Lubang masa depan suatu perspe

Vol. 02/No. 03/ 2012

B ODIVERSITAS
NDONESIA

Bhinneka Flora Fauna Nusantara

Dunia

BAWAH

AIR

Dari Studio FOBI

B

ODIVERSITAS
NDONESIA

Bawah Air dan Komunikasi Yang

Kurang Cair

Bhinneka Flora Fauna Nusantara

Vol. 02/No. 03/ 2012
Majalah Digital
Diterbitkan oleh

Susunan Redaksi

Alamat Redaksi

Pemimpin Redaksi: Oka Dwi P.
Redaktur: Karyadi Baskoro, Imam Taufiqurrahman,
Ismi Wahid, Panji Gusti Akbar
Desain dan Tata Letak: Swiss Winasis
Ilustrator: Ian Wongkar

website: www.fobi.web.id
email: [email protected]


Foto Sampul Dalam
Foto Sampul Depan
Goa bawah air di Crystal Bay, Bali Taeniura lymma
oleh Swiss Winnasis
oleh Emilio de la Rosa

Kecepatan suara menjadi
lebih cepat di dalam air. Itulah
sebabnya kita tak mampu
menangkap apa yang dikatakan
kawan kita ketika sedang
sama-sama menyelam. Hingga
akhirnya dibuatlah kode-kode
tertentu hingga alat bantu yang
membuat komunikasi menjadi
lancar.
Pada edisi ini kami
sesungguhnya sangat berharap
mendapat banyak kiriman tulisan

maupun foto tentang biota bawah air
yang hidup di air tawar. Seperti sungai,
danau, rawa, maupun waduk. Jadi bukan
hanya biota-biota yang hidup di air laut.
Alasannya? Simple saja.
Semata-mata hanya karena biotabiota air tawar termasuk jarang
terpublikasi.
Maka ketika akhirnya kami banyak
mendapat kontribusi foto maupun artikel
biota air laut, sayapun lalu menganggap
bahwa kami sepertinya berbicara
terlalu cepat. Atau mungkin kode kami
yang kurang tepat. Hingga, cara kami
menggunakan alat yang belum cermat.
Hingga komunikasi dengan Bioders
terasa seperti tidak cair.
Ah, yang manapun sebabnya tidak
ingin kami sesali. Sebab dengan adanya
antusias dari Bioders tuk terus mau
berbagi saja kami sudah sangat senang.

Karena dengan begitu target utama
untuk meningkatkan keberanian Bioders

mengamati, mendokumentasi,
menulis, hingga membaginya
sudah mulai tercapai. Itulah
yang menurut saya lebih patut
diapresiasi. Itulah tanda bahwa
kita sudah sama-sama menyelami
dunia Biodiversitas Indonesia.
Majalah BIODIVERSITAS
INDONESIA dibentuk sama seperti
FOBI. Hanya bersandar pada
semangat berbagi pengetahuan tentang
keanekaragaman hayati Indonesia.
Maka, di saat kita sudah dalam frekuensi
yang sama. Semoga ke depan bisa terus
bertemu dalam komunikasi yang tetap
cair.
Dalam rangka itu mulai edisi ini dan

ke depan, majalah BIODIVERSITAS
INDONESIA bertambah kepengurusan.
Mereka adalah Ismi Wahid bertindak
sebagai Teks Editor, Panji Gusti Akbar
sebagai Riset Editor dan Social Media
Specialist, serta Ian Wongkar sebagai
Ilustrator. Harapannya, ketiganya akan
membuat wajah majalah ini menjadi lebih
berwarna-warni seperti halnya keindahan
dunia bawah air yang harmonis. Tentu
saja, juga dengan pola komunikasi yang
cair dan mengalir :)

Oka Dwi P.
Pemimpin Redaksi

Daftar
Isi
Vol.02/No.03/ 2012


100 20

klik judul atau gunakan bookmark untuk
langsung ke halaman
artikel

Markas Besar
Nudibranch

Kabar Fobi 8

Portunidae: “One Stop Closer” 90

Nasibmu Manta 12
Bertemu Artis Lokal Nusa
Lembongan 20

Takat Palapa, Markas Besar
Nudibranch 100
Lubang Masa Depan 110

Wisata Pantai dan Biodiversitas
Pantai Wisata 120
Ekosistem Bahari Yang Kurang
Terperhatikan 126

Yang Telanjang Pasti Merangsang 28
Korareh: Si Penanda Waktu Rokan
Hulu 40
Hidup Menempel di Tebing 46
Ikan Dengan Ciguatoksin di Perairan
Indonesia 54
Kayangan, Ikan IStimewa dari
Rokan 58
Alien di Kebun Ketela 66
Nervilia plicata, Keindahan yang
Terabaikan 72
Si Jubah Perak Lihai Menyaru 78
Elang Jawa, Sang Garuda 82

Gustaf Mamangkey 134

Bukan Diving Hanya Jalan-jalan 144
Bahohor, Sebuah Catatan Perjalanan
152
Waktunya Ngiden 156
Bukan Dunia Lain 160

Artis Nusa
Lembongan

Hanya Jalanjalan

144
110

Lubang
Masa
Depan

Kontributor Edisi Ini
Arie Wicaksono

Banyak jenis ikan
laut mengandung
racun ciguatoksin.
Di edisi ini, Arie, staf
Departemen Kelautan
dan Perikanan,
berbagi informasi mengenai selukbeluknya.
Oki Hidayat
Pohon-pohon besar
berlubang yang ada
di Pulau Sumba
ternyata menyimpan
banyak rahasia
tentang kehidupan
burung. Dalam tulisannya di edisi
ini, Oki mengintip lubang-lubang
itu dan berbagi rahasia yang ada di
dalamnya.
Muhammad Salim
Jihad Eko Mardiko

Pria yang bekerja
di Taman Nasional
karimunjawa
ini berbagi
pengetahuannya
mengenai fungsi dan manfaat
padang lamun. Dengan peran
yang ternyata sama pentingnya
sebagaimana hutan mangrove
dan terumbu karang, Eko Mardiko
membuka mata kita atas kehadiran
padang lamun yang tak boleh
terabaikan.
Ismi Wahid
Wajah segar dalam
jajaran redaksi
Biodiversitas
Indonesia ini menyapa
Bioders dalam
ulasannya mengenai

‘jubah perak’ yang dimiliki ikan-ikan
anggota famili Clupeidae. Selamat
menikmati salam pembuka darinya.

Shaim Basyari
Menikmati kehidupan
makhluk perairan
tak harus dengan
menyelam. Demikian
menurut pengalaman
Shaim, mahasiswa
Biologi Universitas Negeri
Yogyakarta, saat berkunjung ke
Suaka Margasatwa P. Semama, Kep.
Derawan, Kalimantan Timur.
Ian Mardhiana
Pria asal Kuningan
ini berbagi cerita
pengamatan-nya di
Bahohor, satu lokasi
di wilayah Bukit
Pembarisan yang
menyimpan cerita tentang si loreng
harimau jawa.

Yusri Syam
Konsistensi pria
asal Rokan Hulu ini
dalam menggali dan
menyebarluaskan
informasi
pengetahuan
lokal flora dan
fauna daerahnya tidak perlu
dipertanyakan lagi. Di edisi ini, ia
berbagi cerita menarik mengenai
kehidupan laba-laba air dan ikan
arwana yang populer itu.

Farid Kamal Muzaki
Apakah Bioders
mengenali kepitingkepiting yang kerap
disajikan sebagai
menu sea food? Tips
identifikasi dari Farid
mungkin bisa membantu. Selain itu,
staf yang bekerja di laboratorium
Institut Teknologi Sepuluh
November, Surabaya, ini berkisah
tentang Takat Palapa, markas besar
nudibranch yang ada di perairan
Situbondo

Perkenalkan Anggota Tim Redaksi Baru

Putri Magdalena
Apakah Bioders tahu
ada jenis bulu babi
yang menempel
di tebing? Magda,
demikian mahasiswa
S-2 Biologi UGM ini
biasa disapa, menguraikannya
untuk Bioders. Selain itu, tulisannya
mengenai wisata pantai tak kalah
menariknya untuk disimak.
Emilio de la Rosa
Mahasiswa yang
berasal dari Jakarta
dan sedang berusaha
menyelesaikan studi
sarjana di Jurusan
Biologi FMIPA UNPAD.
Memiliki ketertarikan dalam dunia
diving dan herpetologi serta bercitacita menjadi marine herpetologist.

Ian Wongkar
Dengan kemampuan
membuat ilustrasi
yang handal beliau
akan menjadi ilustrator
baru untuk beberapa
gambar yang sulit atau
bahkan tidak mungkin
ditampilkan dalam
bentuk foto, seperti
pada artikel “Nasibmu
Manta”

Panji Gusti Akbar
Mahasiswa Biologi
Universitas Negeri
Yogyakarta ini akan
melengkapi susunan
redaksi sebagai tim
riset. Selama ini
beliau mengisi pos
sebagai admin FOBI
untuk jejaring sosial
Facebook dan Twitter.

Ismi Wahid
Pengalamannya
sebagai jurnalis
media nasional Tempo
merupakan infus
sangat berharga bagi
BI. Dalam tim redaksi,
beliau mengisi pos
sebagai editor.

Kantong Biodiversitas

Lubang Masa Depan

Lubang
Masa
Depan
Teks dan foto: Oki Hidayat

Biodiversitas Indonesia 4

| 110

Kantong Biodiversitas
Tanygnathus megalorynchos, Betetkelapa
Paruh-besar di depan lubang sarang

Ada satu hal yang jangan diremehkan ketika melakukan aktifitas birding
di TNLW, yaitu mengamati setiap lubang yang ada di pohon. Apalagi
untuk pohon yang berdiameter besar. Alasannya sederhana; beberapa
burung memanfaatkan lubang pohon sebagai tempat berlindung dan
bersarangnya.
Di penghujung musim kemarau, lubang-lubang tersebut biasanya telah
berpenghuni. Dari pengamatan saya, kebanyakan diisi oleh jenis paruh
bengkok yang melimpah di TNLW. Walau ada juga jenis lainnya. Jenis-jenis
tersebut antara lain: Kakatua sumba/kakatua-kecil jambul-jingga/kakatua
cempaka (Cacatua sulphurea citrinocristata), Nuri bayan sumba (Eclectus
rotatus), Betet-kelapa paruh-besar (Tanygnathus megalorynchos), Nuri
pipi-merah (Geoffroyus geoffroyi), Perkici oranye (Trichoglossus capistratus),
Julang sumba (Rhyticeros everetti), Perling kecil (Aplonis minor), Serak jawa
(Tyto alba) dan Tiong-lampu biasa (Eurystomus orientalis).
Kondisi ini menjadikan kegiatan birding menjadi lebih menarik. Sebab
kita dapat mengamati secara langsung aktifitas burung liar dalam proses
perkembangbiakannya.
Jenis pohon tempat bersarang
Penghujung musim kemarau merupakan saat yang tepat untuk
mengamati kehidupan liar burung-burung di Pulau Sumba. Meskipun
sengatan panas menjalar keseluruh tubuh membuat tetes keringat
mengucur deras, namun semuanya akan terbayar dengan pemandangan
yang mempesona.Aktifitas berbagai macam burung yang akan membuat
betah kita berlama-lama di dalam hutan. Ditambah lagi atraksi perilaku
berbiak yang tentunya sangat sayang untuk dilewatkan.
Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (TNLW) merupakan salah
satu pilihan tepat sebagai tujuan birding di Sumba. Forest on the reef,
itulah istilah yang saat ini gencar dipublikasikan oleh pengelola kawasan
sebagai ikon terhadap kawasan ini. TNLW terletak di Kabupaten Sumba
Timur. Mempunyai luas 47.014 ha sehingga menjadi jantung kehidupan
bagi Kabupaten Sumba Timur. Sebab ia merupakan salah satu kawasan
hutan terluas di Sumba Timur. Sehingga TNLW tidak hanya penting
bagi keanekaragaman hayati, namun juga menyokong kehidupan
masyarakatnya. Terutama sebagai bank penyimpan air.

111 | Biodiversitas Indonesia 4

Seperti pada umumnya hutan di Pulau Sumba, hutan di TNLW
merupakan hutan galeri. Hutan ini dicirikan dengan hutan yang lebat
di lembah hingga punggung bukit atau di pinggiran sungai. Hutan
tersebut terpecah-pecah dalam blok-blok hutan yang dipisahkan oleh
padang maupun savana. Kondisi hutan yang lebat dengan vegetasi
yang rapat menjadikannya terlihat kontras dengan padang/savana yang
mengelilinginya. Bagaikan oase di tengah padang pasir.
Hutan di TNLW beserta vegetasi di dalamnya telah menjadi habitat
yang nyaman bagi berbagai jenis burung. Tetapi tidak semua jenis pohon
berlubang dimanfaatkan sebagai lubang sarang. Jenis-jenis yang biasa
digunakan antara lain: Mara (Tetrameles nudiflora), Kahembi omang
(Engelhardia spicata) dan Nggoka (Chisocheton sp.). Pohon-pohon tersebut
berukuran besar dengan tajuk dominan.
Penelitian terhadap pohon sarang beserta lubangnya pernah dilakukan
pada tahun 2011 oleh beberapa peneliti dari Balai Penelitian Kehutanan
Biodiversitas Indonesia 4

| 112

Kantong Biodiversitas

Kantong Biodiversitas
Setiap jenis burung yang memanfaatkan lubang pohon sebagai tempat
bersarang memiliki perilaku yang unik dan menarik. Antara satu jenis
dengan lainnya ada perbedaan kebiasaan. Di alam terdapat dua jenis
lubang sarang, yaitu lubang sarang besar dan lubang sarang kecil. Lubang
sarang besar adalah lubang sarang yang berukuran relatif besar. Jenis-jenis
yang memanfaatkannya merupakan jenis burung yang memiliki tubuh
berukuran besar. Seperti Kakatua sumba, Julang sumba, Nuri bayan, Betetkelapa paruh-besar dan Serak jawa.
Lubang pohon berukuran kecil biasanya dimanfaatkan oleh jenis
burungberukuran kecil. Seperti Nuri pipi-merah, Perkici oranye dan Perling
kecil. Lubang pohon yang dimanfaatkan oleh burung tersebut biasanya
terbentuk secara alami.Lubang berada pada buku batang, berasal dari
pangkal cabang besar yang patah. Kemudian dari titik patahan tersebut
akan membentuk lubang kecil. Lubang kecil itulah cikal bakal terbentuknya
lubang sarang. Sebab dengan proses pembusukan, lubang kecil tersebut
semakin lama akan menjadi semakin besar.

Kupang.Pengukuran karakteristik
lubang sarang dilakukan secara
langsung pada lubang sarang.

Atas: Salah satu lubang sarang
Bawah: Pengamatan lubang sarang
menggunakan teknik SRT

Proses pengambilan data
dilakukan dengan teknik SRT (Single
Rope Technique) pada ketinggian
25 meter di atas permukaan
tanah. Benar-benar petualangan
dalam science. Setelah dilihat dan
dilakukan pengukuran ternyata
lubang-lubang yang diperiksa
memang cukup nyaman untuk
tempat bersarang. Terlindung
dari panas dan hujan membuat
suasana di lubang sarang menjadi
cukup sejuk. Sungguh pengalaman
yang mendebarkan sekaligus
memuaskan rasa penasaran.

Selain secara alami, lubang sarang juga dibuat oleh burung, salah
satu jenis yang mampu membuat lubang sendiri adalah Kakatua sumba.
Namun tidak sepenuhnya kakatua membuat lubangnya. Awalnya iajuga

Nuri pipi-merah, biasanya memanfaatkan lubang alami pada batang pohon

Perilaku unik terhadap lubang

113 | Biodiversitas Indonesia 4

Biodiversitas Indonesia 4

| 66

Kantong Biodiversitas

Kantong Biodiversitas

Kanan: Tyto alba atau Serak
Jawa yang berada di pulau
Sumba adalah ras endemik
pulau Sumba.
Kiri: Julang Sumba (Rhyticeros
everetti) salah satu burung
endemik Pulau Sumba

memanfaatkan lubang kecil yang secara alami terbentuk, kemudian sedikit
demi sedikit akan dilubangi dengan paruhnya hingga menjadi besar. Hal
tersebut dimungkinkan karena hanya Kakatua sumba yang memiliki paruh
paling kuat dan kompak di antara burung paruh bengkok lainnya.
Pada musim berbiak setelah masing-masing burung akan berusaha
menemukan pasangannya. Proses selanjutnya adalah mencari lubang
pohon sebagai tempat bersarang. Selama proses pencarian lubang ini
setiap pasangan akan mensurvei dan memastikan lubang pohon tersebut
aman dan dapat digunakan. Maka dengan mudah dapat teramati sepasang
burung yang bermain-main di sekitar lubang pohon sambil sesekali
mendekatinya. Itulah sensasinya.
Apalagi di saat seperti ini bisa terdapat beberapa jenis burung yang
mensurvei lubang dalam waktu yang bersamaan. Maka suasana akan

115 | Biodiversitas Indonesia 4

Biodiversitas Indonesia 4

| 116

Kantong Biodiversitas

Kantong Biodiversitas
untuk mencegah predator (ular) agar tidak bisa mendekati lubang sarang.
Selain lubang di pohon yang masih hidup, beberapa jenis juga
menggunakan lubang dipohon yang telah mati. Di blok hutan Billa TNLW,
pernah ditemukan Nuri-pipi merah dan Perling kecil yang bersarang pada
lubang di pohon yang telah mati. Uniknya, mereka bersarang pada satu
pohon yang sama.
Di pohon mati tersebut terdapat lima lubang, satu milik Nuri pipi-merah
dan empat lainnya milik Perling kecil. Perling kecil mengisi sarangnya
dengan ranting-ranting kecil yang dikumpulkan sedikit demi sedikit.
Lubang yang digunakan sebagai tempat berbiak berukuran kecil, bahkan
terlihat sesak saat mereka keluar masuk lubang. Sempat terjadi perkelahian
juga antara Nuri-pipi merah dengan Perling kecil. Secara berkelompok
Perling kecil mengeroyok betina Nuri pipi-merah. Meskipun terlihat tak
akur, namun kedua jenis burung tersebut tetap bertetanggaan dalam
proses berbiaknya. Aneh sekaligus lucu.

Pada musim kawin, semua
burung berlomba mencari
sarang ternyaman dan aman
bagi ‘keluarganya’, bahkan tidak
jarang terjadi perebutan lubang
sarang seperti Nuri pipi-merah
dan Perling kecil.

menjadi ribut dan sangat berisik oleh kicauan masing-masing jenis
tersebut. Bahkan bisa berupa berupa kicauan ancaman, hingga aksi saling
kejar dan saling serang. Biasanya hal tersebut terjadi diantara jenis Nuri
bayan dan Betet-kelapa paruh-besar.
Kakatua sumba memiliki perilaku yang lebih unik lagi. Burung ini akan
mematahkan ranting-ranting di sekitar lubang pohon yang akan dijadikan
lubang sarang. Proses tersebut dilakukan hingga kondisi di sekitar lubang
pohon bersih dari ranting-ranting kecil. Hal ini kemungkinan sebuah upaya

117 | Biodiversitas Indonesia 4

Jenis yang tak boleh ditinggal untuk diamati adalah Julang sumba.
Rangkong endemik sumba yang senang bersarang di lubang pohon mara.
Sang betina yang biasanya mengerami telur, sedangkan jantan bertugas
mencari makan. Makanan berupa buah Ficus sp. yang didapat ditampung
dalam tembolok. Untuk kemudian diantar kepada sang betina dalam
sarang. Menjadi pengalaman tak terlupakan buat saya momen sang jantan
mengeluarkan satu persatu buah Ficus sp. dari temboloknya kemudian
diberikan kepada sang betina.
Ada lagi perilaku unik yang dilakukan Tiong-lampu biasa, jenis ini
pernah teramati menyerang Julang sumba betina yang sedang berada di
lubang sarang. Hingga kini masih belum jelas apa maksud perilaku burung
tersebut. Sekedar mencari lubang untuk bersarang atau memang sengaja
mengintervensi sang penghuni untuk maksud lain.
Maka kisah tentang Tiong-lampu biasa yang luar biasa itu saya
tinggalkan di penutup untuk menjadi teka-teki. Dengan harapan, semoga
dapat menggugah rasa penasaran kita dan memotivasi para pengamat
burung Indonesia untuk mencari tahu jawabannya dengan berkunjung ke
TNLW di Sumba Timur.

Dalam Laman Web
Lihat lebih lengkap koleksi foto burung ini di
laman FOBI:

Biodiversitas Indonesia 4

| 118