MULTICULTURAL EDUCATION BASED CULTURE ARTS YOUNG MOM IN PARK SD PAWIYATAN YOGYAKARTA
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL BERBASIS SENI BUDAYA DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA MULTICULTURAL EDUCATION BASED CULTURE ARTS YOUNG MOM IN PARK SD PAWIYATAN YOGYAKARTA
Dwi Wijayanti & Poppy Indriyanti
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
dwi_wijayanti1106@yahoo.com , poppyindriyanti@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui pendidikan multikultural melalui pendidikan berbasis seni budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta, (2) Mengetahui hambatan-hambatan dalam penerapan pendidikan multikultural melalui pendidikan berbasis seni budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta, dan (3) Menemukan solusi-solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pendidikan multikultural melalui pendidikan berbasis seni budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Unttuk mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam, obsevasi langsung dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan Miles dan Huberman, yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Sedangkan uji keabsahan data meliputi uji validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas dan objektivitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pendidikan multikultural berbasis seni budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta tidak dilakukan dalam bentuk mata pelajaran tersendiri, melainkan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran (intrakurikuler) Ketamansiswaan, PKn, SBK, Seni Tari, Batik, Bahasa Indonesia, Karawitan, Tembang, dan Bahasa Jawa. Penanaman nilai-nilai multikultural dan seni budaya melalui kegiatan pengembangan diri dilakukan dengan cara penciptaan kultur sekolah yang kondusif dan kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi dolanan anak, seni lukis, bahasa jawa, pencak silat, pramuka, drumband dan pianika. (2) Hambatan yang dialami yaitu rendahnya kompetensi guru, kesulitan dalam pembelajaran bahasa jawa, kurangnya media atau sarana dan prasarana dalam pembelajaran, pengaruh pergaulan peserta didik di luar sekolah, pengaruh lingkungan dan kemajuan teknologi, serta adanya peserta didik yang berkebutuhan khusus. (3) Strategi yang digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut antara lain meningkatkan kualitas profesionalisme para pamong/guru, dengan cara membuat pertemuan internal setiap 3 bulan sekali dan mengikutsertakan guru dalam berbagai pelatihan atau seminar baik tingkat lokal maupun nasional, menggunakan sistem dua bahasa (bahasa Jawa dan bahasa Indonesia) untuk pembelajaran Bahasa Jawa, adanya pertemuan rutin setiap 6 bulan sekali antara orang tua/wali peserta didik dengan guru, membuat peraturan yang membatasi penggunaan HP di sekolah, menjalin kerja sama dengan orang tua/wali murid untuk menyediakan guru pendamping bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
ABSTRACT
This research aims to : (1) describe the education multicultural through the education based on culture and art at SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta, (2) identify obstacle in applying the education multicultural through the education based on culture and art at SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta, and (3) find solutions to overcome the obstacles in education multicultural through the education based on culture and art at SD Tama Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
This was a qualitative research. In order to gain data, the researcher used interview, direct observation and documentation. The data analysis techniques used steps of Miles and Huberman’ model such as data collection, data reduction, data presentation and verification, while the data validation included internal validation, external validation, reliability and objectivity.
The result of the research showed that (1) education multicultural based on culture and art at SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta was not taught in a special lesson but integrated into lessons (intracurricular) such as Ketamansiswaan, Pkn, SBK, SeniTari, Batik, Bahasa Indonesia, Karawitan, Tembang and BahasaJawa. Discoveringthe multicultural values and culture and art through self-developed activity was done by creating a condusive school culture and extracurricular activities which include dolanan anak, senilukis, bahasa jawa, pencaksilat, pramuka, drumband and pianika. (2) The obstacles experienced were low teacher competence, difficulties in learning bahasa jawa, the minimum of learning media and facilities, the influence of students’ association outside school and technology, and special need students. The strategies to overcome the obstacle are increasing the professionalism quality of the teacher. It can be done by making meeting once in three months and giving professional training at local and national levels, using two language system (Java language and Indonesia language) in learning bahasaj awa, making a meeting between teachers and parents once in six months, making rules to limit the using of handphone at school, working together with parents to supply teacher for the special need students.
Keywords: Education multicultural, culture and art, multicultural values.
A. PENDAHULUAN
individu, melainkan perlu untuk dipelajari baik secara formal maupn non formal.
Kemajemukan yang dimiliki bangsa Dalam hal ini pendidikan memiliki peran Indonesia merupakan potensi yang yang sangat penting dalam menanamkan “hebat” untuk kemajuan bangsa. nilai-nilai mulrikulturalisme pada Sebaliknya, kemajemukan bangsa masyarakat Indonesia. Indonesia bisa menjadi potensi yang
Pendidikan multikultural sejak dini "jahat" bila tidak bisa dikelola secara
dapat dilakukan mulai dari sekolah dasar. benar. Perlu adanya kesadaran Pada jenjang ini, siswa mulai belajar masyarakat Indonesia akan pentingnya
untuk bersosialisasi dengan siswa lain rasa saling menghormati dan bertoleransi
yang memiliki latar belakang berbeda. terhadap perbedaan. Kesadaran akan nilai
Kemampuan besosialisasi setiap siswa keberagaman tersebut tidak dapat muncul
tentu berbeda satu sama lain. Masalah dengan sendirinya pada diri setiap
mungkin saja muncul ketika siswa tidak
93
93
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
dapat berinteraksi dengan baik terhadap sesama temannya. Perbedaan suku, agama, ras, maupun status ekonomi tidak serta merta dapat dipahami oleh siswa dengan baik. Ketidakpahaman siswa terhadap perbedaan yang ada akan berpegaruh terhadap perilaku siswa. Siswa kurang bisa menghargai siswa lain yang berasal dari suku, agama, ras, budaya maupun sosial ekonomi yang berebda. Siswa merasa superior dan memilih-milih dalam berteman. Sikap yang seperti inilah yang dapat memicu timbulnya pertikaian antar siswa, perselisihan bahkan perlakuan diskriminatif baik perlakuan guru
terhadap siswa maupun perlakuan antar siswa.
Menurut Zamroni (2011), pendidikan multikultural seharusnya menekankan pada kesetaraan dan keadilan. Semua siswa diperlakukan secara adil. Dalam kondisi di mana siswa memiliki latar belakang yang beraneka warna, baik etnis, suku, sosial, ekonomi, dan budaya, maka keadialan saja tidak cukup untuk memberikan jaminan semua siswa akan berhasil mengembangkan potensinya secara optimal. Namun pada kenyataannya, terkadang guru tidak senantiasa berada pada posisi yang objektif. Terkadang guru cenderung berperilaku subjektif terhadap siswa yang pandai, dianggap baik, dan berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi mapan, begitu pun sebaliknya. Perlakuan guru yang demikian dapat mengarah kepada diskriminasi dan hal ini tidak baik bagi proses belajar mengajar.
Di samping keadilan, diperlukan pula kesetaraan. Artinya proses pembejalaran seharusnya dijauhkan dari sifat bias dan stereotip. Bias dan stereotip
khususnya pada jenjang pendidikan dasar akan membawa dampak yang buruk bagi masa depan siswa, karena hal ini memicu timbulnya rasa curiga dan rasa saling ketidakpercayaan antar siswa maupun siswa dengan guru. Terlebih lagi apabila hal itu terjadi pada siswa dan guru yang memiliki perbedaan etnis, suku, sosial ekonomi dan kultur. Oleh karena itu guru harus senantiasa memahami kondisi dan kebutuhan siswa sebagai individu, lalu melaksanakan tugas pembelajaran berdasarkan pemahaman tersebut (Zamroni, 2011).
Tujuan pendidikan multikultural berbasis seni budaya secara umum
adalah mengantar perkembangan kehidupan anak didik menuju proses pendewasaan berbasis budaya melalui kegiatan berekspresi, berkreasi dan berapresiasi (Diah Uswatun, 2013:2). Pendidikan berbasis seni budaya di sekolah dasar selain sebagai wahana pembelajaran budaya bangsa, juga untuk membina sikap siswa untuk bertoleransi terhadap perbedaan dan cinta tanah air. Terlebih lagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatifdengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Berdasarkan kompleksnya masalah- masalah yang teridentifikasi di atas dan adanya berbagai keterbatasan, maka penelitian ini hanya difokuskan pada masalah penanaman nilai-nilai multikultural berbasis seni budaya belum Berdasarkan kompleksnya masalah- masalah yang teridentifikasi di atas dan adanya berbagai keterbatasan, maka penelitian ini hanya difokuskan pada masalah penanaman nilai-nilai multikultural berbasis seni budaya belum
kesenian dan penanaman nilai-nilai mendalam. Dengan memperhatikan
budaya untuk mewujudkan batasan masalah tersebut, dapat
pendidikan berbasis seni budaya. dirumuskan masalah sebagai berikut: (1)
Dari temuan tersebut dapat Bagaimana penerapan pendidikan
disimpulkan bahwa sekolah tersebut multikultural melalui pendidikan berbasis
fokus terhadap penanaman nilai-nilai seni budaya di SD Taman Muda Ibu
kultural kepada siswa melalui seni Pawiyatan Yogyakarta?, (2) Apa
budaya. Oleh karena itu, sekolah ini hambatan-hambatan dalam penerapan
perlu diteliti lebih mendalam agar pendidikan multikultural melalui
dapat dijadikan sebagai sekolah pendidikan berbasis seni budaya di SD
percontohan dalam penerapan Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta?
pendidikan multikultural. (3) Bagaimana solusi untuk mengatasi
2. Sekolah meraih prestasi dalam hambatan-hambatan dalam penerapan
berbagai perlombaan di bidang seni pendidikan multikultural melalui
budaya seperti karawitan, tembang, pendidikan berbasis seni budaya di SD
macapat, olahraga tradisional, tari Taman Muda Ibu Pawiyatan
dan dolanan anak, ensambel musik, Yogyakarta?. Tujuan penelitian ini adalah
serta vokal. Hal ini menunjukkan untuk mengetahui (1) Penerapan
bahwa sekolah tersebut memiliki pendidikan multikultural melalui
metode atau cara tersendiri dalam pendidikan berbasis seni budaya di SD
menumbuhkan kesadaran budaya Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta,
dalam diri siswa. Hal ini perlu untuk (2) Hambatan-hambatan dalam penerapan
diamati dan diteliti lebih mendalam pendidikan multikultural melalui
agar dapat menjadi percontohan bagi pendidikan berbasis seni budaya di SD
sekolah lain dalam penanaman nilai- Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta,
nilai multikultural.
dan (3) Solusi-solusi untuk mengatasi
3. Dalam pembelajaran, guru hambatan-hambatan dalam pendidikan
memberikan kesempatan kepada multikultural melalui pendidikan berbasis
siswa untuk mengemukakan seni budaya di SD Taman Muda Ibu
pendapat, bertanya, berdiskusi, tanpa Pawiyatan Yogyakarta.
rasa takut (berani, percaya diri) Sekolah Dasar Taman Muda Ibu
ataupun paksaan dari guru. Guru Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta
juga membentuk kelompok- dipilih karena berdasarkan tahap
kelompok belajar agar siswa mampu observasi awal (pra survey) dan
berinteraksi, berkomunikasi, dan wawancara informal yang dilakukan
bekerjasama secara baik dengan peneliti pada hari Kamis, 12 Maret 2015
sesamanya. Dari temuan tersebut di sekolah tersebut, diperoleh informasi
dapat disimpulkan bahwa guru telah sebagai berikut:
bersikap adil terhadap semua siswa
1. Sekolah memiliki visi "Menjadi tanpa memandang tingkat sekolah bermutu, berbasis seni
intelegensi, suku, agama, ras, status budaya dan pendidikan budi pekerti
sosial ekonomi, serta menjunjung luhur". Dan guna mencapai visi
tinggi kesetaraan ditengah-tengah terebut maka salah satu misinya
perbedaan yang ada. Hal inilah yang
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016 Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
Gambar 1. Kerangka Pikir
agar dapat dijadikan contoh bagi guru-guru di sekolah dasar lain.
Pendidikan
4. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Multikultural Yogyakarta dipilih juga karena
Seni Budaya alasan bahwa sekolah ini merupakan bagian dari Tamansiswa yang
semestinya dapat dimanfaatkan Intrakurik Ekstrakuri
uler
kuler
dalam bidang penelitian dan pendidikan.
Strategi pendidikan multikultural yang Generasi Sadar
Budaya
tepat dapat mengembangkan kompetensi kultural siswa. Salah satu caranya adalah
KAJIAN LITERATUR
dengan pendidikan berbasis seni budaya. Pendidikan multikultural berbasis seni
1. Pendidikan Multikultural budaya dapat menanamkan benih atau
Multikulturalisme secara bekal nudi pekerti (watak atau tabiat)
sederhana dapat dikatakan pengakuan yang akan merapatkan jiwa anak dengan
atas pluralisme budaya. Multikultur kebangsaannya. Pendidikan multikultural
(Barnsford, 2000)merupakan suatu berbasis seni budaya dapat dilakukan baik
tantangan yang mengedepankan dalam kegiatan intrakulikuler maupun
majemuknya nilai-nilai, mekanisme ekstrakulikuler. Dalam kegiatan
dan struktur sosial dalam bingkai Intrakurikuler dapat dilakukan dengan
human being. James Banks yang mengintegrasikan ke dalam berbagai
dikenal sebagai tokoh perintis mata pelajaran yang ada, sedangkan
pendidikan multikultural berpendapat, melalui kegiatan ekstrakurikuler dapat
bahwa Pendidikan multikultural dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang
sebagai konsep atau ide merupakan berhubungan dengan seni budaya seperti
suatu rangkaian kepercayaan (set menari, menyanyi/vocal, karawian,
belief) dan penjelasan yang mengakui membatik dll. Lebih lanjut dapat dilihat
dan menilai pentingnya keragaman pada gambar berikut ini:
budaya dan etnis dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi dan kesempatan- kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, maupun negara (Banks, 2007).
Pendidikan pada masyarakat pluralistis senantiasa bertumpu pada tiga pilar: sekolah (profesional), orang tua (keluarga) dan masyarakat (pemerintah). Hal ini sesuai dengan ajaran Tamansiswa tentang Tri Pusat
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
Pendidikan (Tim Dosen adalah dengan memperkuat kultur Ketamansiswaan, 2014) yaitu:
masyarakat, antara lain dengan
a. Lingkungan Keluarga: terutama menekankan pada pelaksanaan sistem mengenai pendidikan budi
persekolahan dengan dikaitkan apa pekerti, keagamaan dan
yang terjadi di lingkungan kemasyarakatan secara informal.
masyarakat. Untuk itu, perlu
b. Lingkungan sekolah: terutama ditanamkan di kalangan siswa sifat mengenai ilmu pengetahuan,
kejujuran, menghargai orang lain, kecerdasan, pengembangan budi
adil, dan kemampuan mengendalikan pekerti secara formal.
diri.
c. Lingkungan masyarakat terutama mengenai pengembangan 2. Pendidikan Berbasis Seni dan Budaya
keterampilan latihan kecakapan, Kesenian adalah suatu pengembangan bakat secara non
perwujudan lahir dari jiwa manusia, formal.
yang timbul dari kemauan jiwa Ketiganya
manusia sendiri dan halus kasarnya bersama tidak terpisahkan dalam
berjalan secara
terbatas oleh rasa keindahan manusia rangka mencapai tujuan pendidikan
(perasaan estetis) (Saefudin yang dicita-citakan. Prinsip
&Solahudin, 2009). Beberapa pakar masyarakat pluralistis adalah bahwa
seni mengatakan bahwa seni keberadaan berbagai kepentingan
merupakan sesuatu yang indah, diikat oleh nilai-nilai yang dipegang
namun ada juga yang mengatakan bersama (Zamroni,2011).Dewasa ini,
bahwa seni merupakan sebuah tanggung jawab bersama dihadapkan
ungkapan atau simbol dari sebuah isi pada berbagai problem, antara lain:
hati sang senimannya. Meskipun
a. Perubahan struktur dan kegiatan setiap pakar mengatakan seni dengan keluarga, seperti karier wanita,
berbagai definisi yang berbeda tapi sehingga mengurangi perhatian
dapat disimpulkan bahwa Seni adalah dan kemampuan untuk
Ide, Gagasan, Perasaan, Suara Hati, mengarahkan anak-anaknya.
Gejolak Jiwa, yang diwujudkan atau
b. Di lingkungan masyarakat dan diekspresikan, melalui unsur-unsur pemerintah muncul kolusi,
tertentu, yang bersifat indah untuk korupsi dan mismenejemen
memenuhi kebutuhan manusia dalam berbagai bentuk, sehingga
walaupun banyak juga karya seni remaja tidak memiliki panutan.
yang digunakan untuk binatang
c. Tenaga profesional tidak bisa
(Dharmawati, 2012).
menggantungkan hidupnya dari Kesenian nasional menurut profesinya, sehingga harus
Tamansiswa dimaksudkan untuk menambah kegiatan lain yang tak
menanamkan benih atau bekal nudi pelak lagi mengurangi
pekerti (watak atau tabiat) yang akan kemampuan melakanakan tugas
merapatkan jiwa anak dengan pokoknya.
kebangsaannya. Adapun pelajaran Oleh sebab itu, keharmonisan
kesenian dapat menjadikan cultiveren ketiga pusat tersebut harus diperkuat.
yakni memasak jiwa dan raga anak- Salah satu cara yang dapat ditempuh
anak, sehingga kelak akan mencapai
97
97
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
derajat manusia yang utama serta dapat menyusun perikehidupan yang pantas dalam masyarakat. Tak boleh dilupakan pula bahwa pelajaran kesenian itu amat besar manfaatnya untuk menolak
pengaruh
“intelektualisme” yang merajalela hingga mengalahkan moral atau rasa kesucian (Saefudin &Solahudin, 2009).
Pendidikan multikultural dapat dilakukan dengan sistem among. Sistem among Ki Hadjar Dewantara merupakan metode yang sesuai untuk pendidikan karena merupakan metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong,yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang.
Tujuan dari sistem among adalah membangun anak didik untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka lahir dan batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani dan rokhani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam pelaksanaan sistem among, setelah anak didik menguasai ilmu, mereka didorong untuk mampu memanfaatkannya dalam masyarakat, didorong oleh cipta, rasa, dan karsa, sehingga harapannya dapat terbentuk generasi-generasi muda yang “sadar budaya”.
3. Bhinneka Tunggal Ika
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki keberagaman suku, agama, ras, budaya, status sosial ekonomi dan lain-lain. Keberagaman tersebut perlu untuk dipersatukan dalam agar tercipta Indonesia Satu. Alat permersatu yang dimiliki oleh Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika”. Dengan semboyan ini, diharapkan kita mampu saling menghargai dan menghormati segala perbedaan yang ada. Kaya miskin, tua muda, kulit hitam maupun putih, semuanya adalah satu dalam negara Indonesia. Persatuan dalam keragaman memiliki arti yang sangat penting. Karena jika tidak ada persatuan maka akan menimbukan konflik antar suku, agama, ras dan lain-lain yang berujung pada perpecahan. Persatuan dalam keragaman harus dipahami oleh setiap warga negara agar dapat mewujudkan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang. Adapun sikap yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan persatuan dalam keragaman antara lain:
a) Tidak memandang rendah suku atau budaya yang lain.
b) Tidak menganggap suku dan budaya sendiri paling tinggi
dan paling baik.
c) Menerima keragaman suku bangsa dan budaya sebagai
kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya.
d) Lebih mengutamakan negara daripada kepentingan daerah
atau suku masing-masing.
Sebagai seorang peserta didik yang aktif diperoleh tersebut kemudian dianalisis dan kreatif tentunya tidak ingin dan dideskripsikan sebagai berikut: kebudayaan kita menjadi pudar bahkan
1. Penerapan Pendidikan
lenyap karena pengaruh dari budaya-
Multikultural di SD Taman Muda
budaya luar. Peserta didik memiliki
Ibu Pawiyatan Tamansiswa
kedudukan dan peranan penting dalam
a. Kegiatan Intrakurikuler
pelestarian seni dan budaya daerah. Hal Dalam pelaksanaannya, pendidikan ini didasari oleh asumsi bahwa peserta
multikultural berbasis seni budaya tidak didik merupakan anak bangsa yang
dijadikan satu mata pelajaran tersendiri, menjadi penerus kelangsungan kehidupan
melainkan diselipkan ke dalam mata bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
pelajaran yang ada, dengan mencari Indonesia.
persamaan nilai yang ada.Pengembangan nilai-nilai multikultural berbasis seni
B. METODE PENELITIAN budaya diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran.
Penelitian ini menggunakan metode Pengembangannilai multikultural kualitatif. Unttuk mengumpulkan data
berbasis seni budayamelalui berbagai peneliti menggunakan teknik wawancara
mata pelajaran yang telah ditetapkan mendalam, obsevasi langsung dan sebagai berikut ini: dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan Miles dan Huberman,
Gambar 2.Pendidikan
yakni pengumpulan data, reduksi data,
Multikultural berbasis Seni
penyajian data, dan verifikasi. Sedangkan
BudayamelaluiMata Pelajaran
uji keabsahan data meliputi validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas Ketaman
siswaan
dan objektivitas Bahasa PKN
Jawa
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Pendid Temb
D. HASIL PENELITIAN al berbasis
Tari proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah. Pada bagian ini peneliti
Penelitian ini menekankan pada
menyajikan hasil penelitian yang diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara mendalam sebagai metode
Penanaman nilai-nilai kutural di utama untuk mendapatkan data, sehingga
dalam proses pembelajaran di sekolah dapat mendeskripsikan dan menganalisa
dilaksanakan baik secara langsung data dengan lebih baik. Berdasarkan hasil
maupun tidak langsung. Secara tidak penelitian maka dapat diketahui bahwa
langsung misal melalui mata pelajaran pendidikan multikultural di SD Taman
PPKn, IPA, IPS, MTK, dan Agama. Muda Ibu Pawiyatan Yogayakarta Sedangkan secara langsung dilakukan dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler
melalui mata pelajaran yang berhubungan dan kegiatan ekstrakurikuler. Data yang
langsung dengan seni budaya seperti Ketamansiswaan, SBK, tembang,
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016 Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
Gambar 3. Pendidikan
Dilakukan mulai dari perencanaan,
Multikultural berbasis Seni
pelaksanaan hingga evaluasi
BudayaEkstrakurikuler
pembelajaran pada mata pelajaran tersebut. Dolanan Anak
b. Kegiatan PengembanganDiri
Pramuka Seni Lukis Pengembangan multikultural selain Pendidikan
Multikultu
melalui kegiatan belajar dapat juga ral dilakukan melalui kegiatan Drumband berbasis
Bahasa Jawa
dan Pianika
seni
pengembangan diri, yaitu:
1) Kegiatan rutin
Pencak Silat
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
a) Dolanan Anak
Misalnya kegiatan upacara hari Kegiatan ini dilaksanakan setiap Senin, upacara besar kenegaraan,
hari Rabu pukul 11.35- 12.35 pemeriksaan kebersihan badan,
untuk peserta didik kelas 1 dan piket kelas. dll.
2.
2) Kegiatan spontan
b) Seni Lukis
Kegiatan yang dilakukan peserta Kegiatan ini dilaksanakan setiap didik secara spontan pada saat itu
hari Selasa pukul 12.35- 13.35 juga, misalnya, mengumpulkan di kelas rendah..
sumbangan ketika ada teman
c) Bahasa Jawa
yang terkena musibah atau Kegiatan ini dilaksanakan setiap sumbangan untuk masyarakat
hari Senin pukul 11.35-12.35 ketika terjadi bencana.
untuk peserta didik kelas 1, 2,
3) Kegiatan ekstrakurikuler dan 3. Hari Kamis pukul 12.10- Kegiatan ekstrakurikuler yang 13.10 untuk kelas 4 dan 5, serta mendukung pendidikan hari Selasa pukul 12.10-13.10 multikultural berbasis seni dan
untuk kelas 6.
budaya antara lain seperti gambar
d) Pencak silat
berikut ini: Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Rabu pukul 13.10- 14.10 untuk peserta didik kelas 4 dan
5.
e) Drumband dan Pianika Kegiatan ini dilakukan setiap hari Kamis pukul 13.10-14.10 di kelas tinggi.
f) Pramuka
100
100
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016 101
101
Kegiatan ini wajib dilaksanakan pada hari Sabtu pukul 12.10-
13.00 di kelas 3, 4,5 dan 6.
4) Kegiatan Studi Tour (Kunjungan Belajar)
Kegiatan inidilaksanakan sekali dalam satu semester. Biasanya peserta didik diajak untuk mengunjungi kebun binatang, taman pintar, keraton Yogyakarta, museum-museum, berkunjung ke panti asuhan dll. Kegiatan ini dimaksudkan agar peserta didik mempunyai pengalaman hidup bersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung, peserta didik dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara pikir, tantangan, permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidup.
c. School Culture (Budaya Sekolah) yang Mendukung Pendidikan Multikultural berbasis Seni Budaya
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan multikultural melalui budaya sekolah mencakup semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi dan peserta didik. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana anggota masyarakat sekolah saling berinteraksi. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka mencapai visi sekolah yaitu melaksanakan pendidikan berbasis seni budaya dan berbudi pekerti luhur. Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian, dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin
dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.
Guru peran profesinya sebagai pendidik, yang bertugas tidak hanya sebagai penyampai materi, namun juga sebagai pembimbing, motivator, fasilitator, evaluator dll bagi peserta didiknya. Guru tidak hanya mengajarkan materi tetapi juga mengajarkan nilai-nilai di setiap kegiatan belajar mengajar agar terbentuk kompetensikultural peserta didik yang berbudi pekerti baik.Tenaga kependidikan (staff sekolah) juga memiliki peran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan keteladanan melalui pelayanan yang baik kepada peserta
didik. Misalnya dalam hal pemberian informasi, ketika ada peserta didik yang menanyakan tentang sesuatu informasi maka staff dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peserta didik dengan terbuka, jujur dan ramah. Selain itu para staff juga bisa bertindak sebagai model utnuk memberikan keteladanan yang baik kepada peserta didik.
Peran peserta didik dalam pendidikan multikultural adalah sebagai pelaksana/ eksekutor nilai- nilai multikultural yang telah diajarkan. Peserta didik dapat turut serta menciptakan budaya sekolah yang kondusif melalui kepatuhan terhadap peraturan yang ada di sekolah. Dengan mempraktekkan nilai-nilai kultural dalam kegiatan nyata maka pendidikan multikultural akan jauh lebih bermakna.
2. Hambatan-hambatan Pendidikan Multikultural berbasis Seni Budaya
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta
Upaya sekolah untuk mencapai visi menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya dan pendidikan budi pekerti luhur tidaklah mudah. Ada beberapa hambatan yang dialami sekolah. Berdasarkan hasil observasi dan penelitian yang dilakukan mulai tanggal 12 Maret- 7 september 2015 terdapat beberapa hambatan dalam pendidikan multikultural berbasis seni budaya di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta, yaitu Pendidikan multikultural tidak diajarkan langsung melalui sebuah mata pelajaran tersendiri, sehingga tidak ada SOP baku yang bisa dijadikan pedoman oleh guru untuk menanamkan nilai-nilai multikultural. Selain itu narasumber LR mengungkapkan bahwa hambatan lain dalam pendidikan multikultural adalah “kesulitan bahasa, karena di Tamansiswa fokusnya adalah pengembangan budaya Jawa, maka ada mata pelajaran bahasa Jawa. Sedangkan di SD ini siswa berasal dari berbagai daerah. Ada yang berasal dari Kalimantan, Sumatera bahkan Papua, sehingga proses mengenalkan mereka terhadap bahasa Jawa apalagi aksara Jawa akan sangat sulit dilakukan” (18 Agustus 2015).
Narasumber lain DIP dan ESR juga mengungkapkan hal yang sama yaitu kesulitan terdapat dalam hal penggunaan bahasa. Untuk peserta didik yang berasal dari suku Jawa akan lebih mudah memahami materi yang diberikan sedangkan siswa yang berasal dari luar pulau Jawa akan
mengalami kesulitan. Selain itu terbatasnya sarana juga menjadi hambatan pendidikan multicultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Sebagaimana diungkapkan oleh narasumber YAN “sarana untuk pembelajaran masih terdapat beberapa kekurangan, antara lain belum adanya LCD di kelas, padahal melalui LCD tersebut guru bisa lebih mudah mengajar, misalnya mengajar seni tari. Anak- anak bisa melihat geraan-gerakan tari melalui video yang diputar, hal itu akan mempermudah anak untuk belajar tentang tari-tarian
tradisional” (8 Mei 2015). Hambatan lain adalah pergaulan peserta didik di luar sekolah. Terdapat beberapa kebiasaan tidak baik ketika peserta didik berinteraksi di luar sekolah. Narasumber DFP mengungkapkan bahwa “dijaman teknologi seperti saat ini, anak-anak mulai terlena dengan dengan kecanggihannya sehingga lebih suka bermain HP dari pada bermain dengan teman-temannya. mereka lebih tertarik dengan permainan- permainan atau game yang ada di HP. Sedangkan pemainan-permainan tradisional dianggap jadul dan tidak menarik. Hal inilah yang kemudian membuat upaya menanamkan nilai- nilai kultural terutama sulit diterapkan, mereka hanya belajar dolanan anak di sekolah sebentar, tetapi di rumah tidak lagi dipraktekkan” (21 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, selain faktor bahasa, pengaruh lingkungan dan kemajuan teknologi, hambatan lain adalah Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, selain faktor bahasa, pengaruh lingkungan dan kemajuan teknologi, hambatan lain adalah
mencari solusi guna mengatasi sekolah. Hal ini dikarenakan di
hambatan-hambatan tersbut yaitu: sekolah tersebut terdapat guru-guru
a. Narasumber LR dan AS baru sehingga masih minim akan
mengatakan bahwa “untuk pegalaman mengajar. Padahal guru
hambatan di bidang bahasa merupakan pusat dari pendidikan di
maka para guru sekolah. Guru harus berkualtas dan
Jawa,
mensiasatinya dengan senantiasa mengembangkan
menggunakan bahasa kompetensinya yaitu kompetensi
Indonesia. Guru akan personal, sosial, pedagogic dan
menerjemahkan bahasa Jawa ke professional. Tidak hanya itu,
dalam bahasa Indonesia agar berdasarkan hasil observasi, peneliti
siswa bisa paham. Selain itu menemukan bebrapa kultur negatif
guru juga melakukan sistem yang yang ada di sekolah tersebut
penilaian yang berbeda antara lain:
terhadap siswa dari luar pulau
a. Ketidaksopanan peserta didik: hal Jawa. Terhadap siswa yang ini telihat pada saat
mengalami kendala berbahasa, pembelajaran di kelas. Peserta
guru akan lebih inten dalam didik kurang sopan dalam hal
mengajari. Selain itu juga ada bertanya maupun mengutarakan
ekstrakurikuler bahasa Jawa, pendapatnya, selain itu ada
sehingga jam belajar untuk beberapa peserta didik yang
bahasa jawa bisa lebih lama” terlambat datang ke kelas.
(18 Agustus 2015).
b. Suasana kelas yang kurang
b. Penanaman nilai-nilai kultural kondusif: ada siswa yang
terutama yang berbasis seni berjalan-jalan, atau asyik sendiri
budaya tidak hanya menjadi ketika guru sedang mengajar di
tanggung jawab pihak sekolah kelas.
tetapi juga lingkungan keluarga
c. Terdapat siswa berkebutuhan dan masyrakat. Narasumber AR khusus yang tentunya akan
mengatakan bahwa “agar mengalami kesulitan untuk
terjadi keseimbangan dan mengikuti materi pelajaran yang
keselarasan antara pendidikan diajarkan oleh guru. Terkadang
di sekolah dengan pendidikan siswa yang berkebutuhan
anak di luar sekolah, maka khusus tersebut sering mendapat
pihak sekolah menggandeng bulyying dari teman sekelasnya.
orang tua untuk turut serta mengawasi pergaluan anak-
3. Solusi untuk Mengatasi Hambatan
anaknya. Setiap 6 bulan sekali
dalam Pendidikan Multikultural
diadakan pertemuan rutin
berbasis Seni Budaya di SD Taman
antara piak sekolah dengan Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta orang tua/ wali murid. Dalam
Menyadari adanya berbagai pertemuan tersebut tidak hanya hambatan dalam pendidikan
membahas mengenai multikultural berbasis seni budaya,
perkembangan anak dari segi
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
e. Untuk mengatasi hambatan mental dan perilaku anak
mengenai siswa berkebutuhan sehari-hari di sekolah” (1
khusus, maka pihak sekolah September 2015). Melalui
berkoordinasi dengan orang tua/ kerjasama yang baik antara
wali untuk menyediakan pihak sekolah dengan orang
fasilitas guru pendamping. tua/wali peserta didik diharapakan penanaman nilai-
E. PEMBAHASAN
nilai kultural dapat berjalan
1. Pentingnya Pendidikan
lebih efektif.
Multikultural berbasis Seni
c. Untuk mengatasi hambatan
Budaya di Sekolah Dasar
tentang rendahnya kompetensi Hal yang paling penting dalam guru, maka kepala sekolah
pendidikan di Indonesia adalah membuat pertemuan rutin untuk
pemahaman akan keberagaman internal guru dan staff yang
budaya (multikultural) di Indonesia. diadakan setiap 3 bulan sekali,
Keanekaragaman budaya Indonesia sebagaimana diungkapkan oleh
harus dipahami sebagai suatu yang AR “kami rutin mengadakan
“given” yang sudah menjadi fitrah pertemuan internal setiap 3
bahwa Indonesia memang multi etnik bulan sekali. Pertuamn ini
dan budaya. Lemahnya pemahaman membahas mengenai kinerja
mengenai multikulturalisme telah guru dan perkembangan sisiwa.
melahirkan konflik horizontal yang Setiap guru diberikan
memakan banyak korban sia-sia di kesempatan untuk menilai
Indonesia. Multikulturalisme secara kelebihan dan kekurangan guru
sederhana dapat dikatakan pengakuan lain. Namun tidak boleh ada
atas pluralisme budaya. unsur dendam atau apa. Karena
Multikultur merupakan suatu penilaian ini juga penting agar
tantangan yang mengedepankan setiap guru bisa majemuknya nilai-nilai, mekanisme menginstropeksi dirinya. Lalu
dan struktur sosial dalam bingkai dari kelemahan atau human being. Dalam kesadaran kekurangan tersebut, guru
pluralisme, manusia dihadapkan pada dibantu untuk proses pembelajaran yang terus- memperbaikinya.” (1 September
menerus bergulir sepanjang hidupnya 2015)
terhadap suatu diluar pribadi dan
d. Untuk mengatasi hambatan identitas monokulturnya (Barnsford, mengenai ketidaktertiban 2000: 25). Pemahaman tentang peserta didik, sekolah
multikultural dan nilai-nilai budaya menerapkan beberapa peraturan
tidak dapat diperoleh oleh manusia misalnya larangan penggunaan
dengan sendirinya, oleh karena itu HP selama jam belajar
perlu adanya proses pendidikan. berlangsung.
Pendidikan pada masyarakat pluralistis senantiasa bertumpu pada
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016 Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
ternilai harganya.
(pemerintah). Hal ini sesuai dengan
4) Mampu menjalin interaksi dan ajaran Tamansiswa tentang Tri Pusat
kerjasama yang baik dalam Pendidikan
(Tim Dosen
perbedaan.
Ketamansiswaan, 2014) yaitu:
5) Lebih mengutamakan kepentingan
a. Lingkungan Keluarga: terutama bersama daripada kepentingan mengenai pendidikan budi
pribadi
pekerti, keagamaan dan Sekolah sebagai salah satu kemasyarakatan secara informal.
lembaga pendidikan yang berfungsi
b. Lingkungan sekolah: terutama menanamkan kesadaran di kalangan mengenai ilmu pengetahuan,
generasi muda akan identitas dirinya, kecerdasan, pengembangan budi
identitas kolektifnya, serta pekerti secara formal.
menumbuhkan calon warga negara
c. Lingkungan masyarakat terutama yang baik dalam masyarakat yang
mengenai pengembangan majemuk (peserta didik memiliki keterampilan latihan kecakapan,
kesadaran multikutural). Dalam hal pengembangan bakat secara non
ini, sekolah memiliki peranan yang formal.
sangat penting. Peranan tersebut Ketiga lingkungan tersebut
diwujudkan dalam berbagai cara memiliki peran yang sangat penting
antara lain:
dalam penanaman nilai-nilai
a. Membangun paradigma multikultural kepada peserta didik.
keberagaman
Terutama lingkungan sekolah.
1) Peran guru: guru mampu Lingkungan sekolah memiliki peran
bersikap demokratis, dan yang sangat penting karena melalui
memiliki kepedulian yang kegiatan pembelajaran di sekolah,
tinggi terhadap kejadian- peserta didik tidak hanya diajarkan
kejadian tertentu yang pengetahuan saja tetapi juga diajarkan
berhubungan dengan agama. nilai-nilai kultural seperti rasa saling
Guru bersikap adil dengan hormat terhadap perbedaan, mampu
semua peserta didiknya dan bekerjasama dengan baik,
mengajarkan tentang ibadah bertanggung jawab dan mencintai
sesuai dengan ajaran agama budaya Indonesia. Dalam hal ini perlu
yang dianutnya.
dibina sikap yang mencerminkan
2) Peran Kepala Sekolah: Bhinneka Tunggal Ika. Adapun sikap
membangun wacana yang perlu dikembangkan antara lain:
keberagaman antara guru-guru
1) Tidak memandang rendah suku dengan peserta didik. Pihak atau budaya yang lain.
sekolah menyediakan fasilitas
2) Tidak menganggap suku dan peribadahan seperti masjid/ budaya sendiri paling tinggi dan
mushola untuk agama Islam, paling baik.
tempat doa untuk beragama
3) Menerima keragaman suku katholik, protestan, budha, bangsa dan budaya sebagai
hindu dan khong hucu.
b. Menghargai keberagaman bahasa
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
Guru memiliki sikap menghargai
d. Membangun sikap kepedulian keberagaman bahasa dan
sosial
mempraktikkan nilai-nilai Guru dan sekolah memiliki tersebut di sekolah sehingga
peran terhadap pengembangan membangun sikap perserta didik
sikap perserta didik untuk peduli agar mereka selalu mengahrgai
dan kritis, sikap memanusiakan orang lain yang memiliki bahasa,
manusia artinya menanamkan aksen dan dialek yang berbeda.
sikap simpati dan empati Guru menggunakan bahasa
terhadap sesama dan lingkungan Indonesia disetiap proses
sekitar tanpa ada rasa perbedaan, pembejalaran jika terdapat
dan kritis terhadap pengetahuan siswanya yang berasal dari
yang baru peserta didik peroleh. daerah berbeda, agar siswa
e. Membangun sikap anti tersebut dapat mengikuti
diskriminasi etnis
pembelajaran dengan baik tanpa
1) Peran guru: seorang guru ada hambatan bahasa dan dialek.
dituntut untuk memiliki
c. Membangun sensitivitas gender pemahaman yang cukup
1) Peran Guru: membangun tentang sikap anti kesadaran peserta didik
diskriminasi etnis, dan terhadap nilai-nilai
memberikan perlakuan adil kesadaran gender dan sikap
terhadap seluruh peserta anti diskriminasi. Guru
didik. Dalam hal ini guru mengajarkan dan memberi
bertindak sebagai pribadi contoh yang biak kepada
yang netral agar tercipta para peserta didik dan harus
suasana pembelajaran yang membiasakan bersikap adil
nyaman.
dan netral, jangan sampai
2) Peran kepala sekolah: sebagai ada kasus bullying.
stakeholder di sekolah dapat
2) Peran Kepala Sekolah: membuat sebuah kebijakan memiliki sekaligus
yang dapat menciptakan menerapkan sikap anti
hubungan harmonis warga diskriminasi gender,
sekolah, seperti membuat berperan aktif untuk
forum atau pusat kajian memberikan pelatihan
budaya nasional dll. gender terhadap seluruh staf
f. Membangun sikap anti termasuk guru dan peserta
diskriminasi terhadap perbedaan didik, memupuk dan
kemampuan
menggugah kesadaran
1) Peran guru: memberikan peserta didik tentang
contoh langsung kepada kesadaran gender dan sikap
peserta didik untuk tidak anti diskriminasi melalui
melakukan diskriminasi kegiatan-kegiatan sekolah.
terhadap mereka yang memiliki perbedaan
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016 Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
senior kepada juniornya. tidak hanya memberikan kesempatan kepada peserta
2. Pendidikan Multikultural berbasis
didik laki-laki yang bisa
Seni budaya melalui Intrakurikuler
menjadi ketua kelas, tetapi Upaya penanaman nilai-nilai peserta didik perempuan juga
kultural dan budaya dilakukan bisa dipilih menjadi ketua
melalui proses pembelajaran di kelas kelas.
yaitu diintegrasikan ke dalam
2) Peran kepala sekolah: sembilan mata pelajaran antara lain: membuat dan menerapkan
a. Ketamansiswaan
peraturan yang menekankan Ilmu ketamansiswaan membahas bahwa sekolah menerima
mengenai hal ikhwal mengenai para peserta didik yang
Tamansiswa yang meliputi “normal” dan berkebutuhan
sejarah berdirinya, pendidikan khusus, menyediakan
dan organisasi Tamansiswa. Ki pelayanan khusus, Hadjar Dewantara menegaskan memberikan pelatihan bagi
bahwa pendidikan adalah usaha guru-guru dan staf tentang
kebudayaan yang bermaksud cara bersikap dan menghargai
memberi bimbingan dalam hidup peserta didik yang memiliki
tumbuhnya jiwa raga anak, agar kebutuhan yang berbeda.
dalam garis kodrat peribadinya
g. Membangun sikap anti serta pengaruh lingkungannya, diskriminasi umur
mereka memperoleh kemajuan
1) Peran guru: memberikan lahir dan batin menuju ke arah perhatian yang sama kepada
adab kemanusiaan. Adapun peserta didik tanpa
maksud dari jiwa dalam budaya membanding-bandingkan
bangsa meliputi cipta, karsa dan mana yang lebih tua dan
rasa, yang oleh istilah psikologi mana yang muda. Karena jika
disebut aspek kognitif, afektif terjadi hal demikian, maka
dan psikomotorik. akan mengakibatkan peserta
b. Pendidikan Kewarganegaraan didik minder, malu dan malas
Merupakan mata pelajaran yang ke sekolah.
mengajarkan tentang ideologi
2) Peran kepala sekolah: negara Republik Indonesia yaitu menerapkan peraturan bahwa
Pancasila. Di dalam Pancasila segala bentuk diskriminnasi
terdapat semboyan Bhinneka umur dilarang keras di
Tunggal Ika yang berarti sekolah dan mewajibkan
berbeda-beda tetapi tetap satu kepada peserta didik untuk
jua. Melalui semboyan tersebut selalu memahami dan
peserta didik diharapakan menghargai perbedaan umur
menjadi warga negara yang yang ada di sekitar mereka.
demokratis, yaitu warga negara Hal ini penting dilakukan
yang mau menerima perbedaan untuk menghindari adanya
yang ada, saling menghormati
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
mengembangkan minat dan berinteraksi dalam segala
bakatnya dalam bidang tari. perbedaan yang ada dan
Selain itu juga dalam rangka bekerjasama, sehingga mengembangkan dan keterampilan kultural peserta
melestarikan salahh satu budaya didik dapat berkembang dengan
Jawa yang adhiluhung.
baik.
e. Batik
c. Seni Budaya dan Keterampilan Merupakan seni melukis di atas Pendidikan seni budaya dan
kain dengan menggunakan ketrampilan memiliki sifat
malam (lilin) sebagai multilingual, multidimensional
pelindungnya untuk dan multikultural. Multilingual
mendapatkan ragam hias di atas berarti pengembangan kain tersebut. melalui mata kemampuan mengekspresikan
pelajaran ini, peserta didik diri secara kreatif dengan
mengetahui cara membatik berbagai cara dan media seperti
sehingga harapannya dapat ikut bahasa, rupa, bunyi, gerak, peran
melestarikan budaya asli dan lain-lain. Multidimensional
Indonesia. Membatik juga berarti pengembangan beragam
melatih peserta didik untuk kompetensi meliputi konsepsi,
bersabar, teliti, kreatif dan cinta apresiasi dan kreasi dengan cara
tanah air.
memadukan unsur estetika,
f. Bahasa Indonesia
logika, kinestetika dan etika Bahasa Indonesia merupakan secara seimbang. sifat
mata pelajaran yang menekankan multikultural mengandung arti
pada keterampilan berbahasa bahwa pendidikan seni
peserta didik, baik dalam bentuk menumbuhkembangkan
lisan maupun tulisan. Melalui kesadaran dan kemampuan
mata pelajaran ini peserta didik apresiasi terhadap beragam
dapat diajarkan untuk menjalin budaya nusantara. Hal ini
komunikasi dengan baik dengan merupakan wujud pembentukan
yang lain meskipun berbeda latar sikap demokratis yang
belakang suku dan daerah. memungkinkan seseorang hidup
g. Bahasa Jawa
secara beradab serta toleran Bahasa Jawa bertujuan untuk dalam masyarkat dan budaya
mengenalkan budaya Jawa yang majemuk.
kepada peserta didik.
d. Seni Tari Tamansiswa memiliki fokus Seni tari bukan dijadikan sebagai
utama untuk pengembangan kegiatan ekstrakurikuler,
budaya, khususnya budaya Jawa. melainkan masuk dalam kegiatan
Melalui mata pelajaran ini intrakurikuler. Tujuan dari mata
peserta didik secara tidak pelajaran ini aldah memberikan
langsung diperkenalkan budaya
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016 Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
terhadap jenis-jenis permainan nasional. tradisional yang mulai hilang
h. Karawitan oleh modernitas. Peserta didik Karawitan adalah sebuah seni
diajarkan untuk lebih mengenal dari jawa tengah yaitu
dan mencintai permainan memainkan lagu Jawa dengan
tradisional dan bangga terhadap diiringi alat musik yang disebut
permainan warisan budaya dengan gamelan. Melalui mata
Indonesia. Permainan dolanan pelajaran ini peserta didik
anak meliputi cublak cublak diajarkan tentang nilai-nilai
suweng, dakon, jamuran, gobak kultural yang meliputi
sodor, dll.
kebersamaan, disiplin, toleransi,
b. Seni Lukis
kepekaan dan kerjasama dalam Kegiatan ini dilaksanakan setiap perbedaan. Tujuan dari mata
hari Selasa pukul 12.35- 13.35 di pelajaran ini alah pembinaan rasa
kelas rendah. Tujuan cinta budaya dan sebagai bentuk
diajarkannya seni lukis adalah pelaksanaan kearifan lokal.
memberikan wadah bagi peserta
i. Tembang didik yang memiliki bakat dan Merupakan seni suara vokal yang
minat dibidang seni lukis. Nilai- berirama bebas terikat oleh pola
nilai kultural yang ditanamkan pupuh atau syair. Tembang
melalui kegiatan ini adalah cinta bukan dijadikan sebagai kegiatan
keindahan (estetika), kerjasama, ekstrakurikuler tapi justru masuk
percaya diri dan mampu ke dalam instrakurikuler. Hal ini
menghargai perbedaan. dimaksudkan agar semua peserta
c. Bahasa Jawa
didik dapat mempelajari Kegiatan ini dilaksanakan setiap tembang. Melalui mata pelajaran
hari Senin pukul 11.35-12.35 tembang, peserta didik diajarkan
untuk peserta didik kelas 1, 2, tentang budaya daerah yaitu
dan 3. Hari Kamis pukul 12.10- budaya Jawa, serta memupuk
13.10 untuk kelas 4 dan 5, serta motivasi mereka untuk
hari Selasa pukul 12.10-13.10 melestarikan budaya sendiri. untuk kelas 6. Ektrakurikuler bahasa Jawa bertujuan untuk
3. Pendidikan Multikultural berbasis
mengenalkan budaya Jawa
Seni budaya melalui Intrakurikuler
melalui bahasa daerah. Peserta Upaya penanaman nilai-nilai
didik yang mengikuti kultural dan budaya dilakukan
ektrakurikuler ini tidak hanya melalui kegiatan ekstrakurikuler yaitu
peserta didik yang berasal dari sebagai berikut:
suku Jawa malainkan juga
a. Dolanan Anak terdapat peserta didik yang Kegiatan ini dilaksanakan setiap
berasal dari luar suku Jawa. hari Rabu pukul 11.35- 12.35
d. Pencak silat
untuk peserta didik kelas 1 dan 2. Kegiatan ini dilaksanakan setiap Ekstrakurikuler ini bertujuan
hari Rabu pukul 13.10- 14.10
Jurnal Sosiohumaniora Volume 2 Nomor 1, Januari 2016
Pengembangan Diri dan School
Pencak silat adalah hasil-hasil
Culture
budaya manusia Indonesia untuk Pendidikan multikultural
membela, mempertahankan berbasis seni budaya melalui kegiatan eksistensi dan integritas terhadap
pengembangan diri diantaranya lingkungan hidup, alam
dilakukan melalui pola interaksi, sekitarnya untuk mencapai
keteladanan dan berbagai kegiatan keselarasan hidup guna
ektrakurikuler seperti dolanan anak,
peningkatan iman dan seni lukis, pramuka, drumband dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha
pianika, bahasa Jawa, pencak silat, Esa.
dan study tour. Kesenian nasional
e. Drumband dan Pianika menurut Tamansiswa dimaksudkan Kegiatan ini dilakukan setiap hari
untuk menanamkan benih atau bekal Kamis pukul 13.10-14.10 di
nudi pekerti (watak atau tabiat) yang kelas tinggi. Tujuan diadakannya
akan merapatkan jiwa anak dengan kegiatan ini adalah penyaluran
kebangsaannya. Adapun pelajaran bakat dalam kepekaan terhadap
kesenian dapat menjadikan cultiveren musik. Nilai-nilai multikultural
yakni memasak jiwa dan raga anak- yang ditanamkan dalam kegiatan
anak, sehingga kelak akan mencapai ini adalah kedisiplinan, peserta
derajat manusia yang utama serta didik mampu menghargai dan
dapat menyusun perikehidupan yang saling bekerjasama dalam
pantas dalam masyarakat. Tak boleh perbedaan.
dilupakan pula bahwa pelajaran
f. Pramuka kesenian itu amat besar manfaatnya Kegiatan ini wajib dilaksanakan
untuk menolak pengaruh pada hari Sabtu pukul 12.10-
“intelektualisme” yang merajalela
13.00 di kelas 3, 4,5 dan 6. hingga mengalahkan moral atau rasa Tujuan diadakannya pramuka
kesucian (Saefudin &Solahudin, adalah agar peserta didik dapat
memgembangkan diri, belajar Pengembangan nilai-nilai berbsosialisasi, mengasah dalam pendidikan multikultural keterampilan, mencintai alam.
melalui budaya sekolah meliputi: Nilai-nilai multikultural yang
1) Interaksi
ingin ditanamkan melalui Antara peserta didik kegiatan ini adalah peserta didik
berinteraksi dengan sesamanya, menjadi disiplin, mampu
kepala sekolah dengan guru, guru bekerjasama,
dengan guru, guru dengan tenggang rasa daan lain
kepedulian,
peserta didik, konselor dengan sebagainya.