BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Citra - Implementasi Dan Analisis Kinerja Algoritma Arithmetic Coding Dan Shannon-Fano Pada Kompresi Citra BMP

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.
Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,
bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau
bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpan. (Sutoyo et
al, 2009)

Menurut arti secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua
dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus
(continue) dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Sumber cahaya menerangi
objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkasi cahaya. Pantulan cahaya ini
ditangkap oleh alat-alat optik, seperti mata pada manusia, kamera, pemindai
(scanner), dan lain-lain sehingga bayangan objek dalam bentuk citra dapat terekam.
Citra sebagai output dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat:

1. Optik, berupa foto,

2. Analog berupa sinyal video, seperti gambar pada monitor televisi,
3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetic.

Citra dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu citra diam (still image) dan citra
bergerak (moving image). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak.
Sedangkan citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara
beruntun (sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata sebagai gambar yang
bergerak. Setiap citra didalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang
tampak pada film layar lebar atau televisi pada hakikatnya terdiri dari ratusan sampai
ribuan frame. (Sawaluddin et al, 2006)



 

2.2 Definisi Citra Digital

Citra digital dihasilkan dengan proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Sama halnya
Proses digitalisasi dalam bentuk data lain, proses digitalisasi pada citra juga
merupakan proses pengubahan suatu bentuk data citra dari yang bersifat analog ke

digital. Yang mana proses ini dihasilkan dari peralatan digital yang langsung bisa
diproses oleh komputer. Proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Ada sebuah objek
yang akan diambil gambarnya untuk dijadikan citra digital. Sumber cahaya diperlukan
untuk menerangi objek, yang berarti ada intensitas cahaya (brightness) yang diterima
oleh objek. Oleh objek, intensitas cahaya ini sebagian diserap dan sebagian lagi
dipantulkan ke lingkungan sekitar objek secara radikal. Sistem pencitraan (imaging)
menerima sebagian dari intensitas cahaya yang dipantul oleh objek tadi. Di dalam
sistem pencitraan terdapat sensor optik yang digunakan untuk mendeteksi intensitas
cahaya yang masuk ke dalam sistem. Keluaran dari sistem ini berupa arus yang
besarnya sebanding dengan intensitas cahaya yang mengenainya. Arus tersebut
kemudian dikonversi menjadi data digital yang kemudian dikirimkan ke unit penampil
atau unit pengolah lainnya. Secara keseluruhan hasil keluaran sistem pencitraan
berupa citra digital. Berikut ini gambar langkah-langkah pengolahan citra digital.

Segmentasi

Preprocessing

Representasi
dan Deskripsi


 
 
 
Basis Pengetahuan

Domain
masalah

Pengenalan
dan
Interpretasi

Akuisisi

Gambar 2.1 Langkah-Langkah Pengolahan Citra Digital

Hasil




 

Pada gambar terdapat akuisisi citra yaitu tahap awal untuk mendapatkan citra
digital. Tujuan akuisisi citra adalah untuk menentukan data yang diperlukan dan
memilih metode perekaman citra digital. Tahap ini dimulai dari objek yang akan
diambil gambarnya, persiapan alat-alat, sampai pada pencitraan. Pencitraan adalah
kegiatan transformasi dari citra tampak (foto, gambar, lukisan, patung, pemandangan,
dan lain-lain) menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk
pencitraan, yaitu video kamera, kamera digital, kamera konvensional, scanner, sinar
infra merah. Hasil akuisisi citra ini ditentukan oleh kemampuan sensor untuk
mendigitalisasi sinyal yang terkumpul pada sensor tersebut.

Kemudian masuk tahap preprocessing, tahapan ini diperlukan untuk menjamin
kelancaran pada proses berikutnya. Hal-hal penting yang dilakukan pada tingkatan ini
antaranya adalah peningkatan kualitas citra, menghilangkan noise, perbaikan citra,
transformasi, menentukan bagian citra yang akan diobservasi. Selanjutnya masuk pada
tahap segmentasi ini bertujuan untuk mempartisi citra menjadi bagian-bagian pokok
yang mengandung informasi penting. Misalnya, memisahkan objek dan latar
belakang. Kemudian tahap representasi dan deskripsi dalam hal ini representasi

merupakan suatu proses untuk merepresentasikan suatu wilayah sebagai suatu daftar
titik-titik koordinat dalam kura yang tertutup, dengan deskripsi luasan atau
parameternya.

Tahap pengenalan dan interpretasi, pengenalan bertujuan untuk memberi label
pada sebuah objek yang informasinya disediakan oleh descriptor, sedangkan tahap
interpretasi untuk memberi arti atau makna kepada kelompok objek-objek yang
dikenali. Basis pengetahuan sebagai basis data pengetahuan berguna untuk memandu
operasi dari masing-masing modul proses dan mengkontrol interaksi antara modulmodul tersebut. Selain itu, basis pengetahuan juga digunakan sebagai referensi pada
proses template matching atau pada pengenalan pola.

Citra digital yang tersusun dalam bentuk grid. Setiap kotak yang terbentuk
disebut piksel dan memiliki koordinat (x,y) adalah f(x,y). Sumbu x yaitu baris,
sedangkan sumbu y yaitu kolom. Setiap piksel memiliki nilai yang menunjukkan

10 

 

intensitas warna pada piksel tersebut. Gambar 2.2 menunjukkan posisi koordinat citra

digital.
Y

Koordinat
asal

N-1

f(x,y)
X

M-1

Gambar 2.2 Koordinat Citra Digital

Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M (kolom / tinggi = N,
baris / lebar = M).  Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas
warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y), yaitu besar intensitas warna dari
piksel di titik itu (Putra, 2010). Sehingga citra digital dapat ditulis dalam bentuk
matriks sebagai berikut :


f(x,y) =

Gambar 2.3 Matriks Citra Digital N x M

Berdasarkan gambaran tersebut, citra digital dapat dituliskan sebagai fungsi intensitas
f(x,y), di mana harga x (baris) dan y (kolom) merupakan koordinat posisi dan f(x,y)
adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y) yang menyatakan besar intensitas citra atau
tingkat keabuan atau warna dari piksel di titik tersebut. Merepresentasikan sebuah
citra ukuran 8 x 8 piksel dengan mengambil derajat keabuan pada tiap piksel serta
matriks yang terdiri dari 8 baris dan 8 kolom.

11 

 

Gambar 2.4 Ilustrasi Sistem Matriks Citra Digital 8 x 8 Piksel

Dapat dilihat dari gambar 2.4 bahwa pada piksel pertama pada koordinat (1,1)
mempunyai derajat keabuan 47 yang mewakili dari beberapa gradasi warna,

selanjutnya piksel kedua pada koordinat (2,1) memiliki derajat keabuan 52 yang
mewakili dari beberapa gradasi warna dan seterusnya.

Ada beberapa format citra digital, antara lain: BMP, PNG, JPG, GIF dan
sebagainya. Masing-masing format mempunyai perbedaan satu dengan yang lain
terutama pada header file. Namun ada beberapa yang mempunyai kesamaan, yaitu
penggunaan palette untuk penentuan warna piksel. Sebagai studi kasus dalam tugas
akhir ini akan digunakan format citra *.bmp yang dikeluarkan oleh Microsoft.

2.2.1 Citra BMP

Format BMP, disebut dengan bitmap atau format DIB (Device Independent Bitmap)
adalah sebuah format citra yang digunakan untuk menyimpan citra bitmap digital
terutama pada sistem operasi Microsoft Windows atau OS/2. Pada citra berformat
*.bmp (bitmap) yang tidak terkompresi, piksel citra disimpan dengan kedalaman
warna 1, 4, 8, 16 atau 24 bit per piksel. (Ahmad, 2005)

Pada umumnya citra bitmap teridir dari 4 blok data yaitu: BMP header, Bit
Information (DIB header), Color Pallete, dan Bitmap Data. BMP header berisi
informasi umum dari citra bitmap. Blok ini berada pada bagian awal file citra dan


12 

 

digunakan untuk mengidentifikasi citra. Beberapa aplikasi pengolah citra akan
membaca blok ini untuk memastikan bahwa citra tersebut berformat bitmap dan tidak
dalam kondisi rusak. Bit information berisi informasi detail dari citra bitmap, yang
akan digunakan untuk menampilkan citra pada layar. Color pallete berisi informasi
warna yang digunakan untuk indeks warna bitmap, dan bitmap data berisi data citra
yang sebenarnya, piksel per piksel.

Model ruang warna yang digunakan pada citra bitmap adalah RGB (red,
green, dan blue). Sebuah ruang RGB dapat diartikan sebagai semua kemungkinan
warna yang dapa dibuat dari tiga warna dasar red, green, dan blue. RGB sering
digunakan di dalam sebagian besar aplikasi komputer karena dengan ruang warna ini
tidak diperlukan transformasi untuk menampilkan informasi di layar monitor.

Pada citra 256 warna setiap piksel panjangnya 8 bit, tetapi komponen warna
RGBnya disimpan di dalam tabel RGB yang disebut pallete. Setiap komponen

panjangnya 8 bit, jadi ada 256 nilai keabuan untuk warna merah, 256 nilai keabuan
untuk warna hijau, 256 nilai keabuan untuk warna biru. Nilai setiap piksel tidak
menyatakan derajat keabuan secara langsung, tetapi nilai piksel menyatakan indeks
tabel RGB yang memuat nilai keabuan merah (R), nilai keabuan hijau (G), nilai
keabuan biru (B) untuk masing-masing piksel yang bersangkutan. Namun pada citra
hitam-putih, nilai R = G = B untuk menyatakan bahwa citra hitam putih hanya
mempunya satu kanal warna. Citra hitam putih umumnya adalh citra 8 bit.

Citra yang lebih kaya warna adalah citra 24 bit. Setiap piksel panjangnya 24
bit, karena setiap piksel langsung menyatakan komponen warna merah, komponen
warna hijau, dan komponen warna biru. Masing-masing komponen panjangnya 8 bit.
Citra 24 bit disebut juga citra 16 juta warna, karena citra ini mampu menghasilkan
16.777.216 kombinasi warna.

13 

 

Tabel 2.1 Contoh Warna 24 bit


Gambar 2.5 Komposisi Warna RGB

2.3 Operasi-Operasi pada Pengolahan Citra

Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra secara umum dapat
dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu: (Sigit, 2005)

1. Perbaikan Kualitas (Image Enchancement)
Operasi perbaikan kualitas citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra
dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Melalui operasi ini, ciriciri khusus yang terdapat di dalam citra dapat lebih ditonjolkan. Beberapa
operasi perbaikan citra antara lain: perbaikan kontras gelap / terang, perbaikan
tepian objek, penajaman, pemberian warna semu.

14 

 

2. Kompresi Citra (Image Compression)
operasi kompresi citra bertujuan untuk dapat merepresentasikan citra dalam
bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit.
Yang menjadi perhatian penting dalam kompresi citra adalah mempertahankan
kualitas citra agar tetap baik.

3. Segmentasi Citra (Image Segmentation)
Operasi segmentasi citra bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam
beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat
dengan pengenalan pola.

4. Analisis Citra (Image Analysis)
Operasi analisis citra bertujuan untuk menghitung besaran kuantitatif dari citra
untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra adalah mengekstraksi
ciri-ciri tertentu yang sangat membantu dalam identifikasi objek. Proses
segmentasi juga diperlukan untuk melokalisasi objek dari sekelilingnya.
Contoh dari operasi analisis citra yaitu pendeteksian tepi objek, ekstraksi batas,
dan representasi daerah.

5. Rekonstruksi Citra (Image Reconstruction)
Operasi rekonstruksi citra bertujuan untuk membentuk ulang objek dari
beberapa citra hasi proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan di
dalam bidang medis.

2.4 Kompresi Citra

Kompresi citra yaitu aplikasi kompresi data yang dilakukan terhadap citra digital
dengan tujuan untuk mengurangi redudansi dari data yang terdapat dalam citra
sehingga dapat disimpan atau ditransmisikan secara efisien (Sayood, 2005).

15 

 

Kompresi citra merupakan proses untuk mereduksi ukuran suatu data untuk
menghasilkan representasi digital yang padat atau mampat (compact) namun tetap
dapat mewakili kuantitas informasi yang terkandung pada data tersebut (Putra, 2010).

Pada dasarnya teknik kompresi citra digunakan pada proses penyimpanan data
dan proses transmisi data. Data dan informasi adalah dua hal berbeda. Pada data
terkandung suatu informasi. Namun tidak semua bagian data terkait dengan informasi
tesebut atau pada suatu data terdapat bagian-bagian data yang berulang untuk
mewakili informasi yang sama (Putra, 2010).

Semakin besar ukuran citra, semakin besar memori yang dibutuhkan, namun
kebanyakan citra mengandung duplikasi data, yaitu:

1. Suatu piksel memiliki intensitas yang sama dengan piksel tetangganya, sehingga
penyimpanan piksel membutuhkan memori (space) yang lebih besar sehingga
sangat memboroskan tempat.
2. Citra banyak mengandung bagian (region) yang sama sehingga bagian yang sama
ini tidak perlu dikodekan berulang kali karena tidak berguna.

Contohnya citra langit biru dengan beberapa awan putih yang memiliki banyak
intensitas dan region yang sama.

Kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan jumlah bit yang diperlukan
untuk merepresentasikan citra. Apabila sebuah foto bewarna berukuran 3 inci x 4 inci
dengan tingkat resolusi sebesar 500 dot per inch (dpi), maka diperlukan 3 x 4 x 500 x
500 = 3.000.000 dot (piksel). Setiap piksel terdiri dari 3 byte dimana masing masing
byte merepresentasikan warna merah, hijau, dan biru. Sehingga citra digital tersebut
memerlukan volume penyimpanan sebesar 3.000.000 x 3 byte + 1080 = 9.001.080 byte
setelah ditambahkan jumlah byte yang diperlukan untuk menyimpan format (Header)
citra. Oleh karena itu diperlukan kompresi citra sehingga ukuran citra tersebut menjadi
lebih kecil dan waktu pengiriman citra menjadi lebih cepat. Citra yang belum
dikompresi disebut citra mentah (raw image). Sementara citra hasil kompresi disebut

16 

 

citra terkompresi (compressed image). Secara umum proses kompresi dan dekompresi
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Kompresi 

Dekompresi

Gambar 2.6 Alur Kompresi dan Dekompresi

Proses kompresi didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua jenis data
selalu terdapat pengulangan pada komponen data yang dimilikinya, misalnya di dalam
suatu citra akan terdapat pengulangan warna dari 0 hingga 255. Melalui proses
kompresi berusaha untuk menghilangkan unsur pengulangan ini dengan mengubahnya
sedemikian rupa sehingga ukuran data menjadi lebih kecil.

Kompresi data sangat populer sekarang ini karena dua alasan yaitu (Salomon,
2007):
1. Orang-orang lebih suka mengumpulkan data. Tidak peduli seberapa besar
media penyimpanan yang dimilikinya. Akan tetapi cepat atau lambat akan
terjadi overflow.
2. Orang-orang tidak suka menunggu waktu yang lama untuk memindahkan
data. Misalnya ketika duduk di depan komputer untuk menunggu halaman
Web terbuka atau men-download sebuah file.

Alasan mengapa kompresi data sangat dibutuhkan karena semakin banyak informasi
saat ini yang digunakan dalam bentuk digital dan semakin lama ukuran yang
dibutuhkan untuk menyajikan data tersebut semakin besar. (Sayood, 2005)

17 

 

2.4.1 Teknik Kompresi Citra

Kompresi data dapat dibagi ke dalam dua teknik yaitu lossless compression dan lossy
compression. (Pu, 2006)

1. Lossless Compression

Pada teknik ini tidak ada kehilangan informasi. Jika data dikompresi secara lossless,
data asli dapat direkontruksi kembali sama persis dari data yang telah dikompresi,
dengan kata lain data asli tetap sama sebelum dan sesudah kompresi, secara umum
teknik lossless digunakan untuk penerapan yang tidak bisa mentoleransi setiap
perbedaan antara data asli dan data yang telah direkonstruksi. Data berbentuk citra
untuk medis misalnya harus dikompresikan menggunakan teknik lossless, karena
kehilanggan sebuah piksel atau warna saja dapat mengakibatkan kesalahpahaman.
Lossless compression disebut juga dengan reversible compression karena data asli
bisa dikembalikan dengan sempurna. Akan tetapi rasio kompresi pada teknik ini
rendah. Contoh metode ini adalah Shannon-Fano, Huffman Coding, Arithmetic
Coding dan lain sebagainya.

Rasio kompresi citra adalah ukuran presentasi citra yang telah berhasil
dikompresi. Secara umum matematis rasio kompresi citra dituliskan sebagai berikut.
(Pu, 2006)

Rasio Kompresi =

x 100%

Gambar 2.7 Rumus Rasio Kompresi

Misalkan rasio kompresi adalah 40%, artinya 40% dari citra semula telah berhasil
dikompresi.

18 

 

BAAABBA

Algoritma
Coding

000011100101011

000011100101011

Algoritma
Decoding

BAAABBA

Gambar 2.8 Ilustrasi Kompresi Lossless

2. Lossy Compression

Pada teknik ini akan terjadi kehilangan sebagian informasi. Data yang telah
dikompresi dengan teknik ini secara umum tidak bisa direkonstruksi sama persis dari
data aslinya. Di dalam banyak penerapan, rekonstruksi yang tepat bukan suatu
masalah, tergantung data yang diperlukan.

Biasanya teknik ini membuang bagian-bagian data yang sebenarnya tidak
begitu berguna, tidak begitu dirasakan, tidak begitu dilihat sehingga manusia masih
beranggapan bahwa data tersebut masih bisa digunakan walaupun sudah dikompresi.
Lossy compression disebut juga irreversible compression karena data asli tidak dapat
dikembalikan seperti semula. Kelebihan teknik ini adalah rasio kompresi yang tinggi
dibanding metode lossless. Contoh metode ini adalah Transform Coding, Wavelet, dan
lain-lain.

19 

 

3.26

Algoritma
Coding

000110001010110

Algoritma
Decoding

000110001010110

5.26

Gambar 2.9 Ilustrasi Kompresi Lossy

Ada beberapa parameter yang digunakan untuk menilai kehandalan suatu
kompresi. Diantara masing-masing parameter tersebut terdapat hubungan yang erat
dan saling mempengaruhi.

1. Faktor kompresi
Faktor kompresi adalah perbandingan jumlah data yang belum dikompresi
terhadap jumlah data hasil kompresi. Semakin bagus suatu kompresi maka faktor
kompresinya semakin tinggi. Akan tetapi faktor kompresi yang tinggi akan
mengakibatkan kualitas yang menurun. Faktor penting kompresi data, terdapat
empat faktor penting yang perlu diperhatikan, yaitu: Time Process (waktu yang
dibutuhkan dalam menjalankan proses), Completeness (kelengkapan data setelah
file-file tersebut dikompres), Ratio Compress (ukuran data setelah dilakukan
kompresi), Optimaly (perbandingan apakah ukuran file sebelum dikompres sama
atau tidak sama dengan file yang telah dikompres). Tidak ada metode kompresi
yang paling efektif untuk semua jenis file.

2. Kualitas
Suatu teknik kompresi dikatakan baik apabila kualitas data hasil decoding
sangatlah mirip bila dibandingkan dengan aslinya. Faktor kualitas ini sangat erat
dengan faktor kompresi.

20 

 

3. Kompleksitas
Kompleksitas dari suatu teknik kompresi menentukan sulit atau tidaknya
implementasi teknik kompresi tersebut.

4. Interaktif
Pengguna dapat bebas untuk berinteraksi dengan informasi multimedia untuk
mengubah, mencari informasi yang diinginkan atau membuang informasi yang
tidak diinginkan.

2.4.2 Algoritma Arithmetic Coding

Prinsip Arithmetic Coding diperkenalkan pertama kali oleh Peter Elias sekitar tahun
1960-an. Algoritma ini melakukan proses pengkodean dengan menggantikan setiap
simbol masukan dengan suatu codeword (Pu, 2006). Arithmetic Coding memiliki
kelebihan terutama ketika memproses kumpulan abjad yang relatif sedikit. Awalnya
Arithmetic Coding diperkenalkan oleh Shannon, Fano dan Elias. Tujuannya
memberikan ide alternatif yang pada saat itu setiap proses pengkodean dilakukan
dengan menggantikan setiap simbol masukan digantikan dengan sebuah angka single
floating point. Sehingga semakin panjang dan kompleks pesan yang dikodekan maka
semakin banyak bit yang diperlukan untuk keperluan tersebut. Sejak tahun 1960-an
hingga sekarang Algoritma Arithmetic Coding mulai berkembang para peneliti mulai
mengembangkan Algoritma Arithmetic Coding untuk melakukan kompresi pada
multimedia yaitu: citra, audio, video dll.

Pada umumnya, algoritma kompresi data didasarkan pada pemilihan cara
melakukan penggantian satu atau lebih elemen-elemen yang sama dengan kode
tertentu. Berbeda dengan cara tersebut, Arithmetic Coding menggantikan sautu deret
simbol input dalam suatu file data dengan sebuah bilangan menggunakan proses
aritmatika. Semakin panjang dan semakin kompleks pesan dikodekan, semakin
banyak bit yang diperlukan untuk proses kompresi dan dekompresi data.

21 

 

Output dari Arithmetic Coding ini adalah satu angka yang lebih kecil dari 1
dan lebih besar atau sama dengan 0. Angka ini secara unik dapat didekompresikan
sehingga menghasilkan deretan simbol yang dipakai untuk menghasilkan angka
tersebut.

Implementasi Arithmetic Coding harus memperhatikan kemampuan encoder
dan decoder. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan atau error apabila suatu
Arithmetic Coding mempunyai kode dengan floating point yang sangat panjang.
Sehingga diberikan solusi berupa modifikai algoritma Arithmetic Coding dengan
menggunakan bilangan integer. Modifikasi ini mampu mengatasi keterbatasan
pengolahan floating point dalam melakukan kompresi dan dekompresi data.
Modifikasi dengan bilangan integer juga dipakai karena jumlah bit kodenya lebih
sedikit dan mempercepat proses kompresi dan dekompresi data karena perhitungan
integer jauh lebih cepat dari perhitungan floating point serta dapat diimplementasikan
dalam program.

Berikut ini algoritma encoding dan decoding pada Arithmetic Coding. Akan
digunakan dua variabel low dan high untuk mendefinisikan interval (low, high). (Pu,
2006)

Proses encoding, algoritma Arithmetic Coding:
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah

1: Set low = 0.0 (kondisi awal)
2: Set high = 1.0 (kondisi awal)
3: While (simbol input masih ada) do
4:
Ambil simbol input
5:
Code-Range = high – low
6:
High = low + Code-Range*high_range (simbol)
7:
Low = low + Code-Range*low_range (simbol)
8: End While
9: Output Low

Proses decoding, algoritma Arithmetic Coding:
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah
Langkah

1: Ambil Encoded-Symbol (ES)
2: Do
3: Cari range dari simbol yang melingkupi Encoded-Symbo(ES)
4:
Cetak simbol
5:
Code-Range = high_range – low_range
6:
Encoded-Symbol = Encoded-Symbol – low_range
7:
Encoded-Symbol = Encoded-Symbol / Code-Range
8: Until simbol habis

22 

 

2.4.3 Algoritma Shannon-Fano

Algoritma Shannon-Fano merupakan algoritma pertama yang diperkenalkan untuk
kompresi sinyal digital pada bukunya yang berjudul “A Mathematical Theory of
Communication”. Algoritma ini dikembangkan secara mandiri oleh Claude Shannon
dan Robert Fano dalam dua publikasi terpisah pada tahun yang sama yaitu pada tahun
1949. Algoritma Shannon-Fano adalah salah satu banyak yang dikembangkan oleh
Claude Shannon dianggap sebagai “Father of Information Theory” yaitu membuat
kemajuan dalam kaitannya dengan transfer data dan komunikasi pada umumnya. Pada
tahun 1976 Robert Fano menerima Claude Shannon Award untuk karyanya dalam
Information Theory. Hingga sekarang para peneliti mulai mengembangkan Algoritma
Shannon-Fano untuk melakukan kompresi pada multimedia yaitu: citra, audio, video
dll.

Algoritma Shannon-Fano didasarkan pada variable-length code yang berarti
karakter pada data yang akan dikodekan direpresentasikan dengan kode (codeword)
yang lebih pendek dari karakter yang ada pada data. Jika frekuensi kemunculan
karakter semakin tinggi, maka kode semakin pendek, dengan demikian kode yang
dihasilkan tidak sama panjang, sehingga kode tersebut bersifat unik. Berikut langkahlangkah kompresi dan dekompresi pada algoritma Shannon-Fano. (Pu, 2006)

Langkah-langkah kompresi menggunakan algoritma Shannon-Fano.
1. Buatlah daftar peluang atau frekuensi kehadiran setiap simbol dari data
yang akan dikodekan.
2. Urutkanlah daftar tersebut menurut frekuensi kehadiran simbol secara
menurun (dari simbol yang frekuensi kemunculan paling banyak sampai
simbol dengan frekuensi kemunculan paling sedikit).
3. Bagilah daftar tersebut menjadi dua bagian dengan pembagian didasari
pada jumlah total frekuensi suatu bagian (disebut bagian atas) sedekat
mungkin dengan jumlah total frekuensi dengan bagian yang lain (disebut
bagian bawah).
4. Daftar bagian atas dinyatakan dengan digit 0 dan bagian bawah dinyatakan
dengan digit 1. Hal tersebut berarti kode untuk simbol-simbol pada bagian

23 

 

atas akan dimulai dengan 0 dan kode untuk simbol-simbol pada bagian
bawah akan dimulai dengan 1.
5. Lakukanlah proses secara rekursif langkah 3 dan 4 pada bagian atas dan
bawah. Bagilah menjadi kelompok-kelompok dan tambahkan bit-bit pada
kode sampai setiap simbol mempunyai kode yang bersesuaian pada pohon
tersebut.

Langkah-langkah dekompresi menggunakan algoritma Shannon-Fano.
1. Baca bit pertama dari serangkaian kode yang dihasilkan
2. Jika bit tersebut ada dalam SF Code, maka bit tersebut diterjemahkan
menjadi simbol yang sesuai dengan bit tersebut.
3. Jika bit tersebut tidak ada dalam SF Code, gabungkan bit tersebut dengan
bit selanjutya dalam rangkaian kode, cocokkan dengan tabel hasil
pengkodean.
4. Lakukan langkah 3 sampai ada rangkaian bit yang cocok dengan SF Code,
terjemahkan rangkaian bit tersebut menjadi simbol yang sesuai.
5. Baca bit selanjutnya dan ulangi langkah 2, 3, dan 4 sampai rangkaian kode
habis.

2.5 Pengenalan Visual Basic

Visual Basic berawal dari bahasa BASIC yang dikembangkan mulai dari tahun 1963.
BASIC adalah singkatan dari Beginner’s All Purpose Symbolic Instruction Code.
Sesuai namanya bahasa BASIC dibuat untuk tujuan memudahkan pengguna agar
dapat dengan mudah mempelajari, membuat, dan mengembangkan program
komputer.

Visual Basic merupakan pengembangan lebih lanjut dari bahasa BASIC yang
dilakukan oleh Microsoft Visual Basic ditujukan sebagai perangkat untuk membuat
dan mengembangkan program secara cepat (Rapid Application Development: RAD).
Terutama jika menggunakan antarmuka berbasis windows (Graphical User Interface:
GUI).

24 

 

Visual Basic 1.0 merupakan versi pertama Visual Basic dan dirilis pada tahun
1991. Visual Basic 1.0 ditujukan untuk sistem operasi Microsoft DOS. Selanjutnya
diteruskan dengan Visual Basic 2.0 di tahun 1992, versi 3.0 tahun 1993, versi 4.0
tahun 1995, versi 5.0 tahun 1997, dan versi 6.0 tahun 1998.

Visual Basic 6.0 sangat populer dan masih banyak dipakai hingga saat ini.
Sayangnya, dukungan terhadapa Visual Basic 6.0 telah dihentikan oleh Microsoft
mulai bulan maret 2008. Namun, program yang dibuat dengan Visual Basic 6.0 masih
dapat dijalankan pada sistem operasi terbaru seperti Windows Server 2008 maupun
Windows Vista. Visual Basic .Net diluncurkan Februari 2002, merupakan penerus dari
Visual Basic 6.0 dan menggunakan platform .Net yang berbeda dengan Visual Basic
sebelumnya.

2.5.1 Microsoft Visual Basic 2008 Express Edition

Visual Basic 2008 Express Edition yang lebih lengkap dan mudah digunakan untuk
mencari komponen atau objek yang diinginkan. Perhatikan antar muka yang dapat
dilihat pada gambar 2.11.

25 

 

Menu bar
Toolbar
Page tab
Toolbox

Solution
Explorer

Push
Form

Properties

Sizing
Error list

Status

Main

Gambar 2.10 Antarmuka pada Aplikasi Visual Basic 2008 Express Edition

Keterangan:
Tabel 2.2 Keterangan Gambar 2.11
Antarmuka

Keterangan

Menu bar

Menu standar pada Visual Basic

Toolbar

Daftar tool (perangkat) untuk menjalankan
perintah yang sering digunakan

Toolbox

Daftar kontrol yang dapat ditambahkan ke
dalam program sebagai antarmuka (interface)

Form Designer

Digunakan untuk mengedit tampilan form
serta mengatur posisi kontrol pada form

Solution Explorer

Digunakan untuk mengolah file dan projek
berhubungan dengan solution

Properties

Digunakan untuk mengedit properties dari
form dan kontrol yang sedang diedit

Error list

Menampilkan pesan error jika ada kesalahan