Pergub No 31 Tahun 2006 PENDAYAGUNAAN AIR TANAH

SALINAN

Gubernur Jawa B arat
PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT
NOMOR 31 TAHUN 2006
TENTANG
PENDAYAGUNAAN AIR TANAH
GUBERNUR JAWA BARAT
Menimbang :

Mengingat :

a.

bahwa dalam rangka pengendalian, pengambilan dan penggunaan air tanah
perlu dilakukan pengaturan pendayagunaan air tanah pada setiap cekungan
lintas Kabupaten/Kota.

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu

menetapkan Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang pendayagunaan air
tanah.

1.

2.

3.

4.

5.
6.

7.

8.
9.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa

Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli 1950) jo. Undang-undang Nomor 23
Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010);
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2831);
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3470);
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara
Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4377);

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran

1

Negara Nomor 4548);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3838);
11. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Air Bawah Tanah (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 16
Seri D).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :


PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Jawa Barat.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.
4. Bupati / Walikota adalah Bupati / Walikota di Provinsi Jawa Barat.
5. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat.
6. Pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan, penggunaan,
pengembangan, dan pengusahaan air tanah secara optimal pada cekungan
air tanah lintas Kabupaten/Kota agar berhasil guna dan berdaya guna.
7. Pengembangan air tanah adalah upaya peningkatan kemanfaatan fungsi air
tanah sesuai dengan daya dukungnya.
8. Pengusahaan air tanah adalah kegiatan menggunakan air tanah untuk
memenuhi bahan baku, bahan pembantu atau proses produksi.
9. Pengeboran atau penggalian air tanah adalah kegiatan pembuatan sumur
sebagai sarana pengambilan air tanah.

10. Rekomendasi teknis adalah persyaratan teknis yang bersifat mengikat yang
dikeluarkan dalam pemberian izin pengeboran, penggalian air tanah atau
penurapan mata air serta persyaratan teknis yangn bersifat mengikat dalam
pembutan sumur pantau dan sumur imbuhan.
11. Daerah sulit air adalah daerah yang secara alamiah sulit ditemukan sumber
daya air atau apabila ada air tanah letaknya dalam, sehingga masyarakat
sulit mendapatkan airnya.
12. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bantuan
dibawah permukaan tanah.
13. Mata air adalah air yang muncul ke permukaan tanah yang berasal dari air
tanah.
14. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologi seperti proses pengimbunan, pengaliran, dan pelepasan air
tanah berlangsung.
15. Zona penggunaan air tanah adalah daerah yang air tanahnya dapat diambil
dan digunakan tanpa mengakibatkan kerusakan kondisi dan lingkungan.
16. Daerah Imbuhan Air Tanah adalah suatu wilayah peresapan yang mampu
menambah air tanah yang berlangsung secara alamiah pada suatu
cekungan air tanah.


2

BAB I I
KEBIJAKAN PENDAYAGUNAAN AIR TANAH
Pasal 2
(1) Guna menjamin pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat secara adil dan
berkelanjutan tanpa mengakibatkan kerusakan kondisi dan lingkungan air
tanah perlu ditetapkan kebijakan pendayagunaan air tanah.
(2) Kebijakan pendayagunaan air tanah digunakan sebagai acuan dalam
merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, mengevaluasi, penatagunaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan air tanah;
(3) Kebijakan pendayagunaan air tanah disusun berdasarkan kondisi dan
lingkungan serta prioritas penggunaan air tanah pada cekungan air tanah.
Pasal 3
(1) Kebijakan pendayagunaan air tanah disusun oleh Dinas bersama Instansi
terkait dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Kabupaten/
Kota.
(2) Kebijakan pendayagunaan air tanah ditetapkan oleh Gubernur.
BAB III
RENCANA PENDAYAGUNAAN AIR TANAH
BAGIAN KESATU

UMUM
Pasal 4
(1)
(2)

(3)
(4)

Rencana pendayagunaan air tanah disusun berdasarkan pada kebijakan
pendayagunaan air tanah.
Rencana pendayagunaan air tanah memuat rencana pelaksanaan
kegiatan penatagunaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan
air tanah.
Rencana pendayagunaan air tanah disusun oleh Dinas berkoordinasi
dengan Instansi terkait dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Rencana pendayagunaan air tanah ditetapkan oleh Gubernur.
Bagian Kedua
Penatagunaan
Pasal 5


(1) Penatagunaan air tanah untuk menentukan zona penggunaan air tanah
dengan memperhatikan :
a. Potensi air tanah;
b. Ketersediaaan air permukaan dan air hujan
c. Fungsi Kawasan
d. Jumlah dan sebaran penduduk
e. Proyeksi kebutuhan air; dan
f. kepentingan masyarakat dan pembangunan
(2) Zona penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
merupakan acuan dalam penyusunan rencana pengeboran, penggalian air
tanah, pengembangan, pemakaian dan pengusahaan air tanah serta
penyusunan tata ruang wilayah.

3

Pasal 6
(1)

Zona penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 terdiri
dari zona aman, zona rawan, zona kritis, dan zona rusak.


(2)

Zona aman yaitu wilayah yang memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut :
a) Terjadi penurunan kualitas air tanah yang ditandai dengan kenaikan zat
padat terlarut kurang dari 1.000 mg/ l atau DHL < 1.000 S/cm;
b) Terjadi penurunan muka air tanah kurang dari 40%.

(3)

Zona rawan yaitu wilayah yang memenuhi salah satu sebagai berikut :
a) Terjadi penurunan kualitas air tanah yang ditandai dengan kenaikan zat
padat terlarut antara 1.000 – 10.000 mg/ l atau DHL < 1.000 – 1.500
S/cm;
b) Terjadi penurunan muka air tanah 40% - 60 %.

(4)

Zona kritis yaitu wilayah yang memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut

a) Terjadi penurunan kualitas air tanah yang ditandai dengan kenaikan zat
padat terlarut antara 10.000 – 100.000 mg/ l atau DHL < 1.500 – 5.000
S/cm;
b) Terjadi penurunan muka air tanah > 60% - 80 %.

(5)

Zona rusak yaitu wilayah yang memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut :
a) Terjadi penurunan kualitas air tanah yang ditandai dengan kenaikan zat
padat terlarut lebih dari 100.000 mg/ l atau tercemar oleh logam berat
dan atau bahan berbahaya dan beracun dan atau DHL > 5.000 S/cm;
b) Terjadi penurunan muka air tanah lebih dari 80 %.
Pasal 7

(1)

Zona penggunaan air tanah dituangkan daLam peta pada skala 1 : 250.000

(2)


Peta zona penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.

(3)

Untuk kepentingan operasional digunakan peta zona penggunaan air tanah
yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.
Bagian Ketiga
Penggunaan
Pasal 8

(1) Penggunaan air tanah ditujukan untuk memanfaatkan air tanah dan
prasarananya;
(2) Penggunaan air tanah dilaksanakan sesuai rencana penatagunaan air
tanah yang telah ditetapkan.
Pasal 9
(1) Penggunaan air tanah pada cekungan air tanah diprioritaskan untuk
memenuhi kebutuhan air minum dan air rumah tangga.
(2) Urutan prioritas penggunaan air tanah pada cekungan air tanah sebagai
berikut :

4

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Air minum;
Air rumah tangga;
Pelayanan fasilitas umum;
Pertanian;
Peternakan;
Pariwisata;
Industri, dan
Pertambangan.

Pasal 10
(1) Penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dimulai
dengan pengeboran dan penggalian air tanah atau penurapan mata air.
(2) Pengeboran atau penggalian air tanah atau penurapan mata air wajib
mempertimbangkan kondisi hidrogeologis, fungsi sosial air tanah, letak, dan
potensi sumber pencemaran, serta kondisi lingkungan sekitarnya.
(3) Terhadap kegiatan penggunaan air tanah yang mengakibatkan terjadinya
penurunan kondisi dan lingkungan air tanah, pengguna wajib melakukan
rehabilitasi air tanah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(4) Pengeboran atau penggalian air tanah atau penurapan mata air dilarang
dilakukan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
(5) Setiap orang atau badan usaha pengguna air tanah wajib melakukan daur
ulang.
Pasal 11
(1) Pengeboran atau penggalian air tanah atau penurapan mata air pada zona
aman dilakukan berdasarkan rekomendasi teknis dari Kepala Dinas
sebagai dasar pemberian izin pengeboran, izin penggalian air tanah, izin
penurapan mata air oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota.
(2) Rekomendasi teknis untuk permohonan izin baru pengeboran air tanah
serta izin pemakaian dan pengusahaan air tanah pada zona rawan, zona
kiritis dan daerah sulit air tidak diterbitkan kecuali untuk kebutuhan air
minum dan rumah tangga.
(3) Izin pemakaian dan pengusahaan air tanah yang masih berlaku pada zona
rawan, zona iritis dan daerah sulit air dinyatakan masih tetap berlaku
dengan ketentuan secara periodik akan dilakukan pengurangan debit
pemakaian dan pengusahaan air tanah.
(4) Rekomendasi teknis untuk permohonan izin baru pada zona rusak dan
daerah imbuhan air tidak diterbitkan.
Bagian Keempat
Pengembangan
Pasal 12
(1) Pengembangan air tanah dilakukan pada cekungan air tanah yang masih
memiliki potensi.
(2) Pengembangan air tanah diutamakan untuk memenuhi kebutuhan air
minum dan air rumah tangga di daerah sulit air;
(3) Pengembangan air tanah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air baku
untuk pelayanan fasilitas umum, pertanian, peternakan, pariwisata,

5

industri, pertambangan dan kebutuhan lainnya berdasarkan rencana
pengelolaan air tanah dan rencana tata ruang wilayah degan
mempertimbangkan:
a. potensi air tanah dan mata air;
b. ketersediaan air permukaan dan air hujan;
c. fungsi kawasan;
d. jumlah dan sebaran penduduk;
e. proyeksi kebutuhan air; dan
f.
kepentingan masyarakat dan pembangunan.
(4) Pengembangan air tanah dilakukan melalui tahapan :
a. survei hidrogeologi;
b. penyelidikan geofisika;
c. pengeboran eksplorasi;
d. pengeboran eksploitasi; dan
e. pembangunan kelengkapan sarana air.
(5) Pengembangan air tanah dapat dilaksanakan oleh perorangan, badan
usaha, dan badan usaha tertentu dengan memperhatikan keseimbangan
lingkungan.
(6) Pengembangan air tanah ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan fungsi
sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga,
pertanian, industri, pariwisata, pertahanan, pertambanagn, ketenagaan,
perhubungan dan untuk berbagai keperluan lainnya.
(7) Dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan air
tanah harus ditangani secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak
yang terkait.
Bagian Kelima
Pengusahaan
Pasal 13
(1) Pengusahaan air tanah hanya dapat dilakukan sepanjang tidak
mengganggu kebutuhan air minum dan air rumah tangga masyarakat
setempat.
(2) Pengusahaan air tanah dilaksanakan dengan tujuan:
a. Meningkatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air;
b. Meningkatkan efisiensi, alokasi, dan distribusi penggunaan air tanah;
c. Mengikut sertakan pihak swasta dan masyarakat dalam pelayanan
pemenuhan kebutuhan air.
(3) Pengusahaan air tanah wajib memperhatikan:
a. Rencana pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah;
b. Kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan;
c. Fungsi sosial air tanah;
d. Kelestarian air tanah dan lingkungan;
e. Ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

6

(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dengan
melakukan pengujian kualitas secara periodik pada laboratorium yang telah
diakreditasi.
(5) Pengusahaan dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau
kerjasama dengan BUMD berdasarkan izin pengusahaan sebagaimana
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
PENGENDALIAN
Pasal 14
(1) Rencana pengendalian air tanah meliputi upaya pencegahan kerusakan air
tanah, penertiban penggunaan air tanah dan pemulihan air tanah.
(2) Upaya pencegahan kerusakan air tanah, penertiban penggunaan air tanah
dan pemulihan air tanah berdasarkan zona penggunaan air tanah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7.
(3) Upaya pencegahan kerusakan air tanah dilakukan dengan memantau
perubahan kondisi air tanah meliputi kualitas dan kuantitas serta kondisi
lingkungan secara periodik.
(4) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota melakukan
penertiban secara berkala terhadap kegiatan pengambilan, pemanfaatan
dan penggunaan air tanah serta upaya pemulihan kondisi air tanah.
Pasal 15
(1) Daerah imbuhan air tanah perlu dilindungi sebagai upaya mempertahankan
kelestarian dan kesinambungan ketersediaan air tanah.
(2) Zona penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada pasal 7 wajib
dijadikan dasar dalam penerbitan izin pengusahaan air serta perizinan lain
yang memerlukan air tanah.
(3) Setiap pemilik bangunan yang dapat mengganggu fungsi daerah imbuhan
air tanah wajib membuat sumur resapan.
Pasal 16
(1) Guna menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, daya tampung dan
fungsi air tanah perlu dilakukan upaya konservasi air tanah;
(2) Dalam upaya konservasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
perlu ditetapkan daerah imbuhan air tanah.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini, sepanjang teknis
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
Pasal 18
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

7

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Propinsi
Jawa Barat.
Ditetapkan di Bandung
pada tanggal 29 Mei 2006
GUBERNUR JAWA BARAT,
TTD
DANNY SETIAWAN
Diundangkan di Bandung
pada tanggal 30 Mei 2006
PLT SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
JAWA BARAT
TTD
TJATJA KUSWARA
BERITA DAERAH PROPINSI JAWA BARAT TAHUN 2006 NOMOR 22 SERI E

8