Rekapitulasi Data Negara yang diteliti Jumlah Data IDN MAY SGR

BAB V
DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data
Perusahaan yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Bursa Malaysia dan
Bursa Efek Singapura selama periode penelitian yaitu 2012-2016. Pemilihan
sampel pada penelitian ini menggunakan random purposive sampling. Metode
pemilihan ini digunakan karena adanya kesenjangan jumlah perusahaan antar
negara yang cukup jauh setelah dieliminasi menggunakan purposive sampling,
sehingga dikhawatirkan akan terjadi kesenjangan hasil yang tinggi yang
menyebabkan hasil komparasi tersebut tidak akurat. Setelah dilakukan
pemilihan sampel akhirnya terdapat 13 perusahaan yang dijadikan sampel
yaitu masing-masing 5 perusahaan tambang di Indonesia dan Singapura serta
3 perusahaan tambang di Malaysia. Berikut ini adalah rekapitulasi data yang
akan diteliti:
Tabel 5
Rekapitulasi Data
Negara yang diteliti Jumlah
IDN
Sampel yang diteliti


5

MAY SGR
3

Periode penelitian

5

Data
13

5 tahun

Jumlah data yang diteliti

25

15


25

65

Data outlier

(7)

(9)

(2)

(18)

Data yang diteliti

18

6


23

47

80

81

Pada tabel diatas diketahui bahwa jumlah data awal yang digunakan
adalah sejumlah 65 perusahaan, namun saat dilakukan uji normalitas didapati
hasil bahwa residual tidak berdistribusi normal. Kemudian dilakukan outlier
data dengan membuang data-data yang memiliki nilai ekstrim sesuai dengan
tabel casewise diagnostics sehingga terdapat 18 data yang terbuang dan hanya
47 data saja yang dapat dilakukan pengujian lebih lanjut. Langkah selanjutnya
yaitu melakukan analisis deskriptif untuk setiap variabel yang digunakan,
diantaranya kepemilikan institusional (X1), komite audit (X3), dan gender
yang dibagi menjadi dua yaitu gender CEO (X4) dan gender ketua komite
audit (X4). Berikut ini adalah hasil pengujian analisis deskriptif statistik :
a. Audit Report Lag (Y)

Audit report lag merupakan periode dari tutup tahun buku fiskal
hingga tanggal laporan audit dipublikasikan (Hassan, 2016). Audit report
lag diukur dengan menghitung jangka waktu antara tanggal tutup buku
hingga terbitnya laporan keuangan auditan yang dihitung menggunakan
jumlah hari. Berikut ini adalah tabel analisis deskriptif audit report lag
pada tiga negara:
Tabel 6
Statistik Deskriptif Audit Report Lag di Indonesia
N
ARL_INDO
Valid N (listwise)

18
18

Minimum Maximum
76.00

Sumber: hasil olah data SPSS


91.00

Mean

Std.
Deviation
85.3333
4.95865

82

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai maximum adalah 91
yang berarti bahwa paling lama perusahaan menyamapaikan laporan
keuangannya adalah 91 hari, nilai tersebut dimiliki oleh PT. Bara Jaya
Internasional Tbk. pada tahun 2016. Sedangkan perusahaan paling cepat
menyampaikan laporan keuangannya adalah 76 hari. Hal tersebut dapat
dilihat dari nilai minimumnya yaitu 76 yang dimiliki oleh PT. Central
Omega Resources Tbk. Sehingga perusahaan di Indonesia rata-rata
menyampaikan laporan keuangannya sekitar 85 hari setelah perusahaan
tutup buku yang dapat dilihat dari nilai mean (rata-rata) sebesar 85,3.


Tabel 7
Statistik Deskriptif Audit Report Lag di Singapura
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
ARL_SGR
Valid N (listwise)

23
23

80

Std.
Deviation
99 86.22
5.893

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai minimum adalah 80

yang dimiliki oleh CNMC Goldmine Holdings Limited yang berarti bahwa
perusahaan tersebut lebih cepat dalam melaporkan keuangannya yaitu 80
hari setelah tutup buku dibandingkan dengan perusahaan tambang lain di
Singapura. Menurut data yang ada, selama periode penelitian CNMC
Goldmine Holdings Limited merupakan perusahaan yang terhitung cepat
dalam melaporkan laporan keuangan auditannya yaitu dibawah rata-rata
(mean) perusahaan di Singapura melaporkan laporan keuangannya, yaitu

83

sekitar 87 hari. Sedangkan perusahaan yang paling lama menyampaikan
laporan keuangannya adalah Wilton Reseources Corp Limited yaitu 99
hari ditahun 2014. Hal tersebut dibuktikan dari nilai maksimum yang
terdapat pada tabel diatas.
Tabel 8
Statistik Deskriptif Audit Report Lag di Malaysia
N
ARL_MAY
Valid N (listwise)


Minimum Maximum
6
6

77.00

Mean

97.00 86.3333

Std.
Deviation
6.91857

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai minimum adalah 77
yang dimiliki oleh Malaysia Smelting Corp Bhd, yang berarti bahwa
perusahaan tersebut melaporkan keuangannya yaitu 77 hari setelah tutup
buku. Malaysia Smelting Corp Bhd merupakan perusahaan yang paling
cepat melaporkan laporan keuangan auditan dibandingkan dengan

perusahaan tambang lain di Malaysia. Sedangkan perusahaan yang
memilik nilai maksimum atau paling lambat menyampaikan laporan
keuangan adalah Hong Wang Genting Berhad pada tahun 2015 yaitu 97
hari. Perusahaan tambang di Malaysia menyampaikan laporan keuangan
auditannya rata-rata 87 hari setelah tutup tahun buku.
Secara keseluruhan dari ketiga negara tersebut, perusahaan dari
Indonesia PT. Bara Jaya Internasional Tbk. memiliki waktu penyampaian
laporan keuangan paling pendek yaitu 76 hari. Sedangkan perusahaan
yang paling lama menyampaikan laporan keuangan adalah perusahaan dari

84

Wilton Reseources Corp Limited yaitu 99 hari. Ketiga negara tersebut
memiliki rata-rata penyampaian laporan keuangan yang tidak jauh berbeda
yaitu 85 hari untuk Indonesia dan 87 hari untuk Singapura dan Malaysia.
Selain itu nilai mean lebih besar daripada standar deviasi yang berarti
bahwa variasi data audit report lag terbilang kecil atau homogen sehingga
sebaran data dari penelitian ini baik.
b. Kepemilikan Institusional (X1)
Kepemilikan institusional adalah saham yang dimiliki oleh institusi

lain seperti perusahaan keuangan, perusahaan asuransi, dana pension,
perusahaan dana kuliah, bank komersial, reksadana dan perusahaan
manajemen aset bank (Al-Malkawi et al., 2012). Kepemilikan institusional
dihitung dengan cara membandingkan jumlah saham yang dimiliki oleh
institusi dengan jumlah saham yang beredar. Berikut ini adalah tabel
deskriptif untuk ketiga negera, yaitu :
Tabel 9
Statistik Deskriptif Kepemilikan Institusional di Indonesia
N
INSTI_INDO
Valid N (listwise)

Minimum Maximum Mean

18
18

0.60

Std.

Deviation
0.93 0.7739
0.12636

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel diatas diketahui nilai maksimum dari kepemilikan
institusional adalah sebesar 0.93 yang dimiliki oleh PT. Toba Bara
Sejahtera Tbk. Hal tersebut

berarti bahwa 93% saham beredar yang

dikeluarkan perusahaan, sebesar 93% dimiliki oleh perusahaan atau

85

institusi lain. Sedangkan nilai minimum dari kepemilikan institusional
adalah 0.6 yang dimiliki oleh PT. Dian Swastika Sentosa Tbk, dalam arti
lain 60% saham yang dikeluarkan oleh PT. Dian Swastika Sentosa Tbk.
dimiliki oleh perusahaan atau instansi lain. Sedangkan rata-rata investor
institusional perusahaan adalah sekitar 77.39%.
Sebagian

besar

perusahaan

memiliki

prosentase

kepemilikan

institusional yang konstan dalam beberapa tahun secara berturut-turut.
Kepemilikan institusional memiliki prosentase konstan dikarenakan
perusahaan tidak menerbitkan saham baru lagi atau saham yang dimiliki
oleh sebuah perusahaan dibeli oleh perusahaan lain sehingga jumlah
saham yang dimiliki oleh investor institusional secara keseluruhan tetap
sama. Namun meskipun prosentase kepemilikan institusional tersebut
konstan dalam beberapa tahun, nyatanya jangka waktu perusahaan dalam
menerbitkan laporan keuangan bervariasi, tidak selalu berkisar pada suatu
angka tertentu.
Tabel 10
Statistik Deskriptif Kepemilikan Institusional di Singapura

N
INSTI_SGR
Valid N (listwise)

23
23

Descriptive Statistics
Minimum Maximum
0.15

0.78

Mean
0.5117

Std.
Deviation
0.17647

Sumber: hasil olah data SPSS
Dari tabel diatas diketahui nilai minimum kepemilikan institusional
pada perusahaan Singapura adalah 0.15 atau 15% yang dimiliki oleh

86

Wilton Resources Corp Limited pada tahun 2014 dan prosentase tersebut
merupakan prosentase terendah di perusahaan tambang Singapura. Saat
kepemilikan institusional Wilton Resources Corp Limited berada di posisi
terendah yaitu 15%, lama penyampaian laporan keuangannya adalah 99
hari. Nilai maksimum kepemilikan institusional di miliki oleh Geo Energy
Resources Limited yaitu 78%. Geo Energy Resources Limited terhitung
cepat dalam menyampaikan laporan keuangannya selama periode
penelitian yaitu kurang dari sama dengan nilai rata-rata audit report lag
yaitu 87 hari. Selain itu nilai rata-rata kepemilikan institusional pada
perusahaan tambang di Singapura adalah sekitar 49.75%.
Tabel 11
Statistik Deskriptif Kepemilikan Institusional di Malaysia
N
INSTI_MAY
Valid N (listwise)

6
6

Minimum Maximum
0.17

0.64

Mean
0.4933

Std.
Deviation
0.21097

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel diatas nilai minimum kepemilikan institusional
adalah sebesar 17% yang dimiliki oleh Hong Wang Genting Berhad. Sama
halnya dengan Wilton Resources Corp Limited, ditahun tersebut dimana
kepemilikan institusional Hong Wang Genting Berhad rendah, maka
jangka waktu penyampaian laporan keuangannya menjadi paling lama
diantara perusahaan-perusahaan di Malaysia selama periode penelitian.
Nilai maksimum atau prosentase kepemilikan institusional paling besar
dimiliki oleh Malaysia Smelting Berhad yaitu 64% pada tahun 2016. Pada

87

tahun tersebut audit report lag selama 83 hari lebih cepat dari rata-rata
penyampaian laporan keuangan yaitu 87 hari. Kepemilikan yang terbilang
mayoritas

tersebut

dapat

memaksa

manajemen

untuk

segera

menyampaikan laporan keuangannya karena investor memiliki hak suara
saat RUPS. Rata-rata kepemilikan saham institusional pada perusahaan
tambang di Malaysia adalah 49,33%, nilai tersebut dapat dilihat dari
besarnya nilai mean yang dapat dilihat dari tabel 11.
Dari ketiga negara tersebut kepemilikan institusional dimiliki oleh
perusahaan di Singapura yaitu perusahaan Wilton Resources Corp Limited
yaitu sebesar 15%. Jika dilihat dari laporan keuangannya sebagaian saham
yang beredar dimiliki oleh individu dari manajerial perusahaan
(kepemilikan manajerial) itu sendiri dengan prosentase yang signifikan.
Sedangkan perusahaan yang memiliki prosentase kepemilikan institusional
yang tinggi adalah perusahaan Indonesia PT. Toba Bara Sejahtera Tbk
yaitu sebesar 93%.
c. Komite Audit (X2)
Komite audit menurut Peraturan Jasa Keuangan Nomor 55
/POJK.04/2015 Tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab
kepada dewan komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi
dewan komisaris. Komite audit diukur dengan menjumlah berapa banyak
komite audit yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Komite audit juga

88

dilakukan analisis deskriptif untuk tiap negara dengan hasil sebagai
berikut:
Tabel 12
Statistik Deskriptif Komite Audit di Indonesia
N
KOMITE_INDO
Valid N (listwise)

18
18

Minimum Maximum
3.00

3.00

Mean
3.0000

Std.
Deviation
0.00000

Sumber: Hasil olah data SPSS
Dilihat dari tabel diatas komite audit memiliki nilai minimum, nilai
maksimum dan mean yang sama yaitu 3. Jadi jumlah komite audit pada
seluruh perusahaan di Indonesia yang dijadikan sampel pada penelitian ini
yaitu tiga orang. Namun meskipun memiliki jumlah komite audit tersebut
sama, tetapi audit report lag menunjukkan angka yang bervariasi. Hal
tersebut kemungkinan terjadi karena frekuensi pertemuan komite audit
yang disajikan di laporan keuangan masing-masing perusahaan memiliki
nilai yang berbeda dan bervariasi. Ada beberapa perusahaan yang
memiliki jumlah rapat sebanyak lima kali, ada yang delapan kali hingga
dua belas kali.
Tabel 13
Statistik Deskriptif Komite Audit di Singapura
Descriptive Statistics
N
Minimum Maximum
KOMITE_SGR
Valid N (listwise)

23
23

Sumber: hasil olah data SPSS

3

4

Mean
3.43

Std.
Deviation
0.507

89

Dilihat dari tabel diatas komite audit memiliki nilai minimum 3 yang
berarti jumlah komite audit perusahaan 3 orang. Adapaun perusahaanperusahaan yang memiliki jumlah komite audit tiga orang adalah CNMC
Goldmine Holdings Limited, GEO Energy Resources Limited dan Wilton
Resources Corp Limited. Sedangkan dua perusahaan lainnya yaitu Geo
Energy Resources Limited dan Interra Resources Limited yang memiliki
jumlah komite audit yang paling banyak yaitu 4 orang sesuai dengan nilai
maksimumnya.
Meskipun terdapat perbedaan jumlah komite audit tetapi tidak dapat
dikatakan bahwa perusahaan dengan jumlah komite audit lebih banyak
memiliki audit report lag yang lebih cepat. Jika dilihat dari beberapa
laporan keuangan, perusahaan yang memiliki komite audit 4 orang
melakukan pertemuan sebanyak tiga kali sedangkan perusahaan dengan
komite audit 3 orang melakukan pertemuan tiga hingga lima kali, sehingga
akan lebih efektif jika komite audit sering melakukan pertemuan karena
jika ada permasalahan saat pelaporan keuangan dapat segera ditangani.
Rata-rata perusahaan di Singapura memiliki sekitar 3 orang yang dapat
dilihat dari nilai mean.
Tabel 14
Statistik Deskriptif Komite Audit di Malaysia
N
KOMITE_MAY
Valid N (listwise)

Minimum Maximum
6
6

3.00

Sumber: hasil olah data SPSS

7.00

Mean
4.5000

Std.
Deviation
1.64317

90

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai minimum komite audit
adalah 3 dan nilai maksimumnya 7 dan nilai rata-rata 4.5. Hal tersebut
berarti bahwa jumlah komite audit dalam suatu perusahaan di Malaysia
paling rendah adalah tiga orang yang dimiliki oleh Malaysia Smelting
Corp BHD pada tahun 2013 dan 2016, sedangkan jumlah komite audit
terbanyak juga dimiliki oleh perusahaan yang sama pada tahun 2014
sebanyak tujuh orang. Menurut data, terjadi selisih audit report lag yang
cukup signifikan antara komite audit berjumlah tiga orang dengan komite
audit berjumlah tujuh orang, dimana ketika jumlah komite audit sebanyak
tiga orang lamanya audit report lag adalah 90 hari dan 83 hari sedangkan
ketika komite audit berjumlah tujuh orang lamanya audit report lag hanya
77 hari. Perusahaan tambang di Malaysia rata-rata memiliki 4 – 5 orang
komite audit. Sehingga bisa dikatakan bahwa jumlah komite audit yang
banyak dapat mengefektifkan proses audit laporan keuangan.
d. Gender CEO
Gender adalah suatu konsep yang membedakan sudut pandang
perilaku dan emosional antara laki-laki dan perempuan (Jamilah et al.,
2007). Gender CEO diukur menggunakan, yaitu 0 untuk CEO laki-laki
dan 1 untuk CEO perempuan. Berikut ini adalah hasil dari analsisis
deskriptif gender untuk tiga negara :

91

Tabel 15
Statistik Deskriptif Gender CEO di Indonesia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
.00
14
77.8
77.8
77.8
Valid 1.00
4
22.2
22.2
100.0
Total
18
100.0
100.0
Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel diatas angka 0 memiliki frekuensi sebesar 14 atau
77.8% yang berarti sekitar 77.8% perusahaan tambang di Indonesia
diketuai oleh seoran CEO laki-laki. Sebanyak empat perusahaan diketuai
oleh pemimpin laki-laki. Meskipun begitu tetapi tidak semua yang
perusahaan yang memiliki CEO laki-laki memiliki audit report lag yang
cukup lama. Hal tersebut terbukti bahwa nilai terendah audit report lag
dimiliki oleh PT. Central Omega Resources Tbk. dan nilai tertinggi audit
report lag dimiliki oleh PT. Bara Jaya Internasional Tbk. dimana kedua
perusahaan tersebut diketuai oleh CEO laki-laki.
Angka 1 pada tabel diatas memiliki frekuensi sebanyak empat atau
22.2%, yang berarti bahwa sebanyak 22% perusahaan tambang di
Indonesia diketuai oleh CEO perempuan. Perusahaan yang memiliki CEO
perempuan hanyalah Toba Bara Sejahtera Tbk. Audit report lag pada
perusahaan tersebut tidak terlalu jauh dengan jangka waktu rata-rata
perusahaan

tambang

di

keuangannya yaitu 85 hari.

Indonesia

yang

menyampaikan

laporan

92

Tabel 16
Statistik Deskriptif Gender CEO di Singapura

Valid 0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
23
100.0
100.0
100.0

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel deskriptif diatas angka 0 memiliki frekuensi 24 atau
100% yang berarti seluruh perusahaan tambang di Singapura diketuai oleh
CEO laki-laki. Sehingga ada kemungkinan bahwa nilai maksimum audit
report lag yang di Singapura yaitu 99 hari lebih lama dibandingkan nilai
maksimum audit report lag di Indonesia yaitu 91 hari dikarenakan di
Singapura tidak memiliki variasi adanya CEO perempuan.
Tabel 17
Statistik Deskriptif Gender CEO di Malaysia

Valid

.00

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
6
100.0
100.0
100.0

Sumber: hasil olah data SPSS
Sama halnya dengan di Singapura, berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa angka 0 memiliki frekuensi 6 dengan prosentase
100%, yang berarti bahwa seluruh perusahaan tambang di Malaysia
diketuai oleh CEO laki-laki. Nilai maksimum audit report lag di Malaysia
sebesar 97 lebih besar dibandingkan nilai maksimum audit report lag di
Indonesia yaitu 91 hari. Hal tersebut bisa saja terjadi karena di Singapura
tidak ada variasi CEO perempuan seperti di Indonesia.

93

e.

Gender Ketua Komite Audit
Gender komite audit diukur menggunakan variabel dummy seperti
gender CEO. Berikut ini adalah tabel analisis deskriptif gender ketua
komite audit untuk tiga negara :
Tabel 18
Statistik Deskriptif Gender Ketua Komite Audit di Indonesia
Frequency Percent
17
94.4
1
5.6

.00
Valid 1.00
Total

18

Valid Percent Cumulative Percent
94.4
94.4
5.6
100.0

100.0

100.0

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel diatas angka 0 memiliki frekuensi sebesar 17 dan
prosentase 94.4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa 94.4% komite audit
perusahaan pertambangan di Indonesia diketuai oleh laki-laki. Sedangkan
angka 1 memiliki frekuensi 1 dengan prosentase 5.6% yang berarti hanya
5.6% komite audit di perusahaan Indonesia diketuai oleh perempuan.
Hanya satu perusahaan yang memiliki ketua komite audit yaitu Dian
Swastatika Sentosa Tbk. hanya pada tahun 2013 saja. Lamanya audit
report lag ketika perusahaan tersebut memiliki ketua komite audit adalah
84 hari dibawah rata-rata lamanya laporan keuangan yaitu 85 hari.
Tabel 19
Statistik Deskriptif Gender Ketua Komite Audit di Singapura
Frequency
Valid 0

23

Percent
100.0

Sumber: hasil olah data SPSS

Valid Percent
100.0

Cumulative Percent
100.0

94

Berdasarkan tabel deskriptif diatas angka 0 memiliki frekuensi 24 atau
100% yang berarti seluruh komite audit perusahaan tambang di Singapura
diketuai oleh pemimpin laki-laki. Sehingga ada kemungkinan bahwa nilai
maksimum audit report lag yang di Singapura yaitu 99 hari lebih lama
dibandingkan nilai maksimum audit report lag di Indonesia yaitu 91 hari
dikarenakan di Singapura tidak memiliki variasi adanya CEO perempuan
maupun ketua komite audit perempuan.
Tabel 20
Statistik Deskriptif Gender Ketua Komite Audit di Malaysia

Valid .00

Frequency Percent
6
100.0

Valid Percent Cumulative Percent
100.0
100.0

Sumber: hasil olah data SPSS
Hal yang sama juga terjadi di Malaysia, berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa angka 0 memiliki frekuensi 6 dengan prosentase
100%, yang berarti bahwa seluruh komite audit perusahaan tambang di
Malaysia diketuai oleh pemimpin laki-laki. Nilai maksimum audit report
lag di Malaysia sebesar 97 lebih besar dibandingkan nilai maksimum audit
report lag di Indonesia yaitu 91 hari. Hal tersebut bisa saja terjadi karena
di Singapura tidak ada variasi CEO perempuan maupun ketua komite audit
perempuan seperti di Indonesia.

B. Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi
berganda karena pada penelitian ini menguji pengaruh variabel independen

95

terhadap variabel dependen. Sebelum melakukan analisis regresi berganda,
data harus lolos uji asumsi klasik. Berikut ini adalah tahapan dari uji asumsi
klasik:
1. Uji Asumsi Klasik
Data yang akan dianalisi regresi berganda harus lolos syarat-syarat
dari uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas,
uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Berikut ini adalah hasil dari
keempat pengujian tersebut:
a. Uji Nromalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah nilai residual yang
telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak.
Uji asumsi klasik mensyaratkan nilai residual berdistribusi normal. Uji
normalitas ini menggunakan tabel Kolmogorov-Smirnov pada software
SPSS 21. Hipotesis uji ini adalah sebagai berikut:
H0

: Residual berdistribusi normal

HA

: Residual tidak berdistribusi normal

Jika nilai sig. atau p-value > 0.05 maka H0 diterima. Tabel hasil
pengujian normalitas adalah sebagai berikut:

96

Tabel 21
Uji Normalitas Sebelum Outlier
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
Mean
Std. Deviation
Absolute
Most
Extreme
Positive
Differences
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Normal Parametersa,b

65
0.0000000
16.65509858
0.182
0.082
-0.182
1.469
0.027

Sumber: hasil olah data SPSS
Tabel diatas menunjukkan dari 65 data yag diuji, nilai Asymp. Sig.
(2-tailed) hanya sebesar 0.027. Nilai sig. < 0.05 sehingga
keputusannya tolak H0 yang berarti bahwa sebaran residual pada data
tersebut tidak berdistribusi normal. Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya beberapa data yang memiliki nilai ekstrim sehingga harus
dilakukan outlier dengan membuang data tersebut yang dapat dilihat
melalui tabel Casewise Diagnostics (lampiran 2). Terdapat 18 data
yang memiliki nilai ekstrim dimana nilai variabel dependen pada datadata tersebut sangat jauh berbeda dengan predictive value sehingga
data tersebut mengganggu dan harus dibuang. Dari 65 data awal yang
diuji, akhirnya diperoleh 47 untuk diuji selanjutnya. Berikut adalah
hasil uji normalitas setelah outlier:

97

Tabel 22
Uji Normalitas Setelah Outlier
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
Mean
Std. Deviation
Absolute
Most
Extreme
Positive
Differences
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Normal Parametersa,b

47
0.0000000
5.12865090
0.085
0.076
-0.085
0.584
0.885

Sumber: hasil olah data SPSS
Setelah dilakukan outlier, data yang diuji kembali sebanyak 47
data. Berdasarkan tabel Kolmogorov-Smirnov diketahui nilai Asymp.
Sig (2-tailed) sebesar 0.885. Nilai tersebut lebih dari 0.05 (0.885 >
0.05) sehingga ditarik kesimpulan bahwa residual berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi yang
terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel
bebas. Suatu data dikatakan lolos dari uji asumsi klasik salah satunya
jika data tersebut terbebas dari masalah multikolineritas. Uji
multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF dan nilai
Tolerance pada tabel hasil olah SPSS 21. Berikut ini adalah tabel hasil
dari uji multikolinearitas :

98

Tabel 23
Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF

Model

1

(Constant)
INSTI
KOMITE
GENDER_CEO
GENDER_KETUA

0.769
0.966
0.749
0.991

1.300
1.035
1.336
1.010

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa semua variabel
independen memiliki nilai Tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10 sehingga
data tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Model regresi yang
baik adalah jika terbebas dari masalah autokorelasi. Pengujian ini
mengunakan Uji Durbin-Watson. Berikut ini adalah hasil uji
autokorelasi menggunakan SPSS 21:
Tabel 24
Uji Autokorelasi

Model
1

Model Summaryb
R
R Square Adjusted R Std. Error of the DurbinSquare
Estimate
Watson
a
0.393
0.154
0.074
5.367
1.853

Sumber: hasil olah data SPSS

99

Berdasarkan tabel diatas diketahui nilai Durbin-Watson sebesar
1.853. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah
dengan membandingkan nilai Durbin-Watson dengan nilai dL dan dU
pada tabel penilaian Durbin-Watson. Variabel independen yang
digunakan sebanyak empat dengan jumlah data sebanyak 47, sehingga
diketahui nilai dL sebesar 1.3535 dan nilai dU sebesar 1.7230. Nilai
Durbin-Watson lebih kecil dari nilai dU dan lebih kecil dari nilai 4-dU
(1.7203 < 1.853 < 2.2797), sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
data setelah outlier tidak mengalami masalah autokorelasi.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas untuk mengetahui apakah ada varian variabel
pada model regresi yang tidak sama (konstan). Model regresi yang baik
adalah jika terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Pada penelitian
ini uji heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot. Jika grafik
tersebut menunjukkan ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar,
kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas. Berikut
ini adalah grafik scatterplot:

100

Gambar 7
Uji Heteroskedastisitas

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan grafik scatterplot diatas, diketahui bahwa titik-titik
yang ada tidak membentuk pola yang jelas serta menyebar diatas dan
dibawah angka nol pada sumbu Y, sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi ini.
Model regresi tersebut memenuhi syarat uji asumsi klasik dan bisa
dikatakan bahwa model regresi tersebut memenuhi kriteria BLUE (Best
Linear Unbias Estimate) sehingga dapat dilakukan analisis regresi
berganda lebih lanjut.
2. Uji Model Regresi Berganda

101

Analisis regresi digunakan pada penelitian ini digunakan untuk
menguji pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen
beserta arah hubungannya, apakah negatif atau positif. Berdasarkan hasil
olah data SPSS 21, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 25
Model Regresi Berganda
Model

1

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error

(Constant)
INSTI
KOMITE
GENDER_CEO
GENDER_KETUA

96.505
-9.511
-1.419
0.846
-2.542

Standardized
Coefficients
Beta

4.268
4.364
1.009
3.242
5.451

-0.353
-0.203
0.043
-0.066

T

Sig.

22.610
-2.180
-1.407
0.261
-0.466

0.000
0.035
0.167
0.795
0.643

Sumber: hasil olah SPSS
Berdasarkan tabel hasil pengujian diatas, maka model regresi linear
berganda pada penelitian ini adalah:
ARL = 96.0506 – 9.511INSTI – 1.419KOMITE + 0.846GENDER_CEO –
2.542GENDER_KETUA + ε
Dimana:
ARL = Audit Report Lag
X1

= Kepemelikian Institusional

X2

= Komite Audit

X3

= Gender CEO

X4

= Gender Ketua Komite Audit

Interpretasi dari model diatas adalah sebagai berikut:

102

a. Jika semua variabel dianggap memiliki nilai konstan (tidak
berpengaruh) maka nilai Audit Report Lag (ARL) sebesar 96.0506
b. Setiap kenaikan satu satuan unit INSTI akan menurunkan nilai ARL
sebesar koefisien regresi INSTI = 9.511 dengan asumsi variabel bebas
INSTI dianggap konstan (tidak berpengaruh)
c. Setiap kenaikan satu satuan unit KOMITE akan menurunkan nilai
ARL sebesar koefisien regresi KOMITE = 1.419 dengan asumsi
variabel bebas INSTI dianggap konstan (tidak berpengaruh)
d. Setiap kenaikan satu satuan unit GENDER_CEO akan menaikkan nilai
ARL sebesar koefisien regresi GENDER_CEO = 0.846 dengan asumsi
variabel bebas INSTI dianggap konstan (tidak berpengaruh)
e. Setiap kenaikan satu satuan unit GENDER_KETUA akan menurunkan
nilai ARL sebesar koefisien regresi GENDER_KETUA = 2.542
dengan asumsi variabel bebas INSTI dianggap konstan (tidak
berpengaruh)
Variabel gender diproksikan melalui gender CEO dan gender ketua
komite audit. Dikarenakan kedua proksi tersebut masing-masing
mempunyai pengukuran sendiri, maka dari itu pada saat pengujian proksi
tersebut tidak dapat digabung. Sehingga proksi gender dijadikan sebagai
variabel independen.
3. Uji Signifikansi Model (Uji F)
Uji signifikansi model ini digunakan untuk mengetahui apakah model
regresi yang digunakan fit atau tidak. Uji ini juga menunjukkan apakah

103

semua variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki
pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Dalam uji ini
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H0: Tidak ada satu variabel yang berpengaruh terhadap audit report lag,
model regresi tidak fit.
Ha: Ada salah satu variabel yang berpengaruh terhadap audit report lag,
model regresi fit.
Berikut ini adalah tabel hasil pengujian menggunakan SPSS 21:
Tabel 26
Uji Signifikansi Model
ANOVAa
Df

Model
Regression
1

Sum of
Squares
220.527

4

1209.941
1430.468

42
46

Residual
Total

Mean
Square
55.132

F

Sig.

1.914

0.126b

28.808

Sumber: hasil olah SPSS
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai F sebesar 1.914 dengan
nilai sig. sebesar 0.126. Nilai sig. lebih besar daripada 0.05 (0.126 > 0.05),
sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah H0 diterima. Hal tersebut
berarti model regresi tidak fit.
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besarnya
kontribusi variabel independen terhadap variabel dependennya. Semakin
tinggi koefisien determinasi, maka semakin tinggi variabel independen
dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel dependennya.

104

Koefisien determinasi determinasi dapat dilihat dari nilai R square. Berikut
ini adalah tabel hasil analisis menggunakan SPSS 21:
Tabel 27
Uji Koefisien Determinasi

Model
1

R
0.393a

R Square

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Square
Estimate

0.154

0.074

5.367

DurbinWatson
1.853

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai Adjusted R Square
sebesar 0.074. Hal tersebut berarti variabel independen yang digunakan
pada penelitian ini yaitu Kepemilikan Institusional, Komite Audit, Gender
CEO dan Gender Ketua Komite Audit memiliki pengaruh terhadap Audit
Report Lag sebesar 7.4%. Sedangkan sebesar 92.6% merupakan faktor lain
yang tidak masuk dalam model yang diduga mempengaruhi audit report
lag. Faktor-faktor lain dijelaskan oleh error.
5. Pengujian Hipotesis (Uji t)
Pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel independen terhadap variabel dependennya beserta
dengan arah pengaruhnya.
mengenai uji t:

Berikut ini adalah hasil output SPSS 21

105

Tabel 28
Uji t

(Constant)
INSTI

Coefficientsa
Unstandardized
Standardized
T
Sig.
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
96.505
4.268
22.610 0.000
-9.511
4.364
-0.353 -2.180 0.035

KOMITE
GENDER_CEO
GENDER_KETUA

-1.419
0.846
-2.542

Model

1

1.009
3.242
5.451

-0.203 -1.407 0.167
0.043 0.261 0.795
-0.066 -.0466 0.643

Sumber: hasil olah data SPSS
a. Kepemilikan Institusional Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Report
Lag
Hipotesis pertama bertujuan untuk menguji pengaruh variabel
Kepemilikan Institusional terhadap Audit Report Lag. Berdasarkan
tabel diatas diketahui nilai t sebesar -2.180 dengan tingkat signifikansi
0.035 lebih kecil dari 0.05 (0.035 < 0.05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut berarti bahwa
Kepemilikan Intistusional memiliki pengaruh negatif terhadap Audit
Report Lag.
b. Komite Audit Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Report Lag
Hipotesis kedua bertujuan untuk menguji pengaruh variabel
Komite Audit terhadap Audit Report Lag. Berdasarkan tabel diatas
diketahui nilai t sebesar -1.407 dengan tingkat signifikansi 0.167 lebih
besar dari 0.05 (0.167 > 0.05) sehingga dapat ditarik kesimpulan

106

bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Hal tersebut berarti bahwa Komite
Audit memiliki pengaruh negatif terhadap Audit Report Lag.
c. Gender Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Report Lag
Variabel gender diporkosikan melalui Gender CEO dan Gender
Ketua Komite Audit. Gender CEO memiliki nilai t sebesar 0.261
dengan tingkat signifikansi sebesar 0.795 lebih besar dari 0.05 (0.795
> 0.05) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 diterima dan H1
ditolak. Hal tersebut berarti bahwa Gender CEO memiliki pengaruh
negatif terhadap Audit Report Lag.
Gender Ketua Komite Audit memiliki nilai t sebesar -0.466 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.643 lebih besar dari 0.05 (0.643 > 0.05)
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak.
Hal tersebut berarti bahwa Gender Ketua Komite memiliki pengaruh
negatif

terhadap

Audit

Report

Lag.

Kedua

proksi

tersebut

menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh terhadap Audit Report Lag,
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Gender tidak berpengaruh
terhadap Audit Report Lag.
6. One Way-Anova
Uji ini digunakan untuk membandingkan apakah terdapat perbedaan
atau persamaa rata-rata antara tiga kelompok atau lebih kelompok data.
Syarat yang harus dipenuhi dalam uji ini adalah:
1) Data harus tredistribusi normal
2) Data harus homogen

107

3) Memiliki variansi yang sama
4) Sampel yang diuji harus independen.
Pada uji ini ditentukan hipotesis sebagai berikut:
H0 : µ1 = µ2 = µ3
H1 : satu atau lebih dari mean populasi tidak sama dengan lainnya
Berikut ini adalah tabel output uji One Way-Anova:
Tabel 29
Uji Homogenitas Varians
Test of Homogeneity of Variances
ARL
Levene Statistic
0.375

df1

df2
2

44

Sig.
0.690

Sumber: hasil olah SPSS
Berdasarkan tabel diatas diketahui nilai sig. = 0.690 lebih besar dari
0.05 (0.690 > 0.05) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Indonesia,
Singapura dan Malysia Mempunyai variansi audit report lag yang sama.
Tabel 30
Uji One Way-Anova
ARL
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total

9.222
1421.246
1430.468

Df
2
44
46

Mean
Square

F

4.611 0.143
32.301

Sig.
0.867

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel diatas diketahui nilai sig. sebesar 0.867 lebih dari
0.05 (0.867 > 0.05) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 diterima

108

yang berarti tidak ada perbedaan rata-rata audit report lag antara
Indonesia, Singapura dan Malaysia. Hasil tersebut juga diperkuat dengan
tabel dibawah ini:
Tabel 31
Statistik Deskriptif One Way-Anova
ARL

N

Indonesia
Singapura
Malaysia
Total
Model

18
23
6
47
Fixed Effects
Random
Effects

Mean
85.33
86.22
86.33
85.89

Std. Deviation
4.959
5.893
6.919
5.576
5.683

Std. Error
1.169
1.229
2.824
0.813
0.829
0.829a

Sumber: hasil olah data SPSS
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai rata-rata audit report
lag antara tiga negara tidak jauh berbeda atau dikatakan tidak ada
perbedaan yang signifikan.

C. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh serta arah dari
pengaruh variabel independen yaitu Kepemilikan Institusional, Komite Audit
dan Gender terhadap Audit Report Lag pada perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Bursa Malaysia dan Bursa Efek Singapura
tahun 2012 – 2016. Selain itu penelitian ini juga menguji apakah ada
perbedaan rata-rata lamanya audit report lag antara ketiga negara tersbeut.
Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 13 sampel dengan jumlah data

109

65. Data-data tersebut tidak memenuhi uji asumsi klasik karena hanya
memenuhi syarat multikolinearitas, maka dari itu dilakukan outlier data.
Outlier dilakukan dengan melihat tabel Casewise Diagnostics (lampiran 2),
kemudian membuang data-data ekstrim dimana data-data tersebut memiliki
nilai ARL yang berbeda jauh dengan predictive value. Data yang di outlier
berjumlah 18 sehingga didapatkan data akhir sebanyak 47 data. Dari
kedelapan-belas data yang di outlier (lampiran 1), 12 data yang terbuang
merupakan data perusahaan di tahun 2012-2015 karena memiliki nilai ARL
yang sangat rendah dibandingkan predictive value. Sebagaimana yang dilansir
dari www.indonesia-investment.com, pada tahun 2011 hingga pertengahan
2016 terjadi penuruan aktivitas ekonomi global yang menyebabkan penurunan
permintaan komoditas. Hal tersebut juga didukung dengan laporan yang
disajikan oleh PricewaterhouseCoopers (PwC) jika pada tahun 2015
merupakan tahun terburuk bagi sektor pertambangan karena harga komoditas
mengalami penurunan sebesar 25% sehingga perusahaan di sektor
pertambangan harus berupaya keras meningkatkan produtikvitasnya agar dan
mencari sumber dana bisa bertahan. Akibat dari perlambatan ekonomi global
perusahaan-perusahaan pertambangan yang sudah ada meningkatkan nilai
investasinya untuk memperluas kapasitas produksinya, sehingga diduga pada
tahun-tahun tersebut perusahaan pertambangan segera menyajikan laporan
keuangan secepat mungkin agar dapat menarik investor lain sehingga
perusahaan dapat memperoleh tambahan dana dari investor baru.

110

Data yang tidak memiliki nilai ekstrim kemudian dilakukan uji asumsi
klasik kembali. Setelah dilakukan uji kembali didapati hasil bahwa data-data
memenuhi syarat uji asumsi klasik sehingga dapat dilakukan Uji F, koefisien
determinasi dan uji t. Hasil dari Uji F dapat disimpulkan bahwa model regresi
tidak fit. Secara simultan variabel independen yang. Hasil ini juga diperkuat
dengan hasil dari uji koefisien determinasi (R2) yang menunjukkan nilai 7.4%.
Hal itu berarti variabel dependen dipengaruhi oleh variabel lain diluar model
sebesar 92.6% sehingga model regresi tidak memiliki kemampuan yang baik
dalam menjelaskan variabel dependen.
Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara
individual terhadap variabel dependen. Hasil dari uji ini menunjukkan bahwa
Kepemilikan Instituisonal berpengaruh negatif terhadap audit report lag,
sedangkan Komite Audit dan Gender tidak berpengaruh terhadap audit report
lag. Berikut ini adalah pembahasan dari masing-masing variabel:
1. Kepemilikan Institusional Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Report
Lag
Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh
perusahaan atau institusi lain yang terdiri dari organisasi keuangan,
perusahaan asuransi dan dana pensiun, perusahaan dana kuliah, bank
komersial, reksadana dan perusahaan manajemen asset bank (Al-Malkawi
et

al.,

2012).

Kepemilikan

institusional

diukur

dengan

cara

membandingkan jumlah saham yang dimiliki oleh institusi dengan jumlah
saham yang beredar. Dari hasil olah data dengan SPSS 21 ditarik

111

kesimpulan bahwa H1 diterima yang berarti kepemilikan institusional
berpengaruh negatif terhadap audit report lag.
Sesuai dengan hipotesis bahwa investor institusional mengawasi
manajemen perusahaan dan mendorong pengawasan yang lebih optimal
dengan tujuan agar kemakmuran pemegang saham terjamin (Suparsada
and Putri, 2017). Investor intitusional membutuhkan laporan keuangan
sebagai alat pengambil keputusan dan sebagai alat untuk memonitor
tindakan manajer. Investor melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) akan mendukung keberadaan manajemen yang berupaya
menunjukkan informasi dan keadaan perusahaan, sehingga investor
menuntut agar manajer segera mempublikasikan laporan keuangannya
secara tepat waktu. Selain itu perusahaan juga memiliki kewajiban kepada
investor untuk segera mempublikasikan lapoan keuangannya secara tepat
waktu sesuai dengan Pedoman Umum Good Corporate Governance tahun
2006. Sehingga semakin tinggi kepemilikan intitusional maka audit report
lag akan semakin cepat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Suparsada dan Putri (2017) namun tidak sejalan dengan penelitian Alfraih
(2016)

yang

menyatakan

bahwa

kepemilikan

institusional

tidak

mempengaruhi lama atau cepatnya audit report lag.
2. Komite Audit Tidak Berpengaruh Terhadap Audit Report Lag
Komite audit menurut Peraturan Jasa Keuangan Nomor 55
/POJK.04/2015 Tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab

112

kepada dewan komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi
dewan komisaris. Komite audit diukur dengan menghitung jumlah dewan
komite audit dalam suatu perusahaan. Menurut Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Tias dan Triani (2014) menyebutkan bahwa semakin
banyak perusahaan yang mempunyai komite audit maka diduga
perusahaan tersebut mempunyai sistem pengendalian internal yang baik
sehingga dapat memudahkan auditor dalam proses audit atas laporan
keuangan klien. Namun menurut hasil olah data SPSS 21 ditarik
kesimpulan bahwa H2 ditolak yang berarti komite audit tidak berpengaruh
terhadap audit report lag. Menurut data yang ada sebagian besar
perusahaan pertambangan memiliki komite audit berjumlah 3 – 4 orang,
meskipun terdapat satu perusahaan yang memiliki jumlah komite audit
sebanyak tujuh orang yaitu Malaysia Smelting Berhad, tetapi jangka waktu
perusahaan tersebut menyampaikan laporan keuangan selama 77 hari.
Sedangkan perusahaan lain yaitu PT. Central Omega Resources Tbk.
hanya memiliki tiga orang komite audit namun dapat menyampaikan
laporan keuangannya dalam jangka waktu 76 hari setelah tutup buku.
Komite audit tidak memiliki pengaruh diduga karena setiap negara
sudah memiliki piagam komite audit yang telah mengatur tugas komite
audit. Secara umum tugas komite audit adalah memastikan bahwa laporan
keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum dan memastikan bahwa struktur pengendalian internal
perusahaan dilaksanakan dengan baik, sehingga baik sedikit atau

113

banyaknya komite audit, para anggota komite audit hanyalah menjalankan
tugas yang memiliki tujuan seperti yang tertera pada piagam komite audit.
Selain itu, jika dilihat dari laporan tahunan perusahaan yang diteliti,
komite audit memiliki varian jumlah pertemuan yang berbeda. PT. Central
Omega Resources Tbk. yang memiliki tiga orang komite audit, melakukan
pertemuan sebanyak 8 kali selama satu periode pelaporan keuangan
dengan tingkat kehadiran setiap anggotanya sebesar 100%. Sedangkan
Malaysia Smelting Berhad yang memiliki tujuh orang komite audit,
melakukan pertemuan sebanyak 5 kali, namun tiga orang diantaranya
mengahadiri rapat sebanyak 3 kali, satu orang menghadiri rapat 2 kali, satu
orang mengahadiri rapat sebanyak 4 kali dengan kata lain tidak ada
anggota komite audit yang mengahdiri rapat sebanyak 5 kali. Komite audit
melakukan rapat untuk membahas bila ditemukan masalah dalam
penyusunan laporan keuangan, sehingga semakin banyak pertemuan
dilakukan dan seluruh anggota selalu mengahadiri rapat tersebut, maka
permasalahan dalam penyusunan laporan keuangan dapat segera diatasi
dan laporan keuangan dapat diselesaikan dengan cepat serta laporan
keuangan cenderung benar. Namun jika perusahaan memiliki jumlah
anggota komite audit yang banyak sedangkan frekuensi rapat jarang dan
tidak dihadiri oleh anggota seluruhnya, maka permasalahan dalam
penyusunan laporan keuangan tidak segera terselesaikan dan penyusunan
laporan keuangan menjadi lama. Sehingga diduga ada faktor lain dalam
komite audit selain jumlah anggota yang mampu mempengaruhi audit

114

report lag. Hasil penelitian ini sejalan dengan Nelson dan Shukeri (2011)
dan Tias dan Triani (2014). Namun hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ika dan Ghazali (2012) dan Rianti
dan Sari (2014).
3. Gender Tidak Berpengaruh Terhadap Audit Report Lag
Menurut Jamilah (2007), gender adalah suatu konsep yang
membedakan sudut pandang perilaku dan emosional antara laki-laki dan
perempuan. Gender diproksikan dengan gender CEO dan gender ketua
komite audit. Gender diukur menggunakan variabel dummy dimana 0
untuk gender laki-laki dan 1 untuk gender perempuan. Menurut Harjoto et
al. (2015) perempuan yang bertindak sebagai ketua komite audit
menginginkan jasa asurans yang lebih besar karena mereka cenderung
berfokus pada reputasi. Permintaan yang besar terhadap jasa asurans akan
mengurangi kesalahan dan ketidakbenaran pada akuntansi. Selain itu, jika
CEO suatu perusahaan dipimpin oleh seorang perempuan, dapat
mengurangi

ketidaktepatan

waktuan

dalam

penyampaian

laporan

keuangan karena perempuan lebih sensitif terhadap tekanan pasar dan
pemilik saham yang menginginkan laporan keuangan disajikan dengan
tepat waktu.
Hasil olah data menggunakan SPSS 21 ditarik kesimpulan bahwa H3
ditolak yang berarti baik gender CEO dan gender ketua komite audit tidak
berpengaruh terhadap audit report lag. Gender CEO tidak mempengaruhi
audit report lag diduga karena terdapat peraturan yang mengharuskan

115

perusahaan go public

menyampaikan laporan keuangan dalam jangka

waktu empat bulan setelah perusahaan tutup buku, sehingga baik CEO
perempuan maupun laki-laki akan menyampaikan laporan keuangan
sebelum jangka waktu tersebut karena sudah ada peraturan yang mengikat.
Selain itu dari sampel penelitian hanya terdapat satu perusahaan saja yang
dipimpin oleh CEO perempuan yaitu PT. Toba Bara Sejahtera Tbk.
sehingga tidak mencerminkan perbedaan yang signifikan antar perbedaan
gender. Sedangkan untuk gender ketua komite audit tidak berpengaruh
karena dari semua sampel penelitian selama periode penelitian memiliki
ketua komite audit laki-laki dan yang memiliki komite audit perempuan
hanya PT. Dian Swastika Sentosa Tbk. pada tahun 2013 saja, sehingga hal
tersebut kurang mencerminkan adanya perbedaan antara ketua komite
audit laki-laki dan perempuan.
4. Tidak Ada Perbedaan Rata-Rata Audit Report Lag di Indonesia, Malaysia
dan Singapura
Uji One Way-Anova digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan rata-rata pada dua populasi atau lebih. Sebelum melakukan uji
one way-anova, data-data yang diuji harus berdistribusi normal, data harus
homogeny, memiliki variansi yang sama dan sampel yang diuji harus
independen. Sebanyak 47 data yang diuji berdistribusi normal dan
homogen yang dapat dilihat dari uji normalitas dan uji heteroskedastisitas.
Ketiga negara memiliki variansi yang sama yang dapat dilihat dari Tabel
of Homogenity Variances. Sampel yang diuji juga merupakan sampel

116

independen sehingga semua syarat untuk melakukan uji One Way-Anova
telah terpenuhi. Dari hasil uji One Way-Anova dapat ditarik kesimpulan
bahwa H0 diterima yang berarti tidak ada perbedaan rata-rata audit report
lag antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Hal ini dibuktikan dengan
nilai mean audit report lag di Indonesia sebesar 85 hari dan 86 hari untuk
Malaysia dan Singapura.
Tidak adanya perbedaan rata-rata ketiga negara tersebut diduga karena
regulasi penyampaian laporan keuangan. Regulasi di Indonesia yaitu
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/Pojk.04/2016 tentang
Laporan Tahuna Perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik, regulasi di
Bursa Malaysia dalam Listing Requirement Bab 9.23 (a) dan regulasi di
Singapura dalam Listing Requirement Bursa Efek Singapura Bab 2 Nomor
707 tentang Laporan Tahunan sama-sama menetapkan bahwa perusahaan
yang go public harus menyampaikan laporan keuangannya maksimal
empat bulan setelah tutup tahun buku perusahaan. Jika perusahaanperusahaan yang telah go public menyampaikan laporan keuangannya
melebihi jangka waktu yang ditentukan, maka perusahaan tersebut
terancam akan dikeluarkan (delisting) dari papan Bursa Efek. Sehingga
perusahaan pertambangan di Indonesia, Singapura dan Malaysia akan
menyampaikan laporan keuangannya sebelum 120 hari setelah tutup tahun
buku.