ILMU NEGARA ASAL MULA NEGARA vnegara-negara budaya negara-negara budaya negara-negara budaya

ILMU NEGARA
ASAL MULA NEGARA
(SOEHINO,S.H.)

OLEH :
MOCH.RYAN.AP
150111100278

ASAL MULA NEGARA

Adanya pemikiran tentang Negara dan hukum tidaklah bersamaan
dengan adanya Negara,Negara terlebih dahulu ada.jadi tegasnya adanya
pemikiran tentang Negara dan hukum tidak setua umur mulai adanya
Negara.jauh sebelum adanya pemikiran tentang Negara dan hokum,Negara
telah ada.
Jika pemikiran tentang Negara dan hukum itu tidak mendahului
ataupun bersamaan dengan adanya Negara atau pembentukan dan
pertumbuhan peradaban,karena merupakan gejala sosial (gejala
kemasyarakatan) yang menampakan diri setelah berabad-abad lamanya
setelah Negara atau peradaban itu ada,maka pemikiran tentang Negara dan
hukum itu baru ada kita jumpai di Negara,dimana system

ketatanegaraannya memberikan kemungkinan kepada warga negaranya
untuk secara bebas mengeluarkan pendapat atau pemikirannya,secara kritis

A. Jaman Yunani Kuno
1. Socrates
Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang bersifat
obyektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah
menciptakan hukum, yang harus dilakukan para pemimpin, atau para penguasa yang dipilih
secara seksama oleh rakyat. Disinilah tersimpul pikiran demokratis dari Socrates
2. Plato
Plato adalah murid terbesar Socrates, menurut Plato negara itu imbul atau ada karena adanya
kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, yang menyebabkan mereka harus
bekerja sama, untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena masing-masing orang itu secara
sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Karena itu sesuai dengan kecakapan
mereka masing-masing, tiap-tiap orang itu mempunyai tugas sendiri-sendiri dan bekerja sama
untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Kesatuan mereka inilah yang kemudian disebut
masyarakat atau Negara

3. Aristoteles


Seperti juga Plato, Aristoteles pun beranggapan bahwa negara dimaksudkan untuk
kepentingan warga negaranya, supaya mereka itu dapat hidup baik dan bahagia. Jadi menurut
Aristoteles negara itu merupakan suatu kesatuan, yang tujuannya untuk mencapai kebaikan yang
tertinggi yaitu kesempurnaan diri manusia sebgaia anggota daripada negara. Dengan demikian
Aristoteles telah menjadi seorang realistis, sedangkan kalau Plato adalah seorang idealistis.. Hal
yang demikian ini akan dapat kita pahami, bila kita meliht, dan memperhatikan keadaan, yaitu
bahwa Plato menciptakan filsafatnya itu dalam keadaan alam demokrasi, dimana orang selalu
mencari jalan untuk mencapai keadilan. Sedangkan kalau Aritoteles menciptakan filsafatnya itu
dalam keadaan alam kerajaan dunia, dimana rakyat yang dulunya merdeka itu dikuasai oleh
penguasa asing yang memerintah dengan kekuasaan tak terbatas.
4. Epicurus
Negara menurut Epicurus itu adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, yang
diciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan angota-anggotanya. Masyarakat tidak
merupakan realita dan tidak mempunyai dasar kehidupan sendiri. Manusialah sebagai individu,
dan sebagai anggota masyarakat, yang mempunyai dasar-dasar kehidupan yang mandiri, dan
yang merupaka realita. Jadi menurut Epicurus yang hidup itu adalah individunya, yang
merupakan keutuhan itu adalah individunya, sedang negara atau masyarakat adalah buatan
daripada individu-individu tersebut, jadi sama benda mati dan merupakan suatu mekanisme.
5. Zeno
Kaum Stoa dengan ajarannya yang bersifat universalistis, sebenarnya ingin mengajarkan

bahwa orangg itu harus menyesuaikan diri dengan susunan dunia internasional, dan dengan
demikian praktis mematikan alam pikiran demokrasi nasional seperti yang telah diajarkan oleh
Aritoteles. Bersamaan dengan ini bangsa Romawi sedang melebarkan sayap kerajaan dunianya,
oleh karena itu bangsa Yunani justru akan mengoper filsafat kaum stoa ini dari bangsa Yunani
sebagai barang sesuatu yang sangat berguna bagi mereka, yaitu untuk menciptakan kerajaan
dunia.

B. Jaman Romawi Kuno

1. Polybius
Karena menurut Polybius bentuk negara atau pemerintahan yang satu sebenarnya adalah
merupakan akibat daripada bentuk nergara yang lain yang telah langsung mndahuluinya. Dan
bentuk negara yang terakhir itu tadi kemudian akan merupakan sebab dari negara-negara
berikutnya, demikian seterusnya, sehingga nanti bentuk-bentuk negara itu dapat terulang
kembali. Jadi dengan demikian diantara berbagai-bagai bentuk negara itu terdapat hubungan
sebab akibat. Bentuk-bentuk negara itu berubah-ubah sedemikian rupa, sehingga perubahannya
itu merupakan suatu lingkaran, suatu cyclus, maka dari itu teorinya disebut cyclus theori.
2. Cicero
Negara menurut Cicero adanya itu adalah merupakan suatu keharusan, dan yang harus
didasarkan atas ratio manusia. Ajaran Cicero ini sebetulnya meniru dan disesuaikan dengan

ajaran kaum Stoa. Pengertian ratio disini yang dimaksud oleh Cicero adalah ratio murni, yaitu
yang didasarkan atau menurut hukum alam kodrat. jadi tidaklah seperti ajaran Epicurus yang
menganggap bahwa negara itu adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, dan
fungsinya hanya sebagai alat saja daripada manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
3. Semeca
Setelah jatuhnya Imperium Romawi, maka sejarah pemikiran tentang negara dan hukum
memasuki jaman abad pertengahan . Pemikiran tentang negara dan hukum pada jaman abad
pertengahan ini tidak secara langsung dikuasai oleh masalah-masalah keduniawian, terutama
yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan materiel, dan bukan lagi dari sudut filsafat,
melainkan ditinjau dari segi ke-Tuhanan, dari segi agama. Dan memang sesungguhnya bahwa
perkembangan sejarah pemikiran tentang negara dan hukum pada jaman abad pertengahan ini
berbarengan dengan timbulnya perekembangan agama kristen, yang nantinya akan menimbulkan
ajaran-ajaran tentang negara dan hukum yang bersifat teokratis
.

C. Jaman Abad Pertengahan

1. Augustinus
Menurut Augustinus, yang ajarannya sangat bersifat Teokratis, dikatakan bahwa kesusukan
gereja yang dipimpin oleh Paus itu lebih tinggi daripada kedudukan negara yang diperintah oleh

raja. Mengapa demikian? Dalam hubungan ini dikatakan oleh Augustinus bahwa adanya negara
didunia itu merupakan suatu kejelekan, tetapi adanya itu merupakan suatu keharusan. yang
penting itu adalah terciptanya suatu negara seperti yang diangan-angankan atau dicita-citakan
oleh agama, yaitu Kerajaan Tuhan maka dari itu sebenarnya negara yang ada di dunia ini hanya
merupakan suatu organisasi yang mempunyai tugas untuk memusnahkan perintang-perintang
agama dan musuh-musuh gereja. jadi disini nampak dengan jelas bahwa negara mempunyai
kedudukan atau kekuasaan yang lebih rendah dan ada di bawah gereja. Negara sifatnya hanyalah
sebagai alat daripada gereja untuk membasmi musuh-musuh gereja.
2. Thomas Aquinas
Selanjutnya Thoma s Aquinas memberikan tempat yang khusus pada manusia di dalam
kedudukannya, tanpa kehendak, tetapi manusia itu adalah sebagai suatu makhluk sosial yang
berhasrat untuk hidup bermasyarakat. Ini disebabkan karena manusia itu mempunyai ratio, dan
tak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain.
3. Marsilius
Mengenai ajarannya tentang kenegaraan, Marsilius sangat dipengaruhi oleh ajaran
Aristoteles. Negara adalah suatu badan atau organisasi yang mempunyai dasar-dasar hidup dan
mempunyai tujuan tertinggi, yang menyelenggarkan dan mempertahankan perdamaian. Dengan
demikian Marsilius bersama-sama dengan Dante adalah yang pertama-tama memberikan tujuan
tersendiri pada negara.


D. Jaman Renaissance (abad ke XVI)
1. Niccolo Machiavelli

Tujuan negara menurut Niccolo Machiavelli adalah sangat berbeda dengan ajaran-ajarann
yang telah terdahulu, yaiutu untuk mencapai kesempurnaan seperti yang diajarkan oleh sarjanasarjana jaman abad pertengahan. Sedang menurut Nicollo Machviavelli tujuan negara adalah
mengusahakan terselenggaranya ketertiban, keamanan dan ketenteraman. Dan ini hanya dapat
dicapai oleh pemerintah seorang raja yang mempunyai kekuasaan absolut. Jadi usahanya itu
menuju ke arah mendapatkan serta menghimpun kekuasaan yang sebesar-besarnya pada tangan
raja. Tetapi itu semuanya bukanlah merupakan sarana saja untuk mencapai tujuan yang lebih
tinggi yaitu kemakmuran bersama.
2. Thomas Morus
Thoams Morus menerbitkan sebuah buku karangannya, yang sesungguhnya tidak ada
sangkut-pautnya denagn masalah pemikiran tentang negara dan hukum, karena buku tersebut
bersifat roman kenegaraan, yaitu De optimo rei publicae statu deque nova insula Utopia; tentang
susunan pemerintahan yang paling baik dan tentang pulau yang tidak dikenal, yang dinamakan
negara entah berantah, atau dengan singkat disebut Utopia. karena tulisannya itulah nama
Thomas Morus terkenal di seluruh dunia dan bahkan namanya dapat diabadikan dalam sejarah
pemikiran tentang negara dan hukum.
3. Jean Bodin
Sesuai dengan pendapatnya tentang tujuan negara, maka Jean Bodin mengatakan bahwa

negara merupakan perwujudan daripada kekuasaan. Untuk memperkuat pendapatnya itu, maka ia
lalu merumuskan pengertian kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadapa para
warga negara dan rakyatnya, tanpa ada suatu pembatasan apapun dari undang-undang. Dalam
perumusannya atau lebih tegas definisinyaa ini, sekaligus terkandung pengertia negara, dan
kekuasaan raja. Raja tidak terikat oleh kekuasaan undang-undang. Raja adalah yang menetapkan
undang-undang. Yang diamksud dengan undang-undang adalah hukum positif, jadi bukan
hukum Tuhan atau hukum alam.

E. Kaum Monarkomaken

Istilah Monarkomaken dalam pengertiannya yang umum berarti anti raja, atau menentang
raja. Tetapi sesungguhnya pengertian ini adalah kurang sebab ajaran-ajaran dari para ahli
pemikir tentang negara dan hukum dimasukkan dalam golongan kaum monarkomaken sama
sekali tidak atau melawan raja-raja, bahkan tidak anti atau melawan sistem pemerintahan
absolutisme pada umumnya, melainkan yang ditentang atau dilawan itu adalah eksesnya.
Siapa-siapa sajakah termasuk kaum monarkomaken, dan bagaimanakah ajarannya?
nama-nama yang disebutkan termasuk kaum monarkomaken adalah: Hotman, Brutus, Buchanan,
Johannes, althunius, Mariana, Bellarmin, Suarez, dan Milton. Dari semuanya itu yang banyak
menguraikan ajaran tentang negara dan hukum adalah Johannes Althusius.


F. Jaman Berkembangnya Hukum Alam
1. Teori Hukum Alam abad XVII
a.

Grotius
Filsafat Grotius tentang negara dan hukum adalah suatu usaha untuk mengatasi segala

perpecahan di lapangan agama, dengan berdasarkan pada akal manusia yang berlaku umum itu.
Bahkan tidak hanya terbatas pada kaum kristen saja, melainkan juga berlaku untuk dan
mengikat semua orang kafir dan atheis.
Meskipun Grotius.
Meskipun Grotius dianggap sebagai pencipta daripada ajaran hukum alam modern,
namun ajarannya itu banyak diilhami, dan hukum alamnya itu lebih langsung berhubungan
dengan : hukm alam jaman kuno, kaum stoa, dan Cicero, daripada dengan Thoams aquinas dan
fransesco Suarez.
b. Thomas Hobbes
Apakah kiranya sumbangan Thomas Hobbes dalam sejarah pemikiran tentang negara dan
hukum sebagai ahli pikir? Sumbangannya ialah suatu sistem materealistis yang besar, dalam
mana termasuk juga perikehidupan organis dan rokhaniah. artinya bahwa tujuan hidup, yaitu
kebahagian, itu hanya dapat dicapai dngan cara berlomba dengan gerakan. adapun alat-alat untuk

dapat mencapai kebahagian adalah kekuasaan terbesar untuk kepentingan manusia adalah
negara.
c . Benedictus de Spinoza

Tentang terjadinya negara menurut Spinoza, apakah itu karena perjanjian masyarakat
ataukah tidak, tidak begitu terang. Karena ia hanya menerangkan secara logis peralihan dari
keadaan alamiah ke keadaan bernegara.
d. John Locke
John Locke sebagaimana ia ahli pemikir hukum alam, mendasarkan juga teorinya pada
keadaan manusia dalam alam bebas. Dan memang menanggap bahwa keadaan alam bebas atau
keadaan alamiah itu mendahului adanya negara, dan dalam keadaan itupun telah ada perdamaian
dan akal pikiran seperti halnya dalam negara.

2. Teori Hukum Alam abad XVIII
a.

Federik Yang Agung
Pertentangan antara ajaran Niccolo Machviavelli dengan ajaran Federik Yang agung

terjadi, kecuali disebabkan karena adanya perbedaan keadaan seperti yang telah dibicarakan di

atas, disebabkan pula karena adanya salah pengertian dari Federik Yang Agung, yaitu bahwa
ajaran yang diberikan oleh Noccolo Machviavelli itu sebagai suatu ajaran umum. Padahal tidak
demikianlah maksudnya.
b. Montesquieu
Menurut pendapatnya kekuasaan negara dibagi atau dipisahkan menjadi tiga, dan yang
masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri, yaitu:
1. kekuasaan perundang-undangan, legislatif
2. kekuasaan melaksanakan pemerintahan, eksekutif
3. kekuasaan kehakiman, judikatif
c.

J.J. Rousseau
Dari ajaran Rousseau ini nanti yang terpenting adalah idenya tentang kedaulatan rakyat.

Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah, bagaimanakah cara mendapatkan suatu keterangan yang
masuk akal atau yang rasional tentang keseimbangan antara adanya perjanjian masyarakat yang
mengikat dengan kebebesan dari orang-orang yang menyelenggrakan perjanjian masyarakat
tersebut. Jadi soalnya tetap pada keseimbangan antara kekuasaan dan kebebasan.
d. Immanuel kant
Sebagaimana Immanuel Kant sebagai seorang sarjana hukum alam, maka ia menerima

pendapat bahwa negara itu terjadi karena perjanjian masyarakat, jadi sama dengan pendapat

Rousseau, dan meyatakan pendapatnya bahwa kedaulatan itu ada pada rakyat, dan kemauan
umum itu menjelma dalam perundang-undangan negara. Tetapi meskipun demikian ada
perbedaanya, dan perbedaan itu bersifat prinsipiil.

G.Jaman Berkembangnya Teori Kekuatan
1. F. Oppenheimer

Negara merupakan suatu alat dari golongan yang kuat untuk melaksanakan
suatu tertib masyarakat, yang oleh golongan yang kuat tadi dilaksanakan kepada
golongan yang lemah, denagn maksud untuk menyusun dan membela kekuasaan
dari golongan yang kuat tadi.
2. Karl Marx
Negara merupakan penjelmaan dari pertentangan-pertentangan kekuatan
ekonomi. Negara dipergunakan sebagai alat dari mereka yang kuat untuk menindas
golongan-golongan yang lemah ekonominya.
3. H.J. Laski
Negara adalah suatu alat pemaksa, atau Dwang Organizatie, untuk
melaksanakan dan melangsungkan suatu jenis sistem produksi yang stabil, dan
pelaksanaan sistem produksi ini semata-mata akan menguntungkan golongan yang
kuat dan berkuasa. (Soehino,S.H. ; ilmu negara)
4. Leon Duguit

Beranggapan bahwa hukum dan negara yang semata-mata bersifat realistis. Dia
tidak mengakui adanya hak subyektif atas kekuasaan, juga menolak ajaran yang
mengatakan bahwa negara dan kekuasaan itu atas kehendak tuhan, perjanjian
masyarakat. Menurutnya kebenaran itu mutlak, orang-orang yang paling kuat
melaksanakan kemauannya pada orang lain yang lemah. (Soehino,S.H. ; ilmu
negara)

H.Teori Positivisme
1.hans kelsen
Kegagalan daripada para ahli pemikir tentang negara dan hukum dalam menyelidiki dan
menerangkan asal mula negara, menimbulkan sikap skeptis terhadap negara. Dan orang lalu
lebih suka menentukan sikap positif terhadap negara. Kebanyakan orang telah kehilangan
nafsunya untuk mempelajari atau menyelidiki dasar negara yang pokok. Kecenderungan timbul
untuk hanya membatasi diri kepada pelajaran hukum postif, selain hal ini telah terdapat pada
kebanyakan negara, juga hukum positif itu akan lebih mudah dipelajari. Hal ini akan lebih
memberikan pegangan yang kuat, karena bukanlah dari undang-undang dasar seta undangundang organiknya dapat dibaca dan dipelajari, daripada orang hanya berpikir secra abstrak dan
tidak ada ketentuannya sama sekali, yang akibatnya tidak lain hanyalah kekacauan dan
peperangan. Demikianlah ilmu negara lambat laun tetapi pasti menarik dirinya, dan datang
mengunjungi tinjauan-tinjauan ilmu pengetahuan teoritis dan historis. Ia menjadi relativistis,
negatif serta skeptis. Malahan Struycken sampai kepada eklektisime yang bersifat skeptis.

I. Teori Modern
1. Prof. Mr. R. Kranenburg
Negara pada hekekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut bangsa. Jadi terlebih dahulu harus ada sekelompok manusia
yang mempunyai kesadaran untuk mendirikan oraganisasi.
2. Logenmann
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan, maka organisasi ini memiliki suatu
kewibawaan, atau gezag, dan mana terkandung pengertian dapat memaksakan kehendaknya pada
semua orang yang diliputi oleh negara itu.