MAKALAH GLOBALISASI TEORI PEMBANGUNAN (1)
MAKALAH
“GLOBALISASI TEORI PEMBANGUNAN”
DISUSUN UNTUK MATA KULIAH
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Disusun Oleh
Kiky Dwi Kurniawati
(201410050311007)
Rizal Zulmi
(201410050311012)
Rizky Faris Ismail
(201410050311053)
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat islam, taufik,
hidayah serta inayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyusun dan
menyelesaikan proposal ini dengan baik,
Proposal ini bukan semata-mata atas usaha sendiri, namun juga atas bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal ini, terutama penyusun
sampaikan kepada:
1. Bapak Heru Mulyono, S.IP M.T selaku dosen pembimbing mata kuliah Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat
2. Kedua Orangtua yang telah membimbing dan memberikan restu
3. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penyusun
Penyusun menyadari sepenuhnya keterbatasan kemapuan dan penulisan hasil proposal ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna sempurnanya hasil proposal ini.
Semoga proposal ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penulis khususnya
bagi penyusun sendiri, serta merupakan salah satu pengabdian kita kepada Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Malang, 9 November 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologi “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah
universal. Globalisasi sebagai suatu proses sosial atau proses sejarah, atau proses
alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu
sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi
dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Secara umum konsep dasar globalisasi adalah suatu fenomena khusus dimana dalam
peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan
bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi
komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini.
Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi
menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab,
dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.
Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun
yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh
tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal
masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu
mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak
orang, mulai dari para pakar ekonomi, hingga dalam hal pembangunan. Dengan
terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan
jasa, teknologi, pendidikan, nilai budaya dan juga strategi pembangunan baik fisik
maupun non fisik dalam suatu negara.
Dalam konsep teori pembangunan yang selalu terkait erat dengan “strategi
pembangunan”, yaitu perubahan struktural ekonomi dan pranata sosial, yang
diusahakan guna menemukan suatu solusi yang konsisten dan langgeng untuk setiap
persoalan yang dihadapai oleh para pembuat keputusan dalam suatu masyarakat. Hal
itu berarti, bahwa teori pembangunan mengandaikan seorang aktor, yang biasa disebut
“Negara. Kedekatan antara “Teori” dengan “Strategi” itu, lebih disebabkan oleh usaha
pendefinisian “Masalah Pembangunan” sebagai persoalan “Nasional”. Akibatnya,
para “Teoritikus Pembangunan” terlebih para pelopornya cenderung memusatkan
perhatian mereka pada pemerintah sebagai “Subjek Negara”. Walaupun pada awalnya
teori pembangunan tumbuh dari keprihatinan terhadap negara-negara terbelakang,
dengan asumsi dasar yang implisit, bahwa keadaan dalam masyarakat itu tidak
memuaskan dan harus diubah. Namun secara eksplisit teori pembangunan lebih
bersifat “Normatif” dari pada ilmu sosial umumnya.
Tetapi dalam perspektif teori normatif, perbedaan antara “Teori” dengan
“Strategi” mudah sekali kabur. Sebaliknya dalam teori positif dimungkinkan membuat
perbedaan yang lebih jelas serta dapat mengajukan pertanyaan mengenai “implikasi
strategi apakah yang akan dimiliki oleh berbagai teori serta peran apa yang dapat
dimainkan oleh para actor yang berbeda-beda”. Dengan melihat keadaan sekarang ini,
yang selama satu dekade lebih telah ditandai oleh berbagai krisis, baik dalam teori
pembangunan maupun dalam “Tiga Dunia Pembangunan”, yaitu; “kapitalisme
industri”, “Sosialisme Riil”, dan “Kawasan Terbelakang”, yang pada gilirannya
menghadapi masalah pembangunan yang sedikit berbeda. Satu aspek penting dari
adanya krisis ini, berkait dengan peran negara, apakah negara merupakan bagian dari
masalah atau bagian dari solusi, atau bahkan keduanya. Jadi salah satu cara untuk
mencari jalan keluar dari kebingungan itu, adalah dengan menoleh ke belakang serta
dengan kritis mengamati konsepsi hubungan terdahulu dan perubahannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan globalisasi ?
2. Bagaimana konsep Teori Pembangunan yang umum digunakan di dunia?
3. Bagaimana konsep Globalisasi Teori Pembangunan ?
4. Bagaimana pengaruh globalisasi teori pembangunan dunia terhadap
pembangunan nasional di Indonesia ?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami apa
yang dimaksud dengan Globalisasi Teori Pembangunan. Serta memahami bagaimana
proses globalisasi dalam teori pembangunan pada konteks Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Globalisasi
Menurut Robertson (1992:17), Globalisasi mengacu pada penyempitan dunia
secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin
meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini
penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan
intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara
budaya. Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang.
Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau
menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian
lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia
dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari globalisasi seperti
yang dikatakan oleh Barker (2004:23) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi
global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah
di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.
Menurut John Huckle(1989:27), globalisasi adalah suatu proses dengan mana
kejadian, keputusan, dan kegiatan adalah satu bagian dunia menjadi suatu
konsekuensi yang signifikan bagi individu dan masyarakat di daerah jauh. Menurut
Marthin Albrow (1999:35), globalisasi adalah keseluruhan proses dimana manusia di
bumi ini terinkorforasi (tergabung) ke dalam masyarakat dunia tinggal, masyarakat
global. Menurut Emmanuel Richter (2001:19), globalisasi adalah jaringan kerjasama
global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencarpencar dan terisolasi dalam planet ini ke dalam ketergantungan yang saling
menguntungkan dan persatuan dunia.
Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang
teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak
globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain
dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain.
Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi
manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal
ini akan terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan
gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga berpengaruh
terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya
rambut dan sebagainya.
Globalisasi disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam prosesnya globalisasi ditandai dengan cepat dan pesatnya teknologi informasi
dan komunikasi. Sepuluh perubahan dalam proses globalisasi menurut John Naisbitt
dan Patricia Aburdene, yaitu :
1. Perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi
2. Perubahan dari teknologi yang mengandalkan tenaga (forced technology)
ke teknologi canggih (hight technology)
3. Perubahan dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia
5. Perubahan dari jangka pendek ke jangka panjang
6. Perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi
7. Perubahan dari bantuan institusional ke bantuan diri sendiri
8. Perubahan dari demokrasi refresentatif atau perwakilan ke demokrasi
partisipatif
9. Perubahan dari sistem hierarki ke jaringan kerjasama (network)
10. Perubahan dari wilayah utara ke wilayah selatan
11. Perubahan dari pilihan satu diantara dua menjadi banyak pilihan
Globalisasi dicirikan dengan munculnya kecepatan informasi, teknologi
canggih, transportasi dan komunikasi yang diperkuat oleh tatanan dan manajemen
yang tangguh, Telah melampaui batas tradisional geopolitik, Mempertemukan tatanan
yang sebelumnya sulit dipertemukan, Adanya ketergantungan antar negara,
Pendidikan merupakan bagian dari globalisasi
B. Teori Pembangunan
Teori Pembangunan adalah serangkaian teori yang digunakan sebagai acuan
untuk membangun sebuah masyarakat. Ide tentang pentingnya perhatian terhadap
teori pembangunan pada awalnya muncul ketika adanya keinginan dari negara-negara
maju untuk mengubah kondisi masyarakat dunia ketiga yang baru merdeka yang
menurut negara maju masih miskin dan terbelakang. Ada tiga Teori Pembangunan
antara lain; Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan (Dependensi), dan Teori Sistem
Dunia (World System Theory).
Secara umum perspektif Teori Modernisasi menyoroti bahwa dunia ketiga
merupakan negara terbelakang sehingga negara maju memiliki kewajiban untuk
membantu negara dunia ketiga tersebut untuk melepaskan mereka dari kemiskinan
dan keterbelakangan. Tetapi ada beberapa ahli yang melihat bahwa upaya yang
dilakukan negara-negara maju lebih mengeksploitasi sumber daya alam negara-negara
dunia ketiga tersebut sehingga negara-negara tersebut tetap miskin. Modernisasi
merupakan salah satu bentuk perubahan sosial akibat revolusi industri di Inggris dan
revolusi politik di Perancis, dimana terjadi perubahan teknis industri dari tradisional
ke cara-cara modern Dalam konsep modernisasi juga terjadi penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi yg diterapkan di semua aspek kehidupan baik di nergara
maju maupun negara yg sedang berkembang. Maka salah satu dampak dari
modernisasi adalah terjadi perubahan sosial yang akan mempengaruhi terjadinya
modernisasi selanjutnya.
Teori Ketergantungan (Dependensi Theory) yang mengkritik Teori
Modernisasi. Teori ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi
negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan
ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya berperan
sebagai penerima akibat saja. Secara umum perspektif Teori Ketergantungan
mengelompokkan negara menjadi dua yaitu Negara Sentral dan Negara Pinggiran.
Negara Sentral adalah negara barat yang menguasai perekonomian dan berusaha
menjaga surplus ekonomi mereka yang berasal dari Negara Pinggiran (negara dunia
ketiga). Melihat keadaan seperti ini maka para ahli Teori Ketergantungan mengatakan
bahwa negara-negara pinggiran harus dapat melakukan industrialisasi yang dimulai
dari industri substitusi impor. Atau dengan kata lain dapat berdiri sendiri dan
memanfaatkan sumber daya negara sendiri. Teori ini mencermati hubungan dan
keterkaitan negara Dunia Ketiga dengan negara sentral di Barat sebagai hubungan
yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan
Dunia Ketiga. Negara sentral di Barat selalu dan akan menindas negara Dunia Ketiga
dengan selalu berusaha menjaga aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke
negara sentral
Teori Sistem Dunia (World System Theory) muncul tahun 1970an oleh
pemikiran Immanuel Maurice Wallerstein yang mengkritik Teori Ketergantungan
World System Theory adalah multidisiplin ilmu dengan pendekatan sejarah dunia dan
perubahan sosial. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Immanuel Maurice
Wallerstein pada tahun 1974 yang berpendapat bahwa pembangunan itu adalah suatu
sistem global bukan sistem negara (atau bangsa). Setiap kondisi dan prospek
mengenai pembangunan suatu negara yang paling utama dibentuk oleh penerapan
proses ekonomi dan hubungan timbal balik pada skala global tidak hanya di satu
negara saja. Menurut pencetus teori ini dalam suatu sistem sosial perlu dilihat bagianbagian secara menyeluruh dan keberadaan negara-negara dalam dunia internasional
tidak boleh dikaji secara tersendiri karena ia bukan satu sistem yang tertutup. Teori ini
berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi
kapitalis yang mendunia.
C. Globalisasi Teori Pembangunan
Interpretasi teoritis terhadap globalisasi pembangunan tergantung bagaimana
kita memahami fenomena interdependensi. Baik Tata Ekonomi Dunia Baru maupun
usulan Komisi Brandt merupakan gerakan reformasi global, karena keduanya
memandang dunia sebagai suatu sisitem secara keseluruhan. Masalah utama dari
strategi reformasi semacam ini adalah: siapakah yang dinamakan agen perubahan? Ini
berkaitan dengan kedua konsep ini menghendaki intervensi, yang dinyatakan dalam
strategi pembangunan, sehingga amat sering dikaitkan dengan negara sebagai aktor
yang dominan.
Dalam suatu Teori Pembangunan Internasional, tidak dapat dipungkiri
terdapat ketergantungan Negara satu dengan Negara lain, disebut juga teori
interdependensi. Walaupun terdapat wacana mengenai faktor endogen dan eksogen
yang secara teori dapat dipisahkan, tapi dilihat dari hubungan-hubungan Negara di
dunia, kedua faktor tersebut tidak dapat dipisahkan. Artinya, suatu Negara dengan
Negara lainnya membutuhkan kerjasama satu sama lain untuk menyukseskan proses
pembangunan ekonomi yang mereka lakukan. Kesadaran akan ketergantungan antara
satu Negara dengan Negara lain inilah yang mendasari pemikiran akan perlunya suatu
konsep yang menjembatani berbagai kepentingan, khususnya dalam bidang ekonomi.
Meskipun dalam khasanah teori kedua faktor tersebut dapat di pisahkan,
dalam kenyataannya kedua faktor tersebut saling terkait antara satu dengan lainnya.
Dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu negara di dunia ini yang sepenuhnya otonom
dan mandiri. Kesadaran adanya saling ketergantungan antara satu negara dengan
negara lain inilah yang mendasari pemikiran akan suatu konsep yang menjembatani
berbagai kepentingan khususnya dalam bidang ekonomi. Ada dua pendapat mengenai
konsep interdependensi.
Pertama, ada pendapat yang menyatakan bahwwa konsep interdependensi
merupakan penyempurnaan dari teori ketergantungan (dependensia), yang pada
dasarnya ingin menjelaskan struktur ekonomi global yang semakin kompleks daripada
sekedar dikotomi pusat-periferi. Kompleksitas ini merupakan refleksi dari
meningkatnya persaingan dan ketegangan di negara-negara pusat, adanya
industrialisasi di negara periferi, deindustrialisasi di negara-negara pusat, dan
munculnya kekuatan-kekuatan regional. Kedua, konsep interdependensi menyiratkan
bahwa manusia di bumi ini berada dalam “satu perahu” yang sama. kendati demikian
pendapat ini mengabaikan fakta bahwa penumpang dalam perahu yang sama tidak
bepergian pada kelas yang sama, bahkan tidak punya akses yang sama terhadap
pelampung maupun kapal penyelamat.
Melalui Tata Ekonomi Dunia Baru (NIEO atau New International Economic
Order) yang merupakan sebuah wadah ekspresi dari solidaritas negara-negara dunia
ketiga yang menghendaki gerakan swadaya secara kolektif. Akan tetapi NIEO
cenderung mengarah pada starategi politik dibanding strategi ekonomi. Dengan
Usulan utamanya adalah suatu jalur pembagunan perdagangan pada negara-negara
industri dan akses terhadap teknologinya, kendati demikian masalah utama yang
menghadang NIEO adalah strategi global lainya, strategi ini tidak diikuti dengan
penjelasan yang gamblang mengenai siapa pelaku yang akan meleaksanakannya.
Laporan komisi Brandt(1990) yang berjudul “North-South: A programme for
Survival” mengenai dialog Utara-Selatan menghadapi masalah yang sama. Usulan
Brandt ini mendasarkan pada konsep interdependensi. Dialog Utara Selatan,
sebagaimana dirintis dalam deklarasi NIEO, segera mengalami kemacetan.
Penyebabnya negara kaya tidak dapat memenuhi permintaan yang dinyatakan dalam
dokumen NIEO. Laporan komisi Brandt ini dapat dikatakan identik dengan global
keynesianism. Solusi keynes terhadap kemiskinan global adalah melakukan apa yang
disebut massive resource transfer. Maksudnya yaitu penduduk miskin global
merupakan fungsi dari sistem keynes yang menganggur sehingga apabila mereka
menggunakan sumber-sumber produksi negara maju, maka masalah ekonomi dengan
sendirinya terpecahkan.
Dapat diduga tanggapan terhadap usulan ini amat bervariasi tertanggung
ideologi pembangunan yang dianut. Liberalisme yang radikal tentu tidak dapat
diterima oleh penganut “aliran kanan baru” kerena menghendaki agar NSB
menyeibangkan agar negaranya, meliberalkan perekonomian, dan mengidentifikasi
keunggulan komparatif yang dimilikinya.Di sisi lain, kritik dari penganut aliran “kiri”
mempertanyakan kepentingan yang saling menguntungkan antara negara-negara
Utara dan Selatan sebagaimana tesis interdependensi. Menurut pandangan mereka,
intergrasi Dunia ketiga kedalam sistem interdependensi global justru akan
meningkatkn konflik dibandingkan mendatang stabilitas.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, Globalisasi teori pembangunan
terkait erat dengan nasib strategi pembangunan nasional. Bagi dunia ke-tiga (Kawasan
Tertinggal) semakin kuat dirasakan, bahwa pembangunan tiruan harus segera diakhiri,
tetapi transformasi dari model pembangunan yang orsinil itu sendiri menghadapi
persoalan yang sangat berbeda. Pada zaman ini orang memandang dunia sebagai suatu
sistem yang ditandai oleh derajat ketergantungan satu sama lain yang semakin
meningkat. Di dunia ini, tidak ada negara yang benar-benar otonom, itu berarti tidak
ada negara yang pembangunannya dapat dipahami semata-mata sebagai refleksi dari
apa yang terjadi di luar batas-batas nasionalnya, (semua negara saling bergantung satu
sama lain). Satu dimensi yang jelas dari saling ketergantungan itu, adalah gagasan
yang bersifat fisik, biologis, dan ekologis mengenai keseluruhan dan keterbatasan.
Munculnya kebutuhan Tata Ekonomi Internasional Baru (TEIB) pada
dasarnya dilatarbelakangi oleh memuncaknya krisis dan runtuhnya sistem dunia.
Strategi reformasi global yang termuat dalam proposal TEIB antara tahun (1980 dan
1983) mensyaratkan pendekatan “satu dunia-satu sistem”. Sehingga dapat dikatakan
bahwa saat ini setiap negara saling memiliki ketergantungan satu sama lain, yang
didalamnya mengandung teori dan strategi. Teorinya adalah, bahwa dunia yang saling
tergantung mengusahakan perdamaian dan pembangunan. Sedangkan strateginya
adalah, bahwa ketergantungan satu sama lain ini kemudian harus diperkuat dengan
lembaga internasional yang mendukung.
D. Pengaruh Globalisasi Teori Pembangunan Terhadap Pembangunan Indonesia
Dalam konteks pembangunan di Indonesia, pengaruh globalisasi teori
pembangunan dunia merupakan suatu alasan yang strategis dan memaksa bagi
pemerintah untuk memilih dan melaksanakan salah satu
dari ketiga teori
pembangunan yang ada. Hal ini terlihat pada pengalaman sejarah nasional dimana
negara kita Indonesia, pernah mengalami dan mempraktekkan tiga teori pembangunan
yang pada dasarnya berpijak pada teori perubahan sosial dalam ilmu-ilmu sosial.
Mulai dari teori Kapitalisme Klasik di zaman penjajahan, kemudian teori Sosialis di
zaman pemerintahan Orde Lama, dan sampai pada pelaksanan teori Dependensia
(Ketergantungan). Pada masing-masing zaman yang menerapkan teori pembangunan
tersebut menunjukkan, bahwa perkembangan teori pembangunan dunia sangat
mempengaruhi penerapan pola dan strategi kebijakan pembangunan nasional
Indonesia. Khususnya pada zaman pemerintahan Orde Baru sampai sekarang ini,
banyak pengalaman pemerintah yang memberikan gambaran tentang betapa
tergantungnya bangsa dan negara ini terhadap sistem dunia.
Dalam Strategi pembangunan yang dimaksudkan untuk memajukan proses
pembangunan. Strategi pembangunan memiliki dua komponen, yaitu tujuan
(pembangunan) dan alat (strategi). Adapun teori pembangunan modern sejak awalnya,
adalah normatif dan instrumental, ini berarti, bahwa: (a) para teoritikus memiliki
berbagai pandangan tentang bagaimana pembangunan yang seharusnya; (b) ada
anggapan, bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang dapat dikendalikan dan
dikemudikan oleh para pelaku, yaitu negara.
Hal inilah yang telah menjelaskan, mengapa pembangunan menjadi konsep
yang diperdebatkan dan teori pembangunan merupakan arena pertikaian antar aliran.
Interpretasi teoritis mengenai pembangunan global tergantung pada bagaimana cara
orang memandang fenomena empiris saling ketergantungan antara satu sama lain.
Dalam hal ini baik TEIB maupun Komisi Brant, diacu sebagai contoh reformisme
global karena keduanya memahami dunia sebagai sistem tunggal dan karena itulah
mereka menekankan suatu keharusan perubahan bagi sistem secara keseluruhan.
Persoalan utama strategi reformis ini, ialah agen perubahan apa yang dapat
diidentifikasi karena keseluruhan konsepsi tentang intervensi yang terkandung dalam
strategi pembangunan, terkait erat dengan negara sebagai aktor dominan.
Dari berbagai kasus pembangunan mandiri di negara-negara dunia ketiga
dapat ditarik beberapa pelajaran, bahwa minat baru dalam teori global dapat dianggap
sebagai usaha untuk melampaui teori ketergantungan, dan untuk menciptakan sebuah
kerangka di mana pusat maupun pinggiran serta hubungan keduanya diperhitungkan.
Dalam perdebatan pembangunan akhir-akhir ini, tampaknya ada reaksi berlebihan
terhadap kelemahan aliran ketergantungan dan determinisme pesimistik berkaitan
dengan strategi kemandirian. Untuk itu strategi industrialisasi yang berorientasi
ekspor, yang dilaksanakan oleh beberapa NIB direkomendasikan.
Oleh sebab itu kegagalan kemandirian haruslah dipahami dalam hubungannya
dengan perubahan struktural dan perubahan politik di dunia. Jadi jangan hanya
dijelaskan sebagai akibat dari kelemahan yang melekat pada strategi pembangunan
nasional. Perubahan global semakin menyulitkan strategi kemandirian, karena alasan
sosial, politik, dan kebudayaan, jadi hanya sedikit negara yang mampu mengikuti
strategi NIB. Relevansi kemandirian (lebih sebagai strategi daripada ideologi
nasionalis), yang terkandung dalam pendekatan ketergantungan. Hal itu hendaknya
jangan dinilai hanya dengan kemunduran strategi baru pada tahun 1970-an, tapi justru
harus dipahami sebagai pengalaman belajar.
Salah satu jalan keluar dari kebuntuan teori pembangunan, dan sekaligus
sebagai alat untuk melakukan revitalisasi bidang studi pembangunan yang sekarang
ini terbengkalai, adalah menitik beratkan perhatian pada studi komparatif strategi
pembangunan, berikut hambatan internal dan eksternal pada tingkat implementasinya,
untuk itu sangat diperlukan tipologi strategi pembangunan yang baik. Tipologi ini
dapat dibuat dengan berbagai cara, misalnya dengan gaya yang kurang lebih
sistematis atau dengan suatu pendekatan adhoc, yang bersumberkan pengalaman
pembangunan sekarang ini. Dalam hubungan ini, Keith Griffin berhasil
mengidentifikasi enam strategi pembangunan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan, (Griffin, 1988):
1. Strategi monetarisme, yang mengasumsikan efisiensi jangka panjang
dengan tanda-tanda pasar dalam alokasi sumber daya alam. Strategi ini
diperkenalkan dalam periode krisis dengan tujuan jangka pendek, yaitu
stabilisasi ekonomi. Dalam Strategi ini peranan negara dalam bidang
ekonomi diminimalkan,
2. Strategi perekonomian terbuka, Strategi ini sangat menekankan pada
kebijakan untuk memajukan perdagangan luar negeri dan hubungan
eksternal lainnya sebagai mesin pertumbuhan. Strategi ini sangat cocok
pada negara yang berorientasi suplai aktif,
3. Strategi industrialisasi, strategi ini menekankan pada sektor manufaktur
sebagai sumber pertumbuhan utama, yang berorientasi pada pasar
domestik atau pasar luar negeri (kombinasi keduanya). Menurut strategi ini
intervensi negara merupakan hal yang normal,
4. Strategi revolusi hijau, strategi ini memberikan prioritas pada peningkatan
produktivitas dan perubahan teknologi (bukan kelembagaan) di sektor
pertanian, sebagai alat untuk mendukung pertumbuhan secara menyeluruh,
5. Strategi redistributif, suatu strategi yang dimulai dari redistribusi
pendapatan dan kekayaan, serta tingkat partisipasi tinggi sebagi alat untuk
memobilisasi rakyat dalam proses pembangunan,
6. Strategi sosialis, strategi ini lebih menekankan pada peran negara dalam
pembangunan, seperti perencanaan pertanian milik negara, dan perusahaan
manufaktur milik publik. Meskipun demikian peran negara yang sentral
bisa beragam, mulai dari statisme sampai pada ekstrem hingga swakelola
(self-management).
Akan tetapi kita tidak boleh terlalu beranggapan, bahwa semua negara
mengikuti strategi pembangunan yang jelas. Menurut Griffin, sebagian besar negara
tidak mengikuti strategi apapun yang dapat dikenali, dan jika demikian pasti tidak
lama. Kasus semacam ini semakin banyak akibat semakin melemahnya negara dunia
ketiga, dan krisis ekonomi dunia. Karena itu peran strategi pembangunan bagi banyak
negara sekarang ini cenderung mengarah pada manajemen krisis daripada
transformasi sosial-ekonomi, yang tentu saja sangat mengurangi relevansi teori
pembangunan.
Bagi Indonesia, besar peluang apa yang katakan oleh Griffin dapat menjadi
bahan rujukan untuk memperbaiki situasi-kondisi sosial-ekonomi sekarang ini. Enam
strategi yang ditawarkan oleh Griffin dapat menjadi strategi alternatif bagi pemerintah
Indonesia yang pada saat ini sedang berusaha memulihkan perekonomian Indonesia.
Karena strategi ini telah disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan dimensi
situasi dan kondisi yang melingkupi negara yang akan memakai strategi ini, baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Namun kuncinya kembali lagi
pada keberanian dan konsistensi kebijaksanaan pemerintah, apakah mau
melaksanakan strategi ini. Karena biasanya yang paling rumit dan menentukan apakah
suatu alternatif cara dan pendekatan pemecahan masalah dipilih dan dipakai terletak
pada mekanisme ini.
Pada konteks Indonesia strategi pembangunan yang sudah ditempuh selama
ini telah mencerminkan maksud dan tujuan dari pembangunan itu. Namun dalam
prakteknya telah terjadi bias, sehingga esensi yang sebenarnya dari pembangunan itu
sendiri tidak terwujudkan. Jika hakekat pembangunan itu, adalah perbaikan kehidupan
masyarakat yang lebih baik (dari tradisional ke modern), maka intinya bagaimana cara
membangun manusia yang memiliki kemampuan untuk selalu memperbaharui
kehidupannya ke arah yang lebih baik. Kebijakan pemerintah Orde Baru yang
meletakkan dasar pembangunan materi (Fisik) sebagai batu loncatan untuk mencapai
hakekat pembangunan yang dimaksud ternyata telah mengaburkan tujuan yang
sebenarnya. Hal itulah yang menjadi alasan dasar mengapa orang menyatakan, bahwa
pemerintah Orde Baru telah gagal membangun bangsa ini dan mewariskan
kebangkrutan pada generasi selanjutnya.
Pengalaman sejarah ini seharusnya menjadi pelajaran yang amat berharga bagi
para pemimpin dan rakyat Indonesia, bahwa pembangunan sumber daya manusia
harus mendapat tempat yang sangat strategis dan domain pertama dalam setiap
kebijakan pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan suatu usaha yang
berkesungguhan, berkesinambungan, dan terkonsentrat tinggi dengan dukungan
materi yang dianggarkan cukup besar pada APBN dan political will dari pemerintah
dalam pelaksanaannya saat ini di difokuskan pada perbaikan ekonomi nasional yang
berbasiskan kemandirian. Untuk itu pembangunan ekonomi yang berdimensi
kerakyatan menjadi sebuah alternatif yang cukup memberikan harapan. Namun untuk
lebih mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi itu, pemerintah tidak bisa lepas
dari bantuan luar. Dilematis yang pemerintah hadapi sekarang ini, adalah keadaan
perekonomian nasional yang semakin memburuk, dan pada pihak lain pemerintah
semakin dituntut untuk segera memperbaiki keadaan perekonomian nasional tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Budiman. Arif, 2000, Teori Pembangunan Dunia Ketiga,Gramedia, Jakarta.
Esmara. Hendra, 1986, Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia., Gramedia, Jakarta.
Hettne. Bjorn, 2001, Teori Pembangunan dan Tiga Dunia (Terjemahan), Gramedia, Jakarta.
http://id.portalgaruda.org/index.viewarticle&article
http://publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/administratio/article/view/53
Irawan & M. Suparmoko, 1992, Ekonomi Pembangunan, BPFE, Yogyakarta.
Papasi. J. M, 1994, Ilmu Administrasi Pembangunan, Inovasi, dan Pembangunan Proyek,
Pionr, Bandung.
“GLOBALISASI TEORI PEMBANGUNAN”
DISUSUN UNTUK MATA KULIAH
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Disusun Oleh
Kiky Dwi Kurniawati
(201410050311007)
Rizal Zulmi
(201410050311012)
Rizky Faris Ismail
(201410050311053)
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat islam, taufik,
hidayah serta inayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyusun dan
menyelesaikan proposal ini dengan baik,
Proposal ini bukan semata-mata atas usaha sendiri, namun juga atas bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal ini, terutama penyusun
sampaikan kepada:
1. Bapak Heru Mulyono, S.IP M.T selaku dosen pembimbing mata kuliah Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat
2. Kedua Orangtua yang telah membimbing dan memberikan restu
3. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penyusun
Penyusun menyadari sepenuhnya keterbatasan kemapuan dan penulisan hasil proposal ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna sempurnanya hasil proposal ini.
Semoga proposal ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penulis khususnya
bagi penyusun sendiri, serta merupakan salah satu pengabdian kita kepada Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Malang, 9 November 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologi “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah
universal. Globalisasi sebagai suatu proses sosial atau proses sejarah, atau proses
alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu
sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi
dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Secara umum konsep dasar globalisasi adalah suatu fenomena khusus dimana dalam
peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan
bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi
komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini.
Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi
menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab,
dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.
Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun
yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh
tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal
masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu
mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak
orang, mulai dari para pakar ekonomi, hingga dalam hal pembangunan. Dengan
terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan
jasa, teknologi, pendidikan, nilai budaya dan juga strategi pembangunan baik fisik
maupun non fisik dalam suatu negara.
Dalam konsep teori pembangunan yang selalu terkait erat dengan “strategi
pembangunan”, yaitu perubahan struktural ekonomi dan pranata sosial, yang
diusahakan guna menemukan suatu solusi yang konsisten dan langgeng untuk setiap
persoalan yang dihadapai oleh para pembuat keputusan dalam suatu masyarakat. Hal
itu berarti, bahwa teori pembangunan mengandaikan seorang aktor, yang biasa disebut
“Negara. Kedekatan antara “Teori” dengan “Strategi” itu, lebih disebabkan oleh usaha
pendefinisian “Masalah Pembangunan” sebagai persoalan “Nasional”. Akibatnya,
para “Teoritikus Pembangunan” terlebih para pelopornya cenderung memusatkan
perhatian mereka pada pemerintah sebagai “Subjek Negara”. Walaupun pada awalnya
teori pembangunan tumbuh dari keprihatinan terhadap negara-negara terbelakang,
dengan asumsi dasar yang implisit, bahwa keadaan dalam masyarakat itu tidak
memuaskan dan harus diubah. Namun secara eksplisit teori pembangunan lebih
bersifat “Normatif” dari pada ilmu sosial umumnya.
Tetapi dalam perspektif teori normatif, perbedaan antara “Teori” dengan
“Strategi” mudah sekali kabur. Sebaliknya dalam teori positif dimungkinkan membuat
perbedaan yang lebih jelas serta dapat mengajukan pertanyaan mengenai “implikasi
strategi apakah yang akan dimiliki oleh berbagai teori serta peran apa yang dapat
dimainkan oleh para actor yang berbeda-beda”. Dengan melihat keadaan sekarang ini,
yang selama satu dekade lebih telah ditandai oleh berbagai krisis, baik dalam teori
pembangunan maupun dalam “Tiga Dunia Pembangunan”, yaitu; “kapitalisme
industri”, “Sosialisme Riil”, dan “Kawasan Terbelakang”, yang pada gilirannya
menghadapi masalah pembangunan yang sedikit berbeda. Satu aspek penting dari
adanya krisis ini, berkait dengan peran negara, apakah negara merupakan bagian dari
masalah atau bagian dari solusi, atau bahkan keduanya. Jadi salah satu cara untuk
mencari jalan keluar dari kebingungan itu, adalah dengan menoleh ke belakang serta
dengan kritis mengamati konsepsi hubungan terdahulu dan perubahannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan globalisasi ?
2. Bagaimana konsep Teori Pembangunan yang umum digunakan di dunia?
3. Bagaimana konsep Globalisasi Teori Pembangunan ?
4. Bagaimana pengaruh globalisasi teori pembangunan dunia terhadap
pembangunan nasional di Indonesia ?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami apa
yang dimaksud dengan Globalisasi Teori Pembangunan. Serta memahami bagaimana
proses globalisasi dalam teori pembangunan pada konteks Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Globalisasi
Menurut Robertson (1992:17), Globalisasi mengacu pada penyempitan dunia
secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin
meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini
penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan
intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara
budaya. Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang.
Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau
menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian
lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia
dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari globalisasi seperti
yang dikatakan oleh Barker (2004:23) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi
global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah
di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.
Menurut John Huckle(1989:27), globalisasi adalah suatu proses dengan mana
kejadian, keputusan, dan kegiatan adalah satu bagian dunia menjadi suatu
konsekuensi yang signifikan bagi individu dan masyarakat di daerah jauh. Menurut
Marthin Albrow (1999:35), globalisasi adalah keseluruhan proses dimana manusia di
bumi ini terinkorforasi (tergabung) ke dalam masyarakat dunia tinggal, masyarakat
global. Menurut Emmanuel Richter (2001:19), globalisasi adalah jaringan kerjasama
global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencarpencar dan terisolasi dalam planet ini ke dalam ketergantungan yang saling
menguntungkan dan persatuan dunia.
Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang
teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak
globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain
dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain.
Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi
manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal
ini akan terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan
gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga berpengaruh
terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya
rambut dan sebagainya.
Globalisasi disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam prosesnya globalisasi ditandai dengan cepat dan pesatnya teknologi informasi
dan komunikasi. Sepuluh perubahan dalam proses globalisasi menurut John Naisbitt
dan Patricia Aburdene, yaitu :
1. Perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi
2. Perubahan dari teknologi yang mengandalkan tenaga (forced technology)
ke teknologi canggih (hight technology)
3. Perubahan dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia
5. Perubahan dari jangka pendek ke jangka panjang
6. Perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi
7. Perubahan dari bantuan institusional ke bantuan diri sendiri
8. Perubahan dari demokrasi refresentatif atau perwakilan ke demokrasi
partisipatif
9. Perubahan dari sistem hierarki ke jaringan kerjasama (network)
10. Perubahan dari wilayah utara ke wilayah selatan
11. Perubahan dari pilihan satu diantara dua menjadi banyak pilihan
Globalisasi dicirikan dengan munculnya kecepatan informasi, teknologi
canggih, transportasi dan komunikasi yang diperkuat oleh tatanan dan manajemen
yang tangguh, Telah melampaui batas tradisional geopolitik, Mempertemukan tatanan
yang sebelumnya sulit dipertemukan, Adanya ketergantungan antar negara,
Pendidikan merupakan bagian dari globalisasi
B. Teori Pembangunan
Teori Pembangunan adalah serangkaian teori yang digunakan sebagai acuan
untuk membangun sebuah masyarakat. Ide tentang pentingnya perhatian terhadap
teori pembangunan pada awalnya muncul ketika adanya keinginan dari negara-negara
maju untuk mengubah kondisi masyarakat dunia ketiga yang baru merdeka yang
menurut negara maju masih miskin dan terbelakang. Ada tiga Teori Pembangunan
antara lain; Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan (Dependensi), dan Teori Sistem
Dunia (World System Theory).
Secara umum perspektif Teori Modernisasi menyoroti bahwa dunia ketiga
merupakan negara terbelakang sehingga negara maju memiliki kewajiban untuk
membantu negara dunia ketiga tersebut untuk melepaskan mereka dari kemiskinan
dan keterbelakangan. Tetapi ada beberapa ahli yang melihat bahwa upaya yang
dilakukan negara-negara maju lebih mengeksploitasi sumber daya alam negara-negara
dunia ketiga tersebut sehingga negara-negara tersebut tetap miskin. Modernisasi
merupakan salah satu bentuk perubahan sosial akibat revolusi industri di Inggris dan
revolusi politik di Perancis, dimana terjadi perubahan teknis industri dari tradisional
ke cara-cara modern Dalam konsep modernisasi juga terjadi penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi yg diterapkan di semua aspek kehidupan baik di nergara
maju maupun negara yg sedang berkembang. Maka salah satu dampak dari
modernisasi adalah terjadi perubahan sosial yang akan mempengaruhi terjadinya
modernisasi selanjutnya.
Teori Ketergantungan (Dependensi Theory) yang mengkritik Teori
Modernisasi. Teori ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi
negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan
ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya berperan
sebagai penerima akibat saja. Secara umum perspektif Teori Ketergantungan
mengelompokkan negara menjadi dua yaitu Negara Sentral dan Negara Pinggiran.
Negara Sentral adalah negara barat yang menguasai perekonomian dan berusaha
menjaga surplus ekonomi mereka yang berasal dari Negara Pinggiran (negara dunia
ketiga). Melihat keadaan seperti ini maka para ahli Teori Ketergantungan mengatakan
bahwa negara-negara pinggiran harus dapat melakukan industrialisasi yang dimulai
dari industri substitusi impor. Atau dengan kata lain dapat berdiri sendiri dan
memanfaatkan sumber daya negara sendiri. Teori ini mencermati hubungan dan
keterkaitan negara Dunia Ketiga dengan negara sentral di Barat sebagai hubungan
yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan
Dunia Ketiga. Negara sentral di Barat selalu dan akan menindas negara Dunia Ketiga
dengan selalu berusaha menjaga aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke
negara sentral
Teori Sistem Dunia (World System Theory) muncul tahun 1970an oleh
pemikiran Immanuel Maurice Wallerstein yang mengkritik Teori Ketergantungan
World System Theory adalah multidisiplin ilmu dengan pendekatan sejarah dunia dan
perubahan sosial. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Immanuel Maurice
Wallerstein pada tahun 1974 yang berpendapat bahwa pembangunan itu adalah suatu
sistem global bukan sistem negara (atau bangsa). Setiap kondisi dan prospek
mengenai pembangunan suatu negara yang paling utama dibentuk oleh penerapan
proses ekonomi dan hubungan timbal balik pada skala global tidak hanya di satu
negara saja. Menurut pencetus teori ini dalam suatu sistem sosial perlu dilihat bagianbagian secara menyeluruh dan keberadaan negara-negara dalam dunia internasional
tidak boleh dikaji secara tersendiri karena ia bukan satu sistem yang tertutup. Teori ini
berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi
kapitalis yang mendunia.
C. Globalisasi Teori Pembangunan
Interpretasi teoritis terhadap globalisasi pembangunan tergantung bagaimana
kita memahami fenomena interdependensi. Baik Tata Ekonomi Dunia Baru maupun
usulan Komisi Brandt merupakan gerakan reformasi global, karena keduanya
memandang dunia sebagai suatu sisitem secara keseluruhan. Masalah utama dari
strategi reformasi semacam ini adalah: siapakah yang dinamakan agen perubahan? Ini
berkaitan dengan kedua konsep ini menghendaki intervensi, yang dinyatakan dalam
strategi pembangunan, sehingga amat sering dikaitkan dengan negara sebagai aktor
yang dominan.
Dalam suatu Teori Pembangunan Internasional, tidak dapat dipungkiri
terdapat ketergantungan Negara satu dengan Negara lain, disebut juga teori
interdependensi. Walaupun terdapat wacana mengenai faktor endogen dan eksogen
yang secara teori dapat dipisahkan, tapi dilihat dari hubungan-hubungan Negara di
dunia, kedua faktor tersebut tidak dapat dipisahkan. Artinya, suatu Negara dengan
Negara lainnya membutuhkan kerjasama satu sama lain untuk menyukseskan proses
pembangunan ekonomi yang mereka lakukan. Kesadaran akan ketergantungan antara
satu Negara dengan Negara lain inilah yang mendasari pemikiran akan perlunya suatu
konsep yang menjembatani berbagai kepentingan, khususnya dalam bidang ekonomi.
Meskipun dalam khasanah teori kedua faktor tersebut dapat di pisahkan,
dalam kenyataannya kedua faktor tersebut saling terkait antara satu dengan lainnya.
Dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu negara di dunia ini yang sepenuhnya otonom
dan mandiri. Kesadaran adanya saling ketergantungan antara satu negara dengan
negara lain inilah yang mendasari pemikiran akan suatu konsep yang menjembatani
berbagai kepentingan khususnya dalam bidang ekonomi. Ada dua pendapat mengenai
konsep interdependensi.
Pertama, ada pendapat yang menyatakan bahwwa konsep interdependensi
merupakan penyempurnaan dari teori ketergantungan (dependensia), yang pada
dasarnya ingin menjelaskan struktur ekonomi global yang semakin kompleks daripada
sekedar dikotomi pusat-periferi. Kompleksitas ini merupakan refleksi dari
meningkatnya persaingan dan ketegangan di negara-negara pusat, adanya
industrialisasi di negara periferi, deindustrialisasi di negara-negara pusat, dan
munculnya kekuatan-kekuatan regional. Kedua, konsep interdependensi menyiratkan
bahwa manusia di bumi ini berada dalam “satu perahu” yang sama. kendati demikian
pendapat ini mengabaikan fakta bahwa penumpang dalam perahu yang sama tidak
bepergian pada kelas yang sama, bahkan tidak punya akses yang sama terhadap
pelampung maupun kapal penyelamat.
Melalui Tata Ekonomi Dunia Baru (NIEO atau New International Economic
Order) yang merupakan sebuah wadah ekspresi dari solidaritas negara-negara dunia
ketiga yang menghendaki gerakan swadaya secara kolektif. Akan tetapi NIEO
cenderung mengarah pada starategi politik dibanding strategi ekonomi. Dengan
Usulan utamanya adalah suatu jalur pembagunan perdagangan pada negara-negara
industri dan akses terhadap teknologinya, kendati demikian masalah utama yang
menghadang NIEO adalah strategi global lainya, strategi ini tidak diikuti dengan
penjelasan yang gamblang mengenai siapa pelaku yang akan meleaksanakannya.
Laporan komisi Brandt(1990) yang berjudul “North-South: A programme for
Survival” mengenai dialog Utara-Selatan menghadapi masalah yang sama. Usulan
Brandt ini mendasarkan pada konsep interdependensi. Dialog Utara Selatan,
sebagaimana dirintis dalam deklarasi NIEO, segera mengalami kemacetan.
Penyebabnya negara kaya tidak dapat memenuhi permintaan yang dinyatakan dalam
dokumen NIEO. Laporan komisi Brandt ini dapat dikatakan identik dengan global
keynesianism. Solusi keynes terhadap kemiskinan global adalah melakukan apa yang
disebut massive resource transfer. Maksudnya yaitu penduduk miskin global
merupakan fungsi dari sistem keynes yang menganggur sehingga apabila mereka
menggunakan sumber-sumber produksi negara maju, maka masalah ekonomi dengan
sendirinya terpecahkan.
Dapat diduga tanggapan terhadap usulan ini amat bervariasi tertanggung
ideologi pembangunan yang dianut. Liberalisme yang radikal tentu tidak dapat
diterima oleh penganut “aliran kanan baru” kerena menghendaki agar NSB
menyeibangkan agar negaranya, meliberalkan perekonomian, dan mengidentifikasi
keunggulan komparatif yang dimilikinya.Di sisi lain, kritik dari penganut aliran “kiri”
mempertanyakan kepentingan yang saling menguntungkan antara negara-negara
Utara dan Selatan sebagaimana tesis interdependensi. Menurut pandangan mereka,
intergrasi Dunia ketiga kedalam sistem interdependensi global justru akan
meningkatkn konflik dibandingkan mendatang stabilitas.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, Globalisasi teori pembangunan
terkait erat dengan nasib strategi pembangunan nasional. Bagi dunia ke-tiga (Kawasan
Tertinggal) semakin kuat dirasakan, bahwa pembangunan tiruan harus segera diakhiri,
tetapi transformasi dari model pembangunan yang orsinil itu sendiri menghadapi
persoalan yang sangat berbeda. Pada zaman ini orang memandang dunia sebagai suatu
sistem yang ditandai oleh derajat ketergantungan satu sama lain yang semakin
meningkat. Di dunia ini, tidak ada negara yang benar-benar otonom, itu berarti tidak
ada negara yang pembangunannya dapat dipahami semata-mata sebagai refleksi dari
apa yang terjadi di luar batas-batas nasionalnya, (semua negara saling bergantung satu
sama lain). Satu dimensi yang jelas dari saling ketergantungan itu, adalah gagasan
yang bersifat fisik, biologis, dan ekologis mengenai keseluruhan dan keterbatasan.
Munculnya kebutuhan Tata Ekonomi Internasional Baru (TEIB) pada
dasarnya dilatarbelakangi oleh memuncaknya krisis dan runtuhnya sistem dunia.
Strategi reformasi global yang termuat dalam proposal TEIB antara tahun (1980 dan
1983) mensyaratkan pendekatan “satu dunia-satu sistem”. Sehingga dapat dikatakan
bahwa saat ini setiap negara saling memiliki ketergantungan satu sama lain, yang
didalamnya mengandung teori dan strategi. Teorinya adalah, bahwa dunia yang saling
tergantung mengusahakan perdamaian dan pembangunan. Sedangkan strateginya
adalah, bahwa ketergantungan satu sama lain ini kemudian harus diperkuat dengan
lembaga internasional yang mendukung.
D. Pengaruh Globalisasi Teori Pembangunan Terhadap Pembangunan Indonesia
Dalam konteks pembangunan di Indonesia, pengaruh globalisasi teori
pembangunan dunia merupakan suatu alasan yang strategis dan memaksa bagi
pemerintah untuk memilih dan melaksanakan salah satu
dari ketiga teori
pembangunan yang ada. Hal ini terlihat pada pengalaman sejarah nasional dimana
negara kita Indonesia, pernah mengalami dan mempraktekkan tiga teori pembangunan
yang pada dasarnya berpijak pada teori perubahan sosial dalam ilmu-ilmu sosial.
Mulai dari teori Kapitalisme Klasik di zaman penjajahan, kemudian teori Sosialis di
zaman pemerintahan Orde Lama, dan sampai pada pelaksanan teori Dependensia
(Ketergantungan). Pada masing-masing zaman yang menerapkan teori pembangunan
tersebut menunjukkan, bahwa perkembangan teori pembangunan dunia sangat
mempengaruhi penerapan pola dan strategi kebijakan pembangunan nasional
Indonesia. Khususnya pada zaman pemerintahan Orde Baru sampai sekarang ini,
banyak pengalaman pemerintah yang memberikan gambaran tentang betapa
tergantungnya bangsa dan negara ini terhadap sistem dunia.
Dalam Strategi pembangunan yang dimaksudkan untuk memajukan proses
pembangunan. Strategi pembangunan memiliki dua komponen, yaitu tujuan
(pembangunan) dan alat (strategi). Adapun teori pembangunan modern sejak awalnya,
adalah normatif dan instrumental, ini berarti, bahwa: (a) para teoritikus memiliki
berbagai pandangan tentang bagaimana pembangunan yang seharusnya; (b) ada
anggapan, bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang dapat dikendalikan dan
dikemudikan oleh para pelaku, yaitu negara.
Hal inilah yang telah menjelaskan, mengapa pembangunan menjadi konsep
yang diperdebatkan dan teori pembangunan merupakan arena pertikaian antar aliran.
Interpretasi teoritis mengenai pembangunan global tergantung pada bagaimana cara
orang memandang fenomena empiris saling ketergantungan antara satu sama lain.
Dalam hal ini baik TEIB maupun Komisi Brant, diacu sebagai contoh reformisme
global karena keduanya memahami dunia sebagai sistem tunggal dan karena itulah
mereka menekankan suatu keharusan perubahan bagi sistem secara keseluruhan.
Persoalan utama strategi reformis ini, ialah agen perubahan apa yang dapat
diidentifikasi karena keseluruhan konsepsi tentang intervensi yang terkandung dalam
strategi pembangunan, terkait erat dengan negara sebagai aktor dominan.
Dari berbagai kasus pembangunan mandiri di negara-negara dunia ketiga
dapat ditarik beberapa pelajaran, bahwa minat baru dalam teori global dapat dianggap
sebagai usaha untuk melampaui teori ketergantungan, dan untuk menciptakan sebuah
kerangka di mana pusat maupun pinggiran serta hubungan keduanya diperhitungkan.
Dalam perdebatan pembangunan akhir-akhir ini, tampaknya ada reaksi berlebihan
terhadap kelemahan aliran ketergantungan dan determinisme pesimistik berkaitan
dengan strategi kemandirian. Untuk itu strategi industrialisasi yang berorientasi
ekspor, yang dilaksanakan oleh beberapa NIB direkomendasikan.
Oleh sebab itu kegagalan kemandirian haruslah dipahami dalam hubungannya
dengan perubahan struktural dan perubahan politik di dunia. Jadi jangan hanya
dijelaskan sebagai akibat dari kelemahan yang melekat pada strategi pembangunan
nasional. Perubahan global semakin menyulitkan strategi kemandirian, karena alasan
sosial, politik, dan kebudayaan, jadi hanya sedikit negara yang mampu mengikuti
strategi NIB. Relevansi kemandirian (lebih sebagai strategi daripada ideologi
nasionalis), yang terkandung dalam pendekatan ketergantungan. Hal itu hendaknya
jangan dinilai hanya dengan kemunduran strategi baru pada tahun 1970-an, tapi justru
harus dipahami sebagai pengalaman belajar.
Salah satu jalan keluar dari kebuntuan teori pembangunan, dan sekaligus
sebagai alat untuk melakukan revitalisasi bidang studi pembangunan yang sekarang
ini terbengkalai, adalah menitik beratkan perhatian pada studi komparatif strategi
pembangunan, berikut hambatan internal dan eksternal pada tingkat implementasinya,
untuk itu sangat diperlukan tipologi strategi pembangunan yang baik. Tipologi ini
dapat dibuat dengan berbagai cara, misalnya dengan gaya yang kurang lebih
sistematis atau dengan suatu pendekatan adhoc, yang bersumberkan pengalaman
pembangunan sekarang ini. Dalam hubungan ini, Keith Griffin berhasil
mengidentifikasi enam strategi pembangunan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan, (Griffin, 1988):
1. Strategi monetarisme, yang mengasumsikan efisiensi jangka panjang
dengan tanda-tanda pasar dalam alokasi sumber daya alam. Strategi ini
diperkenalkan dalam periode krisis dengan tujuan jangka pendek, yaitu
stabilisasi ekonomi. Dalam Strategi ini peranan negara dalam bidang
ekonomi diminimalkan,
2. Strategi perekonomian terbuka, Strategi ini sangat menekankan pada
kebijakan untuk memajukan perdagangan luar negeri dan hubungan
eksternal lainnya sebagai mesin pertumbuhan. Strategi ini sangat cocok
pada negara yang berorientasi suplai aktif,
3. Strategi industrialisasi, strategi ini menekankan pada sektor manufaktur
sebagai sumber pertumbuhan utama, yang berorientasi pada pasar
domestik atau pasar luar negeri (kombinasi keduanya). Menurut strategi ini
intervensi negara merupakan hal yang normal,
4. Strategi revolusi hijau, strategi ini memberikan prioritas pada peningkatan
produktivitas dan perubahan teknologi (bukan kelembagaan) di sektor
pertanian, sebagai alat untuk mendukung pertumbuhan secara menyeluruh,
5. Strategi redistributif, suatu strategi yang dimulai dari redistribusi
pendapatan dan kekayaan, serta tingkat partisipasi tinggi sebagi alat untuk
memobilisasi rakyat dalam proses pembangunan,
6. Strategi sosialis, strategi ini lebih menekankan pada peran negara dalam
pembangunan, seperti perencanaan pertanian milik negara, dan perusahaan
manufaktur milik publik. Meskipun demikian peran negara yang sentral
bisa beragam, mulai dari statisme sampai pada ekstrem hingga swakelola
(self-management).
Akan tetapi kita tidak boleh terlalu beranggapan, bahwa semua negara
mengikuti strategi pembangunan yang jelas. Menurut Griffin, sebagian besar negara
tidak mengikuti strategi apapun yang dapat dikenali, dan jika demikian pasti tidak
lama. Kasus semacam ini semakin banyak akibat semakin melemahnya negara dunia
ketiga, dan krisis ekonomi dunia. Karena itu peran strategi pembangunan bagi banyak
negara sekarang ini cenderung mengarah pada manajemen krisis daripada
transformasi sosial-ekonomi, yang tentu saja sangat mengurangi relevansi teori
pembangunan.
Bagi Indonesia, besar peluang apa yang katakan oleh Griffin dapat menjadi
bahan rujukan untuk memperbaiki situasi-kondisi sosial-ekonomi sekarang ini. Enam
strategi yang ditawarkan oleh Griffin dapat menjadi strategi alternatif bagi pemerintah
Indonesia yang pada saat ini sedang berusaha memulihkan perekonomian Indonesia.
Karena strategi ini telah disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan dimensi
situasi dan kondisi yang melingkupi negara yang akan memakai strategi ini, baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Namun kuncinya kembali lagi
pada keberanian dan konsistensi kebijaksanaan pemerintah, apakah mau
melaksanakan strategi ini. Karena biasanya yang paling rumit dan menentukan apakah
suatu alternatif cara dan pendekatan pemecahan masalah dipilih dan dipakai terletak
pada mekanisme ini.
Pada konteks Indonesia strategi pembangunan yang sudah ditempuh selama
ini telah mencerminkan maksud dan tujuan dari pembangunan itu. Namun dalam
prakteknya telah terjadi bias, sehingga esensi yang sebenarnya dari pembangunan itu
sendiri tidak terwujudkan. Jika hakekat pembangunan itu, adalah perbaikan kehidupan
masyarakat yang lebih baik (dari tradisional ke modern), maka intinya bagaimana cara
membangun manusia yang memiliki kemampuan untuk selalu memperbaharui
kehidupannya ke arah yang lebih baik. Kebijakan pemerintah Orde Baru yang
meletakkan dasar pembangunan materi (Fisik) sebagai batu loncatan untuk mencapai
hakekat pembangunan yang dimaksud ternyata telah mengaburkan tujuan yang
sebenarnya. Hal itulah yang menjadi alasan dasar mengapa orang menyatakan, bahwa
pemerintah Orde Baru telah gagal membangun bangsa ini dan mewariskan
kebangkrutan pada generasi selanjutnya.
Pengalaman sejarah ini seharusnya menjadi pelajaran yang amat berharga bagi
para pemimpin dan rakyat Indonesia, bahwa pembangunan sumber daya manusia
harus mendapat tempat yang sangat strategis dan domain pertama dalam setiap
kebijakan pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan suatu usaha yang
berkesungguhan, berkesinambungan, dan terkonsentrat tinggi dengan dukungan
materi yang dianggarkan cukup besar pada APBN dan political will dari pemerintah
dalam pelaksanaannya saat ini di difokuskan pada perbaikan ekonomi nasional yang
berbasiskan kemandirian. Untuk itu pembangunan ekonomi yang berdimensi
kerakyatan menjadi sebuah alternatif yang cukup memberikan harapan. Namun untuk
lebih mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi itu, pemerintah tidak bisa lepas
dari bantuan luar. Dilematis yang pemerintah hadapi sekarang ini, adalah keadaan
perekonomian nasional yang semakin memburuk, dan pada pihak lain pemerintah
semakin dituntut untuk segera memperbaiki keadaan perekonomian nasional tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Budiman. Arif, 2000, Teori Pembangunan Dunia Ketiga,Gramedia, Jakarta.
Esmara. Hendra, 1986, Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia., Gramedia, Jakarta.
Hettne. Bjorn, 2001, Teori Pembangunan dan Tiga Dunia (Terjemahan), Gramedia, Jakarta.
http://id.portalgaruda.org/index.viewarticle&article
http://publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/administratio/article/view/53
Irawan & M. Suparmoko, 1992, Ekonomi Pembangunan, BPFE, Yogyakarta.
Papasi. J. M, 1994, Ilmu Administrasi Pembangunan, Inovasi, dan Pembangunan Proyek,
Pionr, Bandung.