penyakit menular DBD dikabupaten lampung

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR DEMAM BERDARAH DENGUE(DBD)

  NAMA KELOMPOK 1:

  1. ELLA RAFIKASARI (10011181520002)

  2. J

  3. K

  4. K

  5. K

  6. K

  7. K 8. DOSEN PENGAJAR : DR. RICO JANUAR SITORUS, S.KM.,

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2018

KATA PENGATAR

  Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

  Adapun makalah Epidemiologi Penyakit Menular yang berjudul “Demam Berdarah Dengue(DBD)”. Makalah ini dapat diselesaikan karena bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini karena jika tanpa bantuan dari mereka makalah ini tidak akan bisa diselesaikan sebagaimana mestinya.

  Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang tulisan maupun karyanya kami gunakan sebagai sumber, ataupun referensi dalam pembuatan makalah. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap bahwa makalah ini akan membawa manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Terima kasih.

  Indralaya, 20 oktober 2018 Penyusun

  DAFTAR ISI Cover Depan.........................................................................................................................i Kata Pengantar....................................................................................................................ii Daftar Isi..............................................................................................................................iii

  Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang...........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1 C. Tujuan.........................................................................................................................2 D. Manfaat......................................................................................................................2 Bab Ii Tinjauan Pustaka

  2.1 Sejarah Rabies......................................................................................................................3

  2.2 Definisi Rabies 2.3penyebab Pada Rabies...........................................................................................................4

  2.4Karakteristik virus rabies.........................................................................................................5

  2.5 Masa Inkubasi penyakit rabies.......................................................................................

  2.6 Gejala Klinis rabies...............................................................................................................

  2.7 Diagnosis Penyakit Rabies.................................................................................................. 7

  2.8 Jenis-Jenis Vaksin Anti Rabies.......................................................................................... 8 2.9 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Rabies.....................................................................

  2.10 daftar pustaka.......................................................................................................................

  BAB III PENUTUP............................................................................................................17 3.1 kesimpulan...............................................................................................................

  3.2 saran

  

BAB 1V DAFTAR PUSTAKA DAN LAMPIRAN JURNALINTERNASIONAL...... IV

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi, yang ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, saat ini dapat ditemukan di sebagian besar negara di Asia. Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1 % (WHO, 2008).

  Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008).

  Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi adanya musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian secara kimiawi. Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.

  DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.

  Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk.

  Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)

  Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008).

  Menurut Rampengan seseorang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk bersiap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat menggigitnya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.

  2.2 Sejarah Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.2.1 Etiologi

  Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit infeksi arbovirus (arthropod-

  

borne virus) akut yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok Arbovirus B

dan ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes.

  Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus yaitu ; 1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.

  2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944

  3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather

  4. Dengue 3 diisolasi oleh Sather Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat (Siregar, 2009).

  2.2.2 Virus Dengue

  Virus Dengue termasuk dalam genus Flavivirus (famili Flaviviridae) dimana sekitar 70 jenis virus termasuk di dalamnya. Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus

  

Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN – 1, DEN – 2, DEN – 3 dan DEN – 4.

  Struktur antigen keempat serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing – masing serotipe tidak dapat saling memberikan imunitas silang. Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia, terutama disebabkan oleh DEN – 3, walaupun akhir – akhir ini ada kecenderungan dominasi oleh virus DEN – 2 (WHO, 2012).

  2.2.3 Vektor

  Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui nyamuk dengan cara menghisap darah manusia, terutama nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk betina menghisap darah manusia lebih banyak pada siang hari terutama pagi atau sore hari antara pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00. (Soegijanto, 2012), dengan peningkatan aktivitas menghisap darah manusia sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Aedes Aegypti dari subgenus Stegomyia, Ae. Aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Semua spesies mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas kecuali Ae. aegypti. Nyamuk Aedes selain Ae. aegypti merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae.aegypti.

  2.2.4 Hubungan antara nyamuk Aedes Aegypti dengan virus dengue

  Nyamuk Aedes Aegypti dapat mengandung virus dengue bila menghisap darah seorang penderita DBD atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar, 2009).

2.2.5 Epidemiologi

  Infeksi virus dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili

  

Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den -

  41, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes

  

aegypti dan Ae. albopictus 2 yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia (Candra A,

  2010) Penyebaran vektor Aedes aegypti ditentukan oleh beberapa faktor, beberapa di antaranya dari hasil studi yang penting yaitu (Berntsen et al., 2009):

  

a. Peningkatan kepadatan penduduk dengan urbanisasi yang tidak terkendali, tidak

  mempunyai sistem manajemen yang cukup untuk pengelolaan air, selokan dan limbah, sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya vektor Aedes Aegypti.

  

b. Peningkatan perjalanan dan transportasi antara masyarakat, negara dan benua

menyebabkan pertukaran cepat strain virus dengue.

  c. Kurang baiknya pengawasan dan pengendalian sistem epidemiologi.

  

d. Peningkatan penggunaan produk non daur ulang membuat jumlah tempat

perkembangbiakan vektor Aedes Aegypti meningkat.

2.2.6 Patogenesis dan Patofisiologi

  Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara nyamuk menghisap darah manusia. Organ sasaran dari virus itu adalah organ hepar, nodus limfatikus, sum-sum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel – sel monosit perifer (Soegijanto, 2012).

  Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit. Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun (Siregar, 2009)

2.2 Tanda dan Gejala DBD dan Diagnosis

  Penyakit ini ditujukan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam Demam Berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah, badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut, rasa mual, muntah- muntah/ diare. Menurut Ginanjar (2008), Kriteria klinis DBD meliputi:

  1. Demam tinggi berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari, yang dapat mencapai 40 derajat celcius. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata (retro orbita), dan wajah yang kemerah-merahan (flushing) .

  2. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit seperti tes Rumppleede(+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena) .

  3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).

  4. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium. 1) Kriteria Klinis

  a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan malena. Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.13 c. Pembesaran hati (hepatomegali).

  d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.

  2. Kriteria Laboratorium

  a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml) b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

  3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997 4,5 Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :

  a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.

  b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lainnya.

  c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.

  d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.

2.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya DBD

  DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, dan disebarkan oleh artropoda. Vektor utama DBD ialah Aedes aegypti di daerah perkotaan dan Aedes albopictus di daerah pedesaan. Nyamuk ini dapat menyebarkan virus dengue setelah sebelumnya menggigit dan menghisap darah manusia yang sedang menderita DBD. Berdasarkan laporan yang ada, virus ini juga dapat ditularkan transovarial sehingga telur- telur nyamuk ini terinfeksi oleh virus dengue. Virus ini berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk selama kurang dari 8-10 hari terutama di dalam kelenjar air ludahnya. Saat nyamuk menggigit manusia, virus ini akan ditularkan dan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Masa inkubasi selama kurang lebih 4-6 hari dan orang yang terinfeksi tersebut dapat menderita demam berdarah dengue (Dinkes, 2006)

  Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk dalam kelompok B

  

Airthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, Famili

Flaviviradae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4

  (Departemen Kesehatan RI, 2003). Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Virus Dengue ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kristina, dkk, 2004).

  Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim), Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3, dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada daerah geografi dan serotipe virusnya.

2.4 Agent Infeksius

  Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.

  2.5 Vektor Penular

  Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vector penularan virus

  

dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti

  merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.

  2.6 Penularan Virus Dengue

A. Mekanisme Penularan Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.

  Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus

  

dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh

  manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

  albopictus yang infeksius.

  Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.

  Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.13 Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus

  

dengue. Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah

  binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.

B. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD

  Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah : 1) Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis) 2) Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar.

  Tempat-tempat umum itu antara lain :

  a. Sekolah Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.

  b. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya : Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue.

  c. Tempat umum lainnya seperti : Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat ibadah dan lain-lain. 3) Pemukiman baru di pinggiran kota

  Karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi awal.

2.7 Nyamuk Penular DBD

A. Morfologi

  Nyamuk Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut :

  1. Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk yang lain. Mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.

  2. Pupa (Kepompong)

  Pupa atau kepompong berbentuk seperti “Koma”. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibandingkan larva (jentik) nya. Pupa nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

  3. Larva (jentik) Ada 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva a. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm.

  b. Larva instar II berukuran 2,5-3,8 mm.

  c. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II.

  d. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm.

  Larva dan pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air buatan seperti pada potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelepah daun, kaleng kosong, pot bunga, botol pecah, tangki air, talang atap, tempolong atau bokor, kolam air mancur, tempat minum kuda, ban bekas, serta barang-barang lainnya yang berisi air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah. Larva sering berada di dasar container, posisi istirahat pada permukaan air membentuk sudut 45 derajat, sedangkan posisi kepala berada di bawah.

  4. Telur Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur berbentuk oval yang mengapung satu persatu pda permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding penampungan air, Aedes aegypti betina bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian dalam pada tempat-tempat yang berair sedikit, jernih, terlindung dari sinar matahari langsung, dan biasanya berada di dalam dan dekat rumah. Telur tersebut diletakkan satu persatu atau berderet pada dinding tempat air, di atas permukaan air, pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air.

B. Lingkungan Hidup

  Nyamuk Aedes aegypti seperti nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur – jentik – kepompong – nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur dapat bertahan hingga kurang lebih selama 2-3 bulan apabila tidak terendam air, dan apabila musim penghujan tiba dan kontainer menampung air, maka telur akan terendam kembali dan akan menetas menjadi jentik. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

  Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang nyamuk betina biasanya 40-100 meter. Namun secara pasif misalnya angin atau terbawa kendaraan maka nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh.

  C. Variasi Musiman

  Pada musim hujan tempat perkembang biakan Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes

  

aegypti. Oleh karena itu pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti terus meningkat.

  Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue.

  D. Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti

  Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti ialah pada tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari, seperti: tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain. 2) Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat yang biasa menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti : tempat minum hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas (kaleng,botol, ban,pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga,perangkap semut, penampung air dispenser, dan lain-lain. 3) Tempat penampungan air alami, seperti : Lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, dan lain-lain .

2.8 Epidemiologi Penyakit DBD

A. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang

  DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah.

  Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah wabah selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984

B. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat

  Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi virus dengue meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998. Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia.

  Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang menyebar sepanjang tahun.

2.9 Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit DBD

  Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu agent (virus), host (pejamu), dan lingkungan, yaitu :

  1. Agent (penyebab penyakit) adalah semua unsur atau elemen hidup atau mati yang kehadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimuli untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent penyebaran DBD adalah virus dengue.

  2. Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit DBD. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia yaitu : a. Mobilitas penduduk akan memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Hasil penelitian Fathi (2004) di kota Mataram mobilitas penduduk tidak ikut berperan dalam terjadinya KLB penyakit DBD di kota Mataram, hal ini dapat dikaitkan dengan mobilitas penduduk di kota Mataram yang relatif rendah yaitu sebagian besar adalah petani. Hasil penelitian Arsunan dan Wahiduddin (2003) di kota Makassar mobilitas penduduk berperan dalam penyebaran DBD, hal ini disebabkan mobilitas penduduk di kota Makassar yang relatif tinggi. Hal ini sesuai dengan Sumarmo bahwa penyakit biasanya menjalar dimulai dari suatu pusat sumber penularan (kota besar), kemudian mengikuti lalu-lintas (mobilitas) penduduk. Semakin tinggi mobilitas makin besar kemungkinan penyebaran penyakit DBD.

  b. Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan, hal ini berkaitan dengan pengetahuan. Hasil penelitian Nicolas Duma (2007) di kecamatan Baruga kota Kendari ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan dengan kejadian DBD. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Arsunan dan Wahiduddin (2003) di kota Makassar yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian DBD. Hasil penelitian Kasnodiharjo (1997) di Subang Jawa Barat menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan atau buta huruf, pada umumnya akan mengalami kesulitan untuk menyerap ide-ide baru dan membuat mereka konservatif karena tidak mengenal alternatif yang lebih baik.

  c. Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit DBD. Hasil penelitian Soegeng Soegijanto (2000) di Jawa Timur dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus DBD terbanyak adalah pada kelompok umur 5-9 tahun. Tetapi pada tahun 1998 dan 2000 proporsi kasus pada kelompok umur 15-44 tahun meningkat, keadaan tersebut perlu diwaspadai bahwa DBD cenderung meningkat pada kelompok umur remaja dan dewasa. Hal ini sesuai dengan Suroso bahwa di Indonesia pada tahun 1995-1997 proporsi kasus DBD telah bergeser ke usia ≥ 15 tahun. Hasil penelitian Fitri (2005) di Pekanbaru proporsi penderita terbanyak lebih sering pada kelompok umur ≥ 15 tahun.

  d. Jenis kelamin, berdasarkan penelitian Widyana (1998) di Bantul pada tahun 1997 menemukan bahwa proporsi penderita perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar 52,6 %.23 Hasil serupa juga di peroleh oleh Enny dkk (2003) di

  Jakarta pada tahun 2000 sebagian besar penderita adalah perempuan (58,2%).25 Namun secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita DBD dan sampai sekarang tidak ada keterangan yang dapat memberikan jawaban dengan tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin pada penderita DBD.13 Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Djelantik di RSCM Jakarta (1998) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara angka insiden laki-laki dan perempuan.

  3. Lingkungan, lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah :

  a. Tempat penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat perindukan

  nyamuk Aedes aegypti. Hasil penelitian Yukresna (2003) dengan desain penelitiancase control di kota Medan mendapatkan kondisi tempat penampungan air mempunyai hubungan dengan kejadian DBD dengan OR 5,706 (CI 95% 1,59 – 20,39).

  b. Ketinggian tempat suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap

  perkembangbiakan nyamuk dan virus DBD. Di wilayah dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti.

  c. Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal) tempat

  perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas, dalam tempo singkat akan menetas, dan kelembaban udara juga akan meningkat yang akan berpengaruh bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa dimana selama musim hujan jangka waktu hidup nyamuk lebih lama dan berisiko penularan virus lebih besar. Dari hasil pengamatan penderita DBD yang selama ini dilaporkan di Indonesia bahwa musim penularan DBD pada umumnya terjadi pada musim hujan yaitu awal dan akhir tahun.4 Hasil penelitian Fitri (2005) kasus penyakit DBD di kota Pekanbaru akan lebih tinggi pada saat curah hujan tinggi yaitu diatas 300 .

  d. Kebersihan lingkungan / sanitasi lingkungan, dari penelitian Yukresna (2003) di

  kota Medan dengan desain penelitian case control yang mendapatkan bahwa kebersihan lingkungan mempunyai hubungan dengan kejadian DBD dengan OR 2,90 (CI 95% 1,63-5,15).26 Penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan Seogeng, S (2004) yang menyatakan bahwa kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

2.10 Cara Pengobatan Penyakit Demam Berdarah

  Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya adalah pemberian obat – obatan misalnya :

  1. Parasetamol membantu menurunkan demam

  2. Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare

  3. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat di lakukan dengan alkohol.Pengobatan alternatif yang umum di kenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah di buktikan secara medis, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.

2.11 Pencegahan Demam Berdarah Dengue(DBD)

  Memutuskan rantai penularan dengan cara:

  1. Menggunakan insektisida  Malathion (adultisida) dengan pengasapan  Temephos (larvasida) dimasukkan ketempat penampungan air bersih.

  2. Tanpa Insektisida :  Menguras bak mandi dan tempat penampungan  air bersih minimal 1x seminggu.  Menutup tempat penampungan air rapat rapat.  Membersihkan halaman rumah dari kaleng- kaleng bekas, botol -botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

BAB III PENUTUP

  3.1 Kesimpulan

  Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008).

  Penyakit ini ditujukan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam Demam Berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah, badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut, rasa mual, muntah- muntah/ diare.

  Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

  3.2 Saran

  Dengan diselesaikannya makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui konsep penyakit demam berdarah dengue dan dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Pembaca sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.

DAFTAR PUSTAKA

  CDC. 2003. Dengue Fever. Division of Vector-Borne Infectious Diseases Dahlan, M.S.,2009, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian

  Kedokteran dan kesehatan, Edisi 2, Jakarta, Salemba Medika Depkes RI 1992. Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Ginanjar, S.2008, Stop Demam Berdarah Dengue, Bogor, Cita Insan Madani Suroso T, dkk,. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan

  Demam Berdarah Dengue. Depkes RI Suroso T., Umar, A.I. 2000. Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit DBD, FK UI. Jakarta

  WHO. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengua dan Demam Berdarah Dengue, (diakses pada tanggal 20 oktober 2018). https://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/dbd1.pdf

Dokumen yang terkait

Efektifitas Penggunaan Manitoba Trap dalam Surveilans penyakit Bersumber Lalat di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

0 0 10

PETA UPAYA PENCEGAHAN DBD KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 Mapping of DHF Prevention in Sukabumi City 2012

0 0 9

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN FISIK, BIOLOGI, DAN SOSIAL DI DAERAH ENDEMIS DBD KOTA BANJAR TAHUN 2011 Characteristics of Physics, Biology, and Social Environment in DHF Endemic of Banjar City in 2011

0 0 12

PENGARUH INDIKATOR KESEHATAN LINGKUNGAN TERHADAP JUMLAH KASUS DBD PADA BALITA MENURUT KECAMATAN DI KOTA BATAM PADA TAHUN 2009 (The Effect of Environmental Health Indicators Against Dengue Under 5 Years Old Cases Based on Sub District of Batam City in 2009

0 1 9

PENGENDALIAN DBD MELALUI PEMANFAATAN PEMANTAU JENTIK DAN IKAN CUPANG DI KOTA PALEMBANG

0 0 10

EFEKTIVITAS MALATHION DALAM PENGENDALIAN VEKTOR DBD DAN UJI KERENTANAN LARVA Aedes aegypti TERHADAP TEMEPHOS DI KOTA PALEMBANG

0 0 12

PENINGKATAN PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DBD (PSN-DBD) DI DUA KELURAHAN DI KOTA PALU, SULAWESI TENGAH

0 0 8

EFIKASI Bacillus thuringiensis H-14 YANG DIBIAKAN DALAM MEDIA KELAPA PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR DAN REFRIGERATOR (SUHU 40C) TERHADAP VEKTOR DBD DAN MALARIA

0 0 14

GAMBARAN KEMUDAHAN MEMPEROLEH AIR DAN SARANA PENYIMPANAN AIR TERHADAP KASUS DBD DI KOTA SEMARANG, KABUPATEN WONOSOBO DAN KABUPATEN JEPARA Wiwik Trapsilowati, Lulus Susanti dan Aryani Pujiyanti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir P

0 0 13

PENGENDALIAN VEKTOR DBD Aedes aegypti MENGGUNAKAN Bacillus thuringiensis H-14 GALUR LOKAL FORMULASI BUBUK (POWDER) DIKOTA SALATIGA

0 0 7