Buku BUDIDAYA Shorea balangeran DI LAHAN GAMBUT compres

  Editor : Suryanto Tjuk Sasmito Hadi Endang Savitri

  Budidaya Shorea balangeran

  BUDIDAYA Shorea balangeran DI LAHAN GAMBUT Editor : Suryanto Tjuk Sasmito Hadi Endang Savitri

KEMENTERIAN KEHUTANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

BALAI PENELITIAN KEHUTANAN BANJARBARU

  

BUDIDAYA Shorea balangeran DI LAHAN GAMBUT

Editor: Suryanto Tjuk Sasmito Hadi Endang Savitri

  ISBN 978 602 17334 0 0 © Tim Penulis Cetakan Pertama, Desember 2012 Gambar Sampul Tegakan balangeran oleh Purwanto BS Penerbit Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. Ahmad Yani Km. 28,7 Landasan Ulin- Banjarbaru Kalimantan Selatan

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

Kata Sambutan

  Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) Burck.) adalah

salah satu jenis komersil yang dapat dikembangkan dalam usaha

budidaya tanaman penghasil kayu pertukangan di lahan rawa

gambut. Balangeran merupakan jenis asli rawa gambut yang

mempunyai pertumbuhan relatif lebih cepat dibanding jenis-jenis

tumbuhan rawa gambut lainnya yang pada umumnya lambat.

Penguasaan teknologi budidaya untuk jenis ini telah cukup

memadai, sementara itu, ketersediaan lahan rawa gambut di

Indonesia yang cukup besar menyebabkan peluang pengembang-

an usaha budidaya jenis ini menjadi cukup menjanjikan.

  Buku ini menyediakan paket IPTEK tentang berbagai hal

mengenai balangeran, mulai dari informasi pengetahuan tentang

botanis dan sifat dasar balangeran hingga, teknologi tentang

pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman

dan informasi hama penyakit dan strategi pemuliaan balangeran.

  Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih kepada

semua pihak yang selama ini telah membantu dalam penulisan dan

pembuatan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat dan menjadi

sumber pengetahuan serta inspirasi bagi yang memerlukannya

sehingga hutan rawa gambut tetap lestari dan meningkat

produktifitasnya.

  Desember 2012 Penulis

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

DAFTAR ISI

  KATA SAMBUTAN

  1. Mengenal Shorea balangeran .............................................1

  2. Perbenihan dan Pembibitan Balangeran ............................5 Rusmana

  3. Peningkatan Produktifitas Shorea balangeran di Persemaian melalui Pemupukan ..........................................................29 Tri Wira Yuwati

  4 Peningkatan Pertumbuhan Shorea balangeran di Persemaian dengan Aplikasi Mikoriza .................................................. 35 Tri Wira Yuwati

  5. Teknik Penanaman Balangeran .......................................... 41 Dony Rachmanadi

  6. Kondisi Lingkungan Tempat Tumbuh Balangeran di Hutan Rawa Gambut .................................................................... 55 Purwanto Budi Santosa dan Haryono Supriyono

  7. Pemeliharaan Tanaman Balangeran ................................... 66 Purwanto Budi Santosa

  8. Potensi Jenis-Jenis Hama dan Penyakit pada Tanaman Shorea balangeran ...........................................................76 Beny Rahmanto dan Abdul Kodir

  9 Strategi Pemuliaan Shorea balangeran untuk penghasil Kayu Pertukangan .............................................................90 Reni Setyo W, Rusmana, dan Budi Leksono

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

MENGENAL Shorea balangeran

  Balangeran merupakan jenis tanaman yang cukup potensial

untuk dikembangkan di hutan rawa gambut. Jenis tersebut

termasuk jenis pohon komersial dimana pada umumnya terdapat

secara berkelompok (Martawijata, et al., 1989).

  Dalam klasifikasi tumbuhan, balangeran (Shorea balangeran) di klasifikasikan sbb: Devisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Theales Famili : Dipterocarpaceae Genus : Shorea Species : Shorea balangeran

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  A. Sifat fisik Pohon Balangeran dapat tumbuh mencapai tinggi pohon

20-25 m, mempunyai batang bebas cabang 15 m, diameter dapat

mencapai 50 cm, biasanya tidak terdapat banir. Pohon balangeran

dewasa mempunyai kulit luar berwarna merah tua sampai hitam,

dengan tebal 1-3 cm, mempunyai alur dangkal, kulit tidak

mengelupas. Jika dilihat dari kayu terasnya berwarna coklat-merah

atau coklat tua, sedangkan kayu gubal berwarna putih kekuningan

atau merah muda, dengan kertebalan 2-5 cm. Tekstur kayunya

agak kasar sampai kasar dan merata. Kayunya mempunyai serat

lurus, jika diraba pada permukaan kayunya licin dan pada beberapa

tempat terasa lengket karena adanya damar.

  Kayu balangeran tergolong kelas kuat II dan mempunyai

berat jenis 0,86. Kayunya tidak mengalami penyusutan ketika

dikeringkan. Kayu balangeran termasuk ke dalam kelas awet III (I-III)

dan tahan terhadap jamur pelapuk. Kegunaan kayu balangeran

antara lain dapat dipakai untuk balok dan papan pada bangunan

perumahan, jembatan, lunas perahu, bantalan dan tiang listrik.

  B. Ekofisiologi balangeran Daerah persebaran jenis balangeran yaitu di Pulau Sumatera

dan Kalimantan. Persebaran di Sumatera terdapat di Sumatera

  

Selatan yaitu Bangka Belitung, sedangkan di Pulau Kalimatan

terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan

Tengah. Nama daerah balangeran di setiap daerah berbeda. Di

Kalimantan dikenal dengan nama belangiran, kahoi, kawi dan di

Sumatera dikenal dengan nama belangeran, belangir, melangir.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut Gambar 1. Persebaran Shorea balangeran di Indonesia

  Balangeran tumbuh tersebar pada hutan primer tropis basah

yang seaktu-waktu tergenang air, di daerah rawa atau di pinggir

sungai, pada tanah liat berpasir, tanah liat dengan tipe curah hujan

A-B pada ketingian 0-100 m dpl.

  Permudan alam terdapat bersama-sama dengan jenis lain

dalam hutan yang heterogen terutama dengan jenis keruing,

tembesu, bintangur, ramin. Balangeran seringkali tumbuh secara

berkelompok. Untuk permudaan buatan dapat dilakukan dengan

menanam bibit yang tingginya 30-50 cm dengan penanaman

di dalam jalur dengan lebar 2-3 m yang telah dibersihkan. Jarak

tanam 3 m dengan jarak antar jalur 5-6 m. Pada tanaman muda

memerlukan pemeliharaan selama 4-5 tahun. Ketika dewasa

memerlukan kondisi cahaya penuh, sehingga diperlukan

pemeliharaan dengan membuka ruang tumbuh (Hyne, 1987).

  Musim berbunga dan berbuah tidak terjadi setiap tahun.

Musim berbuah sangat dipengaruhi oleh keadaan setempat.

Biasanya buah masak seringkali bersamaan dengan famili

Dipterocarpaceae yaitu bulan Februari, April sampai Juni. Buah

balangeran tergolong cepat berkecambah, dan hanya dapat

disimpan selama 12 hari di dalam wadah yang diberi arang basah.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

Gambar 2. Penggunaan kayu balangeran untuk tiang dan papan jembatan di lahan

gambut

DAFTAR PUSTAKA

  

Hyne, K., 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Badan

Litbang Kehutanan

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K., dan S.A. Prawira, 1989.

  Atlas Kayu Indonesia . Jilid II. P 20-24

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

PERBENIHAN DAN PEMBIBITAN

Balangeran (Shorea balangeran)

  

Rusmana

  Peneliti pada BPK Banjarbaru

A. PERBENIHAN

1. Sumber benih

  Di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada kondisi saat ini, pohon balangeran yang baik dan bisa berbuah sudah mulai sulit ditemukan atau sudah langka. Musim berbuah balangeran tidak beraturan dan tidak setiap tahun berbuah. Musim buah jenis balangeran pada tahun 2011 jatuh pada Februari-April di daerah Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan Tengah. Pohon balangeran di daerah tersebut tumbuh mengelompok secara alami. Potensi produksi benih balangeran di daerah tersebut diperkirakan mencapai 800 - 1000 kg/ha dari jumlah pohon 99 batang/ha.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  Selain potensi produksi benih berupa biji (seeds), benih berupa anakan alam cukup banyak di daerah Mentangai tersebut. Berdasarkan hasil pendataan yang telah dilakukan pada November 2012, potensi pemanfaatan anakan alam balangeran di daerah Mentangai tersebut mencapai 780.000 - 2.410.000 anakan setiap musimnya. Oleh karena itu, BPK Banjarbaru akan menunjuk daerah tersebut sebagai sumber benih balangeran dan akan diusulkan untuk disertifikasi ke Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Wilayah Kalimantan, sebagai tegakan benih pada level Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT), bekerjasama dengan pemilik lahan Bapak Rakhman Aspar. Kondisi tegakan balangeran sebagai sumber benih di daerah Mentangai disampaikan dalam gambar berikut.

  

Gambar 1. Pohon balangeran di daerah Mentangai Kalimantan Tengah

sebagai sumber benih (Dok. Rusmana dan team, 2012)

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

Gambar 2. Anakan alam balangeran di sekitar pohon induknya di daerah

Mentangai, Kalimantan Tengah dengan tinggi antara 10-25 cm sebagai sumber benih cabutan anakan alam. (Dok. Rusmana dan team, 2012)

2. Karakter benih

  Benih balangeran bersifat rekalsitran sehingga benihnya (bijinya) tidak bisa disimpan dalam waktu lama seperti halnya benih-benih dari famili leguminocaea yang bersifat ortodok. Oleh karena itu, jika memperoleh benih balangeran sebaiknya benih langsung disemai pada bedengan atau polibag dan disimpan dalam bentuk bibit, bukan disimpan dalam bentuk benih (seeds).

  Jumlah benih balangeran dalam satuan berat berkisar antara 3.500-4.000 butir/kg tanpa sayap. Ilustrasi benih balangeran disampaikan dalam Gambar 3.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

Gambar 3. Buah balangeran yang masih menempel pada cabang atau

ranting pohonnya. (Foto : Turjaman, 2000)

3. Sumber bahan stek (benih vegetatif)

  Mengingat benih balangeran tidak bisa diperoleh setiap tahun karena musim berbuahnya tidak beraturan, maka pembangunan sumber benih bisa dilakukan dengan cara membangun kebun pangkasan. Kebun pangkasan dibangun dengan 3 (tiga) cara, yaitu: 1) kebun pangkasan langsung di lahan membentuk bedengan, 2) kebun pangkasan bergulir dalam polibag berukuran 12/25 cm, dan 3) kebun pangkasan dalam polibag besar berukuran 20/35 cm.

  Dengan tersedianya kebun pangkasan diharapkan kendala untuk memperoleh benih (biji) setiap tahun sebagai bahan utama produksi bibit dapat teratasi, karena pohon balangeran tidak setiap tahun berbuah. Kebun pangkasan tersebut merupakan sumber benih vegetatif sebagai bahan stek pada kegiatan pembuatan bibit dengan cara stek (pembiakan tanaman cara vegetatif makro).

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  BPK Banjarbaru sejak tahuan 2004 telah membangun kebun pangkasan balangeran bentuk bedengan sebagai sumber benih vegetatif (bahan stek) sebanyak 200 stock plant. Produktifitas bahan stek dari populasi tersebut mencapai 4.000 stek dalam satu fase (4 bulan). Sehingga dalam satu tahun diperoleh bahan stek 12.000 stek (benih vegetatif) untuk kegiatan penelitian.

  Pembangunan kebun pangkasan perlu dikembangkan oleh para penangkar bibit atau instansi terkait seperti Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dan perusahaan swasta maupun BUMN agar ketersediaan benih setiap tahun tersedia dan tidak begantung pada ketersediaan benih generatif (biji). Salah satu kebun pangkasan balangeran di BPK Banjarbaru sebagai sumber benih vegetatif disajikan dalam Gambar 4.

B. PEMBUATAN BIBIT

1. Pengadaan benih

  Telah disampaikan sebelumnnya bahwa balangeran (Shorea

  

balangeran) musim berbuahnya tidak beraturan, sehingga benihnya

  tidak tersedia setiap tahun. Berdasarkan pengamatan di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, musim berbuah masak jenis balangeran jatuh pada bulan Februari - April. Tahun 2011 untuk jenis belangeran terjadi panen raya antara Februari - April di kedua daerah tersebut.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

Gambar 4. Kebun pangkasan balangeran sebagai sumber benih vegetatif

(bahan stek) untuk mendukung ketersediaan bibit dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan di rawa

  Pengadaan benih balangeran bisa dilakukan melalui pemesanan kepada penjual benih. Namun jika akan mengunduh buah sendiri dari pohon induknya langsung ada beberapa tahapan yang harus diikuti, yaitu :

  · Survei pohon induk balangeran yang berbuah di alam atau tanaman di beberapa tempat. · Pengunduhan benih dipilih buah yang telah masak fisiologis dengan cara dipanjat dan memetik buahnya dengan galah berkait atau mengumpulkan buahnya yang jatuh ke tanah sampai lebih dari radius 25 m dari pohon induknya. · Pengangkutan buah/biji hasil panen dari lapangan sebaiknya menggunakan wadah karung yang tidak rapat (sarang) seperti

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  untuk wadah bawang merah. Wadah buah/biji menggunakan kardus. Sebaiknya kardus diberi/dibuat lubang-lubang kecil untuk sirkulasi udara agar selama dalam pengangkutan tidak mengalami suhu dan kelembaban yang terlampau tinggi dalam wadah. Jika terlampau panas dan lembab dalam wadah dalam waktu lama (> 24 jam), benih banyak yang membusuk atau berkecambah dengan akar melingkar (jika panjang akar lebih 1cm) yang menyulitkan penyapihan.

  · Setelah sampai di persemaian, benih dihampar dalam kondisi suhu kamar (jangan dalam wadah). · Kemudian benih diekstraksi dengan cara memotong sayap buah menggunakan gunting atau tangan. · Lakukan seleksi biji agar diperoleh biji yang baik (bernas) dan membuang segala macam kotoran-kotorannya (seresah buah, ranting dll.). · Benih balangeran tidak bisa disimpan lama karena termasuk benih rekalsitran, sehingga benih harus segera disemaikan.

2. Penaburan benih

  Secara praktis, tahapan kegiatan penaburan disampaikan sebagai berikut : · Bila benih sudah tersedia, segera ditabur/ disemaikan karena tidak bisa disimpan lama. · Penaburan benih dilakukan pada bedeng tabur, bak-bak tabur atau langsung disemai dalam polibag atau pot dengan cara

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  biji dimasuk- kan 2/3 bagiannya ke dalam media dengan posisi vertikal dimana calon keluarnya radikula berada di posisi bawah dan bekas tangkai buah berada di atas. · Media tabur menggunakan pasir (tanpa campuran media lain) atau menggunakan media tanah dicampur sekam padi dengan komposisi 1 : 1 (berdasarkan volume). · Tempat penyemaian harus di tempat yang bernaung dengan intensitas naungan 70%, kelembaban > 85% dan suhu udara 320 C - 350 C. Seperti dalam kondisi greenhouse/ rumah kaca atau bedengan-bedengan dalam sungkup plastik di bawah naungan 70%. · Taburan benih disiram air bersih dengan frekuensi 2 (dua) kali sehari atau secukupnya sesuai kondisi cuaca.

  · Perlu dilakukan pencegahan hama atau penyakit dari golongan insekta dan fungi/jamur dengan cara disemprot insektisida atau fungisida (konsentrasi 5-10 g/l air) setiap 2 minggu sekali sampai benih siap sapih.

3. Penyapihan kecambah

  Penyapihan kecambah balangeran dilakukan pada saat kotiledon mulai terangkat dari media dan paling lambat kecambah telah memiliki dua pasang daun dan kotiledon belum hilang. Secara garis besar, tahapan penyapihan disampaikan sebagai beikut :

  · Polibag atau pot yang telah berisi media disiram air bersih kemudian dibuat lubang di tengah-tengahnya menggunakan stik kayu.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  · Cabut kecambah dengan tegak lurus ke atas, potong akarnya jika terlalu panjang hingga akar tersisa 5 - 8 cm · Masukkan bagian akar kedalam lubang media yang telah dibuat, kemudian padatkan media sekitarnya ke arah akar secara hati-hati. Pastikan bahwa media cukup rapat kontak dengan akar agar kecambah yang baru disapih tumbuh tegak dan tidak goyang. · Hasil sapihan berjumlah maksimal 1.000 semai segera siram dengan air bersih agar media dengan akar terjadi kontak yang baik. · Ilustrasi penyapihan disampaikan dalam Gambar 5.

  Keterangan : a. Kecambah, b. Kecambah dipotong akarnya sebagian,

c. Polibag bagian tengahnya dilubangi dengan stik kayu dan d. Sapihan kecambah.

  

Gambar 5. Ilustrasi penyapihan kecambah balangeran dengan menggunakan

wadah pertumbuhan polibag. Ukuran polibag yang digunakan minimal berukuran 8/12 (diameter/tinggi polibag).

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

C. PEMBUATAN BIBIT CARA STEK (CUTTING)

  Balangeran dapat dibiakkan dengan cara stek. Bagian tanaman yang baik untuk dijadikan stek adalah tunas ortotrop dari trubusan kebun pangkasan, anakan alam atau bibit berumur muda (berumur 7 -12 bulan), dengan mengambil bahan stek dari bagian batang hingga pucuknya (Hartman et al., (1990); Yasman dan Leppe (1988); Leppe, D. (1995))

  Perbanyakan tanaman dengan cara stek dapat dilakukan secara persemaian modern misalnya dengan metode KOFFCO (Komatsu Forda Fog Cooling). Sistem persemaian metode KOFFCO merupakan metode yang dikembangkan dalam rangka kerjasama antara pemerintah Jepang (Poyek Komatsu Ltd.) dengan Badan Litbang Kehutanan. Persemaian metode KOFFCO memanipulasi kondisi lingkungan dengan pengaturan yang dilakukan secara otomatis terhadap temperatur / suhu dan kelembaban udara. Penyemaian stek dilakukan dalam boks propagasi khusus berukuran sekitar 40 x 70 cm dan tinggi 30 cm. Untuk mengontrol kondisi kelembaban agar selalu tinggi, dilakukan pengkabutan air (dengan alat nozel atau air cool) yang dipasang dalam rumah kaca (greenhouse) sehingga kondisi temperatur dalam boks propagasi rendah (< 320 C) dan kelembaban udara tinggi (> 90%) meskipun pada saat tengah hari.

  Berikut ini adalah teknik perbanyakan vegetatif cara stek untuk jenis balangeran menggunakan sistem persemaian konvensional dan sistem persemaian metode KOFFCO:

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

a. Media tumbuh stek

  Penggunaan media harus bebas dari hama dan penyakit (patogen). Agar media bebas dari patogen yang mengakibatkan stek busuk sebelum berakar, media perlu dijemur (disolarisasi) atau disterilisasi terlebih dahulu (Yasman dan Leppe, 1989). Dapat juga media di-steam untuk bahan yang ringan seperti cocopeat (Subiakto dan Sakai, 2007).

  Beberapa jenis media yang dapat digunakan sebagai media tumbuh stek dan mudah dicari di wilayah Jawa dan Kalimantan serta Sumatera antara lain (Supriadi dan vallii (1988); Yasman dan Leppe (1989); Sagala dan Rusmana (1988); Subiakto dan Sakai (2007); Rusmana (2011); Hartman dan Kester (1983); Mac Donal (1980)) :

  1) Campuran serbuk kulit kelapa (Cocopeat atau cocodust) dengan sekam padi (2 : 1), 2) Kompos serbuk gergaji (Sawdust) dicampur tanah lapisan atas

  (2 : 1), 3) Campuran gambut dengan sekam padi (70% : 30%), 4) Pasir sungai atau pasir kuarsa dengan kekasaran dominan

  0,5- 1,0 mm, 5) Arang sekam padi murni atau dicampur dengan bahan lain, dan 6) Pasir dicampur dengan serbuk arang aktif.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  Media yang cocok untuk penumbuhan akar stek balangeran adalah media pasir sungai murni dan cocopeat + sekam padi (2:1), (Rusmana et.al., 2004). Setelah stek berakar, kemudian dipindah pada wadah pertumbuhan (polibag atau pot-tryas) dengan menggunakan media campuran gambut dengan sekam padi (70% : 30%) atau media campuran topsoil dengan sekam padi dengan perbandingan volume 1:1 (v/v).

b. Pemilihan bahan stek

  Bahan stek balangeran yang baik adalah yang diambil dari bagian pucuknya yang masih dorman (resting) yang tumbuh ortotrop (tegak) dan jangan mengambil bahan stek pucuk yang masih tumbuh menggelora (flushing) dan tumbuh plagiotrop (Hartman dan Kester, 1983). Seperti diilustrasikan dalam Gambar 6 menunjukkan bahwa stek pucuk balangeran yang sedang masa resting dan flusing. Stok tanaman untuk bahan stek umurnya jangan yang tua (lebih dari 2 tahun) karena sulit tumbuh akarnya tetapi harus yang muda (asal bibit dari biji berumur 6 bulan- 2 tahun) karena stek akan mudah tumbuh akarnya (Leppe dan Smith (1989); Omon (2007)).

  Untuk memperoleh bahan stek bisa dibangun kebun pangkasan dekat sekitar lokasi persemaian (Yasman dan Leppe, 1989). Bisa juga dibangun kebun pangkasan pola bergulir (Subiakto dan Sakai, 2007). Skema yang dikembangkan di Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi oleh Subiakto dan Sakai (2007) tentang metode kebun pangkas bergulir pada jenis meranti (Shorea spp.) dapat diadopsi untuk jenis balangeran jika benih berupa biji tidak tersedia. Metode kebun pangkasan bergulir disajikan pada Gambar

  7.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

Gambar 6. Contoh fase pertumbuhan bahan stek dan tunas orthotrop dan

plagiotrop (Sumber : Setyowahyuningtyas dan Rusmana,2005;

  Sakai dan Subiakto, 2007)

Gambar 7. Pola rotasi pengambilan bahan stek pada sistem kebun

pangkasan bergulir (Sumber: Subiakto dan Sakai, 2007).

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  Keunggulan kebun pangkasan bergulir adalah (Subiakto dan Sakai,2007) :

  1) Tidak memerlukan kebun pangkas khusus yang memerlukan tempat lebih luas 2) Produktifitas per satuan luas tinggi (tergantung jenis) 3) Menjamin bahan stek tunas juvenil 4) Setelah dipangkas, bibit bisa ditanam ke lapangan 5) Mengurangi biaya operasional

c. Pengambilan dan penyemaian stek

  Pengambilan bahan stek bisa dilakukan dari kebun pangkasan. Kebun pangkasan ada dua macam, yaitu sistem bergulir dan sistem permanen. Sistem bergulir tidak memerlukan tempat kebun pangkasan khusus karena tanaman donornya tetap dalam polibag atau pot yang pada suatu waktu setelah diambil pucuknya bisa ditanam di lapangan. Sedangkan kebun pangkasan permanen memerlukan tempat khusus dan donornya ditanam dalam bedengan dan biasanya jika persentase pertumbuhan akar steknya sudah rendah (< 30%), karena umur kebun pangkasannya (tanaman donor) sudah lebih dari 2 tahun, maka kebun pangkasannya dimusnahkan dan diganti dengan yang baru atau bisa juga ditanam di lapangan dengan cara “putaran”.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  Tahapan pengambilan dan penyemaian stek secara ringkas adalah sebagai berikut : · persiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan seperti

  : gunting stek atau sejenisnya, ember plastik, hormon perangsang akar “rootone F” atau sejenisnya dll, · ember plastik diisi dengan air bersih secukupnya (1/2 nya), · stek diambil dari pohon induk atau stock plant yang baik,yang diambil adalah pucuk atau bagian tunas orthotrop, · panjang stek dibuat sekitar 10 - 15 cm, · daun pada stek dibuang dan disisakan 2-3 helai dan dipotong

  ½ nya, · stek kemudian dimasukkan dalam ember plastik berisi air dan diusahakan bagian pangkalnya terendam air, · stek lalu disemai pada polibag atau media yang telah disediakan sebelumnya di rumah kaca dalam boks propagasi

  (metode KOFFCO) atau pada polibag atau bedengan dalam sungkup plastik (metode konvensional), · stek sebelum disemai terlebih dahulu diberi hormon perangsang akar (Rootone F atau sejenisnya), · buat lubang semai pada media dengan menggunakan stik kayu yang bersih agar pada saat penancapan/penyemaian stek, hormon perangsang akar dan bagian pangkal stek tidak rusak kena gesekan media,

  · kemudian stek disemaikan sedalam 1/3 panjang stek, lalu padatkan media kearah bagian stek yang tertanam dalam media,

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  · siramlah semaian stek dengan air secukupnya agar terjadi kontak yang baik antara stek yang ditanam dengan media tumbuhnya,

  · tutuplah boks propagasi atau sungkup plastik dengan rapat sehingga sirkulasi udara dalam boks propagasi/sungkup plastik dengan di luar boks propagasi/sungkup plastik tidak terjadi,

  · stek dipelihara dengan cara menjaga agar temperatur udara tidak melebihi 320 C dan kelembaban udara tidak kurang dari 90%. Hal tersebut dilakukan dengan cara penyiraman pada stek di dalam boks propagasi atau sungkup plastik sampai stek berakar seluruhnya (16 minggu), dan

  · hindari penyiraman terlalu basah dan bibit kekeringan karena akan mengakibatkan stek mati.

  Persentase stek berakar dan persen balangeran jadi bibit 75%. Berikut data hasil penelitian beberapa jenis rawa gambut dengan metode KOFFCO di BPK Banjarbaru (Tabel 1).

  Tabel 1. Rata-rata tingkat keberhasilan perbanyakan vegetatif tanaman dengan cara stek pucuk (shoot cutting) di persemaian metode KOFFCO BPK Banjarbaru

  Keberhasilan stek Jumlah Bibit No. Jenis Sumber

  

Stek Mulai

stek stek

berakar berakar

jadi

1. Belangeran 300 75,3% 11-16 75,3% Rusmana

  et. al., 2005 minggu

  2. Kapur naga 100 80 % 11-13 70,0% Rusmana et. al., 2005 minggu

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

d. Pemeliharaan bibit

  Tahapan pemeliharaan bibit stek atau asal biji secara garis besar adalah sebagai berikut : 1) Penyiraman

  Penyiraman bibit bertujuan untuk memberikan kebutuhan tanaman akan air agar tidak terjadi kekurangan air dalam proses pertumbuhannya. Penyiraman dilakukan 2-3 kali sehari atau sesuai kondisi cuaca.

  2) Pemupukan Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga bibit tumbuh dengan normal. Jenis pupuk yang digunakan sebaiknya jenis pupuk lengkap seperti NPK. Dosis pupuk yang diberikan disesuaikan dengan umur bibit, artinya bibit makin bertambah umurnya, dosis pupuknya pun makin bertambah. Besarnya dosis pupuk khusus untuk jenis Pantung belum diketahui. Namun dengan dosis pupuk NPK sebesar 10 -15 g/m 2 yang diberikan dalam bentuk larutan (konsentrasi larutan 20 g/10 liter air bersih) dengan frekuensi 2 kali/minggu menunjukkan respon pertumbuhan bibit Pantung cukup baik.

  Cara pemupukan dengan sistem larutan tersebut di atas perlu dilakukan dengan 2 tahap, yaitu pemberian pupuk dengan cara disiramkan menggunakan gembor atau embrat dan setelah itu disiram atau dibilas dengan air bersih agar cairan pupuk yang menempel di daun bibit tercuci dan tidak lengket di daun. Bila tidak dilakukan pencucian atau pembilasan dengan air bersih tersebut sering terjadi daun bibit balangeran atau pantung klorosis akibat kandungan nitrogen yang menempel di daun tidak hilang.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  3) Pengendalian gulma Pengendalian gulma dilakukan apabila gulma telah tumbuh dalam bedengan-bedengan di persemaian. Untuk mempermudah pelaksanaan, pemberantasan atau pengendalian gulma dapat dilakukan sekali setiap bulan. Pemberantasan gulma bisa dilakukan dengan cara manual yaitu gulma-gulma pengganggu dicabut atau dibersihkan dengan alat cangkul hingga bersih. Namun bisa juga pemberantasan/ pengendalian gulma dilakukan dengan cara kimiawi yaitu dengan cara disemprot dengan herbisida seperti roundup (sistemik), gramoxon (non sistemik) atau sejenisnya. Pengendalian gulma dengan cara biologis di Indonesia jarang dan belum pernah dilakukan untuk sekala besar.

  Pengendalian gulma bertujuan untuk menghindari persaingan pengambilan unsur hara dalam tanah atau pot yang tumbuh bersamaan dengan bibit. Selain itu bertujuan untuk menghindari tempat bersarangnya hama atau penyakit yang akan merugikan atau merusak pertumbuhan bibit. Selain itu, pengendalian gulma untuk menambah nilai estetika suatu persemaian, karena jika persemaian terlihat bersih ada kesan persemaian tersebut dikelola dengan baik.

  4) Pemangkasan akar Pemangkasan akar dilakukan setiap bulan sekali. Pemangkasan akar bibit terakhir dilakukan yaitu pada saat 2 minggu sebelum bibit diseleksi dan dipak untuk diangkut ke lokasi penanaman.

  Pemangkasan akar ditujukan terhadap akar-akar bibit yang keluar dari polibag/potnya. Pemangkasan akar bertujuan untuk menghindari pertumbuhan akar-akar bibit menembus ke dalam tanah di luar pot yang akan mengakibatkan pertumbuhan bibit tak terkendali dan menyebabkan kerusakan bibit pada saat bibit akan diangkut ke lokasi penanaman. Pemangkasan akar dapat dilakukan

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  bersamaan dengan pengendalian gulma dan sekaligus menyeleksi bibit-bibit yang mati dalam polibag/pot. 5) Seleksi dan pengepak an bibit siap tanam

  Kegiatan seleksi dan pengepakan bibit merupakan kegiatan akhir persemaian dari suatu proses produksi bibit. Seleksi bibit siap tanam bertujuan untuk (Supriadi dan Valii (1988); Sagala (1988); Tampubolon dan Rusmana (1998); Santosa dan Yuwati (2004); Rusmana (2011)) :

  1) Memilih bibit yang baik dan memenuhi syarat untuk ditanam di lapangan. 2) Menjaga bibit yang dibawa keluar dari persemaian tetap terjaga kualitasnya. 3) Meningkatkan ketahanan bibit dalam pengangkutan sehingga diharapkan bibit setelah ditanam di lapangan

  (lokasi tanam) daya hidupnya (survival) tinggi (> 90%) dan tidak mengalami stres yang panjang (bibit tokcer). Kriteria bibit siap tanam (secara umum) adalah sebagai berikut :

  1) Bibit kondisinya sehat. 2) Batang lurus dan percabangan normal atau belum bercabang.

  3) Tinggi bibit minimal 30 cm dan diameter batang minimal 3,0 mm dan tampak kokoh artinya tinggi dengan diameter batangnya seimbang ( 10 : 1) kecuali bibit yang ditanam di daerah dengan ketergenangan air cukup dalam, tinggi bibit harus lebih tinggi dari muka air pada saat banjir agar bibit tidak terendam total oleh air.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  4) Memiliki kekompakan akar dengan media (rootball

  compacknes) yang kompak (tidak pecah atau hancur

  medianya tetapi membentuk satu gumpalan yang kompak antara akar dengan medianya). Kelas kekompakan media dibagi 4 kelas seperti disajikan pada Tabel 2. 5) Jumlah daun minimal 8 helai atau 50% - 70% dari total tinggi bibit ditempati daun (tergantung jenis).

  Seleksi dan pengujian bibit siap tanam dilakukan dengan cara mengambil sampel (contoh bibit) yang telah cukup umurnya dari bedengan-bedengan di persemaian. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan sistematis yang diawali dengan cara acak (systematic random sampling with start). Tabel 2. Kriteria kelas kekompakan media

  Kelas Uraian/pengertian Keterangan kekompakan media

  Bila bibit dicabut dari potnya/ Utuh polybag, media dan akar membentuk gumpalan yang kompak, padat dan Pilihan utama utuh 100% Bila bibit dicabut dari potnya/

  Retak polybag, terdapat bagian media yang retak dan media yang terikat/ Pilihan kedua menempel pada akar bibit > 70%.

  Bila bibit dicabut dari potnya/ Belum siap Patah polybag, terdapat bagian media yang tanam dan perlu retak dan patah mengelilingi media pemeliharaan lagi di terbelah dua media yang menempel persemaian pada akar 50% - 70%. Bila bibit dicabut dari potnya/ Belum siap Lepas polybag, terdapat bagian media yang tanam dan perlu menempel pada akar < 30%. pemeliharaan lagi di persemaian Sumber :Supriadi dan Valli, (1988).

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

D. PENUTUP

  Untuk memproduksi bibit balangeran dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif (stek). Benih harus diambil dari pohon induk yang baik secara fenotipenya (lebih diharapkan sampai tingkat genetiknya) cukup baik agar diperoleh benih yang berkualitas. Untuk mendukung pembuatan bibit secara vegetatif (stek pucuk) perlu dibangun kebun pangkasan agar suatu persemaian bisa melakukan produksi bibit balangeran tanpa bergantung terhadap ketersediaan biji.

  Kondisi pohon induk balangeran saat ini di hutan alam sudah terancam keberadaannya karena banyak ditebang dan dimanfaatkan (diperjualbelikan) kayunya, konversi lahan untuk kepentingan lain seperti perkebunan atau pertanian, perluasan wilayah pemukiman dan pemanenan benihnya dengan cara menebang pohon induk oleh sekelompok pedagang benih. Oleh karena itu, pembangunan tegakan benih balangeran sebagai sumber benih perlu segera dibangun untuk penyediaaan sumber benih pada masa yang akan datang untuk keperluan produksi bibit dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan rawa gambut terdegradasi.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut DAFTAR PUSTAKA

  Hartmann, H.T., Kester, D.E. and Davies, F.T.1990. Plant Propagation. Principles and Practises. Fifth Edition.

  Prentice-Hall International Editions, London Lazuardi, D., Rusmana, Pribadi, A. dan Supriadi. 2003. Standardisasi mutu bibit. Laporan hasil kegiatan penelitian. Balai

  Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur. Lemmens, R.H.M.J; Soerianegara, I dan Wong, W.C 1995.

  Timber Trees : Minor Commercial Timbers. Plant Reseources of South-East Asia. Prosea. No. 5(2). P. 225 - 230. Leppe, D. 1995. Sistem stek Dipterocarpaceae. Lingkaran

  Informasi Hutan Tropika Basah. Kalimantan, No. 001-026 (001, Juni 1993). Balai Penelitian Kehutanan Samarinda. Martawijaya, A., Kartasujana,I., Mondang, Y.I., Prawira, S.A., Kadir,

  K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid I dan II. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

  Rusmana, 2005. Teknik pembuatan bibit sistem KOFFCO. Materi Alih Teknologi Persemaian Sistem KOFFCO. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.

  Rusmana dan Lazuardi,2004. Standardisasi Mutu Bibit. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  Rusmana, 2007. Teknik pembuatan bibit beberapa jenis hutan rawa gambut. Materi Pelatihan Agroforestry Kerjasama antara BPK Banjarbaru dengan CARE Kalimantan Tengah. Rusmana, 2007. Teknik Produksi Bibit Tanaman Kehutanan.

  Materi Pelatihan Persemaian di Dishutbun Kabupaten Banjar

  Rusmana, 2008. Teknik Pembuatan bibit beberapa jenis hutan rawa gambut. Materi Pelatihan Petani Wilayah Kalimantan Tengah. Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah.

  Rusmana 2011. Teknik pembiakan vegetatif jenis balangeran untuk material tegakan. Galam. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Sagala, APS. 1988. Persemaian permanen di beberapa tempat.

  Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru. Publikasi No. 28 Supriadi, G dan Valli, 1988. manual Persemaian ATA-267. Mechanized Nursery and Plantation Project in South Kalimantan (Indonesia - Finland). Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru. Sakai, Ch. dan subiakto, A. 2005. Teknik Propagasi massal Dipterokarpaceae dengan KOFFCO system.

  Materi Alih Teknologi Persemaian Sistem KO F F C O. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.

  Sakai, Ch. dan subiakto, A. 2007. Komar E.T. Pratomo, S.F dan Siswandoyo, M. Pedoman Pembuatan Stek Jenis-Jenis

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  Dipterokarpa dengan KOFFCO Sistem. Kerjasama antara Badan Litbang Kehutanan - Komatsu - JICA. Santosa, P.B dan Yuwati, T.W. 2004. Seleksi dan pengepakan bibit.

  Materi Alih Teknologi Persemaian istem KOFFCO. Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur. Tampubolon dan Rusmana, 1998. Hubungan Morfologi Benih dan Semai Jenis HTI terhadap Mutu Bibit serta Upaya

  Menghasilkan Bibit Bermutu Tinggi. Prosiding Ekspose Hasil Litbang BTR Banjarbaru. h. 107 - 129.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BALANGERAN

DI PERSEMAIAN MELALUI PEMUPUKAN

  

Tri Wira Yuwati

  Peneliti pada BPK Banjarbaru

1. Unsur-unsur hara yang berperan bagi pertumbuhan tanaman

  Nelson dan Tisdale (1965) menyatakan bahwa tidak semua unsur hara yang diserap oleh tanaman memiliki peran dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Arnon (1950) menyatakan bahwa suatu unsur hara dikatakan esensial bagi pertumbuhan tanaman harus memenuhi tiga kriteria, yaitu: 1) tanpa atau kekurangan suplai unsur tersebut tidak memungkinkan tanaman untuk melengkapi tahapan vegetatif atau reproduktifnya, 2) gejala defisiensi unsur tersebut pada tanaman, bisa dicegah atau disembuhkan hanya dengan memberikan unsur tersebut pada tanaman, dan 3) unsur tersebut terlibat langsung dalam siklus nutrisi tanaman.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman (Mengel dan Kirkby (1978); Kramer dan Kozlowski (1979)). Unsur N yang dapat diserap oleh tanaman berada

  • ) dan ammonium dalam dua bentuk ion N yaitu nitrat (NO3 (NH +). N berperan dalam pembentukan protein dan molekul klorofil. Dalam pertumbuhan tanaman, unsur N berperan dalam pertumbuhan vegetatif dan pemberi warna hijau daun. Klorosis atau daun menguning adalah salah satu gejala kekurangan unsur N. Pada kondisi kekurangan yang ekstrim, daun akan berubah warna menjadi coklat dan mati.

  Phospor (P), bersama dengan N dan Kalium (K) merupakan unsur esensial dalam pertumbuhan tanaman (Nelson dan Tisdale, 1965). Pasokan P pada tanaman muda sangat penting bagi pertumbuhan reproduktif tanaman. Selain itu, P juga dikenal berperan dalam pembentukan biji, kandungan unsur P sangat banyak ditemukan pada biji dan buah. Lebih lanjut, P juga diasosiasikan dengan pembentukan akar tanaman. Mengel dan Kirkby (1978) menekankan bahwa unsur ini terlibat dalam proses respirasi dan fotosintesis. Ikatan pospat ini berperan dalam transfer energi dalam proses metabolis tanaman sehingga keberadaan unsur ini sangat fundamental bagi tanaman.

  Kalium (K) sangat penting dalam produksi dan translokasi karbohidrat (Kramer dan Kozlowski, 1979). Selain itu, menurut Foth (1998), unsur K sangat penting dalam fungsi pengaturan mekanisme fotosintesis. Lebih lanjut, Rosmarkam (2001) menyatakan bahwa fungsi utama unsur K adalah memperkuat tegaknya batang tanaman. Tisdale dan Nelson (1965) menyatakan bahwa kekurangan pasokan unsur ini ditandai dengan luka pada jaringan, seperti luka bakar pada daun. Lebih lanjut, Nelson dan Tisdale (1965) menyatakan bahwa kekurangan unsur K

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

  mengakibatkan terhambatnya konversi asam amino menjadi protein. Terhambatnya proses ini mengakibatkan berlebihnya kandungan ammonium nitrogen yang dalam jumlah yang banyak bersifat racun bagi jaringan.

  Kalsium (Ca) sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan meristem apikal dan pembentukan bunga. Kekurangan ini mengakibatkan terhambatnya perkembangan atau deformasi tunas (Nelson dan Tisdale, 1965).

  Magnesium (Mg) berperan penting dalam pembentukan klorofil. Kekurangan unsur ini menyebabkan klorosis pada daun dan bila keadaan terus berlanjut, daun akan menguning diikuti dengan nekrotik atau kerusakan pada daun (Nelson dan Tisdale, 1965).

  

2. Status aplikasi unsur hara makro pada perbanyakan

bibit balangeran

  Yuwati et al. (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh unsur hara makro Nitrogen, Pospor, Kalium, Kalsium dan Magnesium terhadap pertumbuhan semai belangeran di persemaian. Semai balangeran diaplikasikan pupuk Urea (N), TSP (P), KCl (K) dan Dolomit (CaMg) dengan dosis 36,8 mg per polibag dengan frekuensi aplikasi 2 kali seminggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan unsur N, P dan K berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai balangeran, akan tetapi penambahan unsur CaMg tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah helai daun semai balangeran umur 7 bulan di persemaian. Grafik pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah helai daun semai balangeran disajikan pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

Gambar 1. Grafik rata-rata pertumbuhan tinggi semai S. balangeran umur 7 bulan

di persemaian dengan aplikasi N, P, K dan CaMg (Yuwati et al., 2010)

Gambar 2. Grafik rata-rata pertumbuhan diameter semai S. balangeran umur 7

bulan di persemaian dengan aplikasi N, P, K dan CaMg (Yuwati et al.,

  2010)

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

Gambar 3. Grafik rata-rata jumlah helai daun semai S. balangeran umur 7 bulan di

persemaian dengan aplikasi N, P, K dan CaMg (Yuwati et al., 2010)

  Hasil penelitian Yuwati et al. (2010) menunjukkan bahwa unsur-unsur hara makro N, P dan K sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan semai S. balangeran umur 7 bulan di persemaian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tisdale dan Nelson (1956); Mengel dan Kirkby (1978); Kramer dan Kozlowski (1979), yang menyatakan bahwa unsur-unsur yang tergolong esensial bagi pertumbuhan tanaman adalah N, P, K, Ca dan Mg. Unsur N sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman seperti pertumbuhan batang dan daun. Sesuai dengan hasil penelitian Yuwati et al. (2010), aplikasi pupuk N dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter dan jumlah daun S. balangeran.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut

DAFTAR PUSTAKA

  Arnon, D. I. 1950. Criteria of essentiality of inorganic nutrients for plants with special reference to molybdenium. Lotsya 3: 31-

  38. Foth, H.D. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

  Kramer, P.J. dan Kozlowski, T.T. 1979. Physiology of Woody Plants. Academic Press Inc. London

  Mengel, K dan Kirkby, E.A. 1978. Principles of Plant Nutrition. International Potash Institute. Switzerland. Rosmarkam, A. 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta Tisdale, S.L. dan Nelson, W.L. 1956. Soil fertility and Fertilizers. The Mac Millan Company. Canada. Yuwati.T.W., Susanti.P.D., Hermawan.B. 2010. Studi Nutrisi Tanaman Meranti Rawa dan Jelutung Rawa. Hasil Penelitian.

  Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Banjarbaru (Tidak dipublikasikan).

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut PENINGKATAN PERTUMBUHAN

BALANGERAN DI PERSEMAIAN DENGAN

APLIKASI MIKORIZA

  

Tri Wira Yuwati

Peneliti pada BPK Banjarbaru

1. Mengenal Mikoriza

  Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi antara jamur dan akar tanaman yang memiliki sifat saling menguntungkan (mutual benefit) antara keduanya (Harley dan Smith, 1983). Jamur mendapatkan derivat karbon fotosintetik dari tanaman, sedangkan tanaman mendapatkan pasokan Pospor dari jamur. Menurut Brundrett et al. (1996), terdapat tujuh asosiasi mikoriza yang telah dikenal yaitu: Endomikoriza atau bisa juga disebut Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Ektomikoriza (ECM), Orchid Mycorrhizae, Ericoid Mycorrhizae dan Ektendomikoriza.

  BUDIDAYA Shorea balangeran di Lahan Gambut Hampir 80% tanaman di dunia ini berasosiasi dengan FMA.