THE EFFECT OF NYLON NET CONFINEMENT ON REINFORCEMENT ON THE FLEXURAL STRENGTH OF REINFORCED CONCETE BEAM

PENGARUH PENGEKANGAN JALA NYLON DI TULANGAN PADA KUAT LENTUR BALOK BERTULANG

THE EFFECT OF NYLON NET CONFINEMENT ON REINFORCEMENT ON THE FLEXURAL STRENGTH OF REINFORCED CONCETE BEAM SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : ERLINA WAHYUNINGTYAS NIM. I 0107070 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

LEMBAR PERSETUJUAN PENGARUH PENGEKANGAN JALA NYLON DI TULANGAN PADA KUAT LENTUR BALOK BERTULANG

THE EFFECT OF NYLON NET CONFINEMENT ON REINFORCEMENT ON THE FLEXURAL STRENGTH OF REINFORCED CONCETE BEAM

Disusun Oleh :

ERLINA WAHYUNINGTYAS NIM. I 0107070

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Dosen Pembimbing I

Kusno Adi Sambowo ST, MSc, PhD NIP. 19691026 199503 1 002

Dosen Pembimbing II

Achmad Basuki, ST, MT NIP. 19710901 199702 1 001

PENGARUH PENGEKANGAN JALA NYLON DI TULANGAN PADA KUAT LENTUR BALOK BERTULANG

THE EFFECT OF NYLON NET CONFINEMENT ON REINFORCEMENT ON THE FLEXURAL STRENGTH OF REINFORCED CONCETE BEAM SKRIPSI

Disusun oleh:

ERLINA WAHYUNINGTYAS NIM. I 0107070

Dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana teknik

Pada Hari : Rabu Tanggal : 16 Februari 2011

Tim Penguji Pendadaran :

1. Kusno Adi Sambowo ST, MSc, PhD …………………………… N I P . 19691026 199503 1 002

2. Achmad Basuki, ST, MT …………………………… N I P . 19710901 199702 1 001

3. Ir. Antonius Mediyanto, MT …………………………… N I P . 19620118 199512 1 001

4. Ir. Purwanto, MT …………………………… N I P . 19610724 198702 1 001

Mengetahui, Disahkan a.n Dekan Fakultas Teknik UNS

Ketua Jurusan Teknik sipil Pembantu Dekan I

Fakultas Teknik UNS

Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Bambang Santosa, MT

MOTTO

v Pengalaman adalah guru yang terbaik tetapi buanglah pengalaman buruk yang hanya merugikan.

v Menunggu kesuksesan adalah tindakan sia-sia yang bodoh.

PERSEMBAHAN

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan pada Allah SWT atas hidayah-Nya,

dan dengan segala kerendahan hati serta rasa terima kasih saya

persembahkan karya ini kepada :

1. Bapak & Ibu

Terimakasih atas segala doa dan dukungannya serta kasih sayang yang tak akan tergantikan oleh apapun juga.

2. My Brother

Bedit Nana Sambodo terimakasih atas doa dan dukungannya. Kamulah contoh yang baik disetiap langkahku.

3. Keluargaku

Terimakasih atas kasih sayang dan semangat untuk segera menyelesaikan pendidikan ini.

4. Pembimbing

Bapak Kusno, Bapak Basuki, Ibu Retno susilorini.

5. Chitra Hermawan

Terimakasih atas dukungan serta bantuan disetiap kesulitanku.

6. Teman Berjuang

Rakhmita Hidayanti Harahap, Hafni Pertiwi, Juwono Dwi Putra yang telah berjuang bersama. Serta mas Budi Waluyo dan Bli Ketut Bagiarta atas Rakhmita Hidayanti Harahap, Hafni Pertiwi, Juwono Dwi Putra yang telah berjuang bersama. Serta mas Budi Waluyo dan Bli Ketut Bagiarta atas

8. Sunarjati

Tinul (telah berbagi suka-duka), indri, refo, dita, mb.ficka, dan semua anak sunarjati tercinta. Hidup seatap bersama demi meraih cita-cita.

9. Pihak-pihak pendukung

Tika (bantuan tranlet bahasa), Danang Dkv (bantuan animasi). Semua yang telah mendukung terselesainya skripsi ini.

Erlina Wahyuningtyas, 2011. Pengaruh Pengekangan Jala Nylon di

Tulangan pada Kuat Lentur Balok Bertulang , Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penggunaan beton sebagai bahan bangunan telah lama dikenal dan paling banyak digunakan. Salah satu kelebihan beton adalah kuat desaknya tinggi, namun beton juga mempunyai kelemahan yaitu kuat tariknya rendah. Maksud utama pengekangan terhadap tulangan adalah untuk menambah kuat tarik beton. Kuat tarik yang sangat rendah mengakibatkan beton mudah retak yang akhirnya mengurangi keawetan beton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengekangan jala nylon terhadap kuat lentur balok bertulang dan untuk mengetahui seberapa besar perbandingan kapasitas lentur hasil analisa dengan hasil uji eksperimen untuk balok beton bertulang normal dan balok bertulang dengan pengekangan jala nylon Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan membuat benda uji

berupa balok beton bertulang dengan dimensi (250x350x3500)mm 3 dan dipasang

tulangan tarik 3ø13, tulangan tekan 2ø13 dan sengkang ø8. Jumlah benda uji adalah sebanyak 2 benda uji dengan 1 benda uji untuk masing-masing kondisi yaitu beton bertulang normal, dan beton bertulang dengan pengekangan jala nylon pada tulangan. Pengujian kuat lentur balok bertulang menggunakan alat uji lentur. Dari pengujian diketahui nilai kapasitas lentur balok bertulang normal adalah sebesar 3636,25 MPa sedangkan kapasitas lentur balok bertulang dengan pengekangan jala nylon sebesar 4636,25 MPa. Sehingga kapasitas lentur balok bertulang mengalami penningkatan 27,5%. Kapasitas lentur balok bertulang normal hasil perhitungan analisa sebesar 3544,01 MPa, sedangkan hasil uji eksperimen sebesar 3636,25 MPa. Sehingga perbedaan kapasitas lentur balok bertulang normal hasil analisa dan eksperimen sebesar 2,6027%. Kapasitas lentur balok bertulang dengan pengekangan jala nylon hasil perhitungan analisa sebasar 3544,64 MPa, sedangkan hasil uji eksperimen sebesar 4636,25 MPa. Sehingga perbedaan kapasitas lentur balok bertulang dengan pengekang jala nylon hasil analisa dan eksperimen sebesar 11,9616% Kata kunci: kuat lentur, balok bertulang, pengekangan jala nylon

Erlina Wahyuningtyas, 2011. The Effect of Nylon Net Confinement on

Reinforcement on The Flexural Strength of Reinforced Concrete Beam . Final Report. Civil Engineering, Sebelas Maret University, Surakarta. The use of concrete as building material has long been known and it is mostly used. One of the concrete strengths is high strongly urged. However, concrete also has weakness that is low tensile strength. The main purpose of restrain through reinforcement is to strengthen tensile strength concrete. The lowest tensile strength causes concrete cracks easily. It finally reduces concrete preservation. The aims of this research are to identify a great extent the influence of nylon confinement through flexural strength of concrete beam and to identify a great extent the comparison of the flexible capacity analysis result with experiment result to normal reinforced concrete beam and reinforced concrete beam in nylon confinement. The method which was used in this research was experiment method. It was

conducted by creating concrete beam with dimension (250x350x3500)mm 3 as the test object and it was set up by tensile carcass 3ø13, press carcass 2ø13 and cross beam ø8. The total of test object was two with one test object for each condition that was normal concrete beam and concrete beam with nylon confinement at carcass. The experiment of concrete beam flexural strength by using flexural tester. The result of the experiment shows that the total flexural capacity of concrete beam is 3636,25 MPa, while the total flexural capacity of concrete beam with nylon confinement is 4636,25 MPa. Thus, the flexural capacity of normal concrete beam increases 27,5%. The result of analysis calculation of flexural capacity normal concrete beam is 3544,01 MPa, while the experiment result is 3636,25 Mpa. Hence, the difference between the flexural capacity of normal concrete beam of analysis result and experiment is 2,6027%. The calculation analysis result of flexural capacity of concrete beam with nylon confinement is 3544,64 MPa, while the experiment result is 4636,25 MPa. Therefore, the difference between analysis and experiment result of flexural capacity concrete beam with nylon confinement is 11,9616%. Key words: flexural strength, reinforced concrete beam, nylon confinement

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat serta hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “ Pengaruh Pengekangan Jala Nylon di Tulangan pada Kuat Lentur Balok Bertulang” guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Meskipun jauh dari kesempurnaan penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan mengembangkan pengetahuan terutama untuk pengembangan penelitian selanjutnya di Jurusan Teknik Sipil UNS.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2. Pimpinan Jurusan Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Kusno Adi Sambowo ST, MSc, PhD selaku dosen pembimbing I,

4. Achmad Basuki ST, MT selaku dosen pembimbing II,

5. S A Kristiawan, ST, MSc, (Eng), PhD selaku Kepala Laboratorium Struktur

Fakultas Teknik Univesitas Sebelas Maret Surakarta beserta staffnya,

6. Kusno Adi S, ST, PhD selaku Kepala Laboratorium Bahan Bangunan Fakultas Teknik Univesitas Sebelas Maret Surakarta beserta staffnya,

7. Ir. Purwanto, MT selaku pembimbing akademis,

8. Bapak dan ibu dosen pengajar, staff pengajaran, staff perpustakaan dan karyawan di lingkungan Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Suarakarta,

9. Rekan-rekan seperjuanganku, Hafni Pertiwi, Rakhmita Hidayanti Harahap, Juwono Dwi Putra atas segala bantuan dan kekompakannya demi terselesaikannya penyusunan laporan skripsi ini,

10. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2007,

11. Semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Januari 2011

Penulis

HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN

ii HALAMAN PENGESAHAN

iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN

iv ABSTRAK

v KATA PENGANTAR

vii DAFTAR ISI

ix DAFTAR TABEL

xii DAFTAR GAMBAR

xiii DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

xvi DAFTAR LAMPIRAN

xvii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Batasan Masalah

1.4. Tujuan Penelitian

1.5. Manfaat Penelitian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teori

2.2. Tinjauan Pustaka

2.2.1. Pengertian Beton

2.2.2. Serat Nylon

2.3. Material Penyusun Beton

2.3.1. Semen Portland

2.3.2. Agregat

2.3.2.1. Agregat Halus

2.3.2.2. Agregat Kasar

2.4. Kuat Lentur Beton Bertulang

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Uraian Umum

3.2. Benda Uji

3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian

3.4. Standar Penelitian

3.4.1 Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus

3.4.1 Standar Pengujian Terhadap Agregat Kasar

3.5. Alat yang Digunakan

3.6. Pengujian Bahan Dasar Beton

3.6.1. Pengujian Agregat Halus

3.6.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Dalam Agregat Halus

3.6.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Dalam Agregat Halus

3.6.1.3. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus

3.6.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus

3.6.1.1. Pengujian Berat Isi Agregat Halus

3.6.2. Pengujian Agregat Kasar

3.6.2.1. Pengujian Spesific Gravity dan Absorbsi Agregat Kasar

3.6.2.2. Pengujian Abrasi Agregat Kasar

3.6.2.3. Pengujian Gradasi Agregat Kasar

3.6.2.4. Pengujian Berat Isi Agregat Kasar

3.7. Hitungan Rencana Proporsi Campuran Adukan Beton

3.8. Pembuatan dan Pengujian Adukan Beton

3.9. Pembuatan dan Perawatan (Curing) Benda Uji

3.9.1. Pembuatan Benda Uji

3.9.2. Perawatan (Curing)

3.10. Pengujian Benda Uji

3.10.1. Tahap Persiapan Pengujian Balok

3.10.2. Langkah-Langkah Pengujian

3.10.3. Setting Alat

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar

4.2. Kuat Tarik Baja Tulangan

4.3. Rencana Campuran Adukan Beton

4.4. Pengujian Nilai Slump

4.5. Kuat Tekan Beton

4.6. Kuat Lentur Balok Bertulang

4.7. Pola Retak Balok Bertulang

4.8. Kapasitas Lentur Balok Bertulang

4.9. Analisa Penampang Balok Bertulang

4.10. Perbandingan Kapasitas Lentur Analisa dan Eksperimen

4.11.1 Kuat Tarik Baja Tulangan

4.11.2. Kuat Tekan Beton

4.11.3. Kuat Lentur Balok Bertulang

4.11.5. Pola Retak Balok Bertulang

4.11.6. Kapasitas Lentur Balok Bertulang

4.11.7. Perbandingan Kapasitas Lentur Analisa dan Eksperimen

BAB 5. KESIMPILAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

75 LAMPIRAN

Tabel 2.1. Susunan unsur semen biasa

Tabel 2.2. Jenis semen Portland

Tabel 2.3. Persyaratan gradasi agregat halus ASTM C.33-97

Tabel 2.4. Gradasi Agregat Kasar Menurut ASTM

16 Tabel 3.1. Pengaruh kadar zat organik terhadap presentase penurunan kekuatan beton

Tabel 3.2. Syarat persentase berat lolos standar ASTM

Tabel 4.1. Hasil pengujian agregat halus

Tabel 4.2. Hasil pengujian gradasi agregat halus

Tabel 4.3. Hasil pengujian agregat kasar normal

Tabel 4.4. Hasil pengujian gradasi agregat kasar normal

Tabel 4.5. Hasil uji kuat tarik baja tulangan

49 Tabel 4.6. Nilai slump campuran adukan beton 51

Tabel 4.7. Hasil pengujian kuat desak beton umur 28 hari.

Tabel 4.8.

Hasil pengujian kuat lentur balok bertulang

Tabel 4.9. Hasil lendutan balok bertulang normal

53 Tabel 4.10. Hasil lendutan balok bertulang dengan pengekangan jala nylon 54 Tabel 4.11. Hasil perhitungan kapasitas lentur hasil eksperimen

Tabel 4.12. Kapasitas lentur balok beton bertulang hasil analisa

69 Tabel 4.13. Hasil perbandingan kapasitas lentur analisa dan eksperimen

Gambar 2.1. Relasi tegangan-regangan untuk material polimer thermoplastis

Gambar 2.2.

Relasi σ-ε (tegangan-regangan) serat nylon

Gambar 2.3.

Balok yang dibebani 2 buah gaya P/2

Gambar 2.4.

Distribusi tegangan ekivalen dari Whitney

Gambar 2.5.

Kurva Tegangan–Regangan untuk Beton Terkekang dengan Sengkang Persegi

Gambar 2.6.

Blok tegangan tekan beton yang mungkin terjadi

Gambar 2.7.

Perilaku beban-lendutan struktur beton

Gambar 3.1.

Benda uji balok bertulang normal

Gambar 3.2.

Benda uji balok bertulang dengan pengekangan jala nylon diluar tulangan

Gambar 3.3.

Detail tulangan desain balok uji

Gambar 3.4.

Bagan alir tahap-tahap metode penelitian

Gambar 3.5.

Setting alat pengujian balok

Gambar 4.1.

Grafik gradasi agregat halus

Gambar 4.2.

Grafik gradasi agregat kasar normal

Gambar 4.3.

Grafik hasil pengujian kuat lentur balok bertulang

Gambar 4.4.

Grafik perbandingan lendutan antara balok bertulang normal dan balok bertulang dengan pengekangan jala nylon pada dial gauge 1

Gambar 4.5.

Grafik perbandingan lendutan antara balok bertulang normal dan balok bertulang dengan pengekangan jala nylon pada dial gauge 2

Gambar 4.6.

Grafik perbandingan lendutan antara balok bertulang normal dan balok bertulang dengan pengekangan jala nylon pada dial gauge 3

Gambar 4.7.

Pola retak beton bertulang normal pada posisi barat

Gambar 4.8. Pola retak beton bertulang normal pada posisi timur

Gambar 4.9.

Pola retak beton bertulang dengan pengekangan jala Pola retak beton bertulang dengan pengekangan jala

58 Gambar 4.11. Beban pada pengujian

59

Gambar 4.12. Perbandingan kapasitas lentur balok bertulang normal

dan balok bertulang dengan pengekangan jala nylon

62 Gambar 4.13. Diagram tegangan balok beton bertulang

63

Gambar 4.14. Diagram tegangan beton bertulang dengan pengekangan

jala nylon

66 Gambar 4.15. Grafik perbandingan kapasitas lentur analisa dan

eksperimen balok bertulang normal dan balok dengan pengekangan jala nylon

70

ACI = American Concrete Institute ASTM = American Standar for Testing and Materials

A = Luas penampang baja tulangan (mm 2 )

As

= Luas tulangan tarik (mm 2 )

As’

= Luas tulangan tekan (mm 2 )

a = Tinggi distribusi tegangan persegi untuk kondisi regangan batas

B = Lebar balok (mm)

c = Gaya tekan dalam beton dengan tidak adanya tulangan tekan

cm = centimeter Dc = Desak beton (MPa)

Ds = Desak tulangan (MPa)

d = Lebar efektif balok (mm) Es

= Modulus elastisitas (N/mm 2 )

fas = faktor air semen fc’

= Kuat desak beton (MPa) fs

= Gaya tarik tulangan (MPa) fs’

= Gaya tekan tulangan (MPa) f’cr

= Kuat desak rata-rata (MPa) fy

= Tegangan leleh baja tulangan (MPa)

h = Tinggi balok (mm) kg

= kilogram kN

= kilo newton L

= Panjang (mm) m

= meter mm = millimeter Mn

= Momen nominal (Nmm) MPa = Mega paskal (satuan tegangan) N

= Newton P

= Beban x

= Tinggi garis netral (mm) %

= Persentase

= Rasio penulangan minimum = Rasio penulangan maksimum

ε s = Regangan pada saat regangan beton maksimum dicapai ε y = Regangan leleh tulangan baja

Lampiran A Hasil Pengujian Bahan Dasar Lampiran B Perencanaan Campuran Adukan Beton Lampiran C Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Bertulang Lampiran D Dokumentasi Penelitian Lampiran E Form Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beton sangat banyak digunakan sebagai bahan konstruksi. Banyaknya pemakaian beton ini disebabkan antara lain karena beton terbuat dari bahan- bahan yang umumnya mudah dibentuk, awet, bebas perawatan. Selain itu beton juga mempunyai beberapa kelemahan salah satunya ialah mempunyai kuat tarik rendah (Rashid Hameed dkk, 2009). Sehingga mudah retak dan apabila telah terjadi kerusakan maka kemungkinan besar beton akan dihancurkan.

Dalam konstruksi bangunan peran beton sebagai komponen utama struktur saat ini banyak mengalami penyempurnaan dalam hubungannya dengan kekuatan, umur, manfaat, biaya. Dalam struktur bangunan yang menggunakan beton, kuat lentur suatu balok beton bertulang merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan.

Beban luar yang bekerja pada beton, seperti beban mati, beban hidup dan gempa. mengakibatkan adanya suatu reaksi untuk melawan beban tersebut. Reaksi-reaksi tersebut berupa tegangan tekan, tegangan lentur, tegangan retak, modulus elastisitas dan lain-lain. Tegangan tersebut bila dilewati, maka elemen struktur akan mengalami kehancuran. Salah satu upaya untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan pengekangan pada massa beton (Park dan Paulay, 1975; Susilorini, 1999).

Tingginya permintaan akan beton membuat para pelaku industri dan peneliti berlomba-lomba untuk membuat inovasi-inovasi yang solutif dan aplikatif pada beton. Tujuannya agar didapat beton yang berkualitas tinggi, ramah lingkungan, Tingginya permintaan akan beton membuat para pelaku industri dan peneliti berlomba-lomba untuk membuat inovasi-inovasi yang solutif dan aplikatif pada beton. Tujuannya agar didapat beton yang berkualitas tinggi, ramah lingkungan,

Hibah kompetensi tersebut meneliti metode pengekangan perkuatan balok beton bertulang dengan jala nylon. Hasil penelitian pada tahun pertama tersebut menjadi rujukan dan pijakan untuk penelitian lanjutan pada tahun kedua. Pada tahun kedua, penelitian hibah kompetensi ini bertujuan menghasilkan teknologi tepat guna balok pra-cetak berpengekang jala nylon. Penelitian ini mendapat pendanaan dari hibah kompetensi tersebut.

Untuk mengetahui pengaruh cara pengekangan dengan jala nylon maka diperlukan suatu penelitian. Tugas Akhir ini dilakukan untuk mengetahui perilaku pengekangan dengan jala nylon berdiameter 1,1 mm pada balok beton dengan tulangan yang menerima beban lentur.

1.2. Perumusan Masalah

Pemasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini berkaitan dengan pengekangan beton dengan jala nylon yaitu bagaimana perbandingan kuat lentur balok beton bertulang tanpa pengekangan jala nylon dibandingkan dengan balok beton bertulang dengan pengekangan jala nylon.

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini diterapkan beberapa batasan:

1. Campuran beton dianggap homogen

2. Campuran pertama dan kedua dianggap sama.

15-1990-03.

4. Jala nylon yang digunakan adalah bermerk Golden fish dan berdiameter 1,1 mm. Jala nylon tersebut berupa anyaman yang berbentuk persegi dengan ukuran 2,5cm × 2,5cm di masing-masing kotaknya.

5. Benda uji yang digunakan berukuran 3500 x 250 x 350 mm dengan detail penulangan pada gambar terlampir.

6. Menganalisa uji kuat lentur dan pola retak balok uji.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kuat lentur balok beton bertulang tanpa pengekangan jala nylon dibandingkan dengan balok beton bertulang dengan pengekangan jala nylon.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini beberapa manfaat:

1. Manfaat Teoritis Mengembangkan pengetahuan mengenai pengekangan beton dalam struktur.

2. Manfaat Praktis Memberikan alternatif penggunaan jala nylon yang ekonomis dengan peningkatan kekuatan yang diharapkan.

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Beton banyak digunakan secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan bangunan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut apabila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batuan (Tjokrodimuljo, 1996).

Perencanaan beton yang tercantum dalam Teknik Beton PU 1991, dinyatakan bahwa Pokok-Pokok Perencanaan Struktur Beton dimaksudkan untuk menghasilkan suatu struktur yang awet, mempunyai tingkat kelayakan dan kekuatan memadai.

Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus juga bersifat sebagai perekat/ pengikat dalam proses pengerasan. Sehingga butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak/ padat (Tjokrodimuljo, 1996).

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Pengertian Beton

Beton diperoleh dari pencampuran agregat halus, semen dan air serta kadang- kadang bahan tambah lainnya. Semen jika diaduk dengan air akan terbentuk Beton diperoleh dari pencampuran agregat halus, semen dan air serta kadang- kadang bahan tambah lainnya. Semen jika diaduk dengan air akan terbentuk

Kekuatan, keawetan dan sifat-sifat lain dari beton tergantung dari kualitas bahan dasar, perbandingan volume campuran, cara pelaksanaan, cara pemadatan, pemeliharaannya, serta adanya bahan tambahan (admixture).

Beton normal merupakan beton yang cukup berat, dengan berat 2400 kg/m 3 , kuat

tekan 15 sampai 50 Mpa dan menghantarkan panas. Pada beton normal biasanya

digunakan agregat yang berat jenisnya antara 2,5 sampai 2,7 kg/m 3 , seperti granit, basalt, kuarsa dan sebagainya.

Beton sering digunakan dalam konstruksi bangunan dikarenakan mempunyai banyak sekali keuntungan diantaranya adalah:

1. Bahan pembentuk beton mudah didapat dengan harga relatif murah.

2. Beton tahan terhadap aus dan juga api atau kebakaran.

3. Beton segar mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dengan ukuran seberapapun sesuai keinginan, cetakan dapat dipakai beberapa kali sehingga ekonomis dan menjadi lebih murah.

4. Perawatannya mudah dan murah.

5. Beton segar dapat disemprotkan dipermukaan beton lama yang retak maupun diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan dan dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.

6. Beton sangat kuat dalam menahan desak serta mempunyai sifat tahan terhadap perkaratan dan pembususkan oleh kondisi lingkungan. Bila dibuat dengan cara baik kuat tekannya sama dengan batuan alami.

Beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencanaan dalam merencanakan struktur bangunan, antara lain: Beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencanaan dalam merencanakan struktur bangunan, antara lain:

2. Beton sulit untuk kedap air sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

3. Beton segar mengerut pada saat pengeringan dan beton keras mengembang jika basah sehingga dilatasi (contraction joint) perlu diadakan pada beton yang panjang atau lebar memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan beton.

4. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.

2.2.2 Serat Nylon

Nylon merupakan nama generik dari polyamide (Hummel, 1998), termasuk jenis material polimer thermoplastis. Polimer adalah rantai berulang dari atom yang panjang, terbentuk dari pengikat yang berupa molekul identik yang disebut monomer. Sekalipun biasanya merupakan organik (memiliki rantai karbon), ada juga banyak polimer inorganik. Contoh terkenal dari polimer adalah plastik dan DNA.

Menurut Hummel (1998), nylon termasuk jenis polimer thermoplastic yang mempunyai kinerja tegangan maupun regangan. Polimer mempunyai srtuktur yang kokoh dan saling berhubungan biasanya 10 hingga 50% dari satuan polimer ini saling mengikat dan menyilang. Ikatan polimer ini menjadi semakin kuat dan tidak rapuh. Pemanasan dengan suhu tingi dapat menyebabkan patahnya ikatan serta kerusakan dari material. Pada temperatur yang cukup, material ini dapat menjadi lunak dan mudah untuk dibentuk, dan dapat didaur ulang dengan cara dipanaskan kembali sehingga dapat dibuat menjadi produk baru.

Serat polymer sintesis (synthetic polymeric fiber), ditujukan sebagai perkuatan dalam struktur beton. Serat sintesis merupakan hasil penelitian dan pengembangan Serat polymer sintesis (synthetic polymeric fiber), ditujukan sebagai perkuatan dalam struktur beton. Serat sintesis merupakan hasil penelitian dan pengembangan

Menurut Susilorini (2007), hasil uji tarik serat nylon memberikan kurva relasi σ-ε (tegangan-regangan) seperti yang disajikan Gambar 2.1

Gambar 2.1 Relasi σ-ε (tegangan-regangan) serat nylon (sumber : Susilorini, 2007)

Hasil uji tarik serat nylon (Susilorini, 2007) menunjukkan sifat linier pada tahap awal dengan adanya peningkatan beban hingga mendekati 400 N yang disertai regangan serat nylon yang relatif kecil, yaitu ε = 0.01. Setelah beban kurang lebih 400 N tercapai, serat nylon mulai memperlihatkan sifat non-linearitasnya dengan adanya fenomena ‘bergerigi’ saat terjadi peningkatan regangan yang signifikan yang bersamaan dengan adanya peningkatan dan penurunan beban sampai dengan putusnya serat nylon akibat beban tarik.

Keunggulan jala nylon yaitu yang mampu memberikan kontribusi signifikan bagi teknologi ramah lingkungan yang berkelanjutan, dalam hal ini menyumbangkan manfaat bagi desain elemen struktur beton.

2.3. Material Penyusun Beton

Beton sangat penting dalam dunia teknik sipil yaitu sebagai bahan pembuatan strukur, maka perlu pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang berkualitas. Berbagai bahan pembentuk beton adalah semen, agregat, baik agregat kasar yang berupa kerikil maupun pasir dan biasanya bahan tambahan lain.

2.3.1. Semen Portland.

Dalam konsep PBI, 1971, ditentukan bahwa semen yang dipergunakan untuk pembuatan beton hanya semen portland dan semen portland pozzolan. Semen yang digunakan dalam pembuatan beton termasuk dalam semen hidraulis (hidraulic cements), artinya semen akan bekerja sebagai bahan pengikat bila dicampur dengan air yang pada akhirnya bahan pengikat ini akan mengeras. Semen portland merupakan semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis dengan gips sebagai bahan tambahnya. Penambahan air pada bahan ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kakuatan seperti batu.

Semen portland memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat sekaligus dapat mengisi rongga-rongga kosong antar agregat. Komposisi kimia semen

portland pada umunya terdiri dari : CaO, SiO 2 , Al 2 O 3 , Fe 2 O 3 yang merupakan

oksida dominan. Sedangkan oksida lain jumlahnya hanya beberapa persen dari

berat semen adalah : MgO, K 2 O, Na 2 O, SO 2 , CO 2 , dan H 2 O. Susunan senyawa yang terdapat pada semen tertera pada Tabel 2.1

Oksida

Nama Umum

SiO 2 Silika

17-25

Al 2 O 3 Alumina

3-8

Fe 2 O 3 Besi

SO 3 Sulfur

1-2

Na 2 O+K 2 O

Soda/ potash

0.5-1

(Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo : Teknologi Beton, 1996)

Namun demikian pada dasarnya ada 4 unsur yang paling menentukan, yaitu:

1. Trikalsium silikat (C 3 S) atau 3CaO.SiO 2

Unsur ini segera mengalami reaksi hidrasi dan menghasilkan panas apabila terkena air. Hingga umur 14 hari, senyawa ini ikut berperan dalam proses

pengerasan awal. Semakin tinggi prosentase (C 3 S), maka proses pengerasan awalnya akan semakin cepat yang disertai oleh panas hidrasi yang tinggi. (C 3 S) kurang tahan terhadap reaksi kimia.

2. Dikalsium silikat (C 2 S) atau 2CaO.SiO 2

Unsur ini baru berpengaruh terhadap semen setelah umur lebih dari 7 hari, serta memberikan kekuatan akhir. Unsur senyawa ini berfungsi membuat semen lebih tahan terhadap serangan kimia dan juga mengurangi susut pengeringan.

3. Trikalsium aluminat (C 3 A) atau 3CaO.Al 2 O 3

Unsur ini bereaksi sangat cepat, memberikan kekuatan setelah beton berumur

24 jam. Selama pengerasan awal maupun pengerasan selanjutnya yang panjang, (C 3 A) sangat berpengaruh terhadap panas hidrasi yang tinggi. Apabila unsur ini terkandung dalam semen lebih dari 10% maka mengurangi ketahanan beton terhadap asam sulfat. Selain itu unsur ini juga mengakibatkan

retak-retak pada beton, hal ini terjadi karena (C 3 A) bereaksi dengan sulfat.

4. Tetra kalsium Alumina (C 3 AF) atau 4CaO.Al 2 O 3. Fe 2 O 3 4. Tetra kalsium Alumina (C 3 AF) atau 4CaO.Al 2 O 3. Fe 2 O 3

Tabel 2.2. Jenis-jenis semen portland.

Jenis Semen

Karakteristik Umum

Jenis I

Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus

Jenis II

Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III

Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.

Jenis IV

Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas hidrasi yang rendah

Jenis V

Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan yang kuat terhadap sulfat

(Sumber : Kardiyono Tjokrdimuljo, 1996)

Pada penelitian ini digunakan semen tipe satu yang digunakan untuk tujuan umum (Semen Gresik PPC).

2.3.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisian dalam campuran mortar dan beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton.

Agregat biasanya diatur tingkatannya berdasarkan ukuran, suatu campuran yang layak telah menyatakan persentase dari agregat yang halus dan yang kasar (Chu Kia Wang & Charles Salmon G, 1990).

1. Menghemat penggunaan semen portland.

2. Menghasilkan beton dengan kekuatan besar.

3. Mengurangi penyusutan pada pengerasan beton.

4. Gradasi agregat yang baik akan tercapai beton padat.

5. Sifat mudah dikerjakan (workability) dapat diperiksa pada adukan beton dengan gradasi yang baik.

Murdock dan Brook (1999), juga berpendapat bahwa sifat yang paling penting dari suatu agregat ialah kekuatan hancur dan tahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi ketahanan terhadap penyusutan.

Sebagai material penyusun beton, agregat yang digunakan dapat dibedakan dalam

2 jenis yaitu agregat halus dan agregat kasar yang masing-masing mempunyai spesifikasi khusus, yaitu:

1. Agregat halus, (pasir alami dan buatan) adalah agregat yang butirannya berkisar antara 0,15 sampai 5 mm.

2. Agregat kasar, (kerikil dan betu pecah) adalah agregat yang butirannya berkisar antara 5 hingga 40 mm.

Agregat kasar maupun agregat halus berasal dari sumber yang sama yaitu dari batuan magma pijar yang membeku akhirnya membentuk batuan beku dan batuan sedimen. Batuan tersebut mengalami gradasi atau pelapukan menjadi batu pasir. Secara mineralogi penyusun utama dari agregat beton berasal dari numerik kwarsa

(SiO 2 ) dan mineral feldspar (jenis paglicoclase).

2.3.2.1. Agregat halus

SK.SNI T-15-1991-03, agregat halus adalah pasir sebagai hasil disintegrasi alami buatan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai butiran yang lebih kecil dari 4,75 mm.

ditentukan. Karena sangat menentukan dalam hal kemudahan pekerjaan (Workability), kekuatan (Strength), dan tingkat keawetan (Durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.

Untuk menentukan jenis pasir yang kita gunakan dapat kita gunakan spesifikasi gradasi, yaitu angka yang menunjukkan berapa persen yang lolos dan tertahan pada setiap saringan terhadap berat total agregat. Ukuran diameter butiran telah ditentukan dalam spesifkasi tersebut.

Susunan gradasi yang baik akan dapat menghasilkan kepadatan (density) maksimum dan porositas (void) minimum ASTM C.33-97, membatasi bahan- bahan yang lewat saringan no 200 sampai 3% untuk mortar yang mengalami kikisan dan 5 % untuk jenis beton lainnya, kecuali untuk pasir dari batu pecah, bilamana batas-batas boleh ditambah masing-masing 5 % dan 7 %. Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat pasa Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Persyaratan gradasi agregat halus ASTM C.33-97

Ukuran saringan

(mm)

Persentase Lolos Saringan

(Sumber : Concrete Technologi, Neville & Brooks 1987).

Pasir yang digunakan dalam campuran adukan beton harus memenuhi syarat- Pasir yang digunakan dalam campuran adukan beton harus memenuhi syarat-

2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%. Lumpur adalah bagian yang dapat melalui saringan 0,063 mm. Bila kadar lumpur melampaui

5 % maka agregat harus dicuci dahulu sebelum digunakan pada campuran.

3. Agregat halus tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan warna dari Abrams-Harder.

4. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga yang diakui.

5. Agregat halus terdiri dari butir-butir beraneka ragam besarnya dan apabila diayak, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat.

b. Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat.

c. Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80% samapi 95% berat.

Pada penelitian ini digunakan agregat halus yang berasal dari Kaliworo, Klaten, Jawa Tengah.

2.3.2.2. Agregat kasar

Agregat kasar harus diartikan sebagai agregat yang tertinggal di atas saringan uji 5 mm. Agregat kasar boleh diartikan sebagai kerikil pecah dengan kombinasi kerikil utuh dengan kerikil pecah. (Murdock L.J & Brook K.M, Stephanus Hendarko, 1999).

SK SNI T-15-1991, disebutkan bahwa, agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butiran antara 5 mm sampai 40 mm.

Berdasar PUBI 1982, agregat kasar untuk beton harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

Untuk pengujian kekerasan ditentukan dengan bejana Rudellof atau menggunakan mesin Los Angelos, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Bejana Rudellof = butir agregat kasar yang hancur dan ayakan 2 mm, tidak lebih dari 32 % berat total.

b. Mesin Los Angelos = butir agregat kasar yang hancur tidak lebih dari 50 % berat yang diuji.

2. Bagian butir agregat kasar yang panjang dan pipih tidak melebihi 20 % berat pengujian, terutama untuk beton mutu tinggi.

3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zar yang dapat merusak beton, seperti reaktif alkali.

4. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan tidak melewati saringan 4,75 mm.

Sifat dari agregat kasar yang harus diketahui adalah:

1. Ketahanan (Hardness)

2. Bentuk dan tekstur permukaan (Shape and Surface).

3. Berat Jenis agregat (Spesific Gravity)

4. Ikatan antar agregat (Bonding)

5. Modulus halus butir (Fineness Modulus)

6. Gradasi agregat (Grading).

Untuk menentukan persen butir yang lewat ayakan dapat dilihat pada tabel batas gradasi kerikil yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Lubang ayakan (mm)

Persen tembus komulatif

Ukuran butir nominal

37,5-4,75

37,5-4,75

37,5-4,75 37,5-4,75

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membasahi agregat dan untuk campuran agar mudah pengerjaannya. Pada umumnya air minum dapat dipakai untuk campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya , yang tercemar garam, gula, atau bahan-bahan kimia lain, bila dipakai untuk campuran beton akan sangat menurunkan kekuatannya dan juga dapat juga mengubah sifat-sifat semen (Nawy, 1998).

Air yang diperlukan hanya sekitar 25 persen berat semen saja, namun dalam kenyataan nilai faktor air semen yang dipakai sulit kurang dari 0,35. Air yang mempunyai persyaratan sebagai air minum memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton (Tjokrodimuljo, 1998)

SNI (2002), menerangkan bahwa:

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan- bahan merusak yang mengandung oli, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.

dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang terkandung di dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan dalam beton, kecuali tuntutan berikut terpenuhi:

a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.

Kandungan air yang digunakan dalam campuran beton sebaiknya memenuhi persyaratan berikut (Tjokrodimuljo, 1998):

1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/ liter.

2. Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam, zat organis, dan sebagainya, lebih dari 15 gram/ liter.

3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/ liter.

4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/ liter.

2.4. Kuat Lentur Beton Bertulang

Beton bertulang adalah gabungan dari dua jenis bahan yaitu: beton dan baja tulangan. Beton dimanfaatkan karena kekuatan tekannya yang tinggi, sedang baja dimanfaatkan karena kekuatan tariknya yang tinggi.

Pembebanan pada sebuah balok menaikkan tegangan tarik, desak dan geser sedemikian rupa sehingga pemikiran desain sebuah balok merupakan suatu penghantar yang mudah pada prinsip elementer desain beton bertulang (Murdock dan Brook, 1981).

yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah maka balok akan terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan retak lentur disepanjang bentang balok. Bila beban semakin bertambah, pada akhirnya terjadi keruntuhan elemen struktur. Taraf pembebanan yang demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur.

Anggapan-anggapan yang dipakai sebagai dasar untuk metode perencanaan kekuatan (ultimit) pada dasarnya adalah bahwa tegangan beton sebanding dengan regangannya hanya sampai pada tingkat pembebanan tertentu.

Lenturan murni adalah suatu lenturan yang berhubungan dengan lenturan sebuah balok di bawah suatu momen lentur (bending moment) konstan yang berarti

bahwa gaya lintangnya sama dengan nol (karena V=

dX

dM

). Sebaliknya lenturan

tidak merata berhubungan dengan lenturan dalam kehadiran gaya-gaya lintang, yang berarti bahwa momen lenturnya akan bergerak sepanjang balok. (Timoshenko dan Gere, 1996).

Untuk memberikan gambaran tentang definisi tersebut, akan ditinjau sebuah balok yang dibebani secara simetris oleh dua buah gaya P/2 yang dapat dilihat pada gambar 2.2.

a L - 2a a

L Gambar 2.2 Balok yang dibebani 2 buah gaya P/2 L Gambar 2.2 Balok yang dibebani 2 buah gaya P/2

Gambar 2.3. Distribusi tegangan ekivalen dari Whitney

Berdasarkan Gambar 2.3 dapat dihitung dengan rumus:

C 䲈 0,85 f 䲈 a b ( 2.1 ) T ࿨ A ࿨ f ( 2.2 )

T ࿨ A′ ࿨ f

Dengan:

C 䲈 = gaya tekan pada beton T ࿨ = gaya tarik pada baja

T′ ࿨ = gaya tekan pada baja

f 䲈 = kuat tekan beton

a = tinggi blok tegangan

b = lebar balok

f = tegangan leleh baja

A ࿨ = luas baja tarik A′ ࿨ = luas baja tekan

Persamaan kesetimbangan didapat:

C 䲈 T ࿨ T ࿨ ( 2.3 ) 0,85 f 䲈 ab A ࿨ f A ࿨ f ( 2.4 )

Sehingga momen nominal untuk tulangan sebelah dapat dihitung dengan persamaan:

Dengan mensubstitusikan a dari Persamaan 2.5 dari persamaan diatas, akan menyederhanakan rumus Mn, yakni:

Mn

= (A ࿨ f A ࿨ f a ⁄ 2

A ࿨ fd d

2 0,85 f c ′ b A ࿨ fd d

Dengan : Mn = Momen nominal

d = Tinggi efektif d’ = Jarak dari tepi serat terteka ke pusat tulangan tekan.

2.4.1 Pemodelan Pengekangan Balok Beton

f’ c

B Tan 0 f’ c f’ c

0,5f’ c Confined concrete

ε 50h

0,2f’ c D

Unconfined concrete

ε 50u

ε 50c

ε 20c

Gambar 2.4 Kurva tegangan–regangan untuk beton terkekang dengan sengkang persegi (sumber : Park dan Paulay, 1975)

Menurut Park dan Paulay (1975) Hubungan tegangan–regangan untuk beton terkekang dapat diasumsikan untuk menetukan distribusi tegangan tekan pada daerah tekan pada elemen dengan beton yang terkekang. Untuk regangan tertentu pada serat tekan ekstrim dan kurva σ-ε (tegangan–regangan), maka dapat ditentukan parameter blok tegangan tekan.

Model pengekangan balok dari Kent-park (Gambar 2.4) memiliki karakteristik berdasarkan rumus σ-ε beton dikekang sengkang persegi sebagai berikut (Susilorini, 1999) :

1. Wilayah AB : ε cm ≤ 0,002

2. Wilayah BC : 0,002 ε c ≤ ε cm ≤ ε 20c 2. Wilayah BC : 0,002 ε c ≤ ε cm ≤ ε 20c

{ ) } 002 , 0 1 c - - e Z (2.7)

3. Wilayah CD : ε c ≥ ε 20c

f c = 0,2 f’ c (2.8)

ε cm

kd

f’ c f’ c Neutral Axis

Strain ε cm ≤ ε o ε o ≤ ε cm ≤ ε 20c ε cm ≤ ε 20cm

Stess block 1

Stess block 2 Stess block 3

Gambar 2.5 Blok tegangan tekan beton yang mungkin terjadi (sumber : Park dan Paulay, 1975)

Susilorini (1999) menegaskan bahwa pengekangan beton dipengaruhi oleh nilai Z. Nilai Z menunjukan kemiringan kurva pada wilayah BC. Menurut Park dan Paulay (1975), pengekangan dimulai baik bila nilai Z semakin kecil sehingga nilai µ o akan semakin baik pula. Dari kurva tegangan–regangan beton terkekang Kent–Park tersebut diatas, diperoleh tiga bentuk blok tegangan tekan (Gambar

2.5). Blok tekan tersebut tergantung pada regangan beton yang terjadi. Blok

tegangan 1 terjadi apabila ε cm ≤ ε c , blok tegangan 2 terjadi apabila ε o ≤ ε cm ≤

ε 20c , dan blok tegangan tegangan terjadi bila ε cm ≥ ε 20cm .

2.5 Keruntuhan Balok Beton Bertulang

Perilaku keruntuhan yang dominan pada struktur balok pada umumnya adalah lentur, tentu saja itu akan terjadi jika rasio bentang (L) dan tinggi balok (h) cukup besar. Jika rasio L/h kecil maka digolongkan sebagai balok tinggi (deep beam), keruntuhan geser dominan. Apabila perilaku keruntuhan balok beton bertulang diatas dua tumpuan dapat digambarkan dalam bentuk kurva beban-lendutan , maka bentuk kurva tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 2.7 Perilaku beban-lendutan struktur beton

Perilaku keruntuhan dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu :

1. Elastis penuh (belum retak)

2. Tahapan mulai terjadi retak-retak

3. Tahapan plastis (leleh pada baja atau beton pecah).

Tiga jenis keruntuhan yang dapat diidentifikasi menurut Wiryanto Dewobroto,2005 yaitu :

1. Diagonal-tension (D-T) , keruntuhan tarik–diagonal sifatnya tiba-tiba setelah 1. Diagonal-tension (D-T) , keruntuhan tarik–diagonal sifatnya tiba-tiba setelah

2. Shear-compression (V-C), keruntuhan geser–tekan didominasi oleh balok dengan bentang menengah dan mempunyai tulangan sengkang.

3. Flexure-compression (F-C), keruntuhan lentur dan terjadi pada balok dengan bentang yang panjang dan ada sengkangnya.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Uraian Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium, yaitu metode dengan melakukan percobaan di laboratorium untuk mendapatkan suatu hasil yang menegaskan hubungan antara variabel yang diselidiki. Pada penelitian ini digunakan benda uji balok beton bertulang dengan ukuran panjang 3500 mm, lebar 250 mm dan tinggi 350 mm, dengan dua variasi yaitu beton bertulang normal dan beton bertulang dengan pengekangan jala nylon. Jumlah sampel yang diambil, 1 sampel untuk masing-masing variasi dengan mix design SK.SNI.T-15-1990-03. Setelah melalui tahap perawatan, benda uji akan dites kuat lentur.

3.2 Benda Uji

Benda uji yang digunakan kuat lentur adalah beton balok bertulang dengan ukuran panjang 3500 mm, lebar 250 mm dan tinggi 350 mm, seperti gambar dibawah ini, sebanyak 2 benda uji dengan 1 benda uji untuk masing-masing kondisi yaitu beton bertulang normal, dan beton bertulang dengan pengekangan jala nylon pada tulangan.

Gambar 3.1 Benda uji balok bertulang normal

Gambar 3.2 Benda uji balok bertulang dengan pengekangan jala nylon diluar tulangan

350 cm

25 cm

35 cm

keterangan: 1. sengkang 2. besi polos Ø 8 mm 3. jumlah per balok uji 27 biji

Gambar 3.3 Detail tulangan desain balok uji

3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian

Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini harus dilaksanakan dalam sistematika dan urutan yang jelas dan teratur sehingga nantinya diperoleh hasil yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu pelaksanaan penelitian dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap I (Tahap Persiapan) Disebut tahap persiapan. Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

2. Tahap II (Tahap Pengujian Bahan) Disebut tahap uji bahan. Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat kasar, agregat halus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan tersebut. Selain itu untuk mengetahui apakah agregat kasar maupun halus tersebut memenuhi persyaratan atau tidak.