperkuat kerajaan Kahuripan
dan memakmurkan rakyatnya. Airlangga sebenarnya merupakan gelar yang diterima karena
beliau berhasil mengendalikan air sungai Brantas sehingga bermanfaat bagi rakyat.

-

Jayabaya

Jayabaya adalah raja terbesar dari Kerajaan Panjalu atau Kadiri. Beliau memerintah tahun 11351157 M. Namanya selalu dikaitkan dengan Jangka Jayabaya yang berisi ramalan-ramalan tentang
nasib Pulau Jawa. Keberhasilan dan kemasyhuran Raja Jayabaya dapat dilihat dari hasil sastra
pada masa pemerintahannya. Atas perintahnya, pujangga-pujangga keraton berhasil menyusun
kitab Bharatayudha. Kitab ini ditulis oleh Empu Sedah dan diselesaikan oleh Empu Panuluh .
Kitab Bharatayudha itu dimaksudkan untuk mengabadikan kebesaran raja dan memperingati
kemenangan- kemenangan Raja Jayabaya.

-

Ken Arok

Ken Arok adalah pendiri kerajaan Singasari. Beliau juga menjadi cikal bakal raja-raja Majapahit.
Mula-mula Ken Arok mengabdi kepada Awuku Tunggul Ametung di Tumapel. Tumapel
termasuk wilayah kerajaan Kediri. Ken Arok jatuh cinta kepada Ken Dedes , istri Tunggul
Ametung. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung. Kemudian ia memperistri Ken Dedes dan
menjadi penguasa di Tumapel

-

Gajah Mada

- Gajah Mada adalah patih mangkubumi (maha patih) Kerajaan Majapahit. Namanya mulai
dikenal setelah beliau berhasil memadamkan pemberontakan Kuti. Gajah Mada muncul sebagai
seorang pemuka kerajaan sejak masa pemerintahan Jayanegara (1309-1328). Kariernya dimulai
dengan menjadi anggota pasukan pengawal raja (Bahanyangkari). Mula-mula, beliau menjadi
Bekel Bahanyangkari (setingkat komandan pasukan). Kariernya terus menanjak pada masa
Kerajaan Majapahit dilanda beberapa pemberontakan, seperti pemberontakan Ragga Lawe
(1309), Lembu Sura (1311), Nambi (1316), dan Kuti (1319). Pada tahun 1328 Raja Jayanegara
wafat. Beliau digantikan oleh Tribhuanatunggadewi. Sadeng melakukan pemberontakan.
Pemberontakan Sadeng dapat ditumpas oleh pasukan Gajah Mada. Atas jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi Maha Patih Majapahit pada tahun 1334. Pada upacara pengangkatannya, beliau
bersumpah untuk menaklukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Sumpah itu
dikenal dengan Sumpah Palapa .
Dan masi banyak lagi tokoh-tokoh pembawa dan penyebar seni Hindu Budha terapan di Indonesi

BAB III
PENUTUP
III.1.Kesimpulan
Dari penjelasan di atas di temukan bahwa adanya seni terapan zaman Hindu Budha yang
berkembang pesat di Indonesaia. Dan masi dapat di temui peninggalan-peninggalan seni rupa
tersebut sampai saat ini, salah satu tempat yang sangat kental mengandung unsur seni rupa Hindu
Budha yaitu di daerah Bali
Dan ternyata seni rupa zaman Hindu Budha yang berkembang di Indonesia di bawa oleh
kerajaan-kerajaan yang berkuasa juga pedagang-pedagang yang datang ke Indonesia sambil
menyebarkan ajaran Hindu Budha serta Kesenianannya.

III.2.Saran

Pada makalah ini penulis sadari bahwah masik banyak kekurangan yang terletak di dalamnya.
Untuk itu dengan pesatnya teknologi saat ini kita kita dapat mencari lebih banyak keseniankesenian rupa Hindu Budha yang berkembang di Indonesia saat ini. Semua ini kembali kepada
kita sendiri, mau dari mana kita mencari tau kesian tersebut.
Dan pada dasarnya sebagai masyarakat Indonesia kita harus mengerti dan memahami kesenian
yang telah ada di Indonesia untuk menjadi masyarakat yang berbakti pada negara sendiri dan
mencintai kesenian negaranya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

-

http://sanggurus.blogspot.com/2012/04/tokoh-sejarah-masa-hindu-budha-dan.html

-

http://theprincessblue.blogspot.com/2012/0

-

http://www.google.com

-

Buku “Kesenian Budaya” Kelas IX SMP/MTS

http://saniagocota.blogspot.co.id/2013/02/makalah-seni-rupa-zaman-hindu-budha.html?m=1
SENI RUPA
Rabu, 06 Februari 2013
MAKALAH SENI RUPA ZAMAN HINDU BUDHA INDONESIA.WWW

Kronologis Sejarah Seni Rupa Hindu Budha
1. Seni rupa Jawa Hindu periode Jawa Tengah, terbagi atas:

Zaman Wangsa Sanjayaan
Candi-candi hanya didirikan di daerah pegunungan. Seni patungnya merupakan perwujudan
antara manusian dengan binatang (lembu atau garuda).
Zaman Wangsa Syailendra
Peninggalan candinya: kelompok Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Borobudur, Candi
Kalasan, Candi Sari, Candi Mendut, dan Candi Plaoson.
Seni patungnya bersifat budhis, contohnya patung Budha dan Bodhisattya di Candi Borobudur.

2. Seni rupa Jawa Hindu periode Jawa Timur, terbagi atas:

Zaman Peralihan
Pada seni bangunannya sudah memperlihatkan tanda-tanda gaya seni Jawa Timur seperti tampak
pada Candi Belahan Yaitu pada perubahan kaki candi yang bertingkat dan ataptinya yang makin
tinggi. Kemudian pada seni patungnya sudah tidak lagi memperlihatkan tradisi India, tetapi
sudah sudah diterpakan proposisi Indonesia seper pada patung Airlangga.
Zaman Singasari
Pada seni bangunannya sudah benar-benar memperlihatkan gaya seni Jawa Timur baik pada
struktur candi maupun pada hiasannya, contohnya: Candi Singosari, Candi Kidal, dan Candi
Jago. Seni patungnya bergaya Klasisistis yang bertolak dari gaya seni Jawa Tengah, hanya seni
patung singosari lebih halus pahatnnya dan lebih kaya dengan hiasan contohnya patung
Prajnaparamita, Bhairawa, dan Ghanesha.
Zaman Majapahit
Candi-candi majapahit sebagian besar sudah tidak utuh lagi karena terbuat dari batu bata,
perbedaan dengan candi di Jawa Tengah yang terbuat dari batu kali/andesit peninggalan
candinya: kelompok Candi Penataran, Candi Bajangratu, Candi Surowono, Candi Triwulan dan
lain-lain.
Kemudian pada seni patungnya sudah tidah lagi memperlihatkan gaya klasik Jawa Tengah,
melainkan gaya magis monumental yang lebih menonjolkan tradisi Indonesiaan seperti tampak
pada raut muka, pakaian batik, dan perhiasan khas Indonesia. Selain patung dari batu juga
dikenal patung realistik dari Terakota (Tanah Liat) hasil pengaruh dari Campa dan China,
contohnya patung wajah Gajah Mada.

3. Seni Rupa Bali Hindu
Di Bali jarang ditemukan candi sebab masyaraatnya tidak mengenal Kultus Raja. Seni bangunan
utama di Bali adalah pura dan puri. Pura sebagai bangunan suci tatapi di dalamnya tidak terdapat
patung perwujud dewa karena masyarakt Bali tidak mengenal an-Iconis yaitu tidak mengebal
patung sebagai objek pemujaan, adapun patung hanya sebagai hiasan saja.

http://pendidikanrembang.blogspot.co.id/2014/04/kronologis-sejarah-seni-rupa-hindubudha.html?m=1
Blog Seputar Pendidikan dan Rembang
Minggu, 06 April 2014
Kronologis Sejarah Seni Rupa Hindu Budha

SENI RUPA INDONESIA-HINDU:

Penemuan jatidiri dan puncak perkembangan seni rupa Indonesia-lama pada zaman Singhasari
dan Majapahit di Jawa Timur

Nanang Ganda Prawira dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus
2001

Abstrak

Berbicara tentang jatidiri seni rupa Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan sejarah
perkembangan seni rupa Indonesia zaman pengaruh HinduBudha yang berlandaskan seni-budaya
prasejarah. Segi kontinyuitas dalam perkembangan seni rupa Hindu ini memperlihatkan benang
merah yang tegas tentang kronologis aspek teknis, tematis, dan estetis kekaryaan seni rupa
Indonesia. Jatidiri seni rupa Indonesia telah bisa diamati dan dikaji melalui karya-karya seni rupa
(bangunan, patung, relief kriya, motif hias) zaman Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur.
Tulisan ini menggambarkan secara garis besar tentang perkembangan seni rupa Indonesia-Hindu
yang memperlihatkan puncak kegemilangannya, serta temuan jatidiri Indonesia pada zaman
Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur
Kata Kunci: klasik, pluralistik, kontinyuitas, candi, patung, relief, kontak budaya, inkulturasi,
akulturasi, transformasi budaya, kultus raja, relijius,kosmologis, anonim, simbolisme

1. Pendahuluan

Seni rupa Indonesia lama (klasik) memiliki ciri-ciri dasar: pluralistik, kontinyuitas, dan unitas.
Pluralitas dalam seni rupa Indoensia disebabkan oleh keadaan alam yang terdiri dari pulau-pulau
yang dibatasi oleh laut dan selat. Keadaan alam (kondisi geografis) seperti ini menumbuhkan
karakter budaya setiap tempat (pulau) yang berbeda dengan pulau yang lainnya. Ciri kontinyuitas
seni rupa dapat terlihat dari kesinambungan perkembangan dan kesadaran tradisi sejak masa
kerajaan Hindu pertama di pulau Jawa hingga Bali Hindu. Kesadaran terhadap adanya
transformasi budaya yang merupakan proses yang terus berlanjut dapat membentuk jati diri
budaya nasional. Sebelum pembentukan jati diri sebagai tahap terakhir, tentu saja proses tersebut
akan melalui tahap awal (peniruan) dan tahap adaptasi (penyesuaian). Proses kontak budaya
dalam perkembangan seni rupa Indonesia-Hindu berakibat terhadap munculnya beragam corak
seni rupa Indonesia yang tersebar di seluruh Nusantara. Walaupun corak tersebut beraneka
ragam tetapi ternyata memiliki karakteristik yang sama. Hal ini disebabkan oleh kesamaan dalam
pandangan kosmologis, dan geopolitis. Pandangan terhadap jagat raya (kosmologis) tersebut
tercermin dalam ungkapan-ungkapan etnik setiap daerah, misalnya kesamaan dalam

memvisualisasikan motif-motif flora dan fauna sebagai ornamen. Motif-motif alam itu terungkap
karena masyarakat Indonesia berada dalam kehidupan dan lingkungan alam yang subur. Contoh
lain yang bisa membuktikan adanya kesatuan dalam keragaman corak yaitu ungkapan wujud
arsitektur di setiap daerah yang variatif, tetapi di dalamnya jika diteliti akan terdapat kesamaan
ungkapan (dalam aspek struktur bangunan keseluruhan dan beberapa motif hiasnya). Proses
tranformasi budaya yang membentuk jati diri seni rupa Indonesia melalui beberapa tahapan.
Tahapan pertama yaitu peniruan unsur-unsur budaya India tanpa seleksi. Tahap berikutnya yaitu
penyesuaian unsur-unsur budaya India dengan unsur budaya sendiri. Tahap yang terakhir yaitu
penguasaan unsur-unsur budaya India sebagai kelengkapan dalam membentuk kepribadian
budaya bangsa. Tahap ketiga inilah yang menampilkan bentuk ungkapan sebagai penemuan jati
diri budaya Indonesia-Hindu.
Bagaimanakah ungkapan budaya, khususnya dalam karya-karya seni rupa Indonesia Hindu yang
membuktikan adanya tingkat penguasaan budaya India dan menampakkan penemuan jati diri
tersebut ? Pertanyaan seperti ini tentu saja mesti ditelusuri jawaban melalui serangkaian
penelitian terhadap karya-karya seni rupa. Untuk menjawab sebagaian masalah itu, kita mesti
mencoba meneliti perkembangan seni rupa pada sekitar abad ke-13 sampai ke-15 di Jawa Timur.
Melalui analisis terhadap perkembangan seni rupa Indonesia-Hindu di Jawa Timur diharapkan
dapat disimpulkan tentang beberapa `ciri keindonesiaan' dan penyebab terjadinya ciri tersebut.

2. Pengertian Seni Rupa Indonesia-Hindu
Seni rupa sebagai salah satu bentuk ungkapan budaya Indonesia memiliki keragaman
corak dan bentuk. Kekayaan ragam ungkapan budaya ini tersebar di seluruh Nusantara. Berbagai
karya seni rupa, baik seni arsitektur, patung/relief, dan kriya menampilkan aneka keunikan
bentuk dan gaya setiap daerah. Namun dalam keragaman tersebut tercermin ada unsur kesamaan
ungkapan, sehingga memiliki nilai kesatuan. Dalam perkembangan budaya Indonesia, khususnya
periode Hindu/ Budha bersifat berkelanjutan (berkesinambungan), sejak masa prasejarah hingga
masuknya unsur budaya Barat dengan tradisi Eropa, dan berakhir pula pengaruh Hindu terhadap
budaya Indonesia.Pengertian budaya Hindu digunakan untuk menunjuk tempat asal dari sumber
budaya, yaitu budaya India Purba yang berlandaskan agama Hindu dan Budha. Penyebaran
budaya India Purba (budaya Hindu dan Budha) ini sebagian besar ke negara Asia melalui
berbagai sarana, baik hubungan dagang maupun politik.Pengertian budaya Indonesia digunakan
untuk menunjuk dasar budaya asli Indonesia sejak awal tahun Masehi sampai permulaan abad
ke-15, yaitu budaya prasejarah (Melayu /Austronesia).Budaya Hindu yang berkembang di
Indonesia tidak berarti hanya agama Hindu sebagai landasan perkembangannya, tetapi
melibatkan pula agama Budha. DiIndia, agama Hindu dan Budha ini memperlihatkan batas-batas
perbedaannya yang tegas. Kedua agama tersebut di Indonesia sering berpadu dalam bentuk
sinkretisme dengan nafas budaya asli Indonesia. Hal inilah salah satu segi pembeda antara
budaya Hindu Indonesia dan India. Perkembangan budaya Indonesia-Hindu terbatas di Sumatra,
Jawa, Kalimantan, dan Bali. Setiap pulau tersebut mencerminkan kecenderungan budaya
etniknya sesuai dengan perkembangan budaya kerajaannya. Budaya Indonesia-Hindu dengan
nafas budaya etnik Melayu berkembang di Sumatra pada kerajaan Sriwijaya (budaya SumatraHindu). Budaya IndonesiaHindu dengan nafas budaya Jawa pada kerajaan Tarumanegara sampai
dengan kerajaan Majapahit (budaya Jawa-Hindu). Budaya IndonesiaHindu dengan nafas budaya
Bali berkembang di Bali pada kerajaan Udayana (budaya Bali-Hindu). Unsur-unsur budaya lain

(dari luar Nusantara) yang turut berperan dalam proses perkembangan budaya Indonesia-Hindu
ialah budaya Cina dan Campa.

3. Pembentukan budaya IndonesiaHindu
Kebudayaan Indonesia berkembang dalam suatu proses yang berkesinambungan. Proses
perkembangan budaya IndonesiaHindu tidak lepas dari peran serta seluruh bangsa Indonesia
sebagai pendukung budaya. Dalam pembentukan budaya, bangsa Indonesia juga berkeinginan
memperoleh dan mencapai hal-hal baru. Keinginan tersebut merupakan tenaga (dan spirit) untuk
mengembangkan kebudayaan Indonesia. Proses pembentukan budaya berdasarkan upaya reka
cipta dalam memperoleh hal-hal baru dinamakan proses invensi (bahasa Inggris: invention).
Dalam menjawab tantangan dan tuntutan budaya baru, bangsa Indonesia juga berupaya
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran, sistem norma, dan adat-istiadat sendiri.
Pembentukan budaya IndonesiaHindu berdasarkan upaya tersebut dinamakan pula
inkulturasi.Pembentukan budaya IndonesiaHindu juga dihadapkan pada pengaruh unsurunsur
budaya asing. Hal ini menciptakan sosok budaya Indonesia-Hindu yang barn dengan tetap
mempertahankan kepribadian budaya sendiri. Proses pembentukan budaya seperti ini termasuk
proses akulturasi.Jika ditelaah secara mendalam, ketiga proses pembentukan budayaIndonesiaHindu tersebut sebenarnya menunjukkan upaya dan peranan bangsa Indonesia dalam merintis
kebudayaan baru. Kebudayaan barn yang datang dari luar (India) tidak sepenuhnya diterima dan
ditiru apa adanya, tetapi melalui proses pembentukan yang bertahap. Budaya India yang
merupakan unsur budaya asing mewarnai khasanah budaya Indonesia-Hindu berdasarkan kontak
budaya secara damai (penetration pacifique) . 3. Perkembangan seni rupa Indonesia-Hindu
melalui "kontak budaya"Pertemuan dan kompromi budaya asing dengan budaya Indonesia
menciptakan kontak budaya. Kontak budaya merupakan suatu proses persinggungan dalam
pembentukan budaya baru. Hal ini kemudian merajut untaianperkembangan budaya
secarabertahap. Pembentu-kan budaya Indonesia-Hindu yang berkesinambungan dan
berkesatuan terjadi berdasarkan beberapa jalan (sarana). Sarana kontak budaya tersebut meliputi
perdagangan, agama, dan politik.Hubungan dagang antara Indonesia dengan India menimbulkan
kolonikoloni perdagangan. Koloni-koloni inilah yang menjadi pusat pengantar budaya IndonesiaHindu di Indonesia. Pertemuan para pedagang yang memiliki karakter budaya berbeda secara
tidak langsung menciptakan suasana interaksi budaya. Berbagai kegiatan agama Hindu dan
Budha di Indonesia, baik sebagai proses penyebaran maupun penerimaan merupakan dasar
pembentukan budaya Indonesia.Sarana kontak budaya yang lain adalah sarana politik. Hubungan
politik antara Indonesia dan India yang dilandasi tujuan politik perdamaian merupakan penyebab
akulturasi. Proses akulturasi melalui hubungan politik perdamaian menghasilkan sosok budaya
baru (Indonesia-Hindu). Dalam hal ini kepribadian bangsa Indonesia tetap kuat berdiri, dan
bahkan akarbudaya tumbuh subur, walaupun arus pengaruh budaya asing menerpanya. Bila
sistem kontak budaya ini dibandingkan dengan yang melalui politik kolonialisme tentu sangat
berbeda. Oleh sebab itu perkembang-an budaya IndonesiaHindu boleh ditegaskan sebagai
tahapan budaya Indonesia tradisional yang memiliki ciriciri kesatuan (unitas), berkesinambungan
(kontinyuitas), dan bersifat pluralistik (majemuk).Proses akulturasi Indonesia-Hindu berlangsung
secara bertahap. Setiap tahapan memiliki kecenderungan yang berbeda. Pentahapan bentuk
budaya ini disebabkan oleh terjadinya proses kontak budaya yang berkali-kali, dan tidak dalam
waktu yang bersamaan. Artinya bahwa setiap masa secara berulang dengan berbagai sarana

kontak budaya menciptakan rangsangan terhadap pembentukan budaya Indonesia-Hindu.
Tahapan tersebut meliputi: (1) tahap peniruan, (2) tahap penyesuaian, dan (3) tahap penguasaan
unsur-unsur budaya India yang akhirnya membentuk kepribadian budaya bangsa.
4. Karakteristik seni rupa IndonesiaHindu
Latar belakang budaya bangsa Indonesia yang didasari budaya prasejarah
memperlihatkan adanya kesinambungan hingga masa Indonesia-Hindu. Budaya prasejarah
Indonesia melengkapi ungkapan senibudaya masa-masa selanjutnya. Ungkapan tersebut dapat
diteliti pada artifak-artifak arsitektur, patung, relief dan kriya. Walaupun ciri-ciri budaya
prasejarah tidak secara keseluruhan dipertahankan, tetapi pengaruh beberapa unsur bentuk
(misalnya ornamen) dan teknikteknik berkarya masih tetap menjadi bukti yang cukup kuat.
Kepercayaan bangsa prasejarah terhadap kekuatan benda-benda, roh dan hal yang gaib tercermin
dalam ungkapan karya-karya budayanya. Animisme dan dinamisme yang kemudian pada masa
IndonesiaHindu menjadi bentuk sinkretisme dengan agama Hindu/ Budha merupakan latar
belakang yang sangat menonjol dalam berbagai bentuk. Seni rupa sebagai bagian dari cabang
seni-budaya IndonesiaHindu adalah ungkapan seni yang tidak lepas dan karya yang satu dengan
yang lainnya. Misalnya dalam karya arsitektur terdapat karya patung, relief, kriya, dan lukis.
Karya-karya tersebut berpadu dalam integritas kepentingan dan nilai spiritualitas yang sama.
a. Seni relijius
Seni rupa Indonesia-Hindu dilatarbelakangi oleh pengaruh agama Hindu dan Budha
di India. Dalam perkembangannya tidak meniru secara utuh dengan seni agama
Hindu dan Budha secara utuh, melainkan mengalami adaptasi dan pengolahan dengan
dasar budaya serta agama asli Indonesia. Corak seni agama Indonesia-Hindu
memperlihat-kan ciri-ciri perpaduan agama (Hindu, Budha dan agama asli Indonesia).
Dengan kata lain bahwa corak tersebut merupakan sinkretisme agama. Bentuk
sinkretisme dalam seni Indonesia-Hindu yang sakral itu juga didasari oleh pandangan
kosmo-logis bangsa Indonesia.
b. Seni yang didasari kosmologis
Corak seni rupa Indonesia-Hindu tampil beda dengan seni India. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh andangan kosmologis bangsaIndonesia yang berlainan dengan
bangsa India. Hal ini membuktikan bahwa walaupun pengaruh seni sakral India
sangat kuat tetapi seni Indonesia-Hindu memperlihatkan karakteristik tersendiri.
c. Seni anonim
Kedudukan para seniman Indonesia-Hindu terikat oleh peraturan agama (artisan), dan
tidak menampilkan kesenimanannya secara mandiri. Karya-karya para seniman tidak
muncul membawakan nama sendiri atau bahkan karya-karyatersebut tidak pernah
dipublikasikan pembuatnya. Kebebasan berkarya seorang seniman adalah kebebasan
dalam lingkup peraturan agamad. Simbolisme Pandangan filsafat agama HinduBudha menjiwai pembentukan corak dan bentuk ungkapan seni rupa IndonesiaHindu. Pandangan filsafat yang didasari keinginan untuk mewujudkan nilai-nilai
sakral senibudaya Indonesia-Hindu itu terungkap dalam bentuk-bentuk
perlambangan. Ikonografi Hindu, Budha dan kaidah estetik Indonesia merupakan

sumber acuan clan inspirasi yang kuat.Untuk mempertahankan nilainilai sakral, seni
rupa IndonesiaHindu mengenal berbagai kriteria gaya seni rupa dengan tandatanda
perlambangan yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini dapat diamati dari perbedaan
gaya klasik India seni Syalendra dan gaya ldasisistis seni Singhasari (dan gaya klasik
Majapahit).
e. Seni kultus raja
Budaya feodal bangsa Indonesia mempengaruhi perkembangan senibudaya Indonesia -Hindu.
Banyak sekali karya-karya seni rupa yang mencerminkan kekuasaan dan kebesaran kerajaan.
Raja sebagai pelindung seni (maecenas atau patron) tampak berperan dalam
menumbuhkembangkan gaya klasisisme Indonesia-Hindu. Hal ini merupakan bentuk ungkapan
pengabdian dan penghormatan kepada raja. Dalam beberapa contoh karya (yang bersifat
monumental) seni bertugas untuk mengabadikan kejayaan atau kebesaran nama raja.
f. Seni lingkungan hidup
Kecintaan bangsa Indonesia terhadap lingkungan hidup (alam dan sekitarnya)
telah lama menjadi cerminan penghayatan terhadap nilai-nilai agama. Rangsangan
lingkungan alam terhadap para artisan (perupa) Indonesia-Hindu menjelmakan
corak dan bentuk ornamen yang berdasarkan bentuk-bentuk alam (nature).
Kekayaan tumbuhan (flora) danbinatang (fauna) di Indonesia terungkap dalam
ornamen relief atau gambar yang diterakan pada dinding arsitektur (candi,
misalnya), patung, dan kriya.Pandangan bangsa Indonesia terhadap jagat raya
(alam semesta) tentang keseimbangan alam ini telah hidup dalam budaya
Indonesia asli. Pandangan kosmologis terhadap alam memang akan berbeda
dengan latarbelakang kosmologi India.Cermin lingkungan hidup bangsa Indonesia
juga dapat disaksikan pada adegan-adegan relief dinding candi. Cerita legenda,
folklore dan mitologi Indonesia menjadi pelengkap cerita Ramayana dan
Mahabharata.Alam Indonesia yang kaya akan material dan media seni rupa
mewarnai karakteristik seni rrupa Indonesia-Hindu. Bahan baku batu alam, kayu,.
dan tanah liat banyak didapatkan pada karyakarya arsitektur Indonesia-Hindu.
Tentu saja penggunaan bahan seperti ini berbeda dengan yang ada di India.
Karakteristik Indonesia-Hindu memperlihatkan jati dirinya, karena banyak
memanfaatkan bahan lokal (atas hasil eksnlorasi bahan dan teknik
penggarapannya).
5. Perkembangan Seni Rupa Indonesia-Hindu di Jawa Timur
Perkembangan seni rupa IndonesiaHindu di Jawa Timur sangat menarik untuk diselidiki.
Penyelidikan terhadap seni Jawa Timur adalah pengamatan terhadap kejayaan budaya masa
kerajaan Singhasari dan Majapahit. Karyakarya seni rupa pada masa Singhasari dan Majapahit
merupakan wujud kegemilangan seni rupa Indonesia-Hindu yangergaya gaya klasisisme. Secara
garis besar, perkembangan seni rupa di Jawa Timur dimulai masa peralihan, Singhasari,
Majapahit dan masa akhir pengaruh Hindu.

a. Zaman Peralihan

Perpindahan pusat pemerintahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur terjadi kira-kira
pada tahun 925. Perihal penyebab perpindahan itu belum diketahui secara pasti. Yang
jelas bahwa bangunan-bangunan besar tidak lagi didirikan di Jawa Tengah. Pusat
kebudayaan dan perkem-bangannya terdapat di Jawa Timur.Perbedaan antara
peninggalan kerajaan di Jawa Timur dengan peninggalan kerajaan Syailendra di Jawa
Tengah di antaranya:
(1) bangunan-bangunan sakral yang megah di Jawa Tengah didirikan menurut corak
Hindu (India, dengan peniruan yang masih kuat dan adaptasi beberapa unsur saja). Di
Jawa Timur, corak Indonesia asli makin lama makin jelas.
(2) Pengaruh agama Budha dalam waktu yang lama sangat terasa pada karya-karya
seni di Jawa Tengah. Sebaliknya yang terjadi di Jawa Timur, agama Ciwa mendapat
pengaruh yang besar.Raja pertama dari zaman yang baru ini ialah raja Sindok yang
memerintah dalam tahun 929-947. Daerah kerajaan Sindok sekitar gunung Semeru
dan gunung Wilis, yaitu di daerah Surabaya, Malang,dan Kediri. Di bawah
pemerintahan Sindok, kerajaan mengalami kemakmuran dan perkembangan yang
pesat. Raja Sindok yang bergelar Sri Maharaja Sri Ican Wikramatunggadewa sangat
memperhatikan pembangunan bangunan-bangunan sakral.Beberapa candi yang
ditemukan di Jawa Timur pada masa kerajaan ini adalah candi Badut, candi
Singgoriti, candi Belahan, pemandian Jolotundo, Gua Selomangleng (di Kediri dan
Tulungagung), dan bangunan lain di Penanggungan.
b. Zaman Singhasari
Ada 4 (empat) orang raja yang memerintah kerajaan Singhasariyang terpenting dan
terkenal kejayaannya. Keempat raja tersebut: (1) Ken Arok (1222-1227), (2)
Anusapati (12271248), (3) Wishnuwardhana (12481268), dan (4) Kertanegara
(12681292).Peninggalan karya-karya seni rupa zaman kerajaan Singhasari masih
banyak ditemukan, balk yang berupa karya seni kriya maupun bangunan suci
(keagamaan). Bangunan suci yang berupa candi pada zaman Singhasari menurut
Pararaton dan Negarakertagama, berfungsi sebagai makam raja-raja. Bangunan
tersebut misalnya Kagenangan sebagai makam raja Ken Arok dalam wujud Syiwa
dan Budha. Candi Kidal sebagai makam raja Anusapati dalam wujud Syiwa. Candi
Jago sebagai raja Wishnuwardhana, dan candi Jawi sebagai makam raja Kertanegara.
c. Zaman Majapahit
Beberapa raja yang memerintah kerajaan Majapahit di antaranya:
(1) Kertarajasa atau Raden Wijaya (12931309), (2) Jayanegara (1309-1328), (3) Raja
Putri Tribuwana Tunggadewi (1329-1350), (4) Rajasanagara atau Hayam Wuruk
(1350-1389).Tribuwana Tunggadewi memerintah atas nama ibunya, Rajapatni, istri
Kertarajasa IV, ialah putri Kertanegara (raja Singhasari).Dia yang pertama
memerintah karena raja Jayanegara tidak meninggalkan putra. Rajapatni sendiri telah
menjadi biksu Budha, maka untuk menggantikannya, putrinyalah yangmemerintah
sebagai seorang ratuhingga meninggalnya Ratu Rajapatni pada tahun 1350. Selama
pemerintahan Tribuwana Tunggadewi dan sebagaian keturanannya, Gajah Mada

menjadi patih dan panglima perang yang terkenal. di Majapahit.Dan zaman Majapahit
didapat sejumlah besar peninggalan berupa bangunan suci. Peninggalannya itu tidak
saja yang terdapat di lembah sungai Brantas, tetapi juga terdapat di luar daerah ini
hingga ke daerah Pasuruan. Pada saat kegemilangan Majapahit, seni bangunan suci,
sastra dan kesenian lain berkembang dengan pesat. Bangunan suci besar sebagai
peninggalan Majapahit adalah tempat suci agama Syiwa yang sekarang dinamakan
candi Penataran atau candi Palah. Semasa raja Hayam Wuruk, pada bangunan suci ini
ditambahkanbeberapa patung dan bagian-bagian bangunan lainnya. Bahan bangunan
yang digunakan sebagian besar adalah bata merah (terakota). Dengan bahan yang
digunakan itu menyebabkan sebagian bangunan sudah mengalami kerusakan, bahkan
banyak yang tinggal fondasifondasi saja. Beberapa karya peninggalan zaman
Majapahit yaitu Candi Sumberjati, Candi Rimbi, Candi Penataran, Candi Tigowangi,
Candi Surowono, Candi Jabung, Candi Tikus, Candi Kedaton, Candi Sawentar,
Bajang Ratu, Wringin Lawang, Plumbangan, Bangunan Jedong, Guwa Pasir.
d. Zaman Akhir Pengaruh Hindu
Wilayah kekuasaan kerajaan Hindu di Jawa Timur semakin berkurang. Begitupun
seni budaya HinduBudhanya menyusut perlahan, ketika berkembangnya pengaruh
agama Islam. Dengan pengaruh agama Islam tersebut kerajaan Majapahit banyak
mengalami kemunduran di berbagai bidang. Kemunduran itu terjadi pula pada bidang
kesenirupaannya. Hal tersebut terasa pada kemandegan para seniman pahat dalam
berkarya patung. Patung yang dibuat cenderung makin lama makin kaku. Ketelitian
pahatan ornamen pada beberapa patung raja semakin hilang. Akhirnya patungpatung
yang diciptakan mirip karya seni prasejarah (primitif), seperti halnya arca-arca nenek
moyang.Kegairahan para seniman (artisan) sudah berkurang, karena selamakerajaan
Hindu berjaya, kerajaan menjadi pusat kegiatan seni (istana sentris). Ketika agama
Islam memasuki Majapahit seakan-akankegiatan seni pahat atau bangunan sudah
hampir tak berperan lagi. Arca, dan bangunan suci sudah tidak diciptakan lagi.Di
gunung-gunung dan pelosok daerah, agama Hindu masih bertahan, sebagai temppat
perlindungan terakhir. Hasilhasil kesenian zaman akhir ini ada kecenderungan untuk
kembali ke zaman prasejarah, misalnya pembuatan candi Sukuh dan Cetho di gunung
Lawu seperti susunan bangunan punden berundak.
6. Penutup
a. Seni Bangunan (arsitektur)
Seni Bangunan Indonesia-Hindu zaman Singhasari dan Majapahit telah memperlihatkan
tanda-tanda penguasaan terhadap konsepkonsep Hinduistis Budhistis India. Penguasaan kaidahkaidah teknis,dan konsep estetis berkarya arsitektur tidak lagi meniru bentuk seni India. Bangsa
Indonesiamenciptakan pola struktur bangunan sendiri dengan tanpa menghilangkan spiritualitas
dan religiositas Hindu/Budha. Konsep religi yang terpadu (sinkretisme) tampak jelad pada
sejumlah karya bangunan. Sinkretisme dalam penempatan atributatribut kedua agama itu dalam
satu konsep arsitektur. Local genius jugaberkembang berdasarkan potensi aerah setempat.Selain
segi konsep, seni

Indonesia-Hindu zaman ini juga membuktikan kemampuannya dalam menggarap
bangunan dengan menggunakan material baru, seperti bata merah dan kayu.
b. Seni Hias (ornamen)
Seni hias Indonesia-Hindu tidak bisa dilepaskan dan keseluruhan struktur bangunan dan
patung. Keterpaduan sistem kekaryaan tercermin dalam ungkapan budaya tradisi
Hindu/Budha.Seni hias yang tertera pada dindingdinding bangunan (candi) mempergunakan
teknik pahatan (relief) yang lebih mengungkapkan kesan dekoratif. Kesan dekoratif yang
diciptakan adalah pengaruh kuat dari seni Indonesia asli (yang berlanjut sejak zaman prasejarah).
Pengisian bidang secara penuh dengan kepercayaan `horor vacuii'(menghindari ruang/bidang
kosong) mengakibatkan format (bidang) relief menjadi padat. Renggaan atau stilasi obyek alam
(flora, fauna dan manusia) mengarah pada bentuk datar. Kepejalan (kesan realistik) sudah tidak
tampak lagi -berbeda dengan relief pada candi-candi di Jawa Tengah- sehingga seluruh obyek
bersifat dekoratif. Oleh karena gaya kebentukan yang diciptakan tidak realistik, maka ungkapan
bahasa rupa lebih cenderung bermuatan tanda-tanda simbolistis.Gaya simbolisme dalam relief
(seni hias) zaman klasik Singhasari dan Majapahit telah membuktikan adanya invention
(penemuan halhal yang baru). Pengaruh asing (budaya India) hanya mempengaruhi unsur
tematik-nya (misalnya cerita Ramayana). Adegan dalam cerita ini pun tidak utuh diambil dan
aslinya (India), tetapi telah diolah secara bebas, dengan tetap menonjolkan karakteristik budaya
Indonesia asli. Adegan demi adegan yang terdiri dan beberapa waktukejadian terkadang
diungkaokan dalam satu bidang. Ada tokoh yang sama, tetapi digam.barkan dalam sikap, atribut
dan perupaan yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa cerita itu ukan menggambar-kan satu
waktu peristiwa (moment opname)tetapi mengandung urutan kejadian dalam waktu yang
berbeda. Keunikan ini tidak ditemukan dalam pola penggambaran tradisi India.Tokoh-tokoh
manusia digambarkan melalui proses stilasi. Manusia tampak mirip tokoh pewayangan dengan
segala atributnya. Bahkanpada beberapa candi bisa disaksikan adanya tokoh punakawan.
d. Seni Patung
Keinginan mewujudkan patung raja yang telah meninggal dalam konsepbentuk
kedewaan adalah tradisi yang sangat kuat. Patung tersebut berfungsi sebagai media
pemujaan terhadap dewa (kultus dewa) dan penghormatan atau pengabdian kepada
raja (kultus raja). Dalam perkembangan akhir, penciptaan patung tidak lagi sebagai
monumen dan mediapemujaan, tetapi sebagai potret dari tokoh (raja, atau orang
tertentu). Pada masa ini sudah berkembang media pembuatan patung yangbervariasi.
Patung tidak hanya dibuat dari bahan batu, tetapi juga terakota, logam, dan kayu.
Banyak ditemukankarya patung yang kecil-kecil dari bahan logam atau terakota.
Patung mahluk aneh (fantasi) ditemukan sebagai rekarupa gabungan binatang atau
manusia --misalnya patung raksasa, Dwarapala, kala.Pada menjelang berakhirnya
budaya Hindu di Jawa Timur, ada penurunan nilai klasik. Patung tidak lagi indah
(secara dekoratif) dalam gaya, tetapi lebih cenderung kaku (stereotipe), naif, dan
primitif. Pengaruh seni prasejarah terasa sangat kuat, apalagi setelah masuk pengaruh
budaya (agama) Islam ke Majapahit. Ada kesan bahwa dengan berakhirnya budaya
Hindu di Majapahit, maka kreativitas seniman juga menurun.
e. Seni Kriya

Benda-benda kerajinan yang dihasilkan dari zaman Majapahit dibuat dari bahanbahan logam (perunggu, perak, emas), terakota, kayu, dan batu putih yang bermacammacam bentuk dan fungsinya.Kriya dari bahan perunggu berbentuk lampu gantung
merupakan karya seni yang sangat halus. Tampak ciri khas daerah (Majapahit) pada
ornamennya. Hal ini menunjukkan kekuatan tradisi lokal dalam berkarya seni
terapan.Karya lainnya seperti genta (lonceng), jambangan, talam, hiasan wayang,
barang perhiasan,dan lain-lain telah memperlihatkan karakteristik Indonesia.
Begitupun benda-benda kerajinan dari bahan terakota dan kayu.
e. Wayang
Istilah wayang sudah dikenal dalam prasasti Balitung tahun 907, tetapi dalam prasasti
itu tidak dijelaskan mengenai bentuk dan bahan yang digunakannya. Dalam kitab
Arjuna Wiwaha dikemukakan bahwa wayang telah digemari oleh masyarakat pada
zaman pemerintahan Raja Erlangga. Sebuah berita China dari tahun 1416,
menyebutkan bahwa pada permulaan abad XV, di Jawa Timur, wayang beber
merupakan pertunjukan umum. Wayang beber yang tertua adalah yang terdapat di
Pacitan (Karangtalun) dan Wonosari (Bejiharjo). Cerita-cerita wayang beber di kedua
tempat ini menggambarkan Panji.Jika ditinjau dari segi teknik, estetik dan
tematiknya, bentuk wayang dan pertunjukannya merupakan karya seni rupa
Indonesia-Hindu yang bermuatan unsur lokal.Keempat jenis karya seni rupa
Indonesia-Hindu yang telah dianalisis di atas hanya sebagian dari banyak unsur dari
keragaman karya seni rupa Indonesia-Hindu. eni rupa Indonesia sejak lama telah
memiliki akar tradisi yang sangat kuat, terus berlanjut hingga zaman pengaruh Islam.
Kekentalan senibudaya tradisi HinduBudha (dan Sinkretismenya), dan seni prasejarah
berpadu dalam ramuan spiritualitas dan kosmologisbangsa Indonesia.
Puncakkegemilangan seni rupa klasik Indonesia-Hindu di Jawa Timur ini dicapai
pada zaman Singhasari dan Majapahit. Kebudayaan Indonesia bukanlah kebudayaan
bayangan Barat, karena ternyata kita memiliki jati diri.Seni Rupa Indonesia-Hindu
200114 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.1 No.3 Agustus 2001

Daftar Pustaka
Ambary, Hasan Muarif, 1998, Menemukan Peradaban, jejak Arkeologis dan Histori
Islam Indonesia, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta.
Atmadi, Parmono, 1988, Some Architectural Design Principles of Temples In Java,
Gajah Mada University Press.
Berg, C.C., 1974, Penulisan Sejarah Jawa, Bhratara, Jakarta.
Candrasasmita, Uka., 1972, Tumbuh Perkembangan Kebudayaan dan Kekuasaan
Purba, Pemda Jabal, Bandung.
Dormer, P., 1997, The Culture of Craft, Manchester University Press.

Fountein, J; Soekmono; Setiawati, 1971, Kesenian Indonesia Purba, Asia House
Galery, New York.
Heekeren, H.R. Van, 1972, The Stone Age of Indonesia, Instituut Voor Taal, Land.
en. VolkenKunde., 'S Gravenhage.
Holt, Claire., 1967, Art in Indonesia, Continuities and Change, Cornell University
Press Ithaca, New York.
Hoop, A.N.J. Th.Van der, 1949, Ragam Hias Indonesia, Kon. Bataviasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschap, Batavia.
Kempers, A.B., 1959, Ancient Indonesia Art, Harvard University Press Cambridge,
Massachussets.
Muller, H.R.A., 1978, Javanese Terracottas, Vitgevers maatschappij De Tijdstroom
b.v. Lochem, The Netherlands.
Powell, T.G.E., 1966, Prehistoric Art, Thames and Hudson-London.
Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid I, II, III, Yayasan
Kanisius, Yogyakarta.
________, 1992, Pengantar Wawasan Seni Budaya, Proyek Sekolah Menengah
Kejuruan Bidang Kesenian, Pusat Perbukuan, Departemen P & K.