Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe

  

Budidaya dan Teknologi

Pascapanen Jahe

Hapsoh

Yaya Hasanah

  

Elisa Julianti

2 0 1 0

  USU Press Art Design, Publishing & Printing

  Gedung F, Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan, Indonesia Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737 Kunjungi kami di: http://usupress.usu.ac.id Terbitan Pertama 2008 © USU Press 2010 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

  ISBN 979 458 369 3

  Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

  Hapsoh Budidaya dan teknologi pascapanen jahe / Hapsoh, Yaya Hasanah, dan Elisa Julianti. – Medan: USU Press, 2010. viii, 112 p. ; ilus. ; 28 cm. Bibliografi, Indeks

  ISBN: 979-458-369-3

  1. Budidaya tanaman I. Hasanah, Yaya II. Julianti, Elisa III. Judul 633.83 ddc22 Dicetak di Medan, Indonesia

  

PRAKATA

  Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan tanaman rempah dan obat yang bernilai ekonomi tinggi. Rimpang jahe memiliki multiguna sebagai minuman penghangat, bumbu dapur, penambah rasa, bahan baku obat tradisional bahkan pestisida alami. Sebagian besar produk jahe diekspor ke luar negeri dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk, awetan jahe dan hasil olahan jahe seperti minyak atsiri dan oleoresin. Ekspor komoditas jahe Indonesia mengalami penurunan sejak 1994 hingga sekarang. Salah satu penyebab penurunan ekspor jahe adalah rendahnya produktivitas dan mutu karena tidak tersedianya benih unggul bermutu serta rentannya terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama penyakit layu bakteri karena Ralstonia solanacearum.

  Khalayak pengguna buku ini adalah kalangan dosen pertanian dengan tujuan untuk memperkaya wawasan ilmiah dalam mata kuliah Tanaman Obat dan Tanaman Rempah serta Pangan Fungsional, kalangan mahasiswa pertanian dengan tujuan memperkaya sarana belajar dan pemahaman ilmu dalam mata kuliah Tanaman Rempah dan Obat serta Pangan Fungsional, petani jahe sebagai bahan acuan dalam teknik budidaya jahe sistem keranjang, para praktisi maupun khalayak pembaca umum yang memiliki ketertarikan dalam dunia pertanian khususnya budidaya jahe. Struktur buku ini terdiri atas bab-bab yang mengupas tanaman jahe secara keseluruhan dimulai dari sejarah singkat tanaman jahe, manfaat tanaman jahe, syarat tumbuh tanaman jahe, budidaya jahe secara umum, budidaya jahe sistem keranjang, prospek budidaya jahe sistem keranjang, hingga permasalahan budidaya jahe sistem keranjang. Setiap bab dilengkapi dengan tujuan intruksional yang akan memandu pembaca mengenai arah tujuan pada setiap bab.

  Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pengguna dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai budidaya jahe secara umum dan budidaya jahe sistem keranjang serta teknologi pascapanennya sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan ekspor komoditas jahe Indonesia yang akhir-akhir ini semakin menurun.

  Medan, Agustus 2008

  Penulis

DAFTAR ISI

BAB I. SEJARAH SINGKAT TANAMAN JAHE

  1

  1

  Halaman Prakata

  iii

  Daftar Isi

  iv

  Daftar Tabel

  vi

  Daftar Gambar

  viii

  • Pendahuluan -
  • Nama Daerah Tanaman Jahe -
  • Klasifikasi Tanaman Jahe -
  • Jenis Tanaman Jahe
  • Kandungan Senyawa Kimia pada Jahe -

  Nama Asing Tanaman Jahe

  • Efek Farmakologis Jahe

  • Keadaaan Iklim dan Tanah -

  41

  32

  32

  36 BAB V. BUDIDAYA JAHE SISTEM KERANJANG

  Persiapan Lahan

  Penanaman Jahe Sistem Keranjang

  Pembumbunan dan Penambahan Media Tanam

  Pemupukan

  41

  26

  41

  43

  46

  46

  47

  48

  48

  50

  30

  24

  24

  Deskripsi Tanaman Jahe

  Asal Usul dan Penyebaran Tanaman Jahe

  1

  2

  2

  2

  3

  3 BAB II. MANFAAT TANAMAN JAHE

  Manfaat Jahe dalam Makanan dan Minuman

  11

  12

  13

  14 BAB III. SYARAT TUMBUH TANAMAN JAHE

  Lingkungan Biotik (Fisik)

  20

  23 BAB IV. BUDIDAYA JAHE SECARA UMUM

  • Pembibitan -
  • Teknik Penanaman Jahe -
  • Pemeliharaan Tanaman -
  • Pembibitan -
  • Persiapan Media Tanam Jahe Sistem Keranjang -
  • Pemeliharaan -
  • Pengairan (Penyiraman)
  • Pengendalian Hama dan Penyakit -

  Persiapan Lahan

  Pemberian Mulsa

  Pengendalian Hama dan Penyakit

  20

BAB VI. PANEN DAN PASCAPANEN JAHE

  57

  57

  • Panen -
  • Standar Mutu Jahe -
  • Pengambilan Contoh -
  • Jahe Kering -
  • Bubuk Jahe -
  • Minyak Atsiri Jahe -
  • Manisan Jahe -
  • Sirup Jahe -

  Pengujian Mutu Jahe

  89 BAB VIII. PROSPEK BUDIDAYA JAHE

  83

  84

  87

  87

  88

  89

  Peluang Agribisnis

  77

  91

  92

  94

  96 Daftar Pustaka

  Glosarium Indeks

  100 108 110

  79

  77

  Petugas Pengambil Contoh

  68

  Penanganan Pascapanen

  59

  61

  62

  64

  64 BAB VII. PENGOLAHAN JAHE

  Simplisia Jahe

  Jahe Awet atau Jahe Olahan

  Oleoresin Jahe

  Jahe Kristal

  Jahe Instant

  • Formulasi Ekstrak Jahe -

  Anggur Jahe

  65

  65

  • Analisa Ekonomi Budidaya Jahe -
  • Pembuatan Kompos

  

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

  20. Pengaruh Abu Sekam dan Masa Inkubasi dan Intensitas Layu Fusarium

  15. Bobot Rimpang Jahe dengan Kombinasi Pemupukan Fosfor dan Kalium pada Umur 16 Minggu

  35

  16. Bobot Rimpang Jahe Akibat Pemberian Pupuk NHS

  36

  17. Jumlah Telur yang Ditemukan pada Tanaman Sehat dan Tanaman Sakit di Lapangan

  36

  18. Serangan Lalat M. coeruleifrons pada Tanaman Jahe yang Diinokulasi dan Tanpa Dikurung

  37

  19. Rerata Larva dan Pupa M. coeruleifrons pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Pola Tanam Jahe

  37

  37

  14. Bobot Rimpang Jahe Umur 4 Bulan dengan Penambahan Pupuk NPK (15-15-15)

  21. Kategori Ketahanan Tanaman Jahe terhadap Penyakit Layu Bakteri

  38

  22. Daya Antagonis Mikroba Rizosfer Hasil Isolat dari Pertanaman Jahe di Lahan Terinfeksi

  39

  23. Daya Patogenitas Mikroba Rizosfer Hasil terhadap Rimpang Jahe

  39

  24. Pengaruh Pemberian Mikroba Rizosfer Antagonis terhadap Pertumbuhan dan Penghambatan Penyakit Layu Bakteri

  40

  25. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Indeks Panen

  45

  26. Bobot Segar Rimpang Jahe Umur 4 Bulan dengan Perlakuan Pemberian Bahan Organik pada Tanah PMK

  35

  34

  1. Nomor-Nomor Koleksi Jahe Hasil Eksplorasi dan Koleksi dari Beberapa Daerah Sebelum Tahun 1997

  19

  6

  2. Nomor-Nomor Jahe Hasil Eksplorasi dan Pengumpulan Mulai Tahun 1997

  7

  3. Keragaan Sifat Morfologi, Hasil dan Mutu Tiga Tipe Jahe

  8

  4. Penampilan Hasil Rerata Bobot dan Tinggi Rimpang Tiga Jenis Tipe Jahe pada Berbagai Lokasi dengan Ketinggian Berbeda

  9

  5. Rerata Bobot Rimpang per Rumpun 18 Nomor Jahe pada Beberapa Lokasi

  10

  6. Bahan Aktif dan Efek Farmakologis Jahe Merah

  7. Persentase Daya Tumbuh Bibit Jahe pada Pertanaman I dan II

  13. Produksi Rimpang Jahe Sunti pada Umur 150 dan 180 Hari bila Dipupuk Urea

  22

  8. Pertumbuhan dan Produksi Jahe (3.5 Bulan Setelah Tanam) pada Media Humus dan Pupuk Kandang

  28

  9. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Bobot Rimpang Kering per Rumpun dan per Ha

  28

  10. Rerata Bobot Rimpang Jahe Basah dengan Perlakuan Pemberian Dolomit dan Waktu Pemberian Dolomit

  29

  11. Pengaruh Jarak Tanam Jahe Badak dengan Berbagai Variasi Jarak Tanam

  31

  12. Dosis Kebutuhan Pupuk Selama Satu Musim Jahe

  34

  45

  27. Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Dosis Urea terhadap Bobot Rimpang Basah per Rumpun Tanaman Jahe Gajah Umur 16 Minggu Setelah Tanam

  49. Standar Mutu Minyak Atsiri Jahe

  43. Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Kadar Air dan Kadar Minyak Atsiri Jahe Emprit

  74

  44. Kadar Air dan Kadar Minyak Atsiri Jahe Merah, Jahe Gajah, dan Jahe Emprit yang Dikeringkan secara Kemoreaksi dengan Perbandingan antara Kapur Api dan Jahe 3 : 1

  74

  45. Spesifikasi Persyaratan Umum Simplisia Jahe (SNI 01-7084-2005)

  75

  46. Standar Mutu Simplisia Jahe

  76

  47. Spesifikasi Persyaratan Khusus Simplisia Jahe (SNI 01-7084-2005)

  76

  48. Persyaratan Mutu Jahe Berdasarkan Permintaan Pembeli di Australia

  79

  82

  42. Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Kadar Air dan Kadar Minyak Atsiri Jahe Gajah

  50. Produksi Tanaman Biofarmaka di Indonesia Tahun 1999-2003

  92

  51. Analisis Usahatani Budidaya Jahe Sistem Keranjang

  93

  52. Jenis Biofarmaka yang Dominan Dipasok Negara Industri Farmasi

  94

  53. Kebutuhan Industri Obat Tradisional Akan Berbagai Jenis Biofarmaka

  95

  54. Nilai Ekspor Jahe Dunia dan Ekspor 10 Negara Pesaing Tahun 2000

  96

  55 Analisis Biaya Pembuatan Kompos

  97

  56 Analisis Kelayakan Usaha Kompos Selama 3 Tahun

  74

  73

  51

  57

  28. Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Dosis Urea terhadap Bobot Rimpang Kering per Rumpun Tanaman Jahe Gajah Umur 16 Minggu Setelah Tanam

  51

  29. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan Jahe (Zingiber

  officinale ) di Keranjang

  52

  30. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang terhadap Bobot Segar Akar, Batang, Daun, Rimpang dan Diameter Rimpang Jahe

  54

  31. Kesehatan Jahe pada Umur 3 Bulan Setelah Tanam pada Berbagai Pemberian Bahan Organik

  56

  32. Rataan Bobot Rimpang dari Perlakuan Pupuk Organik dan Media Tanam

  56

  33. Kadar Air dan Kadar Minyak Atsiri Jahe Merah, Jahe Gajah, dan Jahe Emprit pada Berbagai Umur Panen

  34. Syarat Umum Standar Mutu Jahe

  41. Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Kadar Air dan Kadar Minyak Atsiri Jahe Merah

  61

  35. Spesifikasi Persyaratan Mutu Benih (Rimpang) yang Siap Tanam (SNI 01-7153-2006)

  62

  36. Persyaratan Khusus Mutu Benih Jahe (SNI 01-7153-2006)

  62

  37. Syarat Mutu Jahe Kering (SNI 01-3393-1994)

  68

  38. Pengaruh Ketebalan Irisan Jahe terhadap Kadar Air Akhir Jahe Merah yang Dikeringkan secara Kemoreaksi

  71

  39. Pengaruh Ketebalan Irisan Jahe terhadap Kadar Air Akhir Jahe Gajah yang Dikeringkan secara Kemoreaksi

  71

  40. Pengaruh Ketebalan Irisan Jahe terhadap Kadar Air Akhir Jahe Emprit yang Dikeringkan secara Kemoreaksi

  71

  98

  

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

  1. Rimpang Jahe Gajah

  4

  2. Rimpang Jahe Merah

  4

  3. Komponen Non Volatile pada Jahe

  13

  4. Pembersihan Rimpang Jahe untuk Bakal Bibit

  25

  5. Rimpang Jahe Ditiriskan Setelah Dicuci Bersih

  25

  6. Rimpang Jahe Direndam Setelah Dicuci dalam Larutan Fungisida

  25

  7. Penutupan Rimpang Jahe di Pesemaian

  26

  8. Tanaman Jahe Umur 2 Bulan yang Diberi Naungan Tanaman Ubi Kayu

  42

  9. Penggunaan Keranjang dengan Anyaman Bambu Jarang

  43

  10. Penggunaan Keranjang dengan Anyaman Bambu Rapat

  43

  11. Alternatif Lain Budidaya Jahe Sistem Keranjang

  44

  12. Bibit Jahe Siap untuk Ditanam

  46

  13. Awal Gejala Penyakit Bercak Daun

  49

  14. Perluasan Gejala Penyakit Bercak Daun, Daun Mulai Menguning

  49

  15. Alat Pengering Tenaga Surya Model AIT

  67

  16. Diagram Alir Proses Pengolahan Simplisia Jahe

  70

  17 Alat Perajang Jahe

  72

BAB I SEJARAH SINGKAT TANAMAN JAHE Tujuan Instruksional: Menjelaskan asal usul dan penyebaran tanaman, nama daerah dan nama asing, klasifikasi, deskripsi dan jenis-jenis tanaman jahe. Pendahuluan Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan salah satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae

  yang menempati posisi sangat penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Jahe berperan penting dalam berbagai aspek berupa kegunaan, perdagangan, kehidupan, adat kebiasaan, kepercayaan dalam masyarakat bangsa Indonesia yang sifatnya majemuk dan terpencar-pencar. Jahe juga termasuk komoditas yang sudah ribuan tahun digunakan sebagai bagian dari ramuan rempah-rempah yang diperdagangkan secara luas di dunia ini. Walaupun tidak terlalu menyolok, penggunaan komoditas jahe berkembang dari waktu ke waktu, baik itu mengenai jumlah, variasi, kegunaan maupun mengenai nilai ekonominya.

  Asal Usul dan Penyebaran Tanaman Jahe

  Jahe merupakan tanaman obat dan rempah berupa tumbuhan rumpun berbatang semu dan merupakan rimpang dari tanaman bernama ilmiah Zingiber officinale Rosc. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut- sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Tanaman jahe di dunia tersebar di daerah tropis, di benua Asia dan Kepulauan Pasifik. Akhir- akhir ini jahe dikembangkan di Jamaica, Brazil, Hawai,Afrika, India, China dan Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Thailand dan Indonesia. Jahe tumbuh di Indonesia ditemukan di semua wilayah Indonesia yang ditanam secara monokultur dan polikultur (Hasanah, et al., 2004) Dalam dunia perdagangan, penamaan jahe didasarkan kepada daerah asalnya, misal jahe Afrika, jahe Chochin atau jahe Jamika. Sejak 250 tahun yang lalu, jahe di Cina sudah digunakan sebagai bumbu dapur dan obat. Di Malaysia, Filipina, dan Indonesia jahe banyak digunakan sebagai obat tradisional. Sedangkan di Eropa pada abad pertengahan, jahe digunakan sebagai aroma pada bir (Hardianto, 2005).

  Daerah utama produsen jahe di Indonesia adalah Jawa Barat (Sukabumi, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Garut, Ciamis dan Subang), Banten (Lebak dan Pandeglang), Jawa Tengah (Magelang, Boyolali, Salatiga), Jawa Timur (Malang Probolinggo, Pacitan), Sumatera Utara (Simalungun), Bengkulu dan lain-lain (Hasanah, et. al, 2004).

  Nama Daerah Tanaman Jahe

  Sumatera : halia (Aceh), beuing (Gayo), bahing (Batak Karo), pege (Toba), sipode (Mandailing), lahia (Nias), alia jae (Melayu), sipadeh (Minangkabau), pege (Lubu), jahi (Lampung).

  Jawa : Jahe (Sunda), jae (Jawa), jhai (Madura), jae (Kangean) Bali : jae, jahya, lahya, ciplakan Kalimantan : lai (Dayak) Nusa Tenggara : reja (Bima), alia (Sumba), lea (Flores) Sulawesi : luya (Mongondow), moyuman (Boros), melito (Gorontalo), yuyo

  (Buol), kuya (Baree), goraka (Manado), pase (Bugis) Maluku : Laiasehi, sehi (Hila), sehil (Nusa laut), siwei (Buru), geraka (Ternate), gora (Tidore), laian (Aru), leya (Arafuru), pusu, seeia, sehi (Ambon), hairalo (Amahai. Papua : lali (Kalana Fat), Marman (Kapaaur)

  Nama Asing Tanaman Jahe

  Halia, haliya padi, haliya udang (Malaysia) ; luya, allam (Filipina) ; adu, ale, ada (India) ; sanyabil (Arab) ; chiang p’I, khan ciang, kiang, sheng chiang (Cina), gember (Belanda) ; ginger (Inggris) ; gingembre, herbe au giingembre (Perancis). Keanekaragaman nama tanaman jahe menunjukkan bahwa penyebaran jahe telah meluas ke berbagai belahan dunia. Hal ini menunjukkan bahwa telah banyak orang yang mengetahui dan menggunakan jahe sejak zaman dahulu.

  Klasifikasi Tanaman Jahe

  Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Species : Zingiber officinale Rosc.

  Famili Zingiberaceae terdapat di sepanjang daerah tropis dan sub tropis terdiri atas 47 genera dan 1.400 species. Genus Zingiber meliputi 80 species yang salah satu diantaranya adalah jahe yang merupakan species paling penting dan paling banyak manfaatnya.

  Nama Zingiber berasal dari bahasa Sansekerta ”Singeberi”. Kata ”Singeberi” dalam Bahasa Sansekerta itu berasal dari Bahasa Arab ”Zanzabil” atau Bahasa Yunani ”Zingiberi”. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Curcuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.

  Deskripsi Tanaman Jahe

  Tanaman jahe tergolong terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Rimpang jahe berkulit agak tebal membungkus daging umbi yang berserat dan berwarna coklat beraroma khas. Bentuk daun bulat panjang dan tidak lebar (sempit). Berdaun tunggal, berbentuk lanset dengan panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm. Bunga memiliki 2 kelamin dengan 1 benang sari dan 3 putik bunga daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm; tangkai putik ada 2.

  Jenis Tanaman Jahe

  Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya dikenal 3 jenis jahe yaitu jahe putih/ kuning besar atau sering disebut jahe gajah, jahe putih kecil/jahe emprit dan jahe merah. Berikut dijelaskan gambaran umum ketiga jenis jahe tersebut.

1. Jahe putih/kuning besar/jahe gajah/jahe badak

  Varietas jahe ini banyak ditanam di masyarakat dan dikenal dengan nama Zingiber officinale . Batang jahe gajah berbentuk bulat, berwarna hijau muda, diselubungi pelepah

  var. officinale

  daun, sehingga agak keras. Tinggi tanaman 55.88-88,38 cm. Daun tersusun secara berselang- seling dan teratur, permukaan daun bagian atas berwarna hijau muda jika dibandingkan

  2

  dengan bagian bawah. Luas daun 24.87-27.52 cm dengan ukuran panjang 17.42-21.99 cm, lebar 2.00-2.45 cm, lebar tajuk antara 41.05-53.81 cm dan jumlah daun dalam satu tanaman mencapai 25-31 lembar. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0.18-1.04 kg dengan panjang 15.83-32.75 cm, ukuran tinggi 6.02-12.24 cm. Ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Akar jahe gajah ini memiliki serat yang sedikit lembut dengan kisaran panjang akar 4.53-6.30 cm dan diameter mencapai kisaran 4.53-6.30 mm. Rimpang memiliki aroma yang kurang tajam dan rasanya kurang pedas. Kandungan minyak atsiri pada jahe gajah 0.82-1.66%, kadar pati 55.10%, kadar serat 6.89% dan kadar abu 6.6-7,5%. Jahe gajah diperdagangkan sebagai rimpang segar setelah dipanen pada umur 8-9 bulan. Rimpang tua ini padat berisi. Ukuran rimpangnya 150-200 gram/rumpun. Ruasnya utuh; daging rimpangnya cerah; bebas luka dan bersih dari batang semu, akar, serangga tanah dan kotoran yang melekat.

  

Gambar 1. Rimpang Jahe Gajah Gambar 2. Rimpang Jahe Merah

2. Jahe putih/kuning kecil/jahe sunti/jahe emprit

  Jahe ini dikenal dengan nama Latin Zingiber officinale var. rubrum, memiliki rimpang dengan bobot berkisar antara 0.5-0.7 kg/rumpun. Struktur rimpang kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6-30 cm dan diameter antara 3.27-4.05 cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Akar yang keluar dari rimpang berbentuk bulat. Panjang dapat mencapai 26 cm dan diameternya berkisar antara 3.91-5.90 cm. Akar yang banyak dikumpulkan dari satu rumpun dapat mencapai 70 g lebih banyak dari akar jahe besar.

  Tinggi tanaman jika diukur dari permukaan tanah sekitar 40-60 cm sedikit lebih pendek dari jahe besar. Bentuk batang bulat dan warna batang hijau muda hampir sama dengan jahe besar, hanya penampilannya lebih ramping dan jumlah batangnya lebih banyak. Kedudukan daunnya berselang seling dengan teratur. Warna daun hijau muda dan berbentuk lancet. Jumlah daun dalam satu batang 20-30 helai. Panjang daun dapat mencapai 20 cm dengan lebar daun rerata 25 cm.

  Kandungan dalam rimpang jahe emprit yaitu minyak atsiri 1,5-3,5%, kadar pati 54,70%, kadar serat 6,59% dan kadar abu 7,39-8,90%. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3. Jahe merah atau jahe sunti

  Jahe merah/jahe sunti (Zingiber officinale var. amarum) memiliki rimpang dengan bobot antara 0.5-0.7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna merah jingga sampai merah, ukuran lebih kecil dari jahe kecil. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm dan tingginya antara 5,26-10,40 cm. Panjang rimpang dapat mencapai 12.50 cm. Jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi dibandingkan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat- obatan. Akar yang keluar dari rimpang berbentuk bulat, berdiameter antara 2,9-5,71 cm dan panjangnya dapat mencapai 40 cm. Akar yang dikumpulkan dalam satu rumpun jahe merah dapat mencapai 300 gram, jauh lebih banyak dari jahe gajah dan jahe emprit. Susunan daun terletak berselang-seling teratur, berbentuk lancet dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Panjang daun dapat mencapai 25 cm dengan lebar antara 27-31 cm. Kandungan dalam rimpang jahe merah antara lain minyak atsiri 2,58-3,90%, kadar pati 44,99%, dan kadar abu 7,46%.

  Jahe merah memiliki kegunaan yang paling banyak jika dibandingkan jenis jahe yang lain. Jahe ini merupakan bahan penting dalam industri jamu tradisional dan umumnya dipasarkan dalam bentuk segar dan kering.

  Bermawie et al., (2003) melakukan eksplorasi dan pengumpulan plasma nutfah jahe berbagai tipe/keragaman yang ada di alam, terutama ras-ras lokal dari daerah pusat keragaman maupun sentra produksi. Sampai tahun 1996 telah terkumpul 44 nomor koleksi dari berbagai tipe (Tabel 1) yang sebagian besar berasal dari pengumpulan oleh donor/curator. Namun sebagian besar nomor-nomor tersebut akhirnya hilang atau mati diantaranya akibat kurangnya pemeliharaan dan serangan penyakit bakteri layu. Pada tahun 1997 kemudian dilakukan kembali eksplorasi ke daerah sentra utama di Jawa Barat dan Jawa Tengah serta pengumpulan informal oleh peneliti yang dinas ke daerah sehingga terkumpul 16 nomor jahe putih besar, 16 nomor jahe putih kecil dan 4 nomor jahe merah (Tabel 2).

  

Tabel 1. Nomor-Nomor Koleksi Jahe Hasil Eksplorasi dan Koleksi dari Beberapa Daerah

Sebelum Tahun 1997 No. Nomor koleksi Nama lokal/daerah Daerah asal 1.

  33.

  25.

  26.

  27.

  28.

  29.

  30.

  31.

  32.

  34.

  23.

  35.

  001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 016 017 018 019 020 021 022 023 024 025 026 027 028 029 030 031 032 033 034 035 Jahe kecil

  Jahe kecil Jahe kecil Jahe kecil Jahe kecil Jahe kecil Jahe kecil Jahe kecil Jahe besar

  Jahe besar Jahe besar Jahe besar Jahe merah kecil

  Jahe merah besar Jahe merah Jahe merah Jahe merah Jahe merah Jahe merah Jahe merah Jahe besar

  Jahe badak Jahe badak Jahe badak purba Jahe kecil

  Jahe kecil Jahe kecil Jahe putih Jahe kapur Jahe gajah Jahe merah

  Jahe kecil Jahe badak Jahe modoidang Jahe putih

  24.

  22.

  2.

  11.

  3.

  4.

  5.

  6.

  7.

  8.

  9.

  10.

  12.

  21.

  13.

  14.

  15.

  16.

  17.

  18.

  19.

  20.

  Cianjur, Jawa Barat Cianjur, Jawa Barat Bogor, Jawa Barat Bitung Ternate Maluku Bacan, Maluku Ambon, Maluku Cireundeu, Jawa Barat Bogor, Jawa Barat Cianjur, Jawa Barat Sukabumi, Jawa Barat Bengkulu Bitung Modoidang, Sulut Cicurug, Jawa Barat Bogor, Jawa Barat Jasinga, Jawa Barat Ternate, Maluku Kota Bumi, Lampung Ambon, Maluku Cipanas, Jawa Barat Malang, Jawa Timur Simalungun, Sumut Simalungun, Sumut Cipanas, Jawa Barat Ambon, Maluku Bengkulu India Jawa Tengah Jawa Tengah Cireundeu, Jawa Barat Pasir Madang, Jawa Barat Pasir Madang, Jawa Barat Minahasa, Sulut Bitung Sumber: Bermawie et al., 2003.

  Tabel 2. Nomor-Nomor Jahe Hasil Eksplorasi dan Pengumpulan Mulai Tahun 1997 No. Tipe jahe Lokasi Jumlah aksesi Inisial Kurator 1.

  1

  Lebih lanjut Bermawie et al., (2003) mengemukakan agar plasma nutfah dapat dimanfaatkan secara optimal, perlu dilakukan pembuatan klasifikasi koleksi kerja, identifikasi sumber/donor sifat-sifat penting, memperbesar keragaman genetik untuk sifat-sifat tertentu, memperbesar keragaman sifat agronomis pada populasi yang digunakan, mempelajari biologi bunga dan sistem penyerbukan dari koleksi yang akan digunakan, mempelajari kesesuaian persilangan intra dan antar disiplin, misalnya untuk evaluasi ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Karakterisasi nomor aksesi plasma nutfah dari tiga tipe jahe utama meliputi sifat morfologi, komponen hasil dan mutu (Tabel 3, 4 dan 5).

  Sumber: Bermawie et al., 2003

  1 NB, NA NB, NA HD, NB NB, BM, HD NB, BM, HD HD, SKM, NB, NA HD, NB, SF NB, NA, HM NB, NA NB, NA HD, NB NB, BM, HD NB, BM, HD HD, SKM, NB, NA HD, NB, SF NB, NA, HM HD, NB, NA HD, NB, NA SKM, NB, NA, HM NB, NA, HM

  1

  1

  1

  1

  1

  4

  2

  2

  1

  2.

  4

  1

  2

  3

  2

  2

  3

  1

  2

  Cianjur Sukabumi Boyolali Salatiga Majalengka Sumedang Rejang Lebong Garut Cianjur Sukabumi Boyolali Salatiga Majalengka Sumedang Karang Anyar Cianjur Sukabumi Magelang Bantul

  Jahe putih kecil Jahe merah Garut

3. Jahe putih besar

  Tabel 3. Keragaan Sifat Morfologi, Hasil, dan Mutu Tiga Tipe Jahe

No. Bagian tanaman Jahe besar Jahe kecil Jahe merah

1.

  • putih kebiruan 0,10-1,58 3,27-4,05 6,38-11,10 6,13-31,70 3,91-5,90

  2.

  3.

  4.

  5. Rimpang Struktur Warna (irisan) Bobot/rumpun (kg) Diameter (cm) Tinggi (cm) Panjang (cm) Akar Diameter (cm) Panjang (cm) Bobot (kg) Bentuk Batang Tinggi (cm) Jumlah Warna Bentuk Sifat Daun Kedudukan Jumlah Panjang (cm) Lebar (mm) Luas (mm) Warna Bentuk Mutu Kadar atsiri (%) Kadar pati (%) Kadar serat (%) Kadar abu (%) Kadar air (%) Kadar sari dalam air Kadar sari dalam etanol Besar berlapis

  

Putih kekuningan-

putih kebiruan 0,18-2,08 8,47-8,50 6,20-11,30 15,83-32,75 4,22-5,83 9,43-24,80 0,02-0,03 Bulat 55,88-81,38 8,60-10,30 Hijau muda Bulat Agak keras Berselang-seling Teratur 24,01-30,99 17,42-21,99 20,00-35,50 24,87-27,52 Hijau muda Lanset 0,82-3,25 39,39-55,10 6,44-9,57 3,40-4,80 6,40-11,42 19,2-27,4 11,9-15,1

  Kecil berlapis Putih kekuningan

  15,35-26,20 0,02-0,07 Bulat 41,87-56,45 14,80-32,70 Hijau muda Bulat Agak keras Berselang-seling Teratur 20,37-29,03 17,45-19,79 22,40-32,60 14,36-20,50 Hijau muda Lanset 1,50-3,50 40,63-54,70 5,92-9,28 3,30-5,45 7,39-11,95 18,1-28,9 9,9-20,7 Kecil berlapis

  Jingga muda sampai merah 0,20-1,40 4,20-4,26 5,26-10,40 12,33-12,60 2,49-5,71 17,03-39,23 0,07-0,34 Bulat 34,18-62,28 13,76-17,53 Hijau kemerahan Bulat kecil Agak keras Berselang-seling Teratur 20,10 24,30-24,79 27,90-31,18 32,55-51,18 Hijau muda Lanset 2,58-3,90 44,99 7,1-7,6 6,1-7,0 12,0 18,2-18,9 9,6-11,0

  Sumber: Rostiana et al.,(2005); Bermawie et al., (2003)

  

Tabel 4. Penampilan Hasil Rerata Bobot dan Tinggi Rimpang Tiga Jenis Tipe Jahe pada

Berbagai Lokasi dengan Ketinggian Berbeda Tipe jahe/lokasi Bobot rimpang/rumpun (g) Tinggi rimpang (cm)

  Jahe putih besar Cikampek (85 m dpl) 1080 9,53 Cimanggu (240 m dpl) 670 11,10 Sukamulya (450 m dpl) 905 11,30 Cicurug (650 m dpl) 908 11,30 Manoko (1000 m dpl) 209 6,26 Gunung Putri (1200 m dpl) 180 6,20 Jahe putih kecil Cikampek (85 m dpl) 780 9,52 Cimanggu (240 m dpl) 440 9,57 Sukamulya (450 m dpl) 740 9,73 Cicurug (650 m dpl) 1580 11,10 Manoko (1000 m dpl) 100 6,38 Gunung Putri (1200 m dpl) 110 7,89 Jahe merah Cikampek (85 m dpl) 490 7,62 Cimanggu (240 m dpl) 490 10,60 Sukamulya (450 m dpl) 1400 10,40 Cicurug (650 m dpl) 1170 7,03 Manoko (1000 m dpl) 200 5,26 Gunung Putri (1200 m dpl) 290 5,89 Sumber: Taryono et al. (1992) dalam Bermawie et al., (2003)

  Tabel 5. Rerata Bobot Rimpang per Rumpun 18 Nomor Jahe pada Beberapa Lokasi

Asesi Minimum (g) Maximum (g) Rerata (g)

Jahe putih besar

  83

  Bermawie et al., (2003) menyimpulkan program perbaikan varietas melalui pemuliaan terbentur pada rendahnya keragaman genetik jahe. Upaya peningkatan keragaman genetik melalui eksplorasi ke berbagai daerah menghasilkan 44 nomor aksesi, namun nomor tersebut hilang akibat kurang rutinnya rejuvensi dan serangan penyakit layu bakteri. Eksplorasi lanjutan menghasilkan 36 nomor, diantaranya terpilih sebagai nomor harapan yang merupakan bahan untuk menghasilkan varietas unggul.

  Keterangan: JPB 13 lokasi, JPK 8 lokasi (kecuali JPK3 dan JPK7-3 lokasi) dan JM 3 lokasi Sumber: Bermawie et al., 1999;2000;2001;2002, Hadad, 2000 dalam Bermawie et al., (2003)

  372,4 305,3 333,2 402,5 413,5 336,7 253,0 370,3 437,9 398,3

  700 733 850 817 800 812

  850 583 1333 700

  83 133 217 117

  50 108

  JPB1 JPB2 JPB3 JPB4 JPB5 JPB6 325 223 128 203 248 210

  83 100 117

  JPK1 JPK2 JPK3 JPK4 JPK5 JPK6 JPK7 JPK8 JPK9 JPK10

  412,9 371,9

Jahe putih kecil

  223 197 1138 791

  

Jahe merah

JM1 JM2

  592,7 575,7 537,6 544,4 596,9 520,8

  2100 1517 1470 1158 1547 1350

  Analisa keragaman genetik dan hubungan kekerabatan antar aksesi plasma nutfah berdasarkan sifat morfologi dan mutu menggolongkan jahe kedalam tiga tipe utama, yaitu jahe putih besar, jahe putih kecil dan jahe merah. Analisa keragaman menggunakan marka molekuler AFLP menghasilkan keragaman genetik jahe sangat rendah dengan indeks keragaman 0,22. Jahe putih kecil memiliki keragaman genetik yang lebih luas (0,26) dari pada jahe putih besar (0,08). Pembagian jahe ke dalam tiga kelompok berdasarkan analisa molekuler tidak begitu tegas, tidak sejalan dengan pembagian berdasarkan sifat ukuran dan warna rimpang.

BAB II MANFAAT TANAMAN JAHE Tujuan Instruksional: Menjelaskan manfaat tanaman jahe dari segi makanan, minuman dan efek farmakologi. Jahe merupakan salah satu tanaman obat komersial yang sudah banyak dikenal masyarakat

  karena banyak manfaatnya. Manfaat jahe yang sudah dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat baik di Indonesia maupun di negara-negara lain adalah sebagai obat gosok untuk penyakit encok, obat gosok untuk sakit kepala, bahan obat, bumbu masak, penyedap, minuman penyegar, manisan, penghangat badan, menghilangkan flu, masuk angin, mengatasi keracunan, mengatasi lemah syahwat, antioksidan, antimikroba dan antitusif. Sebagian besar kepercayaan masyarakat terhadap khasiat jahe ini sudah dapat dibuktikan secara ilmiah.

  

Penggunaan rimpang jahe tergantung pada klon (jenisnya). Jahe putih besar (gajah/badak)

mempunyai rasa yang tidak terlalu pedas, dan umumnya digunakan sebagai bahan makanan

seperti manisan, asinan atau minuman segar. Jahe putih kecil (jahe emprit) mempunyai rasa

yang lebih pedas, umumnya digunakan untuk bumbu masak, sumber minyak atsiri dan

pembuatan oleoresin sedangkan bubuknya dimanfaatkan dalam ramuan obat tradisional

(jamu). Jahe merah (jahe sunti) mempunyai kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi

(Yuliani et al, 1991) dan banyak digunakan sebagai obat tradisional, tetapi di Sulawesi dan

Maluku klon ini justru digunakan sebagai bumbu masak.

  Jahe merupakan tanaman multiguna. Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman (bandrek, sekoteng, dan sirup). Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar dan lalap. Bahkan dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami. Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk, awetan jahe atau dikemas dalam bentuk kapsul yang mengandung 500 mg serbuk jahe atau dalam bentuk kristal jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak atsiri dan oleoresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan lain-lain. Di Asia, jahe diolah dalam bentuk minuman seduh atau kembang gula. Sedangkan di Indonesia, jahe dapat ditemukan dalam bentuk minuman seduh dan salah satu komponen jamu (Hasanah et al., 2004; Hardianto, 2005).

  Kandungan Senyawa Kimia pada Jahe

  Komposisi kimia jahe terdiri dari minyak atsiri 2 - 3%, pati, resin, asam-asam organik, asam malat, asam oksalat dan gingerin (Depkes, 1989). Di samping itu, rimpang jahe juga mengandung lemak, lilin, karbohidrat, vitamin A, B dan C, mineral senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol. Rimpang jahe juga mengandung enzim proteolitik yang disebut zingibain. Bahan aktif pada rimpang jahe terdiri atas :

  • minyak atsiri 2-3% • kavikol
  • Zingiberin • zingiberen
  • kamfena • zingiberol
  • limonene • gingerol
  • borneol • Shogaol • sineol • minyak damar
  • zingiberal • pati
  • linalool • asam malat
  • geraniol • asam oksalat
  • gingerin Minyak atsiri merupakan campuran senyawa organik mudah menguap (volatile oil), tidak larut air dan mempunyai bau khas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1 – 3 persen. Minyak ini kebanyakan mengandung terpen, fellandren, dextrokamfen, bahan sesquiterpen yang dinamakan zingiberen, zingeron damar, pati. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen (35%), kurkumin (18%), farnesene (10%) serta

  

bisabolene dan b-sesquiphellandrene dalam jumlah kecil. Di samping itu juga terdapat

  sedikitnya 40 hidrokarbon monoterpenoid yang berbeda seperti 1,8-cineole, linalool, borneol, neral dan geraniol (Govindarajan, 1982). Kandungan minyak atsiri pada jahe merah yaitu sekitar 2,58-3,90%, dihitung berdasarkan berat kering. Kandungan atsiri pada jahe putih adalah 0.82-1.68%, sedangkan pada jahe putih kecil yaitu 1,5-3,3%. Senyawa minyak atsiri pada umumnya berwarna kuning, sedikit kental dan merupakan senyawa yang memberikan aroma pada jahe. Kandungan minyak atsiri pada jahe sangat dipengaruhi umur tanaman dan umur panen. Semakin tua umur jahe maka semakin tinggi kandungan minyak atsirinya. Akan tetapi, selama dan sesudah pembungaan, persentase kandungan minyak atsiri berkurang sehingga tidak dianjurkan jahe dipanen pada saat itu. Komponen non volatile jahe yaitu oleoresin merupakan senyawa fenol dengan rantai karbon samping yang terdiri dari tujuh atau lebih atom karbon. Komponen ini merupakan pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe. Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol, gingerdiols, gingerdiones, dihidrogingerdiones, shagaol, paradols dan zingerone yang memberikan rasa pedas di mulut. Gingerol merupakan komponen aktif utama pada jahe segar (Govindarajan, 1982) sedangkan shogaol merupakan komponen utama pada jahe kering (Connel and Sutherland, 1969).

  Kandungan oleoresin pada tiap jenis jahe juga berbeda-beda. Oleoresin bisa mencapai 3% tergantung jenis jahe. Jahe merah rasa pedasnya tinggi karena kandungan oleoresinnya tinggi sedangkan jahe gajah dan jahe emprit rasa pedasnya kurang karena kadar oleoresinnya rendah.

  Gambar 3. Komponen non Volatile pada Jahe

  Persepsi sensori dari jahe di dalam mulut dan di hidung disebabkan komponen volatile (minyak atsiri) dan non volatile (oleoresin). Minyak atsiri menimbulkan aroma harum pada jahe, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen pembentuk rasa pedas.

  Manfaat Jahe dalam Makanan dan Minuman

  Saat ini pangan telah diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran tubuh. Bahkan bila dimungkinkan, pangan harus dapat menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu. Dari sinilah lahir konsep pangan fungsional (functional foods), yang akhir- akhir ini sangat populer di kalangan masyarakat dunia. Pangan fungsional merupakan produk pangan yang memberikan keuntungan terhadap kesehatan. Pangan fungsional dapat mencegah atau mengobati penyakit (Goldberg, 1994).

  Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan, serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya.

  Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan (zat pencegah radikal bebas yang menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh), dan dapat berinteraksi dengan reaksi-reaksi fisiologis, sehingga mempunyai kapasitas antimikroba, anti pertumbuhan sel kanker, dan sebagainya. Dari kelompok bahan pangan rempah-rempah, jahe merupakan komoditi yang paling banyak digunakan dan berpotensi dikembangkan sebagai pangan fungsional. Luasnya penggunaan jahe disebabkan karena aroma yang khas, dapat diterima, dan dinikmati dalam lauk, kue, manisan, permen, maupun minuman. Jahe merupakan jenis rempah-rempah yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi karena rimpangnya paling banyak digunakan baik sebagai bumbu dalam berbagai resep makanan, pemberi rasa dan aroma pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula maupun sebagai bahan dasar dalam pembuatan minuman. Jahe juga digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional atau diolah menjadi asinan jahe dan acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup.

  Di Jepang, rebung atau tunas jahe dijadikan bahan sayur, acar, atau asinan. Hasil olahan itu sangat populer karena aroma dan cita rasanya yang khas. Terhadap tubuh, makanan dari rebung jahe membantu menyehatkan badan, memperlancar air seni, dan memperbaiki sistem pencernaan. Di Indonesia, mungkin baru orang Manado yang memanfaatkan rebung jahe sebagai salah satu pendamping nasi untuk lalapan didampingi sambal pedas. Cara memakannya selalu diikuti dengan meminum saguer (semacam tuak). Terkadang rebung jahe terlebih dahulu dimasukkan ke dalam saguer, dan supaya awet ke dalamnya diberi sedikit garam. Lalapan ini dipercaya dapat membuat tenaga menjadi berlipat ganda.

  Efek Farmakologis Jahe

  Rimpang jahe sudah digunakan sebagai obat di negara-negara Asia termasuk Indonesia, Cina, Arab dan India. Secara turun temurun jahe biasa digunakan masyarakat sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, anti-inflamasi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensia dan lain-lain. Di Cina jahe sudah digunakan secara intensif sejak lebih dari 2500 tahun yang lalu untuk mengobati sakit kepala, mual/muntah dan batuk (Grant and Lutz, 2000).

  Menurut Farmakope Belanda, Zingiber rhizoma yang berupa rimpang mengandung 6% bahan obat-obatan yang sering dipakai sebagai rumusan obat-obatan atau sebagai obat resmi di 23 negara. Menurut daftar prioritas WHO, jahe merupakan tanaman obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia. Di negara Malaysia, Filipina dan Indonesia telah banyak ditemukan manfaat therapeutis. Jahe juga dapat digunakan pada obat tradisional sebagai obat sakit kepala, obat batuk, masuk angin, untuk mengobati gangguan pada saluran pencernaan, stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan rasa sakit, obat anti mual dan mabuk perjalanan, kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, neuropati, sebagai penawar racun ular dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar.

a. Anti Inflamasi, Antioksidasi dan Anti Kanker Hasil uji farmakologi menunjukkan bahwa jahe mempunyai aktivitas sebagai anti inflamasi.

  Uji laboratorium menunjukkan bahwa ekstrak jahe dalam air panas menghambat aktivitas dan lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena

  siklooksigenase