Konsep Perencanaan Bidang Ciptakarya

  Bab-2 Konsep Perencanaan Bidang Ciptakarya

  2.1. KONSEP PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM DITJEN CIPTA KARYA

  Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan dan Pengendalian sesuai dengan definisinya terdiri atas 2 kegiatan besar yaitu perencanaan dan pengendalian.

  Cakupan Perencanaan Penyusunan Program dan Perencanaan Anggaran Cakupan Pengendalian Pemantauan dan Evaluasi Implementasi perencanaan dan pengendalian merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pembangunan Bidang Cipta Karya. Sejalan dengan implementasi otonomi daerah, penyelenggaraan pembangunan Bidang Cipta Karya sudah dibagi berdasarkan Pembagian Urusan pemerintah yang diatur dalam PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembangunan Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Selanjutnya pembagian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : memegang peranan mengatur, membina, mengawasi pembangunan bidang Cipta Karya, serta melaksanakan pembangunan (konstruksi)

  Pemerintah Pusat untuk fasilitas yang menjadi kewenangannya (seperti: penyediaan air minum lintas provinsi, pengelolaan persampahan lintas provinsi, dll) memegang peranan dalam pembinaan dan pengawasan pembangunan Bidang Cipta Karya sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota, serta melaksanakan pembangunan lintas

  Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi memegang peranan untuk

  Provinsi mengatur penyelenggaraan Bidang Cipta Karya sebagai tindak lanjut dari aturan pelaksananaan di tingkat nasional (PP maupun Permen) memegang peranan dalam pembangunan dan pengawasan Bidang

  Pemerintah Cipta Karya di lingkungan wilayah Kabupaten/Kota, serta

  Kabupaten/Kota melaksanakan pengaturan penyelenggaran bidang Cipta Karya sebagai tindak lanjut dari aturan pelaksanaan di tingkat Provinsi Pembentukan jejaring perencanaan dan pengendalian, terutama dengan dibentuknya Satker Perencanaan dan Pengendalian di tingkat Provinsi, diharapkan mampu meningkatkan efektivitas pendampingan dan fasilitasi pelaksanaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

  Ruang lingkup Perencanaan dan Pengendalian terdiri dari 4 (empat) bagian yang saling berkaitan dan berkesinambungan, yaitu perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi. Stakeholder utama perencanaan dan pengendalian terdiri atas Satgas Perencanaan dan Pengendalian (sebelumnya bernama Satgas RPIJM) dan Satker Perencanaan dan Pengendalian (yang memfasilitasi biaya pelaksanaan kegiatan Satgas Perencanaan dan Pengendalian). Secara skematis lingkup Perencanaan dan Pengendalian dapat digambarkan sebagai berikut.

  Gambar 2. 1 Ruang Lingkup Perencanaan dan Pengendalian Proses perencanaan dan pengendalian di awali dengan tahapan perencanaan yaitu kegiatan perencanaan program dengan keluaran yang dihasilkan yaitu :

  1. Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota, dan

  2. Kegiatan penyusunan anggaran/penganggaran dengan melakukan penyusunan dokumen Memorandum Program (MP) dan RKA-K/L sebagai keluaran. Untuk mendorong Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat melaksanakan pembangunan prasarana dan sarana khususnya bidang keciptakaryaan melalui proses yang terpadu/terintegrasi, partisipatif dan terkendali diperlukan adanya kerjasama Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Salah satu proses yang harus diperkuat adalah proses perencanaan yang menjadi salah satu pondasi dan komitmen dalam pelaksanaan pembangunan. Proses Perencanaan tersebut meliputi :

  Penyusunan program yang terdiri dari review RPIJM (termasuk mengidentifikasi

  • kegiatan-kegiatan yang berpotensi dapat didanai diluar APBN rupiah murni melalui mekanisme PHLN, CSR atau sumber pendanaan lainnya), rencana tindak MDGs dan DAK; Perencanaan anggaran meliputi penyusunan Memorandum Program (MP) dan
  • sinkronisasi program. Adapun didalam review RPIJM.

  A. Penyusunan Program Penyusunan program adalah suatu rangkaian aktivitas kegiatan keciptakaryaan di tingkat Kabupaten/Kota/Provinsi yang diambil dari kegiatan identifikasi, formulasi dan sinkronisasi yang selaras dengan pencapaian sasaran kinerja Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman, peningkatan kualitas kegiatan, dan penanganan isu-isu strategis Bidang Cipta Karya. Penyusunan program dalam lingkup Perencanaan dan Pengendalian Cipta Karya lebih difokuskan untuk menghasilkan Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sebagai keluaran. Dokumen RPIJM disusun oleh Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan di masing-masing daerah. Dengan adanya RPIJM diharapkan Kabupaten/Kota dapat menggerakan semua sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (livable). RPIJM disusun dengan memperhatikan aspek :

   Kelayakan program masing-masing sektor;

   Kelayakan spasial sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang ada; serta

   Kelayakan sosial dan lingkungannya. Sebagai dokumen teknis, RPIJM perlu dikerjakan secara profesional, dengan tetap menekankan proses partisipasi melalui dialog kebijakan dengan seluruh stakeholder, masyarakat, profesional dan lain-lain pada tahap penyusunan rencana pembangunan Kabupaten/Kota dan melalui dialog investasi dengan masyarakat dan dunia usaha maupun pihak lain yang terkait dengan penyusunan prioritas program/kelayakan program investasi. Dengan demikian RPIJM merupakan dokumen perencanaan yang multi sektoral, sebagaimana terlihat pada Gambar berikut ini yang menjelaskan mekanisme penyusunan RPIJM yang tidak terlepas dari dokumen perencanaan lain, serta keterkaitan antar sektor yang menjadi dasar penyusunannya.

  Gambar 2. 2 Kedudukan RTRW, KSPN, SPPIP, dan RPIJM Gambar 2. 3 Proses Penyusunan Program dan Anggaran Bidang Cipta Karya dalam

  Kerangka Memorandum Program Mekanisme Pelaksanaan Perencanaan Program menjelaskan proses pelaksanaan Perencanaan dan Pengendalian (Randal), yang mencakup dari perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi. Masing-masing bagian akan dijabarkan secara terinci agar pengguna pedoman dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan tahapan dan urutan kegiatan dengan rinci dan terarah. Dalam hal ini, khususnya mekanisme pelaksanaan perencanaan program, seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, terdiri atas :

  1. Review/pemutakhiran RPIJM Kabupaten/Kota;

  2. Review Substansi RPIJM; 3. Konsolidasi RPIJM.

  B. Perencanaan Anggaran Perencanaan anggaran adalah suatu rangkaian aktivitas penyiapan rencana alokasi anggaran di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat. Keluaran dari perencanaan anggaran dalam lingkup perencanaan dan pengendalian adalah Memorandum Program (MP) dan Sinkronisasi Program. MP merupakan dokumen kesepakatan pendanaan program pembangunan bidang Cipta Karya antara Pemerintah Kabupaten/Kota, swasta/masyarakat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah (Direktorat Jenderal Cipta Karya) dari hasil penyaringan usulan RPIJM bidang Cipta Karya Kabupaten/Kota. Dokumen MP sangat penting karena kelanjutan dan titik temu hasil sinkronisasi antara usulan RPIJM Kabupaten/ Kota (proses bottom up) dengan sasaran output Renstra Ditjen Cipta Karya yang merupakan sasaran output Menteri PU (proses top down). Posisi dokumen MP dalam kerangka penyusunan program dan anggaran di lingkungan Ditjen Cipta Karya merupakan proses perwujudan dan integrasi pendanaan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, swasta, dan masyarakat.

  Penyusunan anggaran di Provinsi lebih diarahkan pada sinkronisasi program dan pendanaan antar sektor dan antar wilayah (termasuk Kabupaten/Kota) di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya. Sinkronisasi dilakukan sebelum pelaksanaan konsultasi regional Kementerian Pekerjaan Umum. Hasil dari kegiatan sinkronisasi akan menjadi masukan untuk penyusunan program. Kegiatan penyusunan program selanjutnya mengacu pada pedoman penyusunan anggaran Bidang Cipta Karya.

  Mekanisme Pelaksanaan Penganggaran terdiri dari :

  1. Memorandum Program (MP) Proses penyusunan MP dimulai dengan penyusunan long list prioritas program RPIJM oleh Satgas Randal Kabupaten/Kota. Pada tingkat provinsi proses penjaringan dilakukan oleh Satker Sektor yang dikoordinir Satgas Randal Provinsi dibantu oleh Konsultan Individual Perencanaan Provinsi dengan bimbingan Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah Direktorat Sektoral dan Direktorat Bina Program (Satgas Randal Pusat). Hasil penyaringan usulan RPIJM Kabupaten/Kota tersebut kemudian dituangkan ke dalam dokumen MP yang merupakan kesepakatan pendanaan bersama antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Berikut ini adalah alur mekanisme penyusunan MP : Gambar 2. 4 Standar Prosedur Operasional Perencanaan Program dan Penganggaran Adapun Pokok-pokok Dokumen MP antara lain :

   Merupakan dokumen hasil kesepakatan, yang merupakan cerminan pembagian tugas/wewenang dan pendanaan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya;

   Memorandum Program disusun dengan mempertimbangkan kemampuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Baik dari aspek teknis, biaya, waktu, kesiapan Readiness Criteria dan kelayakan suatu kegiatan.

  2. Sinkronisasi Program Keluaran dari pelaksanaan sinkronisasi program bidang cipta karya adalah tersusunnya rencana program untuk penyusunan Rencana Kerja (Renja) yang menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah. Rencana Kerja Pemerintah akan menjadi dasar dalam Penyusunan RKA-KL dan DIPA Direktorat Jenderal Cipta Karya.

  Sinkronisasi program termasuk ke dalam proses penganggaran yaitu di antara proses penyusunan MP sampai dengan penyusunan RKAKL. Proses sinkronisasi program secara efektif dapat dimulai pada pra konsultasi regional Kementerian PU (pra-konreg) yaitu awal Bulan Februari sampai dengan sebelum penyusunan RKA-KL (Bulan Juni). Sinkronisasi program dilakukan untuk memperoleh perencanaan anggaran yang optimal yang sesuai dengan program prioritas nasional dan juga mengakomodasi prioritas daerah dan pagu indikatif per provinsi. Subdit Program dan Anggaran memegang peranan penting dalam proses sinkronisasi program ini. Sinkronisasi Program dilakukan di tiap provinsi dengan stakeholder yang terlibat yaitu Direktorat Bina Program, Direktorat Sektoral, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Satker Randal Provinsi dapat memfasilitasi kegiatan sinkronisasi program di wilayahnya. Penentuan skala prioritas program merupakan hasil iterasi antara analisis yang dilakukan terhadap rencana pembangunan Kabupaten/Kota dan analisis kebutuhan dan rencana pengembangan sektor/komponen, kemampuan keuangan, maupun kemampuan kelembagaan. Penentuan skala prioritas program secara explisit perlu dituangkan di dalam Skenario Pembangunan Perkotaan (bagian dari Rencana Pembangunan Kabupaten/Kota). Rencana program investasi, yang diwujudkan dalam ringkasan eksekutif, harus menjabarkan secara singkat mengenai : a. Skenario pengembangan kota dan pengembangan sektor bidang Cipta

  Karya;

  b. Usulan Kebutuhan investasi yang disusun dengan berbasis demand ataupun target pencapaian sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan daerah;

  c. Mekanisme pendanaan, dan kemungkinan pembiayaan pembangunan;

  d. Skala prioritas penanganan dan rencana pelaksanaan program investasi.

  3. Jejaring Kerja Pemrograman dan Penganggaran Proses Perencanaan yang meliputi perencanaan program dan penganggaran dalam kegiatan Perencanaan dan Pengendalian melibatkan beberapa pelaku.

  Para pelaku yang terlibat dalam proses perencanaan adalah Subdit. Kebijakan dan Strategi, Subdit. Kerjasama Luar Negeri, Subdit. Program dan Anggaran, Satgas Perencanaan dan Pengendalian Pusat, Satgas Perencanaan dan Pengendalian Provinsi, Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi, Satker Sektor Provinsi, Satgas Perencanaan dan Pengendalian Kabupaten dan Satker Kabupaten/Kota. Jejaring kerja pada Proses Perencanaan dapat di lihat pada gambar berikut ini.

  Gambar 2. 5 Jejaring Kerja pada Proses Perencanaan Jejaring kerja pada proses perencanaan dijabarkan sebagai berikut :

  1. Subdit. Jakstra bertugas menyusun kebijakan dan strategi pembangunan bidang Cipta Karya jangka panjang dan menengah;

  2. Subdit. KLN melaksanakan pengembangan dan penyiapan administrasi pinjaman/Hibah luar negeri;

  3. Subdit Program dan Anggaran bertugas menyusun program dan anggaran Bidang Cipta Karya;

  4. Dalam kegiatan pembinaan perencanaan program, Subdit tersebut di atas berkoordinasi dengan Subdit. Rentek Sektor;

  5. Subdit. Perencanaan Teknis (Rentek) bertugas membina Satker Sektor Provinsi dalam mendukung pelaksanaan perencanaan Bidang Cipta Karya;

  6. Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas Perencanaan dan Pengendalian Pusat dapat dibantu oleh Konsultan Individual Perencanaan Pusat;

  7. Satgas Perencanaan dan Pengendalian provinsi berkoordinasi dengan Satgas Perencanaan dan Pengendalian Pusat melakukan pembinaan dan pendampingan kepada Satgas Perencanaan dan Pengendalian

  Kabupaten/Kota, misanya pembinaan penyusunan/review RPIJM dan MP;

  8. Dalam melakukan pembinaan dan pendampingan kepada Satgas Perencanaan dan Pengendalian Kabupaten/Kota, Satgas Perencanaan dan Pengendalian provinsi dapat dibantu oleh Konsultan Individual Perencanaan provinsi yang difasilitasi oleh Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi.

  2.2. AMANAT PEMBANGUNAN NASIONAL TERKAIT BIDANG CIPTA KARYA

  Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

  RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

  1. Pengertian dan Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, selanjutnya disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.

  2. Visi dan Misi Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) Misi pembangunan nasional sebagai berikut :

  1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila;

  2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;

  3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum;

  4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu;

  5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan;

  6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari;

  7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional;

  8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  3. Arah Pembangunan Adapun arah pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005- 2025 antara lain :

  1. Mewujudkan Masyarakat Yang Berakhlak Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya, Dan Beradab;

  2. Mewujudkan Bangsa Yang Berdaya-Saing :

  a. Membangun Sumber Daya Manusia yang Berkualitas;

  b. Memperkuat Perekonomian Domestik dengan Orientasi dan Berdaya Saing Global;

  c. Penguasaan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

  d. Sarana dan Prasarana yang Memadai dan Maju;

  e. Reformasi Hukum dan Birokrasi;

  3. Mewujudkan Indonesia yang Demokratis Berlandaskan Hukum;

  4. Mewujudkan Indonesia yang Aman, Damai dan Bersatu;

  5. Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan;

  6. Mewujudkan Indonesia yang Asri dan Lestari;

  7. Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan berbasiskan kepentingan Nasional;

  8. Mewujudkan Indonesia yang Berperan Aktif dalam Pergaulan Internasional.

  4. Tahapan dan Skala Prioritas Berdasarkan kondisi dan kebutuhan pembangunan Indonesia, maka tahapan dan skala prioritas pembangunan diklasifikasikan ke dalam 4 tahap jangka menengah, yaitu :

  RPJM I (2005-2009)

  • Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap sebelumnya, RPJM I diarahkan untuk menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat. RPJM II (2010-2014)
  • Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. RPJM III (2015-2019)
  • Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-2, RPJM ke-3 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. RPJM IV (2020-2025)
  • Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-3, RPJM ke-4 ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.

2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

  RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

  1. Visi dan Misi Adapun visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah II (tahun 2010-2014) adalah “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN”.

  Sedangkan, Misi pembangunan 2010-2014 adalah rumusan dari usaha-usaha yang diperlukan untuk mencapai visi Indonesia 2014, yaitu terwujudnya Indonesia Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan, namun tidak dapat terlepas dari kondisi dan tantangan lingkungan global dan domestik pada kurun waktu 2010-2014 yang mempengaruhinya. Usaha-usaha Perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi pemerintah tahun 2010-2014 sebagai berikut :

  1. Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera

  2. Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi

  3. Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang

  2. Agenda Pembangunan Dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional 2010-2014, ditetapkan lima agenda utama pembangunan nasional tahun 2010-2014, yaitu :

  Agenda I : Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat;

  • Agenda II : Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan;
  • Agenda III : Penegakan Pilar Demokrasi;
  • Agenda IV : Penegakkan Hukum Dan Pemberantasan Korupsi;
  • Agenda V : Pembangunan Yang Inklusif Dan Berkeadilan.
  • 3. Sasaran Pembangunan Persoalan dan dimensi pembangunan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia selalu berubah dan makin kompleks. Permasalahan dan tuntutan pembangunan yang dihadapi akan bertambah banyak, sedangkan kemampuan dan sumber daya pembangunan yang tersedia cenderung terbatas. Pemerintah harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tuntutan yang tidak terbatas dengan membuat pilihan dalam bentuk skala prioritas.. Berikut merupakan sasaran utama dalam RPJMN Tahun 2010-2014.

  Tabel 2. 1 Matriks Sasaran Utama dalam RPJMN Tahun 2010-2014

  No Pembangunan Sasaran

I. SASARAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

  1. Ekonomi Rata-rata 6,3 – 6,8 persen per tahun a) Pertumbuhan Ekonomi Sebelum tahun 2014 tumbuh 7% b) Inflasi Rata-rata 4-6 persen per tahun

  c) Tingkat Pengangguran (Terbuka) 5 – 6 persen pada akhir tahun 2014

  d) Tingkat Kemiskinan 8 – 10 persen pada akhir tahun 2014

  2. Pendidikan Status Awal (tahun Target tahun 2014 2008)

  a) Meningkatnya rata-rata lama sekolah 7,50 8,25 penduduk berusia 15 tahun ke atas (tahun) b) Menurunnya angka buta aksara penduduk 5,97 4,18 berusia 15 tahun ke atas (persen) c) Meningkatnya APM SD/SDLB/MI/ Paket A 95,14 96,0 (persen) d) Meningkatnya APM SMP/SMPLB/ 72,28 76,0 MTs/Paket B (persen) No Pembangunan Sasaran

  e) Meningkatnya APK SMA/SMK/ 64,28 85,0 MA/Paket C (persen) f) Meningkatnya APK PT usia 19-23 tahun 21,26 30,0 (persen)

  Menurunnya disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah, gender,

  

g) dan sosial ekonomi, serta antarsatuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan

masyarakat

  3. Kesehatan Status Awal (tahun Target tahun 2014 2008)

  a) Meningkatnya umur harapan hidup (tahun) 70,7 72,0

  b) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan 228 118 per 100.000 kelahiran hidup c) Menurunnya angka kematian bayi per 1.000

  34

  24 kelahiran hidup Menurunnya prevalensi kekurangan gizi

  d) (gizi kurang dan gizi buruk) pada anak 18,4 < 15,0 balita (persen)

4. Pangan

  a) Produksi Padi Tumbuh 3,22 persen per tahun

  b) Produksi Jagung Tumbuh 10,02 persen per tahun

  c) Produksi Kedelai Tumbuh 20,05 persen per tahun

  d) Produksi Gula Tumbuh 12,55 persen per tahun

  e) Produksi Daging Sapi Tumbuh 7,30 persen per tahun

5. Energi

  a) Peningkatan kapasitas pembangkit listrik 3.000 MW per tahun

  b) Meningkatnya rasio elektrifikasi Pada tahun 2014 mencapai 80 persen Pada tahun 2014 mencapai 1,01 juta barrel per c) Meningkatnya produksi minyak bumi hari d) Peningkatan pemanfaatan energi panas bumi Pada tahun 2014 mencapai 5.000 MW

  6. Infrastruktur Pembangunan Jalan Lintas Sumatera, Jawa, Hingga tahun 2014 mencapai sepanjang 19.370

  a) Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, km Nusa Tenggara Timur, dan Papua Pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antar-moda dan antar-pulau yang b)

  Selesai tahun 2014 terintegrasi sesuai dengan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda c) Penuntasan pembangunan Jaringan Serat Selesai sebelum tahun 2013 Optik di Indonesia Bagian Timur

  Perbaikan sistem dan jaringan transportasi di

  d) 4 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Selesai tahun 2014 dan Medan)

  II. SASARAN PERKUATAN PEMBANGUNAN DEMOKRASI 1) Semakin terjaminnya peningkatan iklim politik kondusif bagi berkembangnya kualitas kebebasan sipil dan hak-hak

  Meningkatnya kualitas demokrasi 1. politik rakyat yang semakin seimbang Indonesia dengan peningkatan kepatuhan terhadap pranata hukum;

  2) Meningkatnya kinerja lembagalembaga No Pembangunan Sasaran demokrasi, dengan indeks rata-rata 70 pada akhir tahun 2014; 3) Menyelenggarakan pemilu tahun 2014 yang dapat dilaksanakan dengan adil dan demokratis, dengan tingkat partisipasi politik rakyat 75% dan berkurangnya diskriminasi hak dipilih dan memilih;

  4) Meningkatnya layanan informasi dan komunikasi Pada tahun 2014: ► Indeks Demokrasi Indonesia: 73

III. SASARAN PEMBANGUNAN PENEGAKAN HUKUM 1.

  Tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum (rule of law) dan terjaganya ketertiban umum.

  1) Persepsi masyarakat pencari keadilan untuk merasakan kenyamanan, kepastian, keadilan dan keamanan dalam berinteraksi dan mendapat pelayanan dari para penegak hukum 2) Tumbuhnya kepercayaan dan penghormatan publik kepada aparat dan lembaga penegak hukum 3) Mendukung iklim berusaha yang baik sehingga kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan pasti dan aman serta efisisen

  Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2014 sebesar 5,0 yang meningkat dari 2,8 pada tahun 2009 Sumber : Perpres No. 05 Tahun 2010.

  4. Arah Kebijakan Umum Arah kebijakan umum pembangunan nasional 2010-2014 adalah sebagai berikut:

  1. Arah kebijakan umum untuk melanjutkan pembangunan mencapai Indonesia yang sejahtera. Indonesia yang sejahtera tercermin dari peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dalam bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan bertumpu pada program perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur dasar, serta terjaganya dan terpeliharanya lingkungan hidup secara berkelanjutan;

  2. Arah kebijakan umum untuk memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah pada tegaknya ketertiban umum, penghapusan segala macam diskriminasi, pengakuan dan penerapan hak asasi manusia serta kebebasan yang bertanggung jawab;

  3. Arah kebijakan umum untuk memperkuat dimensi keadilan dalam semua bidang termasuk pengurangan kesenjangan pendapatan, pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah (termasuk desa-kota), dan kesenjangan jender. Keadilan juga `hanya dapat diwujudkan bila sistem hukum berfungsi secara kredibel, bersih, adil dan tidak pandang bulu. Demikian pula kebijakan pemberantasan korupsi secara konsisten diperlukan agar tercapai rasa keadilan dan pemerintahan yang bersih.

  5. Prioritas Nasional Visi dan Misi pemerintah 2010-2014, perlu dirumuskan dan dijabarkan lebih operasional ke dalam sejumlah program prioritas sehingga lebih mudah diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya. Sebelas Prioritas Nasional di bawah ini bertujuan untuk sejumlah tantangan yang dihadapi oleh bangsa dan negara di masa mendatang. Sebagian besar sumber daya dan kebijakan akan diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari 11 prioritas nasional yaitu :

  1. Reformasi birokrasi dan tata kelola

  2. Pendidikan;

  3. Kesehatan;

  4. Penanggulangan kemiskinan;

  5. Ketahanan pangan;

  6. Infrastruktur;

  7. Iklim investasi dan usaha;

  8. Energi;

  9. Lingkungan hidup dan bencana;

  10. Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan paskakonflik; 11. Kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.

  2.2.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

  Masterplan Percepatan dan Perluasan pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Kedudukan MP3EI dalam Konteks Perencanaan Pembangunan di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 2. 6 Keterkaitan RPI2-JM Bidang Cipta Karya dengan RPI2-JM Bidang Pekerjaan Umum dan Dokumen Perencanaan Pembangunan di Daerah

  2.2.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

  Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan (MP3KI) merupakan affirmative action, sehingga pembangunan ekonomi yang terwujud tidak hanya Pro- growth, tetapi juga Pro-Poor, Pro-job dan Pro-environment; termasuk penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin. Substansi yang melatarbelakangi perluasan pengurangan kemiskinan melalui MP3KI dapat dirangkum dalam 9 alasan, yaitu :

  1. Pertumbuhan penduduk yang besar (bisa jadi potensi, bisa juga jadi tantangan);

  2. Lahan usaha petani dan nelayan makin terbatas;

  3. Peluang dan pengembangan usaha si miskin amat terbatas;

  4. Urbanisasi memperparah kemiskinan perkotaan (slum and squatter);

  5. Rendahnya kualitas SDM usia muda;

  6. Rendahnya penyerapan kerja sector industri;

  7. Masih banyak daerah terisolir dengan akses pelayanan dasar yang rendah;

  8. Belum tersedianya jaminan sosial yang komprehensif; 9. Masih terjadi marjinalisasi penduduk miskin, cacat, illegal, berpenyakit kronis dsb. Tahapan Pelaksanaan MP3KI yaitu sebagai berikut :

  I. Periode 2013-2014 :

  1. Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8% - 10% pada tahun 2014;

  2. Perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.

  3. Pada kantong-kantong kemiskinan, sinergi lokasi dan waktu, serta perbaikan sasaran (seperti : Program Gerbang Kampung di Menko Kesra);

  4. Sustainable livelihood penguatan kegiatan usaha masyarakat miskin, termasuk membangun keterkaitan dengan MP3EI;

  5. Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014.

  II. Periode 2015 – 2019 :

  1. Transformasi program-program pengurangan kemiskinan;

  2. Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial menuju universal coverage;

  3. Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja; 4. Penguatan sustainable livelihood.

  III. Periode 2020-2025 :

  1. Pemantapan sistem penanggulangan kemiskinan secara terpadu; 2. Sistem jaminan sosial mencapai universal coverage.

2.2.5. Kawasan Ekonomi Khusus (UU No. 39 Tahun 2009)

  Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

  Sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dan dukungan pada usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi dan sekaligus memberikan manfaat bagi industri dalam negeri. Berkaitan dengan hal itu, dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disediakan lokasi bagi UMKM dan koperasi agar dapat mendorong terjadinya keterkaitan dan sinergi hulu hilir dengan perusahaan besar, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung Pelaku Usaha lain.

  Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

  Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur bahwa ketentuan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus diatur dengan Undang- Undang. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum perlunya diatur kebijakan tersendiri mengenai KEK dalam suatu Undang-Undang.

  Ketentuan KEK dalam Undang-Undang ini mencakup pengaturan fungsi, bentuk, dan kriteria KEK, pembentukan KEK, pendanaan infrastruktur, kelembagaan, lalu lintas barang, karantina, dan devisa, serta fasilitas dan kemudahan.

  KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain.

  Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri.

  Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK adalah :

  1. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;

  2. Tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

  3. Adanya dukungan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK;

  4. Terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi sumber daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan. Untuk menyelenggarakan KEK, dibentuk lembaga penyelenggara KEK yang terdiri atas Dewan Nasional di tingkat pusat dan Dewan Kawasan di tingkat provinsi. Dewan

  Kawasan membentuk Administrator KEK di setiap KEK untuk melaksanakan pelayanan, pengawasan, dan pengendalian operasionalisasi KEK. Kegiatan usaha di KEK dilakukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha.

  Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya saing agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas :

  1. Fasilitas Fiskal, yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, dan

  2. Fasilitas Nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Dalam hal pengawasan, ketentuan larangan tetap diberlakukan di KEK, seperti halnya daerah lain di Indonesia. Namun, untuk ketentuan pembatasan, diberikan kemudahan dalam sistem dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan tetap mengutamakan pengawasan terhadap kemungkinan penyalahgunaan atau pemanfaatan KEK sebagai tempat melakukan tindak pidana ekonomi.

  Dengan berlakunya Undang-Undang ini, diharapkan terdapat satu kesatuan pengaturan mengenai kawasan khusus di bidang ekonomi yang ada di Indonesia dengan memberi kesempatan kepada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775) untuk diusulkan menjadi KEK, baik dalam jangka waktu maupun setelah berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.

  Dengan berlakunya Undang-Undang ini, tidak terjadi lagi pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.

2.2.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

  Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, maka diinstruksikan kepada para menteri dan seluruh pimpinan lembaga yang berwenang untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan, yang meliputi program sebagai berikut :

  Tabel 2. 2 Matriks Program-Program Pembangunan yang berkeadilan

  Jenis Program Fokus Program

  1. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

  2. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat; Program Pro Rakyat

  3. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil.

  1. Program keadilan bagi anak;

  2. Program keadilan bagi perempuan; Program

  3. Program keadilan di bidang ketenagakerjaan; Keadilan Untuk

  4. Program keadilan di bidang bantuan hukum; Semua

  

5. Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan;

6. Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan.

  1. Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;

  2. Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua; Program

  3. Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; Pencapaian

  4. Program penurunan angka kematian anak; Tujuan

  5. Program kesehatan ibu; Pembangunan

  6. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; Milenium

  7. Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup; (MDGs)

  8. Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Dari ke tiga program pembangunan tersebut, program pembangunan di bidang Cipta Karya tertuang didalam program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Adapun program-program pembangunan bidang Cipta Karya yang tertuang didalam rencana tindak upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium dapat dilihat pada tabel berikut :

  Tabel 2. 3 Matriks Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

  1. Terlayaninya kawasan dengan infrastruktur air limbah melalui sistem off-site

  Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

  2. Jumlah desa yang melaksanakan Community led total sanitation

  1. Jumlah desa yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

  Peningkatan akses sanitasi dasar yang layak Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi dasar

  3. Peningkatan akses penduduk terhadap sanitasi dasar yang layak

  2. Terlayaninya kawasan dengan infrastruktur air limbah melalui sistem on-site

  Meningkatnya pelayanan infrastruktur air limbah

  No. Program Tindakan Sasaran Keluaran 1.

  2. Pengaturan, pembinaan, pengawasan, pengembangan sumber pembiayaan dan pola investasi, serta pengembangan infrastruktur sanitasi dan persampahan

  2. Terfasilitasinya kawasan perkotaan yang terlayani air minum

  1. Terfasilitasinya kawasan perkotaan yang terlayani air minum

  1. Pengaturan, pembinaan, pengawasan, pengembangan sumber pembiayaan dan pola investasi, serta pengembangan sistem penyediaan air minum Meningkatnya pelayanan air minum terhadap MBR di perkotaan dan perdesaan

  2. Program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman

  Terbangunnya sarana dan prasarana air baku

  Program pengelolaan sumber daya air Penyediaan dan pengelolaan air baku Meningkatnya kapasitas dan layanan air baku untuk penyediaan air minum

2.3. PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT BIDANG PU/CK

  Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

  2.3.1. UU No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

  Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan.

  2.3.2. UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

  Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah: 

  Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; 

  Status kepemilikan bangunan gedung; dan  Izin mendirikan bangunan gedung.

  Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi : 

  Persyaratan Tata Bangunan, yang ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan.

  Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung mencakup keselamatan, kesehatan, penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

  2.3.3. UU No.7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

  Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

  2.3.4. UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Persampahan

  Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut :

  1. Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;

  2. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;

  3. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;

  4. Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan 5. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

  Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini.

  2.3.5. UU No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun