MAKALAH IDEOLOGI DASAR DASAR ISLAM FAHAM

MAKALAH IDEOLOGI DASAR-DASAR ISLAM
FAHAM AGAMA MENURUT KEMUHAMMADIYAHAN

DI SUSUN OLEH

:

Rahayu Masnilam
Rizky Nugraha
Nanik Fajar
Aah Syariah
Fifi Purnama Sari
Musfiroh
Cahya Aulia
Amar Ikhsan
KELAS VIII C
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH DR.HAMKA
JAKARTA
2015

BAB I

PENDAHULUAN
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang melaksanakan dakwah dan tajdid untuk
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sebagai gerakan dakwah,
Muhammadiyah mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam (da’wah ila al-Khair),
menyuruh pada yang ma’ruf (al-amr bi al-ma’ruf), dan mencegah dari yang munkar (al-nahy
‘an al-munkar) {QS. Ali Imran/3: 104}, sehingga hidup manusia selamat, bahagia, dan
sejahtera di dunia dan akhirat. Karena itu seluruh warga, pimpinan, hingga berbagai
komponen yang terdapat dalam Muhammadiyah, termasuk amal usaha dan orang-orang yang
berada di dalamnya, haruslah memahami Muhammadiyah serta mengaktualisasikannya
dalam kehidupan nyata.
Dalam memahami hakikat Muhammadiyah, karena Persyarikatan ini merupakan
gerakan Islam sebagaimana disebutkan di atas, maka merupakan kewajiban bagi seluruh
warga dan pimpinan serta segenap pengelola dan pelaksana di lingkungan struktur
Persyarikatan termasuk di amal usahanya, untuk memahami Islam sebagaimana paham
agama dalam Muhammadiyah. Tuntutan seperti ini bukan bermazhab dan taklid, tetapi
sebagai bentuk ‘ittiba sekaligus keniscayaan menyetujui asas dan tujuan Muhammadiyah,
sebagaimana lazimnya siapapun yang berada dalam rumah Muhammadiyah. Dan dalam
beragama sebagaimana paham Muhammadiyah, haruslah benar dan lurus, sebagaimana
Firman Allah SWT dalam Al-Quran, yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia

menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Al-Rum: 30)”.

BAB II
TEORI DASAR
A. PENGERTIAN AGAMA ISLAM
Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada para Rasul-Nya,sejak nabi
Adam hingga nabi terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.Nabi Muhammad SAW sebagai
Nabi terakhir,diutus dengan membawa syariat agama yang sempurna,untuk seluruh umat
manusia sepanjang masa.
Maka dari itu Agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,itulah yang berlaku sampai
sekarang dan untuk masa-masa selanjutnya.
“Agama (yakni Agama islam yang di baawa oleh nabi Muhammad saw) ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam Al-Qur’an dan tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan akhirat”. (putusan Majelis Tarjih).
B. DASAR AGAMA ISLAM
a. Al-Qur’an : Kitab Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b. Sunnah Rasul : penjelasan dan pelaksanaan ajaran Al-Qur’an yang di berikan oleh
Nabi Muhammad saw dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa

ajaran islam (nukilan dari matan).
C. ASPEK-ASPEK AJARAN AGAMA ISLAM
Secara garis besar, aspek ajaran Islam terdiri atas 3 hal, yaitu

:

1. Aqidah merupakan fondasi agama Islam yang sifat ajarannya pasti, mutlak
kebenarannya, terperinci dan monoteistis. Inti ajarannya adalah mengesakan Allah
SWT.
2. Syariah secara bahasa berarti “jalan yang harus dilalui” sedangkan menurut istilah
berarti “ketentuan hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia,
manusia dengan flora dan founa serta alam sekitarnya.

Syariah dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu:
Ibadah adalah hubungan manusia dengan Allah. Ibadah dibagi menjadi 2 macam
yaitu Mahmudah dan Ghoiru Mahmudah.
Muamalah yaitu aturan tentang hubungan manusia dalam rangka memenuhi
kepentingan hidupnya.
3. Akhlaq menurut bahasa berarti “perbuatan”, sedangkan menurut istilah adalah

aturan tentang perilaku lahir dan batin yang dapat membedakan antara yang
terpuji dan tercela. Akhlak yang benar menurut islam adalah yang dilandasi iman
yang benar. Secara garis besar akhlaq islam mencakup manusia kepada Allah, diri
sendiri, sesama manusia, maupun terhadap flora dan fauna serta alam sekitar kita.
D. PINTU IJTIHAD TETAP TERBUKA
Ijtihad berasal dari kata jahada=mencurahkan segala kemampuan atau memikul
beban. Dalam istilah syaral, ijtihad secara umum bermakna usaha sungguh-sungguh
yang dilakukan seorang mujtahid untuk mencapai suatu putusan syarak (hukum
Islam) tentang kasus yang penyelesaiannya belum tertera dalam Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW.
Landasan berijtihad adalah QS al-Nisa ayat 59 dan 105 dan beberapa sabda Rasul
tentang ijtihad.
Dalam hal-hal bagaimana kita diperbolehkan berijtihad ?
Ijtihad boleh dilakukan oleh Mujtahid kecuali dalam hal

:

 Aqidah (menyangkut persoalan tauhid dan keimanan)
 Perkara yg tergabung dalam Ma'lum minad din bidh-dharurah (seperti
mengapa wukuf harus di padang arafah, dan puasa di bulan Ramadhan, kenapa

tidak pada tempat atau waktu lain)
 nash yang mengandung qat'i (sepertikewajiban sholat)
 perkara yang sudah menjadi ijma' (kesepakatan total ulama)
Di luar perkara tersebut, ijtihad dibolehkan bergerak.

Benarkah "pintu ijtihad" sudah ditutup ?
Majma' al-buhus al-Islamiyah di cairo pada tahun 1964 menyebutkan bhawa selain
pintu ijtihad mutlak (artinya yg menyusun kaidah usul al-fiqh) pintu ijtihad tidak tertutup.
Akan tetapi ada penemuan menarik dari professor Wael B. Hallaq, seorang kristen palestina,
yang berpendapat bahwa tertutupnya pintu ijtihad hanyalah tiupan dari para orientalis, yang
anehnya, diterima begitu saja oleh ulama Islam. Penelitian dia menunjukkan bahwa tidak
pernah dalam sejarah Islam pintu ijtihad itu tertutup. Sebaliknya, aktifitas ijtihad telah
dilakukan oleh para ulama Islam dalam berbagai tingkatan.
 Muhammadiyah berpedirian bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.
 Muhammadiyah berpendirian bahwa orang dalam beragma hendaklah berdasarkan
pengertian yang benar, dengan ijtihad.
 Muhammadiyah dalam menetapkan tuntunan yang berhubungan dengan masalah
agama, baik bagi kehidupan perorangan taupun bagi keidupan gerakan dalah dengan
dasar-dasar seperti tersebut di atas, dilakukan dalam musyawarah oleh para ahli nya
dengnan cara yang sudah lazim di sebut “tarjih” ialah membanding-bandingkan

pendapat-pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil mana yang
mempunyai alsan yang lebih kuat.

BAB III
PEMBAHASAN
Paham – paham muhammadiyah

:

a. Sumber ajaran islam
Muhammadiyah, sebagai gerakan keagamaan yang berwatak sosio kultural, dalam
dinamika kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai perkembangan kehidupan
dengan senantiasa merujuk pada ajaran Islam yang bersumber dari dua sumber primer ajaran
ini. Yakni Alquran danAssunnah Almaqbulah. Hal ini bisa kita lihat di dalam Anggaran
Dasar Muhammadiyah BAB II Pasal 4 ayat 1. Hanya saja istilahAssunnah Almaqbulah baru
digunakan setelah diresmikan istilahnya pada Keputusan Musyawarah Nasional Majlis Tarjih
XXV tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam di Jakarta tahun 2000, dan
sebelumnya digunakan istilah Assunnah Ashshahihah.
Untuk mencapai maksud dan tujuannya yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarbenarnya, maka Muhammadiyah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dantajdid yang
diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan. Dalam pengembangan bidang

keagamaan dan dakwah ditangani oleh dua majlis yaitu Majlis Tarjih dan Tajdid (MTT) dan
Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus (MT-DK).
b. Pemahaman Ajaran Islam
Hal-hal yang berkaitan dengan paham agama dalam Muhammadiyah secara garis
besar dan pokok-pokoknya ialah sebagai berikut
1.

:

Agama, yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah

apa yang diturunkan Allah dalam Alquran dan yang disebut dalam Sunnah maqbulah, berupa
perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia
dan akhirat (Kitab Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams tentang al-Din).
2.

Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang

diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan
seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada

umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil,
duniawi dan ukhrawi .

3.

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang

meliputi bidang-bidang:
a. ‘Aqidah: Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih
dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam.
b. Akhlaq: Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi
kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
c. Ibadah: Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ‘ibadah yang dituntunkan oleh
Rasulullah SAW. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4.

Mu’amalah dunyawiyat; Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya


mu’amalah dunyawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan
ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada
Allah S.W.T.
5.

Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata karena Allah, agama

semua Nabi, agama yang sesuai dengan fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk bagi
manusia, agama yang mengatur hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan
sesama, dan agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Islam satu-satunya agama yang
diridhai Allah dan agama yang sempurna.
6.

Bahwa dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah Alquran dan

Sunnah. Bahwa di mana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat
dihajatkan untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ‘ibadah
mahdhah padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih dalam Alquran dan
Sunnah maqbulah, maka dipergunakanlah alasan dengan jalan ijtihad dan istinbath dari nash
yang ada melalui persamaan ‘illat, sebagaimana telah dilakukan oleh ‘ulama salaf dan Khalaf

(Kitab Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams tentang Qiyas).
7.

Muhammadiyah dalam memaknai tajdid mengandung dua pengertian, yakni

pemurnian (purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi) .
Hal yang penting yang perlu menjadikan pamahamaman bersama bahwa paham islam
dalam muhammadiyah bersifat komprensif dan luas, sehingga tidak sempit dan parsial. Agam
dalam pandangan atau paham muhammadiyah tidak lah sepotong-potong, serpihan-serpihan
dan hanya hukum atau fikih belaka. Paham agama yanh id tanamkan bukan ajaran nya yang
terbatas, tetapi luas dan multiaspek karen amuhammadiyah merupakan gerakan islam, maka

paham tentang islam merupakan kewajiban atau keniscayaan yang fundamental, yang yang
intinya pada memperdalam sekaligus memperluas paham islam bagi seluruh warga
muhammadiyah. Kemudian menyebarkan/mensosialisasikan dan mengamalkan dalam
kehidupan umat serta masyarakat sehingga islam yang didakwahkan muhammadiyah
membawa/mwnjadi rahmatan lil-‘alamin.
Muhammdiyah bergerak dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang antara lain
dapat diklasisfikasikan sebagai berikut


:

a. Bidang Aqidah
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari
gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk langsung kepada sumber
utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan
pemikiran teologis. Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Pertama, nash sebagai dasar rujukan. diyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan
berpedoman pada kedua sumber utama itulah ajaran Islam dapat hidup dan berkembang
secara dinamis. Muhammadiyah juga menjadikan hal ini sebagai tema sentral gerakannya,
lebih-lebih dalam masalah ‘aqidah, seperti dinyatakan: “Inilah pokok-pokok ‘aqidah yang
benar itu, yang terdapat dalam Alquran dan dikuatkan dengan pemberitaan-pemberitaan yang
mutawatir.”
Jelaslah bahwa sumber aqidah Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang
dikuatkan dengan berita-berita yangmutawatir. Ketentuan ini juga dijelaskan lagi dalam
pokok-pokok Manhaj Tarjih sebagai berikut: “ Di dalam masalah aqidah hanya dipergunakan
dalil-dalil yang mutawatir, Dalil-dalil umum Alquran dapat ditakhsis dengan hadits ahad,
kecuali dalam bidang aqidah, dalam memahami nash, makna zhahir didahulukan daripada
ta’wil dalam bidang aqidah dan takwil sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.
Ketentuan-ketentuan

tersebut

menggambarkan

bahwa

secara

tegas

aqidah

Muhammadiyah bersumber dari Alquran dan Sunnah tanpa interpretasi filosofis seperti yang
terdapat dalam aliran-aliran teologi pada umumna. Sebagai konsekuensi dari penolakannya
terhadap pemikiran filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi
mengundang

perdebatan

teologis

bersikap tawaqquf seperti halnya kaum salaf.

dalam

pemaknaannya,

Muhammadiyah

Kedua, keterbatasan peranan akal dalam soal aqidah Muhammadiyah termasuk
kelompok yang memandang kenisbian akal dalam masalah aqidah. Sehingga formulasi posisi
akal sebagai berikut : “Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai
pengertian oleh akal dalam hal kepercayaan, sebab akal manusia tidak mungkin mencapai
pengertian tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya.”
Ketiga, kecondongan berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia. Pertama,
segala perbuatan telah ditentukan oleh Allah dan manusia hanya dapat berikhtiar. Kedua, jika
ditinjau dari sisi manusia perbuatan manusia merupakan hasil usaha sendiri. Sedangkan bila
ditinjau dari sis Tuhan, perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.
Keempat, percaya kepada qadha’ dan qadr. Dalam Muhammadiyah qadha’ dan qadar
diyakini sebagai salah satu pokok aqidah yang terakhir dari formulasi rukun imannya,dengan
mengikuti formulasi yang diberikan oleh hadits mengenai pengertian Islam,Iman,Ihsan.
Kelima, menetapkan sifat-sifat Allah. Seperti halnya pada aspek-aspek aqidah
lainnya, pandangan Muhammadiyah mengenai sifat-sifat Allah tidak dijelaskan secara
mendetail. Keterampilan yang mendekati kebenaran Muhammadiyah tetap cenderung kepada
aqidah salaf.
b. Bidang Hukum
Muhammadiyah

melarang

anggotanya

bersikap taqlid,yaitu

sikap

mengikuti

pemikiran ulama tanpa mempertimbangkan argumentasi yang logis. Dan sikap keberagaman
yang dibenarkan oleh Muhammadiyah adalahittiba’, yaitu mengikuti pemikiran ulama dengan
mengetahui dalil dan argumentasi serta mengikutinya dengan pertimbangan logika. Di
samping itu, Muhammadiyah mengembangkan ijtihad sebagai karakteristik utama organisasi
ini. Adapun pokok-pokok utama pikiran Muhammadiyah dalam bidang hukum yang
dikembangkan oleh Majlis Tarjih antara lain:
 Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang terdapat di dalam nash,
dapat

dilakukan

sepanjang

tidak

menyangkut

bidang ta’abbdi dan

memang

merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
 Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat madzhab dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum.
 Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya Majlis Tarjih
yang paling benar. Koreksi dari siapa pun akan diterima sepanjang diberikan dalil-

dalil yang lebih kuat. Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah
keputusan yang pernah ditetapkan.
 Ibadah ada dua macam, yaitu ibadah khusus, yaitu apa yang telah ditetapkan Allah
akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu, dan ibadah
umum, yaitu segala perbuatan yang dibolehkan oleh Allah dalam rangka mendekatkan
diri kepadaNya.
 Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari Alquran dan
Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan akal sepanjang diketahui latar belakang
dan tujuannya. Meskipun harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip
mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan.
c. Bidang Akhlak
Mengingat pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan keimanan seseorang, maka
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga dengan tegas menempatkan akhlaq sebagai salah
satu sendi dasar sikap keberagamaannya.
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan burruk seperti sabar, syukur,
tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah). Dan sombong,
takabur, dengki, riya’, ‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham).
Untuk

menghidupkan

akhlaq

yang islami,

maka

Muhammadiyah

berusaha

memperbaiki dasar-dasar ajaran yang sudah lama menjadi keyakinan umat Islam, yaitu
dengan menyampaikan ajaran yang benar-benar berdasar pada ajaran Alquran dan Sunnah
Maqbulah, membersihkan jiwa dari kesyirikan, sehingga kepatuhan dan ketundukan hanya
semata-mata kepada Allah. Usaha tersebut ditempuh melalui pendidikan, sehingga sifat
bodoh dan inferoritas berangsur-angsur habis kemudian membina ukhuwah antar sesame
muslim yang disemangati oleh Surat Ali Imron ayat 103.
Adapun sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
Akhlaq Rabbani

: Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termasuk dalam Al-

Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq
Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki

nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam
hidup manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 : 153).
Akhlak Manusiawi

: Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah manusia. Jiwa

manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq
dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk
terhormat sesuai dengan fitrahnya.
Akhlak Universal

: Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan menyangkut segala

aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi vertikal, maupun horizontal. (Q.S. AlAn’nam : 151-152).
Akhlak Keseimbangan : Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu hidup di dunia
maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun ukhrawi secara
seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat,
seimbang pula. (H.R. Buhkori).
Akhlaq Realistik

: Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia walaupun

manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk
lain, namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu sangat mungkin melakukan
kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat.
Bahkan dalam keadaan terpaksa. Islam membolehkan manusia melakukan yang dalam
keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27 : 173).
d. Bidang Mu’amalah Dunyawiyah
Mua’malah adalah aspek kemasyarakatan yang mengatur pergaulan hidup manusia
diatas bumi ini, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan
antar negara dan lain sebagainya.Di dalam prinsip-prinsip Majlis Tarjih disebutkan “Dalam
hal-hal termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi,
menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah yang terpenting antara lain

:

1. Menganut prinsip mubah.
2. Harus dilakukan dengan saling rela artinya tidak ada yang dipaksa.
3. Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalahdilakukan untuk menarik mamfaat
dan menolak kemudharatan.

4. Harus sesuai dengan prinsip keadilan.
Isme-isme modern
a. Faham Sekulerisme
Menurut Ensiklopedi Britania misalnya, menyebutkan bahwa “sekularisme” adalah
sebuah gerakan kemasyarakatan yang bertujuan memalingkan dari kehidupan akhirat dengan
semata-mata berorientasi kepada dunia. Gerakan ini dilancarkan karena pada abad-abad
pertengahan, orang sengat cenderung kepada Allah dan hari akhirat dan menjauhi dunia.
Sekularisme tampil untuk menghadapinya dan untuk mengusung kecendrungan manusia yang
pada abad kebangkitan, orang menampakkan ketergantungan yang besar terhadap aktualisasi
kebudayaan dan kemanusiaan dan kemungkinan terealisasinya ambisi mereka terhadap dunia.
Sedangkan menurut Kamus Dunia Baru oleh Wipster merinci makna Sekularisme adalah
Semangat Keduniaan atau orientasi “duniawi” dan sejenisnya. Secara khusus adalah undangundang dari sekumpulan prinsip dan praktek (practices) yang menolak setiap bentuk
keimanan dan ibadah. Keyakinan bahwa agama dan urusan-urusan gereja tidak ada
hubungannya sama sekali dengan soal-soal pemerintahan, terutama soal pendidikan umum.
Oleh: Dr. Ugi Suharto Jadi dari berbagai macam pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa Sekularisme ialah memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam
artian agama tidak boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum.
Dengan kata lain sekularisme ialah memisahkan Allah Ta’ala dari hukum dan undang-undang
mahluk-Nya. Allah tidak boleh ikut mengatur mereka seakan-akan tuhan mereka adalah diri
mereka sendiri, berbuat sesukanya dan membuat hukum sesuai seleranya.
b. Faham Pluralisme Agama
Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran,
agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada
sebuah keinginan untuk melenyapkan ‘klaim keberanan’ yang dianggap menjadi pemicu
munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horisontal, serta
penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan
mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap
agamanya yang paling benar.

Di Barat, pluralisme memiliki akar yang dapat dilacak jauh ke belakang, tapi yang paling
dominan adalah akar nihilisme dan relativisme Barat postmodern. Sejak awal,
postmodernisme ini menjadikan fundamentalisme sebagai musuh utamanya
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan
penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlainlainan pula:
 Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber
satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agamaagama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai
yang benar.
 Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama
memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini
seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.
 Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya
untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang
lebih baik antar agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.
 Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk koeksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang
berbeda-beda.
 Dalam The Golier Webster Int. Dictionary Of The English Language diungkap bahwa
pluralisme dipahami dalam dua makna,pertama, adanya pengakuan terhadap kualitas
majemuk atau toleransi terhadap kemajemukan. Artinya, toleransi yang dimaksud
adalah di mana masing-masing agama, ras, suku dan kepercayaan berpegang pada
prinsip

masing-masing

dan

menghormati

prinsip

dan

kepercayaan

orang

lain. Kedua,pluralisme berupa doktrin, yakni: a). pengakuan terhadap kemajemukan
prinsip tertinggi, b) dalam masalah kebenaran, tidak ada jalan untuk mengatakan
hanya ada satu kebenaran tunggal tentang suatu masalah, c) berisi ancaman bahwa
tidak ada pendapat yang benar, atau semua pendapat itu sama benarnya, d) teori yang
sejalan dengan relativisme dan sikap curiga terhadap kebenaran (truth), e) dan
terakhir, pandangan bahwa di sana tidak ada pendapat yang benar atau semua
pendapat adalah sama benarnya(no view is true, or that all view are equally

true). (Lihat juga dalam Oxford Advanced Lear ners’ Dictionary of Current English
dan Oxford Dictionary of Philosophy).

Dari sisi definisi saja dapat diketahui bahwa pluralisme itu sendiri sudah mengandung
pandangan relativitas dalam kebenaran, atau setidaknya, curiga terhadap kebenaran.
Pluralisme ini tidak berpegang pada suatu dasar apa pun. Tidak boleh ada kebenaran tunggal.
Bahkan dalam satu pengertian, pluralisme mengajarkan bahwa sebenarnya kebenaran itu
tidak ada.
Pluralisme Menurut Islam
Allah SWT berfirman:
‫ارفُوا إِ ّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد اِ أَ ْتقَا ُك ْم إِ ّن اَ َعلِي ٌم خَ بِي ٌر‬
َ ‫َّاأَّهَُا النّاسُ إِنّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع‬
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan
Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di
sisi Allah (QS al-Hujurat [49]: 13).
Ayat ini menerangkan bahwa Islam mengakui keberadaan dan keragaman suku dan
bangsa serta identitas-identitas agama selain Islam (pluralitas), namun sama sekali tidak
mengakui kebenaran agama-agama tersebut (pluralisme). Allah SWT juga berfirman:
‫ير‬
َ ‫َوَّ ْعبُ ُدونَ ِم ْن دُو ِن اِ َما لَ ْم ُّن َّزلْ بِ ِه س ُْلطَانًا َو َما لَي‬
ِ ‫ْس لَُُ ْم بِ ِه ِع ْل ٌم َو َما لِلظّالِ ِمينَ ِم ْن ن‬
ٍ ‫َص‬
Mereka menyembah selain Allah tanpa keterangan yang diturunkan Allah. Mereka tidak
memiliki ilmu dan tidaklah orang-orang zalim itu mempunyai pembela (QS al-Hajj:67-71).
Ayat ini menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah
kepada selain Allah SWT. Lalu bagaimana bisa dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide
pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya dan
menyembah kepada Tuhan yang sama?
Dalam ayat yang lain, Allah SWT menegaskan:
‫إِ ّن ال ّدّنَ ِع ْن َد اِ ْا ِل ْسلَ ُم‬

Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam (QS Ali Imran [3]: 19).
Allah SWT pun menolak siapa saja yang memeluk agama selain Islam (QS Ali Imran
[3]: 85); menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nasrani,
ataupun agama-agama lainnya (QS at-Taubah [9]: 30, 31); serta memandang mereka sebagai
orang-orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72).
Karena itu, yang perlu dilakukan umat Islam sesungguhnya bukan menyerukan pluralisme
agama apalagi dialog antaragama untuk mencari titik temu dan kesamaan. Masalahnya, mana
mungkin Islam yang mengajarkan tauhid disamakan dengan Kristen yang mengakui Yesus
sebagai anak Tuhan ataupun disamakan dengan agama Yahudi yang mengklaim Uzair juga
sebagai anak Tuhan?! Apalagi Islam disamaratakan dengan agama-agama lain? Benar, bahwa
eksistensi agama-agama tersebut diakui, tetapi tidak berarti dianggap benar. Artinya, mereka
dibiarkan hidup dan pemeluknya bebas beribadah, makan, berpakaian, dan menikah dengan
tatacara agama mereka. Tetapi, tidak berarti diakui benar.
Karena itu, yang wajib dilakukan umat Islam tidak lain adalah terus-menerus menyeru
para pemeluk agama lain untuk memeluk Islam dan hidup di bawah naungan Islam. Meski
dengan catatan tetap tidak boleh ada pemaksaan.
Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah
faktor. Dua di antaranya adalah

:

 Pertama, adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep
ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan
keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat
pilihan.
Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya
kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antarpemeluk agama. Karena itu, menurut
mereka,diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif
dan berpotensi memicu konflik.
 Kedua, faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan
dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan
serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus

disuarakan Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang
kebangkitan Islam.
Faham ini sangat berbahaya khususnya bagi umat islam bahaya pertama adalah
penghapusan identitas-identitas agama. Dalam kasus Islam, misalnya, Barat berupaya
mempreteli identitas Islam. Ambil contoh, jihad yang secara syar’i bermakna perang
melawan orang-orang kafir yang menjadi penghalang dakwah dikebiri sebatas upaya
bersungguh-sungguh. Pemakaian hijab (jilbab) oleh Muslimah dalam kehidupan umum
dihalangi demi “menjaga wilayah publik yang sekular dari campur tangan agama.” Lebih
jauh, penegakan syariah Islam dalam negara pun pada akhirnya terus dicegah karena
dianggap bisa mengancam pluralisme. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya
sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).
Bahaya lain pluralisme agama adalah munculnya agama-agama baru yang diramu dari
berbagai agama yang ada. Munculnya sejumlah aliran sesat di Tanah Air seperti Ahmadiyah
pimpinan Mirza Ghulam Ahmad, Jamaah Salamullah pimpinan Lia Eden, al-Qiyadah alIslamiyah pimpinan Ahmad Mosadeq, dll adalah beberapa contohnya. Lalu dengan alasan
pluralisme pula, pendukung pluralisme agama menolak pelarangan terhadap berbagai aliran
tersebut, meski itu berarti penodaan terhadap Islam.
Sebaik nya para tokoh nasional hendaknya berhati-hati dalam menggunakan istilah
pluralisme. Apalagi mengajak orang lain untuk menjalankannya. Di atas segalanya, mereka
harus lebih mengedepankan isu ”iman”, bukan lainnya. Dalam masalah pluralisme ini
misalnya, jangan hanya karena "dipaksakan", lalu istilah itu begitu saja dipakai. Sebab, setiap
istilah itu tidaklah 'tergeletak' begitu saja. Ia mengandung nilai-nilai, konsep dan ideologi
bangsa yang melahirkannya. Jika datang dari Barat misalnya, maka ia mewakili nilai-nilai
mereka (Barat). Demikian juga dengan istilah pluralisme.
c. Liberalisme dan Jaringan Islam Liberal ( JIL)
Liberalisme
individu
ini

dalam

adalah

adalah
segala

individu.

suatu
bidang.

Karena

paham
Menurut
ada

yang

menghendaki

paham

individu

ini

maka

titik

adanya
pusat

masyarakat

kebebasan

dalam
dapat

hidup
tersusun

dan karena individu pula negara dapat terbentuk. Oleh karena itu, masyarakat
atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasan kemerdekaan
individu.Setiap individu harus memiliki kebebasan kemerdekaan, seperti dalam bidang

politik, ekonomi, dan agama. misalnya dalam bidang Agama Liberalisme menganggap
masalah agama merupakan masalahpribadi, masalah individu. Tiap-tiap individu harus
memiliki kebebasan kemerdekaan beragama dan menolak campur tangan negara/pemerintah.
Dengan demikian, dalam bidang agama, golongan liberal menghendaki kebebasan memilih
agama yang disukainya dan bebas menjalankan ibadah menurut agama yang dianutnya.
Jaringan Islam Liberal
Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai
berikut:
a. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman
adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca.
Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas
Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal
percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi
sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).
b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.
Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam
berdasarkan semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam
semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan
melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan
hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.
c. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran
keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi
yang terkumpul oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung
kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam
satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang
yang terus berubah-ubah.

d. Meyakini kebebasan beragama.
Islam Liberal

meyakini

bahwa urusan beragama dantidak

beragama adalah

hak

perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan
penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan agama.

BAB IV
KESIMPULAN
 Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada para Rasul-Nya,sejak nabi
Adam hingga nabi terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.Nabi Muhammad SAW
sebagai Nabi terakhir,diutus dengan membawa syariat agama yang sempurna,untuk
seluruh umat manusia sepanjang masa.
 Muhammadiyah berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 M yang
dipelopori

oleh

KH.

Ahmad

Dahlan.

Jenis

pemikiran

Muhammadiyah

bersifat filosofis dan teoritis. Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah
pembaharuan (tajdid) pemahaman agama.
 Ijtihad berasal dari kata jahada=mencurahkan segala kemampuan atau memikul
beban. Dalam istilah syaral, ijtihad secara umum bermakna usaha sungguh-sungguh
yang dilakukan seorang mujtahid untuk mencapai suatu putusan syarak (hukum
Islam) tentang kasus yang penyelesaiannya belum tertera dalam Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/humanities/history/2070227-sejarah-munculnya-paham-liberalisme
(dakses pada tanggal 22-03-2015 pukul 15.00)
Artikel di internet tentang sejarah Muhammadiyah yang ditulis oleh (Junus Salam, 1968: 33)
Artikel di internet tentang sejarah dan eksistensi Muhammadiyah yang ditulis oleh (H.A.
Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).
Buku Ideologi Gerakan Muhammadiyah bab 3 hal 68,74