BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004

  disamping telah menghancurkan sarana dan prasarana fisik juga telah mengakibatkan banyak pemilik tanah kehilangan tanahnya sebagai akibat hilangnya penanda batas dari puluhan ribu persil tanah dilapangan, kehilangan pemiliknya yang meninggal dunia serta tenggelamnya sejumlah persil tanah akibat terendam air laut.

  Sekitar 12.000 (dua belas ribu) lembar sertifikat tanah, sebagai dokumen yuridis kepemilikan tanah yang berisikan informasi tentang lokasi persil tanah juga turut hilang, disamping itu diperkirakan sedikitnya 40.000 (empat puluh ribu) lembar sertifikat yang tersimpan di Kanwil Badan Pertanahan Nasional dapat diselamatkan

  1 dengan kondisi tidak seluruhnya utuh.

  Secara rinci dampak tersebut dapat dilihat dalam beberapa aspek kehidupan

  2

  masyarakat, terutama berkaitan dengan aspek pertanahan diantaranya :

  1. Bencana Gempa dan Tsunami telah menghancurkan dan menghilangkan batas batas persil tanah maupun objek lain yang dapat digunakan sebagai acuan keberadaan persil-persil tanah.

1 Hasanuddin Z. Abidin, et al.,”Rekontruksi Batas Persil Tanah di Aceh Pasca Tsunami:

  

Beberapa Aspek dan Permasalannya ”, Infrastruktur dan Lingkungan Binaan Vol.1,No.2 (Desember

2005), hal.1. 2 .,hal.2.

  Ibid

  1

  2. Tenggelamnya sejumlah persil tanah di pinggiran pantai akibat melimpahnya air laut ke daratan seabagai akibat adanya penurunan permukaan tanah akibat gempa.

  3. Terjadinya pergeseran pada permukaan bumi di wilayah Aceh baik arah vertikal maupun arah horizontal. Berdasarkan hasil survey GPS yang dilakukan oleh ITB dan Nagoya University terlihat bahwa gempa telah menyebabkan pergeseran posisi titik-titik di Wilayah Aceh sekitar 1-3 m ke arah Barat Daya. Dalam arah vertikal juga terlihat penurunan permukaan tanah sebesar 2-3 dm yang terjadi di pantai sebelah utara Banda Aceh dan pantai sebelah barat Aceh serta kenaikan permukaan tanah sekitar 4-8 cm di pantai timur Aceh.

  4. Hilangnya surat-surat bukti hak atas tanah baik yang disimpan dirumah maupun yang berada dikantor-kantor Badan Pertanahan Nasional setempat serta yang disimpan di Bank sebagai objek agunan.

  5. Meninggalnya para pemilik persil tanah maupun ahli warisnya sebagai akibat bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh.

  Sebagai akibat dari dampak bencana gempa dan tsunami tersebut maka perlu dilakukan penataan kembali baik secara administratif maupun secara yuridis terhadap berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah pertanahan diwilayah yang terkena dampak tsunami, terutama yang berkaitan dengan dokumen hukum kepemilikannya, yaitu melalui pendataan ulang atas kepemilikan persil tanah melalui sertifikasi (pensertifikatan) terhadap tanah secara menyeluruh diwilayah bencana untuk menghindari terjadinya konfik pertanahan dikemudian hari.

  Pensertifikatan tanah tersebut dilakukan melalui proses pendafataran tanah diwilayah yang terkena dampak bencana tsunami, melalui mekanisme ajudikasi.

  Dimana pendafataran itu memiliki tujuan utama yaitu untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik hak, disamping itu juga untuk terwujudnya tertib administrasi pertanahan dan tersedianya informasi tentang tanah bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Pendaftaran tanah juga dipandang perlu untuk memonitor penguasaan tanah oleh anggota masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Chadijah Dalimunthe :

  Jika informasi mengenai tanah belum jelas, yaitu dengan pendaftaran tanah yang merupakan pemberian informasi tentang status tanah (land information

  system and geografhic information system

  ), maka penguasaan tanah saat ini (present land tenure) dan keadaan tanah (Present land) tidak akan diketahui secara jelas. ‘

3 Kesediaan data fisik dan data yuridis dari sistem pendaftaran tanah yang

  akurat akan dapat memonitor kondisi penguasaan dan penggunaan tanah yang terjadi dalam masyarakat. Dengan adanya pendaftaran tanah, maka akan memudahkan negara dalam mengontrol dan mengarahkan penggunaan dan peruntukan tanah sebagai bagian dari sarana pembangunan nasional.

  Ketentuan tentang pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang- undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Paraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang untuk selanjutnya disingkat dengan UUPA, disebutkan bahwa:

  (1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

  b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

  c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa untuk mewujudkan kepastian hukum dari kedudukan tanah,maka tanah harus didaftarkan dan harus mendapatkan alat bukti berupa sertifikat hak atas tanah. 3 Chadijah Dalimunthe, Pelaksaan landreform di Indonesia dan Permasalahannya, USU,

  Medan, 1998, hal. 74

  Melalui kegiatan pengukuran akan terdapat adanya kepastian hukum mengenai letak, luas, batas-batas dari tanah yang merupakan data fisik yang kemudian diterangkan dalam surat ukur dan peta pendaftaran tanah. Sedangkan dari kegiatan pendaftaran hak atas tanah akan tercapai kepastian hukum mengenai status hukum dari tanah yang bersangkutan terhadap subjek kepemilikannya yang merupakan data yuridis.

  Sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 19 UUPA pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang selanjutnya disingkat dengan PP dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor

  3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana PP No.24 Tahun 1997. Dimana dalam

  Pasal 1 ayat (1) PP No.24 Tahun 1997,disebutkan: Pendaftaran tanah adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya Alat bukti hak atas tanah berupa sertifikat sangat besar manfaatnya bagi subjek pemegang hak, selain untuk memberi kepastian hukum bagi pemiliknya , juga dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk pelunasan hutang dalam proses pencairan kredit dibank.

  Menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tujuan yang ingin dicapai melalui pendaftaran tanah adalah: a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lian yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. Untukmenyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

  Untuk terwujudnya apa yang menjadi tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dikemukakan diatas, maka pendaftaran tanah harus dilakukan secara menyeluruh dan transparan. Dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan ada dua cara pendaftaran tanah yaitu:

  1. Pendaftaran tanah secara Sistemik. Pendaftaran ini adalahkegiatan pendaftaran untukpertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftarakan dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan (pasal 1 angka 10).

  2. Pendaftaran tanah secara sporadik.Pendaftaran ini adalah kegiatan pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal (pasal1 angka 11) Pendaftaran tanah secara sistematik diselengarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, sedangkan pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atas kuasanya.

  Untuk menjamin agar data tanah selalu sesuai dengan kenyataan, maka pelaksanaan pendaftaran tanah harus dilakukan secara berkelanjutan, artinya atas suatu bidang tanah yang telah dilakukan pendaftaran, harus juga dilakukan pendaftaran kembali apabila terjadi perubahan data tanah, baik karena perubahan data fisik maupun karena perubahan data yuridis.

  Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kawasan yang dilanda bencana alam Tsunami, dimana bencana tersebut telah menyebabkan banyak terjadi perubahan baik data fisik seperti batas-batas tanah, luas tanah maupun hilangnya pemilik tanah, serta juga telah menyebabkan musnahnya bukti-bukti kepemilikan lainnya yang merupakan data yuridis.. Oleh karena itu Pemerintah melalui kantor Badan Pertanahan Nasional telah mengambil langkah konkrit untuk mencegah terjadinya konflik pertanahan dalam masyarakat yaitu dengan melakukan sertifikasi atas tanah masyarakat diwilayah bencana Tsunami dengan cara mendata ulang secara komprehensif. Sertifikasi tersebut dilakukan secara sistematik dengan metode ajudikasi, yang lebih dikenal dengan istilah Program Ajudikasi Pertanahan Berbasis Masyarakat Dalam Rekonstruksi Administrasi Pertanahan Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh.

  Ajudikasi menurut PP No.24 Tahun 1997, Pasal 1 butir 8 menerangkan bahwa: “Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftranan tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran”

  Untuk mencegah atau paling tidak memperkecil peluang timbulnya sengketa, pendaftaran kembali tanah dilokasi bencana Tsunami dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), dimana pendaftaran tersebut disebut pendaftaran yang berbasis masyarakat.

  Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor BPN Provinsi Aceh, Luas wilayah Kota Banda Aceh adalah 61.135,9 (enam puluh satu ribu seratus tiga puluh lima koma sembilan) Ha, yang terkena dampak gempa bumi dan gelombang Tsunami seluas 3.857,7 (tiga ribu delapan ratus lima puluh tujuh koma tujuh) Ha. dengan persentase 13,54 % (tiga belas koma lima puluh empat persen). Akibat bencana Tsunami tersebut luas tanah di Kota Banda Aceh sebagian telah berkurang akibat tersapu gelombang Tsunami dan terkikis abrasi. Sedangkan sebagian wilayah yang masih tersisa telah dilakukan pendataan ulang atas bidang-bidang tanah yang dulunya sudah pernah didaftarkan.

  Penyelenggaraan pendaftaran tanah di lokasi bencana Tsunami di Kota Banda Aceh dilakukan oleh Tim Ajudikasi yang terdiri dari 6 (enam) tim. Lokasi kerja masing-masing tim adalah di Kecamatan Kuta Raja, Meuraxa I, Meuraxa II, Syiah Kuala, Kuta Alam dan Jaya Baru.

  Target penyelesaian masing-masing tim adalah 5000 (lima ribu) bidang tanah, baik yang sudah pernah ada hak-hak atas tanah maupun yang belum memiliki hak atas tanah sebelumnya. Sebagai petunjuk pelaksanaan yang digunakan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut adalah Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 114-II-2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Terkena Bencana Stunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara Yang Menjadi Objek Kegiatan Pemulihan Hak atas Tanah dan Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh atau dalam istilah asing disebut manual Reconstruction of Aceh Land Administration System (RALAS). Adapun biaya penyelenggaraan program dibiayai oleh Multi Donor Trust Fund for Aceh and North Sumatera (MDTFANS).

  Proses pelaksanaan pendaftaran tanah melalui ajudikasi tersebut dilakukan mulai 17 Agustus 2005 sampai 31 Desember 2008, yang meliputi 6 (enam) Kecamatan yaitu Kecamatan Kuta Alam, Kuta Raja, Baiturrahman, Meuraxa, Jaya Baru dan Syiah Kuala dengan target adalah 5000 (lima ribu) sertifikat per tim. Baik untuk sertifikat pengganti maupun sertifikat baru.

  Ternyata hingga akhir tugasnya tim RALAS yang dibiayai oleh Multi Donor

  Trust Fund for Aceh and North Sumatera

  (MDTRANS) tidak mampu mencapai target yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan 30.000 (tiga puluh ribu) sertifikat, dimana tim RALAS hanya mampu merealisasi sebanyak 27.540 (dua puluh tujuh ribu lima ratus empat puluh) sertifikat, artinya ada sekitar 2.460 (dua ribu empat ratus enam puluh) bidang tanah yang belum dapat direalisasikan untuk wilayah Kota Banda Aceh. Ketidak berhasilan merealisasikan sertifikat tersebut disebabkan oleh berbagai hambatan yang ditemui dilapangan.

  Disisi lain atas tanah-tanah yang telah dilakukan sertifikasi melalui Tim Ajudikasi, ternyata juga tidak sedikit menimbulkan permasalahan baru yang pada saat ini telah menimbulkan berbagai sengketa dalam masyarakat, seperti sertifikat ganda, penunjukan objek yang salah, sertifikat diterbitkan atas nama ahli waris yang tidak berhak, batas-batas tanah tidak jelas, luasnya tidak sesuai, serta berbagai macam permasalahan lainnya yang terus muncul sebagai akibat dari pelaksanaan sertifikasi tersebut.

  Kenyataan tersebut merupakan problema yang harus segera diselesaikan, oleh karena itu penulis melakukan penelitian untuk penulisan tesis ini dengan judul ”Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Di Kota Banda Aceh”. Sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dilapangan berkaitan dengan sertifikasi hak milik atas tanah serta berguna bagi pengembangan ilmu hukum khususnya bidang hukum agraria.

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah:

  1. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi hak milik atas tanah pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh?

  2. Apa saja permasalahan yang muncul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh?

  3. Upaya hukum apa saja yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh?

  C. Keaslian Penelitian

  Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian didalam masalah yang sama, penulis melakukan pengumpulan data dan pemeriksaan terhadap hasil- hasil penelitian yang memiliki kemiripan di Program Kenotariatan USU. Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, tidak ada yang persis sama dengan judul yang penulis pilih, yaitu Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Di Kota Banda Aceh. Namun ada kemiripan pada judul dan lokasi, akan tetapi berbeda permasalahnnya, yaitu yang ditulis oleh mahasiswa Program Kenotariatan atas nama Fitria Sari, Nim: 047011026, yang bersangkutan menulis tentang “Tata Laksana Kepemilikan Hak Milik Atas Tanah Pasca Gempa dan Tsunami (Suatu Penelitian Di Kota Banda Aceh)”, dimana penelitian yang bersangkutan lebih memfokuskan kepada tata cara memperoleh hak milik atas tanah dikawasan bencana Tsunami. Sedangkan penelitian lain yang memiliki kemiripan yaitu yang ditulis oleh Surya Darma, Nim: 067011087 dimana yang bersangkutan menulis tentang Kajian Yuridis Pengadaan Tanah Untuk Relokasi Korban Tsunami Di Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Dan satu lagi yaitu yang ditulis oleh Desi Helfira, Nim: 057011016 yaitu menulis tentang Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Perumahan Oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan Non-Government Organization (NGO) Bagi Korban Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami (Studi Pada Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh).

  Berdasarkan penelusuran tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun penelitian yang memiliki kesamaan dengan yang penulis teliti untuk penulisan tesis ini, sehingga otentisitasnya dapat dipertanggung jawabkan.

D. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

  2. Untuk mengetahui dan menjelaskan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah melalui ajudikasi pasca bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

  3. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang timbul terhadap sertifikasi hak milik atas tanah melalui Ajudikasi pasca bencana Tsunami.

E. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

  1. Manfaat Teoritis Hasil Penelitian diharapkan dapat memperluas khasanah dan wawasan tentang hukum agraria, khususnya mengenai sertifikasi hak atas tanah melalui ajudikasi pertanahan dikawasan yang terkena dampak bencana alam seperti bencana Tsunami. Sehingga menjadi literatur kepustakaan bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum agraria di masa yang akan datang.

  2. Manfaat Praktis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah hukum yang timbul dan sebahagian masih belum tuntas sehubungan sertifikasi hak milik atas tanah dikawasan yang terkena dampak bencana Tsunami. Sehingga diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan

  Nasional (BPN), dalam menyelesaikan permasalan-permasalahan di bidang pertanahan terutama yang terjadi di kawasan bekas bencana Tsunami di Kota Banda Aceh.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

  a. Kerangka Teori Teori adalah susunan konsep, definisi yang dalam, yang menyajikan pandangan yang sistematis tentang fenomena, dengan menunjukkan hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain, dengan maksud untuk menjelaskan dan

  4 meramalkan fenomena.

  Menurut M. Solly Lubis, teori adalah: Suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan

  5 masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.

  Kemudian menurut J.J.H Bruggink: Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih jauh sebagai sesuatu keseluruhan pernyataan- pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum. Dengan itu harus cukup menguraikan tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan

  6 harus mengarahkan diri kepada unsur hukum.

  Oleh karena itu teori merupakan sebuah desain langkah penelitian yang berhubungan dengan kepustakaan, isue kebijakan maupun nara sumber penting 4 Sofyan Syafri Harahap, Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian komprehensif, Pustaka Quantum, Jakarta, Hal. 40. 5 6 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80.

  J.J.H Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal 2. lainnya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menstrukturisasikan penemuan selama penelitian, membuat beberapa pemikiran, ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan, uraian maupun pernyataan.

  Agar kerangka teori meyakinkan, maka harus memenuhi syarat: Pertama; teori yang digunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan- perkembangan terbaru. Kedua; analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekplisit mengenai postulat, asumsi, dan prinsip yang mendasarinya. Ketiga; mampu

  7 mengindentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut.

  Dengan demikian Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan

  8 yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah.

  Sehubungan dengan permasalahan yang penulis teliti tentang Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi di Kota Banda Aceh, maka kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan berkaitan dengan sertifikasi tersebut adalah dengan menggunakan pokok-pokok pikiran dari Teori Kepastian Hukum.

  7 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Hal. 318-321 8 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, hal.26.

  Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum, dikenal 3 (tiga) jenis aliran konvensional tentang tujuan hukum, salah satu diantaranya adalah aliran normatif- dogmatik. Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya hukum adalah semata-mata

  9 untuk menciptakan kepastian hukum.

  Salah satu penganut aliran ini adalah John Austin dan Van Kant, yang bersumber dari pemikiran positivisme hukum, yang melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dipahami dalam bentuk peraturan tertulis semata. Artinya, karena hukum itu otonom, sehingga tujuan hukum semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kant berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar

  

10

tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.

  Utrecht menyatakan bahwa tujuan hukum adalah demi adanya kepastian

  11

  hukum. Beliau secara tegas menghendaki agar tujuan hukum hendaknya diarahkan untuk adanya kepastian hukum. Kepastian hukum, artinya hukum dimungkinkan sebesar-besarnya untuk adanya peraturan umum yang berlaku bagi setiap orang, tanpa

  

12

  melihat latar belakang dan status sosial. Dalam kepastian hukum, maka hukum dalam pengertian yuridis (tertulis) sangat diagung-agungkan. Dalam sejarah dan teori maupun mazhab hukum, paham kepastian hukum merupakan pengejawantahan dari

  9 10 Ibid, Hal. 74. 11 Ibid .

  Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif, Djambatan, Jakarta, 2001, hal. 44. 12 Ibid , Ha. 46.

  13

  aliran “legisme”, yang tidak mengakui adanya hukum yang tidak tetulis. Sehingga menimbulkan konsekuensi bahwa faktor-faktor non yuridis tidak mendapat prioritas didalamnya.

  Pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah melalui mekanisme ajudikasi terhadap tanah yang berada pada kawasan bekas bencana Tsunami, merupakan suatu langkah untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang memiliki hak atas tanah. Pelaksanaan tersebut merupakan perwujudan dari ketentuan Pasal 19 UUPA, yang menyebutkan: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan- ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

  Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan kepada Pemerintah, yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal,

  14

  yaitu untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya, untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya, apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.

  Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah:

  13 Hal. 47. 14 Ibid, Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV.

  Mandar Maju, Bandung, 2008, Hal. 167.

  1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadastral, yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan batas- batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum.

  2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum.

  3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap perubahan data mengenai hak atas tanah, seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum.

15 Bahwa dalam rangka memberikan kepastian hak khususnya terhadap bidang-

  bidang tanah yang terletak dikawasan bekas Tsunami, maka pemerintah telah melakukan kebijakan pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu yang dilakukan secara serentak di seluruh wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Menteri Agraria/Kepala BPN. Pendaftarannya dilakukan melalui mekanisme ajudukasi.

  Pendaftaran melalui mekanisme ajudikasi tersebut didasarkan pada PP No. 24 tahun 1997, yaitu Pasal 1 butir 8, yang menyatakan sebagai berikut: “ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran”.

  Pendaftaran hak atas tanah pada kawasan bekas bencana Tsunami bertujuan memberikan kepastian hak, yang dalam hal ini diwujudkan dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah, yang merupakan bukti yuridis. Sehingga siapa yang disebut namanya dalam sertifikat dialah sebagai pemiliknya.

  Akan tetapi terhadap sertifikat yang merupakan alat bukti yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah pasca bencana Tsunami, dikemudian hari ternyata telah 15 Ibid. menimbulkan beberapa permasalahan. Hal ini bisa jadi sebagai akibat dari mekanisme pendaftaran yang belum maksimal. Oleh karena itu melalui pendekatan teori kepastian hukum terutama aliran positisme menjadi alat analisa dalam rangka menganalisa berbagai problema yang muncul berkaitan dengan sertifikasi hak atas tanah pasca bencana Tsunami tersebut.

  b. Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep adalah unsur- unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam satu bidang studi, sehingga dengan demikian merupakan penjabaran abstrak daripada teori. Pendefinisian konsep dan perumusan teori berlangsung setiap saat. Hal ini merupakan langkah yang diperlukan dalam suatu proses penelitian ilmiah.

  Oleh karena konsep merupakan bagian penting dari suatu teori. Maka konsep membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan istilah definisi operasional (operational definition). Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

  Yang dimaksud dengan definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruksi dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji

  16 kebenarannya oleh orang lain.

  Kegunaan dari adanya konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.

  Maka untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus diberikan format tentang beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang singkron dengan tujuan yang telah ditentukan. Adapun konsep dasar yang dikemukakan dalam penelitian ini meliputi:

  1. Problematika adalah permasalahan atau masalah yaitu suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan, dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan sesuatu yang diharapkan dengan baik

  17 agar tercapai hasil yang maksimal.

  18 2. Sertifikasi adalah penyertifikatan, pembuatan sertifikat.

  3. Sertifikasi hak atas tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dengan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang- 16 bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti 17 Jonathan Sarwono, 0p.Cit., Hal.68.

  Pengertian masalah ”http//id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2020002 diakses pada tanggal 27 Januari 2013 18 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, Gita Media Press, Surabaya, 2006, Hal. 435. hak bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya beserta hak-hak tertentu

  19 yang membebaninya dalam bentuk suatu Sertifikat.

  4. Data Fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan diatasnya (Pasal 1 angka 6 PP No.24 Tahun 1997)

  5. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pakai lainnya serta bebab-beban lain yang membebaninya (Pasal 1 angka 7 PP No. 24 Tahun 1997).

  6. Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya (Pasal 1 butir 8 PP No. 24 Tahun 1997).

  7. Sertifikat adalah Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

19 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi Pelaksanaannya , Djambatan, Jakarta, 1999, Hal. 72.

  8. Kepastian hukum hak atas tanah adalah kepastian untuk menjamin hak atas tanah dari pemiliknya terhadap letak, batas, luas dan jenis hak atas

  20 tanahnya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Metode Pendekatan

  Jenis penelitian yang digunakan untuk mengkaji penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (library research) atau data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau melihat hukum dari aspek normatif.

  Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian yuridis normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-

  21 doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

  Dilakukan dengan cara mengkaji ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan masalah pelaksanaan pendaftaran tanah melalui mekanisme ajudikasi, terutama yang berkaitan dengan tanah yang termasuk dalam kawasan bencana alam tsunami.

  Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptis analitis, artinya hasil penelitian ini berusaha untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dan

  22 mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. 20 21 Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, 1999, hal. 27 22 Peter Marzuki Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Predata, Jakarta, 2008, hal. 35.

  

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, hal.10.

2. Sumber Data

  Dalam penulisan ini sumber data yang digunakan diperoleh dari data primer dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier.

  1. Data Primer, data primer diperoleh melalui penelitian lapangan (field

  research)

  berasal dari responden dan informan yang menjadi sampel dalarn penelitian ini.

  Data primer digunakan untuk melakukan konfrontir terhadap berbagai macam data sekunder yang telah diperoleh dalam rangka melakukan penegasan. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung terhadap pihak terkait untuk pemecahan masalah yang masih memerlukan informasi lebih lanjut guna melakukan dan memastikan validasi terhadap data sekunder yang telah diperoleh.

  2. Data Sekunder, diperoleh melalui penelusuran kepustakaan dengan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan yang berupa buku-buku teks, artikel, dan peraturan perundang-undangan yang relevan, juga pendapat- pendapat sarjana dan ketentuan perundang-undangan. yang dapat dirinci sebagai berikut:

  a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang terdisi dari peraturan Perundang-undangan, catatan-catatan resmi dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan penelitian ini. 1) Undang-undang Dasar 1945.

  2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (UUPA).

  3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

  4) Peraturan Pemerintah Nomor.46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Atas Badan Pertanahan Nasional.

  5) Peraturan Menteri Negara Agararia/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

  6) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan flak Pengelolaan.

  7) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 114-11- 2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat Pada Lokasi Terkena Bencana Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam Yang Menjadi Obyek Kegiatan Pemulihan Hak Atas Tanah dan . Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh, tanggal 21 Juni 2005.

  b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi seperti buku-buku teks, kamus hukum, hasil penelitian, hasil seminar, makalah, majalah serta dokumen- dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

  c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yaitu mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum dan eksiklopedia.

  3. Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian adalah di Kota Banda Aceh yang meliputi 3 (tiga) wilayah kecamatan, yaitu: Kecamatan Meuraxa (Tim Ajudikasi No.0101-03), Kuta Alam (Tim Ajudikasi No.0101-05) dan Jaya Baru (Tim Ajudikasi 0101-06). Kesemuanya termasuk dalam wilayah hukum Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Banda Aceh.

  4. Tehnik Pengumpulan Data

  Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Penelitian Kepustakaan (library Research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel dan sumber lainnya yang berhubungan dengan objek telaah penelitiaan ini; b. Penelitian lapangan (Field Research) dilakukan dengan cara wawancara, yang dilakukan secara langsung dan mendalam, terarah dan sistematis ditujukan kepada narasumber yang telah ditetapkan yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, diantaranya meliputi:

  1). 2 (dua) orang Pejabat kantor Badan Pertanahan (BPN) Kota Banda Aceh; Kepala kantor BPN - Kepala bagian pendaftaran tanah -

  2). 3 (tiga) orang mantan anggota Tim Ajudikasi BPN Kota Banda Aceh; 3). 3 (tiga) orang Keuchik/ Kepala Desa diwilayah Penelitian.

  4). 2 (dua) Notaris 5). Panitera Mahkamah Syari’ah Kota Banda Aceh

5. Analisis Data

  Data primer dan data sekunder yang berhasil dikumpulkan melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan kemudian dianalisis secara kualitatif. Data sekunder merupakan data yang tersedia, sehingga hanya mencari dan mengumpulkan, sedangkan data primer adalah data yang hanya dapat diperoleh dari sumber asli atau pertama di lapangan.

  Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data-data tersebut dianalisis secara kualitatif, yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan- ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, sehingga dengan logika induktif, yaitu berpikir dari hal yang khusus menuju hal yang lebih umum, dengan menggunakan perangkat normatif, yakni interpretasi dan konstruksi hukum, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kesimpulan yang bersifat umum terhadap permasalahan dan tujuan penelitian.

  Analisa kualitatif merupakan analisis yang mendasarkan pada adanya hubungan semantis antar variabel yang diteliti. Tujuannya ialah agar peneliti mendapatkan makna hubungan variabel-variabel, sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Selanjutnya diinterpretasikan yang hasilnya digunakan sebagai bahan dalam penulisan tesis.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman - Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Oktil Metoksisinamat Dan Avobenson

0 1 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Promosi 2.1.1 Pengertian Promosi - Chapter II (106.6Kb)

0 1 26

BAB 1 PENDAHULUAN - Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Akuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2010

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat - Penetapan Kadar Campuran Parasetamol Dan Ibuprofen Pada Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Derivatif Dengan Zero Crossing

0 1 14

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet

0 0 17

BAB II PROFIL PT. PLN (Persero) - Sistem Informasi Penagihan Tunggakan dan Pelunasan Rekening Listrik di PT. PLN (Persero) Rayon Johor

1 2 14

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN - Mekanisme Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN - Mekanisme Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai)

0 0 38

BAB II PELAKSANAAN SERTIFIKASI HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI AJUDIKASI PASCA BENCANA TSUNAMI A. Pengertian dan Dasar Hukum Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah - Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Band

0 0 69