Perumusan Kebijakan Publik Sumbang Saran

1

Perumusan Kebijakan Publik: Sumbang Saran Pemikiran dari Berbagai Perspektif Teori yang ada

oleh: Teguh Kurniaw an (Universit as Indonesia)
ht t p:/ / st aff.ui.ac.id/ t eguh.kurniaw an, email: t [email protected]

Pendahuluan

Pembuat an kebijakan publik merupakan fungsi pent ing dari sebuah pemerint ahan. Karenanya,
kemampuan dan pemahaman yang memadai dari pembuat kebijakan t erhadap proses pembuat an
kebijakan menjadi sangat pent ing bagi t erw ujudnya kebijakan publik yang cepat , tepat dan memadai.
Kemampuan dan pemahaman t erhadap prosedur pembuat an kebijakan t ersebut juga harus diimbangi
dengan pemahaman dari pembuat kebijakan publik t erhadap kew enangan yang dimilikinya. Hal ini
t erkait dengan kenyat aan sebagaimana diungkapkan oleh Gerst on (2002) bahw a kebijakan publik dibuat
dan dilaksanakan pada semua t ingkat an pemerint ahan, karenanya t anggungjaw ab para pembuat
kebijakan akan berbeda pada set iap t ingkat an sesuai dengan kew enangannya (Gerst on, 2002, 14).
Selain it u menurut Gerst on, hal yang pent ing lainnya adalah bagaimana memberikan pemahaman
mengenai akunt abilit as dari semua pembuat kebijakan adalah kepada masyarakat yang dilayaninya
(Gerst on, 2002, 14). Dengan pemahaman yang sepert i ini, akan dapat memast ikan pembuat an kebijakan
publik yang mempert imbangkan berbagai aspek dan dimensi yang t erkait , sehingga pada akhirnya

sebuah kebijakan publik dapat dipert anggungjaw abkan secara memadai.
Berangkat dari gambaran kondisi t ersebut , t ulisan singkat ini berupaya unt uk dapat memberikan
pemahaman mengenai proses pembuat an kebijakan dan berbagai pert imbangan yang meliput inya,
khususnya yang t erkait dengan t ahapan perumusan kebijakan (policy formulat ion). Terdapat sejumlah
hal yang akan menjadi fokus pembahasan dari t ulisan ini yakni: makna kebijakan dan perumusan
kebijakan; perumusan kebijakan dalam siklus kebijakan; lingkungan kebijakan; sert a prosedur
perumusan kebijakan. M elalui t ulisan ini diharapkan dapat memberikan pencerahan mengenai hal-hal
yang pat ut dipert imbangkan dalam proses perumusan kebijakan publik.

M akna Kebijakan dan Perumusan Kebijakan

Pemahaman t erhadap art i at aupun makna dari kebijakan publik t elah dicoba unt uk didiskusikan dan
diperdebat kan oleh para ahli. Diskusi dan perdebat an t ersebut dalam banyak hal t et ap dapat
menunjukkan bet apa kebijakan publik memiliki fungsi yang sangat pent ing dalam penyelenggaraan
pemerint ahan. Salah sat u definisi yang dit erima luas mengenai kebijakan publik adalah sebagaimana
diungkapkan oleh Dye, yakni apapun yang dipilih pemerint ah unt uk dilakukan at au t idak dilakukan.
M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010

2


Unt uk lebih memperjelas pengert ian ini, menurut Anderson (2006, 6), kebijakan dapat didefinisikan
sebagai t indakan yang didesain secara sengaja yang relat if st abil yang dilakukan oleh akt or at au
sejumlah akt or unt uk menyelesaikan masalah at au hal-hal yang menjadi perhat ian bersama . Kebijakan

publik menurut Anderson dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerint ah sert a memiliki dampak
secara subst ansial terhadap masyarakat .
M enyangkut kebijakan publik ini, Anderson (2006, 10-17) membaginya kedalam empat kat egori dari
kebijakan publik, yakni: kebijakan subst ant if dan prosedural; kebijakan dist ribut if, pengat uran,
pengat uran sendiri, dan redist ribusi; kebijakan mat erial dan simbolik; sert a kebijakan yang melibat kan
barang kolekt if at au barang privat .
Kebijakan subst ant if dan prosedural. Kebijakan subst ant if adalah kebijakan mengenai apa yang ingin
dilakukan oleh pemerint ah, apakah ingin membangun jalan t ol at au melarang penjualan t erhadap
barang t ert ent u. Kebijakan subst ant if mengalokasikan secara langsung kepada masyarakat keunt ungan
dan kerugian maupun biaya dan manfaat nya. Sebaliknya kebijakan prosedural merupakan kebijakan
yang berkait an dengan bagaimana sesuat u it u akan dilakukan at au siapa yang akan diberi kew enangan
unt uk mengambil t indakan. Termasuk dalam kebijakan prosedural adalah undang-undang yang
mengat ur mengenai pembent ukan suat u badan administ rat if t ert ent u sert a kew enangan dan proses
yang dimilikinya.
Kat egori kebijakan yang kedua adalah kat egori yang didasarkan at as dampak dari kebijakan t erhadap

masyarakat sert a hubungan diant ara mereka yang t erlibat dalam pembent ukan kebijakan. Dalam
kat egori ini t erdapat empat jenis kebijakan yait u dist ribut if, pengat uran, pengat uran sendiri dan
redist ribusi. Kebijakan dist ribut if adalah kebijakan dalam mengalokasikan pelayanan at au manfaat
t erhadap segmen t ert ent u dari masyarakat —individu, kelompok, perusahaan dan masyarakat . Kebijakan
dist ribut if biasanya melibat kan penggunaan dana publik unt uk membant u kelompok, masyarakat at au
perusahaan t ert ent u. Kebijakan pengat uran adalah kebijakan yang memberlakukan larangan t erhadap
perilaku individu at au kelompok. Kebijakan pengat uran sendiri adalah kebijakan yang membat asi at au
mengaw asi t erhadap suat u kelompok yang dilakukan dengan memberikan kew enangan kepada
kelompok t ersebut unt uk mengat ur dirinya sendiri dalam rangka melindungi at au mempromosikan
kepent ingan dari anggot a kelompoknya. Kebijakan ini biasanya t erkait dengan kelompok profesi
t ert ent u. Sement ara it u, kebijakan redist ribusi adalah kebijakan oleh pemerint ah unt uk menggeser
alokasi kesejaht eraan, pendapat an, kepemilikan at aupun hak diant ara berbagai kelompok masyarakat .
Kat egori kebijakan yang ket iga adalah kebijakan yang t erdiri dari kebijakan mat erial dan kebijakan
simbolik. Kebijakan mat erial adalah kebijakan yang menyediakan sumberdaya nyat a (t angible) at au
kekuasaan subst ant if kepada penerima manfaat nya at au dengan memaksakan kerugian nyat a pada
mereka yang t erkena dampak. Adapun kebijakan simbolik adalah kebijakan yang t idak memiliki dampak
mat erial nyat a kepada masyarakat . Kebijakan simbolik biasanya m enyangkut nilai-nilai yang disukai oleh
masyarakat . Cont oh kebijakan mat erial adalah kebijakan yang mengat ur mengenai upah minimum,
M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010


3

sement ara kebijakan simbolik adalah kebijakan yang mengat ur perilaku masyarakat t erhadap
penghormat an akan nilai-nilai t ert ent u sepert i t erhadap lambang-lambang kenegaraan.
Kat egori kebijakan yang t erakhir menurut Anderson adalah kebijakan yang melibat kan penyediaan baik
barang-barang kolekt if maupun barang-barang privat . Barang-barang kolekt if adalah barang-barang
yang harus disediakan kepada semua orang, sement ara barang privat adalah barang-barang yang
dikonsumsi oleh individu t ert ent u saja. Cont oh barang kolekt if adalah pert ahanan, sement ara barang
privat adalah pengumpulan sampah.
M engingat peran pent ing dari kebijakan publik dan dampaknya t erhadap masyarakat , maka para ahli
juga menaw arkan sejumlah t eori yang dapat digunakan dalam proses pembuat an kebijakan sert a
krit eria yang dapat digunakan unt uk mempengaruhi pem ilihan t erhadap suat u kebijakan t ert ent u. Teori
dan krit eria t ersebut juga dapat dit emukan dalam buku Anderson (2006, 122-137).
M enurut Anderson (2006, 122-127), t erdapat t iga t eori ut ama yang dapat digunakan dalam proses
pembuat an sebuah kebijakan yakni: t eori rasional-komprehensif; t eori inkrement al; sert a t eori mixed
scanning. Teori rasional-komprehensif adalah t eori yang int inya mengarahkan agar pembuat an sebuah

kebijakan publik dilakukan secara rasional-komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan
alt ernat if kebijakan secara memadai. Sement ara it u, t eori inkrement al adalah t eori yang int inya t idak

melakukan perbandingan t erhadap permasalahan dan alt ernat if sert a lebih memberikan deskripsi
mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan. Adapun t eori mixed scanning adalah t eori
yang int inya menggabungkan ant ara t eori rasional-komprehensif dengan t eori inkrement al.
Sement ara it u, menyangkut krit eria yang dapat digunakan unt uk mempengaruhi pemilihan t erhadap
suat u kebijakan t ert ent u, Anderson (2006, 127-137) mengemukakan enam krit eria yang harus
dipert imbangkan dalam memilih kebijakan, yakni: (1) nilai-nilai yang dianut baik oleh organisasi, profesi,
individu, kebijakan maupun ideologi; (2) afiliasi part ai polit ik; (3) kepent ingan konst it uen; (4) opini
publik; (5) penghormat an t erhadap pihak lain; sert a (6) at uran kebijakan

Perumusan Kebijakan dalam Siklus Kebijakan

Proses pembuat an sebuah kebijakan publik melibat kan berbagai akt ivit as yang kompleks. Pemahaman
t erhadap proses pembuatan kebijakan oleh para ahli dipandang pent ing dalam upaya melakukan
penilaian t erhadap sebuah kebijakan publik. Unt uk membant u melakukan hal ini, para ahli kemudian
mengembangkan sejumlah kerangka unt uk memahami proses kebijakan (policy process) at au seringkali
disebut juga sebagai siklus kebijakan (policy cycles). Sejumlah ahli yang mengembangkan kerangka
pemahaman t ersebut diant aranya adalah Dye (2005) dan Anderson (2006).
M enurut

Dye


(2005,

31),

bagaimana

sebuah

kebijakan

dibuat

dapat

diket ahui

dengan

mempert imbangkan sejumlah akt ivit as at au proses yang t erjadi didalam sist em polit ik. Terkait hal ini,

M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010

4

dalam pandangan Dye (2005, 31-32), pembuat an kebijakan sebagai sebuah proses akan meliput i
sejumlah proses, akt ivit as, dan ket erlibat an pesert a sebagaimana dapat dilihat dalam t abel 1 berikut .

Tabel 1
Pembuatan Kebijakan sebagai sebuah Proses
Proses

Aktivitas

Peserta

Ident ifikasi M asalah

Publikasi masalah sosial;


M edia massa; kelompok

mengekspresikan t unt ut an akan

kepent ingan; inisiat if

t indakan dari pemerint ah

masyarakat ; opini publik

M enent ukan mengenai masalah-

Elit , t ermasuk presiden dan

masalah apa yang akan

kongres; kandidat unt uk jabat an

diput uskan; masalah apa yang


publik t ert ent u; media massa

Penet apan Agenda

akan dibahas/ dit angani oleh
pemerint ah
Perumusan Kebijakan

Legit imasi Kebijakan

Pengembangan proposal

Pemikir; Presiden dan lembaga

kebijakan unt uk menyelesaikan

eksekut if; komit e kongres;

dan memperbaiki masalah


kelompok kepent ingan

M emilih proposal;

Kelompok kepent ingan;

mengembangkan dukungan

presiden; kongres; pengadilan

unt uk proposal t erpilih;
menet apkannya menjadi
perat uran hukum; memut uskan
konst it usionalnya
Implement asi Kebijakan

M engorganisasikan depart emen

Presiden dan st af kepresidenan;


dan badan; menyediakan

depart emen dan badan

pembiayaan at au jasa
pelayanan; menet apkan pajak
Evaluasi Kebijakan

M elaporkan out put dari program

Depart emen dan badan; komit e

pemerint ah; mengevaluasi

pengaw asan kongres; media

dampak kebijakan kepada

massa; pemikir

kelompok sasaran dan bukan
sasaran; mengusulkan
M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010

5

perubahan dan reformasi
Sumber: Dye, 2005, 32
Terkait dengan pendapat dari Dye mengenai siklus kebijakan sebagaimana dapat dilihat dalam t abel 1
diat as, Anderson (2006, 3-5) memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai proses at au siklus
kebijakan t ersebut . M enurut Anderson (2006, 3-5), proses kebijakan t erdiri at as lima t ahapan
sebagaimana dapat dilihat dalam t abel 2 berikut .
Tabel 2
Proses Kebijakan
Terminologi

Tahap 1: Agenda

Tahap 2:

Tahap 3:

Tahap 4:

Tahap 5:

Kebijakan

Kebijakan

Perumusan

Adopsi

Implementasi

Evaluasi

Kebijakan

Kebijakan

Kebijakan

Kebijakan

Sejumlah

Pengembangan

Pengembangan

Aplikasi

Upaya

permasalahan

usulan akan

dukungan

kebijakan

pemerint ah

diant ara banyak

t indakan yang

t erhadap

oleh mesin

unt uk

permasalahan

t erkait dan

sebuah

administ rasi

menent ukan

lainnya yang

dapat dit erima

proposal

pemerint ah

apakah

mendapat

unt uk

t ert ent u

kebijakan

perhat ian serius

menangani

sehingga

efekt if, sert a

dari pejabat publik

permasalahan

sebuah

mengapa

publik

kebijakan

efekt if at au

dapat

t idak efekt if

Definisi

dilegit imasi
at au disahkan
Common

M embuat

Apa yang

M embuat

Aplikasi

Apakah

sense

pemerint ah unt uk

diusulkan

pemerint ah

kebijakan

kebijakan

mempert imbangkan

unt uk

unt uk

pemerint ah

bekerja baik?

t indakan t erhadap

dilakukan

menerima

t erhadap

masalah

t erhadap

solusi t ert ent u

masalah

masalah

t erhadap
masalah

Sumber: Anderson, 2006, 4 (diadapt asi dari Anderson, Brady dan Bullock III, 1984
Berdasarkan t abel 1 dan 2 t ersebut , dapat dilihat bahw a perbedaan pandangan dari Dye dan Anderson
mengenai proses kebijakan hanya t erlet ak pada masalah ident ifikasi kebijakan saja. Dye membedakan
M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010

6

t ahapan ant ara akt ivit as ident ifikasi masalah dengan penet apan agenda, sement ara Anderson
menganggap kedua hal t ersebut sebagai t ahap agenda kebijakan. Tahapan lainnya cenderung sama
ant ara pendapat Dye dan Anderson, yang berbeda hanya ist ilah penyebut annya saja.
Baik Dye dan Anderson juga cenderung sepakat bahw a t ahapan perumusan kebijakan merupakan t ahap
dimana dikembangkan proposal yang berisikan sejumlah alt ernat if unt uk menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Dengan demikian, dapat dilihat bahw a t ahap perumusan kebijakan merupakan t ahap yang
pent ing dalam menent ukan sebuah kebijakan publik. Pada t ahapan ini akan dihasilkan sejumlah usulan
kebijakan yang akan diput uskan unt uk diambil oleh pemerint ah.

Lingkungan Kebijakan (Aktor dan Partisipasi Publik)

Perumusan kebijakan dalam prakt eknya akan melibat kan berbagai akt or, baik yang berasal dari akt or
negara maupun akt or non negara at au yang disebut oleh Anderson (2006, 46-67) sebagai pembuat
kebijakan resmi (official policy-makers) dan pesert a non pemerint ahan (nongovernment al part icipant s).
Pembuat kebijakan resmi adalah mereka yang memiliki kew enangan legal unt uk t erlibat dalam
perumusan kebijakan publik. M ereka ini menurut Anderson (2006, 46-57) t erdiri at as legislat if;
eksekut if; badan administ rat if; sert a pengadilan. Legislat if merujuk kepada anggot a kongres/ dew an yang
seringkali dibant u oleh para st affnya. Adapun eksekut if merujuk kepada Presiden dan jajaran
kabinet nya. Sement ara it u, badan administ rat if menurut Anderson merujuk kepada lembaga-lembaga
pelaksana kebijakan. Dalam kont eks Amerika, akt or ini merujuk kepada sejumlah badan sepert i misalnya
Badan Penerbangan Federal (Federal Aviat ion Agency) sert a Badan Perlindungan Lingkungan
(Environment al Prot ect ion Agency). Dipihak lain menurut Anderson, Pengadilan juga merupakan akt or
yang memainkan peran besar dalam perumusan kebijakan melalui kew enangan mereka unt uk mereview
kebijakan sert a penafsiran mereka t erhadap undang-undang dasar. Dengan kew enangan ini, keput usan
pengadilan bisa mempengaruhi isi dan bent uk dari sebuah kebijakan publik.
Selain pembuat kebijakan resmi, t erdapat pula pesert a lain yang t erlibat dalam proses kebijakan yang
meliput i diant aranya kelompok kepent ingan; part ai polit ik; organisasi penelit ian; media komunikasi;
sert a individu masyarakat . M ereka ini yang disebut oleh Anderson sebagai pesert a non pemerint ahan
(nongovernment al part icipant s) karena pent ing at au dominannya peran mereka dalam sejumlah sit uasi
kebijakan t et api mereka t idak memiliki kew enangan legal unt uk membuat kebijakan yang mengikat .
Peranan mereka biasanya adalah dalam menyediakan informasi; memberikan t ekanan; sert a mencoba
unt uk mempengaruhi (Anderson, 2006, 57-67). M ereka juga dapat menaw arkan proposal kebijakan
yang t elah mereka siapkan.
Terkait ket erlibat an pesert a dalam pembuat an kebijakan ini, khususya dalam t ahapan perumusan
kebijakan, maka menurut Sidney (2007, 79 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007) t ahap perumusan
kebijakan diharapkan melibat kan pesert a yang lebih sedikit dibandingkan dalam t ahapan penet apan
M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010

7

agenda. Dalam t ahapan ini menurut Sidney (2007, 79 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007), yang lebih
banyak diharapkan adalah kerja dalam merumusakan alt ernat if kebijakan yang mengambil t empat diluar
mat a/ perhat ian publik. Dalam sejumlah t eks st andar kebijakan, t ahap perumusan disebut sebagai
sebuah fungsi ruang belakang. Det ail dari kebijakan biasanya dirumuskan oleh st aff dari birokrasi
pemerint ah, komit e legislat if, sert a komisi khusus. Proses perumusan ini biasanya dilakukan di ruang
kerja dari para aktor perumus t ersebut .
Terkait hal ini, meskipun pada akhirnya perumusan alt ernat if kebijakan dilakukan lebih banyak oleh para
akt or t ersebut , menurut Jann dan Wegrich (2007, 49 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007), t idak
sepenuhnya bisa dipisahkan dari masyarakat umum dalam perumusan kebijakan. Para perumus
menurut Jann dan Wegrich (2007, 49 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007) senant iasa berint eraksi
dengan akt or sosial dan membent uk pola hubungan kebijakan (policy net w orks) yang st abil diant ara
mereka. Jadi meskipun pada akhirnya kebijakan dit ent ukan oleh inst it usi yang berw enang, keput usan
diambil set elah melalui proses informal negosiasi dengan berbagai pihak yang berkepent ingan. Dengan
demikian ket erlibat an akt or lain dalam pemberian ide t erhadap proses perumusan kebijakan t et ap at au
sangat diperlukan.

Prosedur Perumusan Kebijakan

Dalam pandangan Sidney (2007, 79 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007), t ahapan perumusan
kebijakan merupakan t ahap krit is dari sebuah proses kebijakan. Hal ini t erkait dengan proses pemilihan
alt ernat if kebijakan oleh pembuat kebijakan yang biasanya mempert imbangkan besaran pengaruh
langsung yang dapat dihasilkan dari pilihan alt ernat if ut ama t ersebut . Proses ini biasanya akan
mengekspresikan dan mengalokasikan kekuat an dan t arik menarik diant ara berbagai kepent ingan sosial,
polit ik dan ekonomi.
M enurut Sidney (2007, 79 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007), t ahap perumusan kebijakan
melibat kan akt ivit as ident ifikasi dan at au merajut seperangkat alt ernat if kebijakan unt uk mengat asi
sebuah permasalahan; sert a mempersempit seperangkat solusi t ersebut sebagai persiapan dalam
penent uan kebijakan akhir. Dengan mengut ip pendapat dari Cochran dan M alone (1999), menurut
Sidney (2007, 79 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007), perumusan kebijakan mencoba menjaw ab
t erhadap sejumlah pert anyaan “ apa” , yakni: apa rencana unt uk menyelesaikan masalah? Apa yang
menjadi t ujuan dan priorit as? Pilihan apa yang t ersedia unt uk mencapai t ujuan t ersebut ? Apa saja
keunt ungan dan kerugian dari set iap pilihan? Ekst ernalit as apa, baik posit if maupun negat if yang t erkait
dengan set iap alt ernat if?
Selanjut nya, menurut Sidney (2007, 79 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007), perumusan seperangkat
alt ernat if akan melibat kan proses ident ifikasi t erhadap berbagai pendekat an unt uk menyelesaikan
masalah; sert a kemudian mengident ifikasi dan mendesain seperangkat perangkat kebijakan spesifik
M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010

8

yang dapat mew akili set iap pendekat an. Tahap perumusan juga melibat kan proses penyusunan draft
perat uran unt uk set iap alt ernat if—yang isinya mendeskripsikan diant aranya mengenai sanksi, hibah,
larangan, hak, dan lain sebagainya—sert a mengart ikulasikan kepada siapa at au kepada apa ket ent uan
t ersebut akan berlaku dan memiliki dampak.
Apa yang dinyat akan oleh Sidney t ersebut juga didukung oleh pernyat aan Jann dan Wegrich (2007, 48
dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007) sert a Anderson (2006,103-109). M enurut Jann dan Wegrich
(2007, 48 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007), didalam t ahap perumusan kebijakan, permasalahan
kebijakan, usulan proposal dan t unt ut an masyarakat dit ransformasikan kedalam sejumlah program
pemerint ah. Perumusan kebijakan dan juga adopsi kebijakan akan meliput i definisi sasaran—yakni apa
yang akan dicapai melalui kebijakan—sert a pert imbangan-pert imbangan t erhadap sejumlah alt ernat if
yang berbeda.
Sement ara it u, menurut Anderson (2006, 103-109), perumusan kebijakan melibat kan proses
pengembangan usulan akan t indakan yang t erkait dan dapat dit erima (biasa disebut dengan alt ernat if,
proposal at au pilihan) unt uk menangani permasalahan publik. Perumusan kebijakan menurut Anderson
t idak selamanya akan berakhir dengan dikeluarkannya sebagai sebuah produk perat uran perundangundangan. Seringkali pembuat kebijakan memut uskan unt uk t idak mengambil t indakan t erhadap
sebuah permasalahan dan membiarkannya selesai sendiri. At au seringkali pembuat kebijakan t idak
berhasil mencapai kat a sepakat mengenai apa yang harus dilakukan t erhadap suat u masalah t ert ent u.
Namun demikian, pada umumnya sebuah proposal kebijakan biasanya dit ujukan unt uk membaw a
perubahan mendasar t erhadap kebijakan yang ada saat ini.
Terkait permasalahan ini, menurut Sidney (2007, 79 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007), t erdapat
sejumlah krit eria yang membant u dalam menent ukan pemilihan t erhadap alt ernat if kebijakan unt uk
dijadikan sebuah kebijakan, m isalnya: kelayakannya, penerimaan secara polit is, biaya, manfaat , dan lain
sebagainya. Sejalan dengan pendapat Sidney, Jann dan Wegrich (2007, 50 dalam Fischer, M iller and
Sidney, 2007) mengemukakan dua fakt or ut ama yang menent ukan sejauhmana alt ernat if kebijakan akan
diadopsi menjadi kebijakan, yakni: (1) penghilangan alt ernat if kebijakan akan dit ent ukan oleh sejumlah
paramet er susbt ansial dasar—misalnya kelangkaan sumberdaya unt uk dapat melaksanakan alt ernat if
kebijakan. Sumberdaya ini dapat berupa sumberdaya ekonomi maupun dukungan polit ik yang didapat
dalam proses pembuat an kebijakan. Apabila dalam proses pembuat an kebijakan suat u alt ernat if
kebijakan banyak mendapat krit ikan secara polit ik, maka alt ernat if t ersebut layak unt uk dihilangkan
karena kurangnya dukungan polit ik. (2) alokasi kompet ensi yang dimiliki oleh berbagai akt or juga
memainkan peranan pent ing dalam penent uan kebijakan. Diluar kedua fakt or t ersebut , Jann dan
Wegrich (2007, 51 dalam Fischer, M iller and Sidney, 2007) juga mengemukakan mengenai peranan
pent ing dari akademisi yang berperan sebagai penasehat kebijakan at au pemikir (t hink t anks).
Penget ahun dari para penasehat ini seringkali berpengaruh dalam proses perumusan kebijakan.

M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010

9

Sement ara it u, menurut Anderson (2006, 104), perumus kebijakan perlu mempert imbangkan sejumlah
hal yang dapat meningkatkan peluang berhasilnya proposal kebijakan yang dirumuskannya. Sejumlah
hal t ersebut adalah: (1) apakah proposal memadai secara t eknis? Apakah proposal diarahkan kepada
penyebab permasalahan? Sejauhmana proposal akan menyelesaikan at au mengurangi permasalahan?
(2) apakah anggaran yang dibut uhkan unt uk pelaksanaan masuk akal at au dapat dit erima? Hal ini
pent ing unt uk diperhat ikan khususnya apabila t erkait dengan program kesejaht eraan sosial. (3) apakah
secara polit ik proposal dapat dit erima? Dapat kah proposal mendapat kan dukungan dari anggot a
parlemen at au pejabat publik lainnya? (4) jika proposal t elah menjadi perat uran perundang-undangan,
apakah akan diset ujui oleh publik? Keempat hal t ersebut menurut Anderson (2006, 104) sangat pent ing
unt uk dipert imbangkan dalam perumusan sebuah kebijakan publik.

Penutup

Berdasarkan pemaparan t eori diat as dapat dilihat bahw a proses perumusan kebijakan merupakan
bagian pent ing dan menent ukan dari proses kebijakan secara kesuluruhan. Terdapat berbagai aspek dan
dimensi yang harus diperaht ikan dalam proses perumusan kebijakan. Kegagalan dalam memenuhi at au
memperhat ikan berbagai aspek dan dimensi ini akan membaw a dampak t erhadap kualit as dari
kebijakan publik yang akan dibuat .

Referensi

Anderson, James E, 2006, Public Policy M aking: An Int roduct ion, Bost on: Hought on M ifflin Company
Croley, St even P., 2008, Regulat ion and Public Int erest s: The Possibilit y of Good Regulat ory Government ,
Princet on: Princeton Universit y Press
Dye, Thomas R, 2005, Underst anding Public Policy, Elevent h Edit ion, New Jersey: Pearson Prent ice Hall
Fischer, Frank, Gerald J. M iller and M ara S. Sidney (Eds.), 2007, Handbook of Public Policy Analysis:
Theory, Polit ics and M et hods, Boca Rat on: CRC Press

Gerst on, Larry N., 2002, Public Policy M aking in a Democrat ic Societ y: A Guide t o Civic Engagement ,
Armonk: M . E. Sharpe
Smit h, Kevin B. and Christ opher W. Larimer, 2009, t he Public Policy Theory Primer , Boulder: West view
Press

M at eri ini disampaikan dalam kapasit as sebagai “ Nara Sumber” pada kegiat an “ Penyusunan Pedoman Perumusan Kebijakan”
Lembaga Administ rasi Negara (LAN), Februari 2010

Dokumen yang terkait

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Evaluasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 6 Tahun 2008 Bab IV Dan Bab VI (Studi Kasus PKL Jl. Untung Suropati)

0 50 15

Pengaruh Kebijakan Alokasi Aset dan Pemilihan Sekuritas terhadap Kinerja Reksadana Campuran Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)

0 54 101

Kualitas Pelayanan Publik Dinas Pandapatan Daerah Kota Bandung (Studi Pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta)

0 12 1

Diplomasi Publik Afrika Selatan Dalam Meningkatkan Pariwisata Afrika Selatan Pada Penyelenggaraan Piala Dunia FIFA 2010

1 16 1

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (SIMYANDU-PPTSP) (Studi Kasus Dalam Pembuatan Izin Usaha (ITU) Pada Kantor PPTSP Kabupaten Garut)

1 55 179

Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Struktur Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden Pada PT. Indosat

8 108 124

Pengaruh Kepemilikan Institusional Dan FreeCash Flow Terhadap Kebijakan Hutang

7 97 68

Pengaruh Implementasi Kebijakan Tentang Sistem Komputerisasi Kantor Pertahanan (KKP) Terhadap Kualitas Pelayanan Sertifikasi Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Cimahi

24 81 167