Proposal Analisis Penerapan Just In Time
PROPOSAL SKRIPSI
ANALISIS MODEL PENGADAAN BARANG/JASA DI SEKTOR PUBLIK
BERBASIS JUST IN TIME,
STUDI KASUS : SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
Oleh :
DIANITA RIZKIANI
NIM : C1G014124
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
PROPOSAL SKRIPSI
ANALISIS MODEL PENGADAAN BARANG/JASA DI SEKTOR PUBLIK
BERBASIS JUST IN TIME,
STUDI KASUS : SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyusun skripsi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
DIANITA RIZKIANI
NIM : C1G014124
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
ANALISIS MODEL PENGADAAN BARANG/JASA DI SEKTOR PUBLIK
BERBASIS JUST IN TIME,
STUDI KASUS : SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
Oleh :
DIANITA RIZKIANI
NIM : C1G014124
Disetujui
Pada tanggal:
Pembimbing I
Pembimbing II
……………………………
……………………………
NIP. ………………………..
NIP. ………………………..
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………
ii
…………………………………………………………….
iii
PENDAHULUAN …………………………………………………………
4
A. Latar Belakang Masalah Penelitian ……………………………………
4
B. Perumusan Masalah Penelitian ………………………………………...
8
C. Batasan Masalah Penelitian ……………………………………………
8
D. Tujuan Penelitian ……………………………………………………...
9
E. Manfaat Penelitian …………………………………………………….
9
TELAAH PUSTAKA ……………………………………………………..
10
BAB III METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA …………….
13
A. Metode Penelitian ……………………………………………………...
13
B. Teknik Analisis Data ………………………………………………….
17
………………………………………………………………..
18
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
i
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Penelitian Terdahulu
6
2. Rencana Informan
14
ii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan
Istilah
APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
JIT
Just In Time
KKN
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Walaupun tidak berorientasi pada laba, sebagai sebuah entitas yang mengelola
keuangan negara, sektor publik tetap dituntut untuk beroperasi secara efektif dan
efisien. Salah satu aktivitas krusial dalam kegiatan operasional di sektor publik adalah
aktivitas Pengadaan Barang dan Jasa. Hasil pengamatan terhadap realisasi Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) selama kurun waktu 2010-2014
menunjukkan nilai Rupiah yang digelontorkan untuk aktivitas pengadaan (belanja
barang maupun belanja modal) dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan.
Peraturan mengenai Pengadaan Barang dan Jasa juga terus diupayakan untuk
disempurnakan. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 mengawali reformasi
Pengadaan Barang dan Jasa sebagai bagian dari reformasi pengelolaan keuangan
negara sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. Pada tahun 2010, aturan pengadaan bukan hanya
disempurnakan materinya, melainkan juga ditingkatkan hierarkinya menjadi
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010
telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 70 tahun 2012, hingga akhirnya dicabut dan diganti dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015.
5
Upaya
penyempurnaan
peraturan
tersebut
patut
diapresiasi.
Namun,
pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa peraturan yang ada masih belum
sepenuhnya mampu menjamin terciptanya proses pengadaan yang efisien dan efektif.
Sejumlah kendala masih kerap ditemui dalam proses pengadaan, antara lain :
1. gagal lelang,
2. penyedia terpilih gagal/terlambat menyelesaikan pekerjaan,
3. anggaran yang sangat rigid. Apabila terjadi perubahan rencana pengadaan di
tengah tahun anggaran, proses revisinya memakan waktu yang tidak sebentar
sehingga proses pengadaan terhambat,
4. hasil pengadaan tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna akhir (baik dari segi
mutu, spesifikasi, maupun kuantitas),
5. Korupsi, Kolusi, dan/atau Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh para pihak
di bidang pengadaan, serta
6. administrasi pengadaan yang rigid.
Pada dasarnya, proses pengadaan barang/jasa tidak hanya menjadi domain
sektor publik, melainkan juga sektor swasta yang mereka jalankan melalui divisi
pembeliannya. Beraneka metode telah diciptakan sebagai upaya untuk mencapai
proses pembelian yang efektif dan efisien di sektor swasta tersebut. Salah satu metode
yang dinilai sukses meningkatkan efektivitas dan efisiensi di sektor swasta adalah
metode Just In Time (JIT). Kesuksesan JIT di sektor swasta ini kemudian
mengundang para ahli keuangan publik bertanya apakah metode yang sama juga bisa
diterapkan di sektor publik. Sejumlah penelitian telah dilakukan di berbagai negara
6
sebagai bentuk upaya mencari sebuah desain yang dapat membuat pengadaan di
sektor publik bisa berjalan lebih efisien dan efektif seperti di sektor swasta, antara
lain :
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
1 Voleza,
Dickson
Adagala
2 Arlbjørn, J. dan
Freytag, P
3 McKevitt, D.,et
al.
4 Oruezabala, G.
dan Rico, J.-C.
5 Tadelis, S.
6 Waterman,
Jason dan
Clifford, Mc.
Cue
7 Loader, K.
8
9
Walker, H., Di
Sisto, L. and
McBain, D.
Yasin,
Mahmoud M. ,
Marwan A.
Wafa, dan
Michael H.
Small
Tahun
2014
2012
2012
2012
2012
2012
2010
2008
2001
Judul Penelitian
Factors Influencing Implementation Of Just In Time
Procurement in Public Institutions: A Case of Office of the
Attorney General and Department Of Justice.
Public procurement vs private purchasing: is there any
foundation for comparing and learning across the sectors?
An exploration of management competencies in public
sector procurement
The impact of sustainable public procurement on supplier
management: the case of French public hospitals
Public procurement design: lessons from the private sector
Lean Thinking within Public Sector Purchasing Department:
The Case of The U.K Public Service
Is local authority procurement ‘lean’? An exploration to
determine if ‘lean’ can provide a useful explanation of
practice
Drivers and barriers to environmental supply chain
management practices: lessons from the public and private
sectors
Just-in-time Implementation in the Public Sector : An
Empirical Examination
Beberapa negara yang sudah secara resmi mengadopsi sistem Just In Time ke
dalam aturan pengadaannya antara lain Inggris, Kenya, dan Amerika Serikat. Aturan
7
pengadaan di Indonesia sendiri belum mengadopsi sistem ini, namun secara eksplisit
tidak ada larangan apabila suatu instansi ingin menerapkannya.
Melihat potensi keberhasilan metode JIT untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas proses pengadaan, Peneliti tertarik untuk mengembangkan metode ini di
instansi tempat Peneliti bertugas, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Namun demikian, Peneliti menyadari bahwa penerapan JIT membutuhkan faktorfaktor prasyarat agar metode ini berjalan sukses. Faktor-faktor prasayarat tersebut
adalah :
1. Komitmen pimpinan,
2. Sumber daya manusia yang kompeten,
3. Sarana dan prasarana yang baik.
Sebelum JIT diterapkan, maka Peneliti harus terlebih dahulu meneliti apakah
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki ketiga prasyarat tersebut.
Selain itu, model JIT di setiap entitas juga tidak bisa sama persis. Ada penyesuaianpenyesuaian tertentu akibat perbedaan karakteristik antar entitas, meliputi budaya
organisasi, proses bisnis, ukuran entitas, dan lain-lain. Sejauh ini, belum pernah ada
penelitian bagaimana model JIT yang tidak bertentangan dengan aturan Pengadaan
dan sesuai dengan karakteristik Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Oleh
karena itu, Peneliti tertarik untuk mengkonstruksikan Pengadaan Berbasis JIT di
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
8
B. Perumusan Masalah Penelitian
1. Apakah pimpinan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki
komitmen untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT?
2. Apakah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki Sumber Daya
Manusia yang kompeten untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT?
3. Apakah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki sarana dan
prasarana yang baik untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT?
4. Bagaimana model JIT yang tepat dan sesuai dengan karakteristik khas
(budaya organisasi, proses bisnis, dan ukuran entitas) Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan?
C. Batasan Masalah Penelitian
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki beberapa unit pengadaan
yang tersebar di beberapa biro dan pusat. Namun, unit pengadaan yang mengelola
dana terbesar dan melayani seluruh unit di Sekretariat Jenderal Kementerian
Keuangan adalah Biro Umum. Penelitian ini akan difokuskan pada pengadaan yang
dikelola oleh Biro Umum saja, tepatnya di Bagian Perlengkapan dan Bagian Rumah
Tangga.
Unit-unit pengadaan lain tidak diteliti karena hanya berwenang melakukan
pengadaan untuk kepentingan internal unit tersebut dengan nilai per paket pekerjaan
tidak lebih dari Rp 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah).
9
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
keberadaan
komitmen
pimpinan
Sekretariat
Jenderal
Kementerian Keuangan untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT;
2. Mengetahui keberadaan kompetensi Sumber Daya Manusia di Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan dalam menerapkan pengadaan berbasis JIT;
3. Mengetahui keberadaan sarana dan prasarana yang baik di Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT;
4. Menganalisis model JIT yang tidak bertentangan dengan aturan pengadaan di
Indonesia dan sesuai dengan karakteristik khas (budaya organisasi, proses
bisnis, dan ukuran entitas) Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi menciptakan proses pengadaan
yang lebih efisien dan efektif, tanpa mengesampingkan prinsip akuntabilitas dan
transparansi, dengan mengadopsi model Just In Time yang tidak bertentangan dengan
aturan pengadaan di Indonesia dan sesuai dengan karakteristik khas Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Sekitar akhir tahun 1970-an, Mr. Taiichi Ohno yang saat itu menjabat sebagai
wakil presiden Toyota Motor Company mulai mengembangkan sebuah sistem baru
yang disebut dengan sistem Just In Time. Filosofi dasarnya adalah untuk
memperkecil pemborosan karena harga sumber daya di Jepang sangat mahal. Untuk
dapat memperkecil pemborosan, dilakukanlah hal-hal sebagai berikut :
1. Hanya memproduksi produk yang diperlukan
2. Hanya memproduksi sejumlah yang dibutuhkan
3. Hanya memproduksi produk pada saat diperlukan
Meski pada awalnya JIT didesain untuk efisiensi proses produksi di sektor
manufaktur, namun ternyata metode ini bisa juga dijalankan di sektor jasa/pelayanan,
termasuk jasa/pelayanan kepemerintahan.
Mahmoud M. Yasin, dkk dalam penelitiannya menjabarkan berbagai hasil riset
terdahulu yang menunjukkan bahwa sistem JIT memberikan banyak manfaat kepada
unit organisasi yang mengimplementasikannya, antara lain :
1. Mengeliminasi buangan dari proses produksi dan bahan baku (Tesfay, 1990),
2. Meningkatkan kualitas komunikasi internal organisasi (antara unit pengelola
persediaan dan unit pemakai) serta komunikasi eksternal (antara organisasi
dengan pemasok atau konsumen) (Inman dan Mehra, 1991),
11
3. Mengurangi biaya pembelian (Ansari dan Modarress, 1990 serta Gargeya dan
Thompson, 1994),
4. Mengurangi waktu tunggu (lead time), meningkatkan kualitas produksi, dan
meningkatkan kepuasan konsumen (Cook, 1996),
5. Meningkatkan disiplin organisasi dan keterlibatan manajemen (Ptak, 1991),
serta
6. Menjembatani jurang perbedaan antara unit-unit organisasi di suatu
perusahaan (Sandwell dan Molyneux, 1989).
Namun, Mahmoud M. Yasin, dkk juga mengingatkan bahwa manfaat JIT
bukanlah buah yang dapat dipetik tiba-tiba. Ada sejumlah upaya yang harus
dilakukan agar sistem JIT bisa berjalan dengan baik. Dalam hasil penelitiannya,
Mahmoud M. Yasin, dkk menjabarkan beberapa faktor yang berhasil diidentifikasi
oleh riset-riset sebelumnya sebagai penentu keberhasilan JIT :
1. Keterlibatan manajemen puncak dan pemberian training bagi karyawan
(Minahan, 1996, Prasad, 1995, serta Vora dan Saraph, 1990),
2. Sistem perencanaan logistic (Vickery, 1989, Prasad, 1995, dan Lee, 1996),
3. Pelatihan bukan hanya bagi pegawai di bagian teknis, namun juga di bagian
administrasi (Billesbach dan Schniederjans, 1989 serta Zhu dan Merdith,
1995),
4. Ramalan permintaan yang akurat (Francis, 1989), serta
5. Hubungan kerja yang kuat dengan pemasok (Hobbs, 1997, Lee, 1996, dan
Wafa, dkk 1996).
12
Jason Waterman dan Clifford McCue (2012) berhasil mengidentifikasi tujuh
hal tidak berguna yang mengakibatkan inefisiensi dalam rantai proses pengadaan
sektor publik, yaitu :
1. keterlambatan transportasi,
2. cacat produk,
3. proses yang tidak memberi nilai tambah,
4. waktu tunggu yang tidak memberi nilai tambah,
5. tindakan yang tidak memberi nilai tambah,
6. persediaan yang tidak diperlukan,
7. kelebihan jumlah barang yang diadakan.
BAB III
METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA
A. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Lokasi penelitian adalah
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan yang beralamat di Jalan Wahidin Raya
Nomor 1 Jakarta Pusat 10710 dengan fokus Bagian Perlengkapan dan Bagian Rumah
Tangga, Biro Umum.
Rencana jadwal penelitian sebagai berikut:
1. Pengajuan proposal pada seminar proposal : Akhir Desember 2015
2. Revisi proposal
: Minggu ke-2 Januari 2016
3. Persetujuan proposal
: Minggu ke-2 Januari 2016
4. Penyiapan bahan pertanyaan wawancara
: Minggu ke-3 Januari 2016
5. Penelitian lapangan
: Maret-Juni 2016
6. Penyusunan skripsi
: Juli 2016
7. Persetujuan skripsi
: Agustus 2016
8. Seminar hasil
: Agustus 2016
Dalam periode penelitian lapangan, Peneliti akan mengumpulkan data dengan
teknik-teknik sebagai berikut :
14
1. Wawancara
Tabel 2. Rencana Informan
Info
Komitmen
manajemen
Informan
Relevansi
a) Kepala Biro Kepala Biro Umum adalah Kuasa Pengguna Anggaran
Umum
di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Dengan
demikian, informan a) ini adalah pemimpin yang
menjadi objek analisis sejauh apa tingkat komitmennya
terhadap penerapan JIT.
b) Kepala Bagian Kepala Bagian Perlengkapan adalah Pejabat Pembuat
Perlengkapan
Komitmen di Bagian Perlengkapan yang akan
menandatangani dokumen pengadaan dan menjadi pihak
yang bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan
proses pengadaan. Dengan demikian, informan b) ini
juga merupakan pemimpin yang menjadi objek analisis
sejauh apa tingkat komitmennya terhadap penerapan
JIT. Selain itu, sebagai bawahan Kepala Biro Umum,
wawancara terhadap informan ini juga untuk
memvalidasi hasil wawancara dengan informan a).
c) Kepala Bagian Kepala Bagian Rumah Tangga adalah Pejabat Pembuat
Komitmen di Bagian Rumah Tangga yang akan
Rumah
menandatangani dokumen pengadaan dan menjadi pihak
Tangga
yang bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan
proses pengadaan. Dengan demikian, informan c) ini
juga merupakan pemimpin yang menjadi objek analisis
sejauh apa tingkat komitmennya terhadap penerapan
JIT. Selain itu, sebagai bawahan Kepala Biro Umum,
wawancara terhadap informan ini juga untuk
memvalidasi hasil wawancara dengan informan a).
d) Kepala
Subbagian
Pengadaan
Kepala Subbagian Pengadaan merupakan bawahan
langsung Kepala Bagian Perlengkapan. Wawancara
terhadap informan ini untuk memvalidasi hasil
wawancara dengan informan b).
e) Kepala
Subbagian
Kepala Subbagian Urusan Dalam merupakan bawahan
langsung Kepala Bagian Rumah Tangga. Wawancara
15
Urusan Dalam
Kompetensi
SDM
a) Kepala
Subbagian
Pengadaan
b) Kepala
Subbagian
Urusan Dalam
terhadap informan ini untuk memvalidasi hasil
wawancara dengan informan c).
Kepala Subbagian Pengadaan merupakan atasan
langsung para pelaksana di Subbagian Pengadaan.
Sebagai atasan langsung, informan ini memiliki
kompetensi untuk menilai bawahannya yang terlibat
dalam mata rantai proses pengadaan.
Kepala Subbagian Urusan Dalam merupakan atasan
langsung para pelaksana di Subbagian Urusan Dalam.
Sebagai atasan langsung, informan ini memiliki
kompetensi untuk menilai bawahannya yang terlibat
dalam mata rantai proses pengadaan.
c) Bapak Samsul Informan ini adalah ahli pengadaan dari Pusat
Pengkajian Pengadaan Indonesia (P3I) yang juga aktif
Ramli
meriset keterkaitan pengadaan di sektor publik dengan
supply chain management di sektor swasta. Informan ini
diharapkan dapat memberikan informasi kompetensi apa
yang harus dimiliki oleh pegawai di sektor publik jika
ingin menerapkan pengadaan berbasis JIT.
Kualitas
a) Pelaksana di Informan ini menangani langsung proses pengadaan
serta
Subbagian
sehingga diharapkan mengetahui sarana dan prasarana
kelengkapan
Pengadaan
apa yang saat ini tersedia untuk mendukung kerjanya
sarana dan
serta bagaimana kualitas sarana dan prasarana tersebut.
prasarana
pendukung
b) Pelaksana di Informan ini menangani langsung proses pengadaan
Subbagian
sehingga diharapkan mengetahui sarana dan prasarana
Urusan Dalam apa yang saat ini tersedia untuk mendukung kerjanya
serta bagaimana kualitas sarana dan prasarana tersebut.
c) Bapak Samsul Informan ini diharapkan dapat memberikan informasi
Ramli
sarana dan prasarana apa yang harus dimiliki oleh suatu
entitas di sektor publik jika ingin menerapkan
pengadaan berbasis JIT.
Model JIT a) Kepala Biro Untuk membuat model JIT yang tepat, terlebih harus
yang tepat
Umum,
dipahami dengan baik bagaimana budaya kerja, proses
Kepala Bagian bisnis dan ukuran entitas Sekretariat Jenderal
Perlengkapan, Kementerian Keuangan. Pemahaman yang baik terhadap
16
Kepala Bagian
Rumah
Tangga,
Kepala
Subbagian
Pengadaan,
Kepala
Subbagian
Urusan
Dalam,
Pelaksana
Subbagian
Pengadaan,
Pelaksana
Subbagian
Urusan Dalam
hal-hal tersebut dapat diperoleh dengan mewawancarai
pihak internal dari berbagai hierarki jabatan, mulai dari
Kepala Biro Umum sampai dengan pelaksana yang
menangani langsung proses pengadaan.
b) Bapak Samsul Sebagai ahli pengadaan, diharapkan dapat memberi
Ramli
masukan model JIT yang tidak bertentangan dengan
hukum pengadaan di Indonesia.
c) Penyedia
Barang/Jasa
yang memiliki
kontrak
dengan
Sekretariat
Jenderal
Kementerian
Keuangan
Salah satu faktor penting dalam penerapan JIT adalah
kecepatan penyedia dalam menyuplai barang yang
dibutuhkan oleh entitas. Informan beberapa perwakilan
penyedia diwawancara untuk mendapatkan gambaran
apakah penyedia akan mampu mengikuti ritme JIT.
2. Observasi
Observasi akan dilakukan untuk mengetahui proses kerja alamiah yang seharihari dilakukan oleh para pihak yang menangani pengadaan di Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan. Selama proses observasi, kondisi alamiah tidak akan terlalu
17
sulit dicapai karena objek penelitian merupakan tempat Peneliti bertugas sehingga
para pihak yang akan diobservasi tidak akan merasa asing dengan kehadiran Peneliti.
Proses-proses yang akan diobservasi antara lain :
a) perencanaan pengadaan,
b) pemilihan penyedia,
c) penyusunan dokumen pengadaan,
d) pelaksanaan kontrak,
e) serah terima hasil pengadaan dari penyedia ke unit pengadaan,
f) penyimpanan sementara hasil pengadaan sebelum didistribusikan, dan
g) distribusi hasil pengadaan dari unit pengadaan ke unit pengguna akhir.
Selain mengobservasi proses, Peneliti juga akan mengobservasi sarana dan
prasarana yang digunakan serta persona-persona yang terlibat di dalam proses
tersebut.
B. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan model Miles dan
Huberman (1984), yaitu secara interaktif dan terus-menerus sampai tuntas, hingga
datanya jenuh, dengan aktivitas analisis sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
2. Menyajikan Data (Data Display)
3. Menarik Kesimpulan (Conclusion : Drawing/Verifying)
Proses analisis akan menggunakan bantuan perangkat lunak NVivo.
DAFTAR PUSTAKA
Ajang Mulyadi. 2002. Akuntansi Manajemen. Program Studi Akuntansi : Universitas
Pendidikan Indonesia
Arlbjørn, J. dan Freytag, P. 2012. Public procurement vs private purchasing: is there
any foundation for comparing and learning across the sectors?
Carter, William K. dan Milton F. Usry . 2006. Akuntansi Biaya. Jakarta : Salemba
Empat.
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.
Loader, K. 2010. Is local authority procurement ‘lean’? An exploration to determine
if ‘lean’ can provide a useful explanation of practice.
McKevitt, D.,et al. 2012. An exploration of management competencies in public
sector procurement.
Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan
Akademi Manajemen Perusahaan YKPN
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015.
Oruezabala, G. dan Rico, J.-C. 2012. The impact of sustainable public procurement
on supplier management: the case of French public hospitals.
Ramli, Samsul. 2014. Bacaan Wajib Mengatasi Aneka Masalah Teknis Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Visimedia.
18
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung : Alfabeta.
Tadelis, S. 2012. Public procurement design: lessons from the private sector.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.
Voleza, Dickson Adagala. 2014. Factors Influencing Implementation Of Just In Time
Procurement in Public Institutions: A Case of Office of the Attorney General
and Department Of Justice.
Walker, H., Di Sisto, L. and McBain, D. 2008. Drivers and barriers to environmental
supply chain management practices: lessons from the public and private
sectors.
Waterman, Jason dan Clifford, Mc. Cue. 2012. Lean Thinking within Public Sector
Purchasing Department: The Case of The U.K Public Service.
Yasin, Mahmoud M., et al. 2001. Just-in-time Implementation in the Public Sector :
An Empirical Examination.
19
ANALISIS MODEL PENGADAAN BARANG/JASA DI SEKTOR PUBLIK
BERBASIS JUST IN TIME,
STUDI KASUS : SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
Oleh :
DIANITA RIZKIANI
NIM : C1G014124
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
PROPOSAL SKRIPSI
ANALISIS MODEL PENGADAAN BARANG/JASA DI SEKTOR PUBLIK
BERBASIS JUST IN TIME,
STUDI KASUS : SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyusun skripsi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
DIANITA RIZKIANI
NIM : C1G014124
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
ANALISIS MODEL PENGADAAN BARANG/JASA DI SEKTOR PUBLIK
BERBASIS JUST IN TIME,
STUDI KASUS : SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
Oleh :
DIANITA RIZKIANI
NIM : C1G014124
Disetujui
Pada tanggal:
Pembimbing I
Pembimbing II
……………………………
……………………………
NIP. ………………………..
NIP. ………………………..
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………
ii
…………………………………………………………….
iii
PENDAHULUAN …………………………………………………………
4
A. Latar Belakang Masalah Penelitian ……………………………………
4
B. Perumusan Masalah Penelitian ………………………………………...
8
C. Batasan Masalah Penelitian ……………………………………………
8
D. Tujuan Penelitian ……………………………………………………...
9
E. Manfaat Penelitian …………………………………………………….
9
TELAAH PUSTAKA ……………………………………………………..
10
BAB III METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA …………….
13
A. Metode Penelitian ……………………………………………………...
13
B. Teknik Analisis Data ………………………………………………….
17
………………………………………………………………..
18
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
i
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Penelitian Terdahulu
6
2. Rencana Informan
14
ii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan
Istilah
APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
JIT
Just In Time
KKN
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Walaupun tidak berorientasi pada laba, sebagai sebuah entitas yang mengelola
keuangan negara, sektor publik tetap dituntut untuk beroperasi secara efektif dan
efisien. Salah satu aktivitas krusial dalam kegiatan operasional di sektor publik adalah
aktivitas Pengadaan Barang dan Jasa. Hasil pengamatan terhadap realisasi Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) selama kurun waktu 2010-2014
menunjukkan nilai Rupiah yang digelontorkan untuk aktivitas pengadaan (belanja
barang maupun belanja modal) dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan.
Peraturan mengenai Pengadaan Barang dan Jasa juga terus diupayakan untuk
disempurnakan. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 mengawali reformasi
Pengadaan Barang dan Jasa sebagai bagian dari reformasi pengelolaan keuangan
negara sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. Pada tahun 2010, aturan pengadaan bukan hanya
disempurnakan materinya, melainkan juga ditingkatkan hierarkinya menjadi
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010
telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 70 tahun 2012, hingga akhirnya dicabut dan diganti dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015.
5
Upaya
penyempurnaan
peraturan
tersebut
patut
diapresiasi.
Namun,
pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa peraturan yang ada masih belum
sepenuhnya mampu menjamin terciptanya proses pengadaan yang efisien dan efektif.
Sejumlah kendala masih kerap ditemui dalam proses pengadaan, antara lain :
1. gagal lelang,
2. penyedia terpilih gagal/terlambat menyelesaikan pekerjaan,
3. anggaran yang sangat rigid. Apabila terjadi perubahan rencana pengadaan di
tengah tahun anggaran, proses revisinya memakan waktu yang tidak sebentar
sehingga proses pengadaan terhambat,
4. hasil pengadaan tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna akhir (baik dari segi
mutu, spesifikasi, maupun kuantitas),
5. Korupsi, Kolusi, dan/atau Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh para pihak
di bidang pengadaan, serta
6. administrasi pengadaan yang rigid.
Pada dasarnya, proses pengadaan barang/jasa tidak hanya menjadi domain
sektor publik, melainkan juga sektor swasta yang mereka jalankan melalui divisi
pembeliannya. Beraneka metode telah diciptakan sebagai upaya untuk mencapai
proses pembelian yang efektif dan efisien di sektor swasta tersebut. Salah satu metode
yang dinilai sukses meningkatkan efektivitas dan efisiensi di sektor swasta adalah
metode Just In Time (JIT). Kesuksesan JIT di sektor swasta ini kemudian
mengundang para ahli keuangan publik bertanya apakah metode yang sama juga bisa
diterapkan di sektor publik. Sejumlah penelitian telah dilakukan di berbagai negara
6
sebagai bentuk upaya mencari sebuah desain yang dapat membuat pengadaan di
sektor publik bisa berjalan lebih efisien dan efektif seperti di sektor swasta, antara
lain :
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
1 Voleza,
Dickson
Adagala
2 Arlbjørn, J. dan
Freytag, P
3 McKevitt, D.,et
al.
4 Oruezabala, G.
dan Rico, J.-C.
5 Tadelis, S.
6 Waterman,
Jason dan
Clifford, Mc.
Cue
7 Loader, K.
8
9
Walker, H., Di
Sisto, L. and
McBain, D.
Yasin,
Mahmoud M. ,
Marwan A.
Wafa, dan
Michael H.
Small
Tahun
2014
2012
2012
2012
2012
2012
2010
2008
2001
Judul Penelitian
Factors Influencing Implementation Of Just In Time
Procurement in Public Institutions: A Case of Office of the
Attorney General and Department Of Justice.
Public procurement vs private purchasing: is there any
foundation for comparing and learning across the sectors?
An exploration of management competencies in public
sector procurement
The impact of sustainable public procurement on supplier
management: the case of French public hospitals
Public procurement design: lessons from the private sector
Lean Thinking within Public Sector Purchasing Department:
The Case of The U.K Public Service
Is local authority procurement ‘lean’? An exploration to
determine if ‘lean’ can provide a useful explanation of
practice
Drivers and barriers to environmental supply chain
management practices: lessons from the public and private
sectors
Just-in-time Implementation in the Public Sector : An
Empirical Examination
Beberapa negara yang sudah secara resmi mengadopsi sistem Just In Time ke
dalam aturan pengadaannya antara lain Inggris, Kenya, dan Amerika Serikat. Aturan
7
pengadaan di Indonesia sendiri belum mengadopsi sistem ini, namun secara eksplisit
tidak ada larangan apabila suatu instansi ingin menerapkannya.
Melihat potensi keberhasilan metode JIT untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas proses pengadaan, Peneliti tertarik untuk mengembangkan metode ini di
instansi tempat Peneliti bertugas, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Namun demikian, Peneliti menyadari bahwa penerapan JIT membutuhkan faktorfaktor prasyarat agar metode ini berjalan sukses. Faktor-faktor prasayarat tersebut
adalah :
1. Komitmen pimpinan,
2. Sumber daya manusia yang kompeten,
3. Sarana dan prasarana yang baik.
Sebelum JIT diterapkan, maka Peneliti harus terlebih dahulu meneliti apakah
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki ketiga prasyarat tersebut.
Selain itu, model JIT di setiap entitas juga tidak bisa sama persis. Ada penyesuaianpenyesuaian tertentu akibat perbedaan karakteristik antar entitas, meliputi budaya
organisasi, proses bisnis, ukuran entitas, dan lain-lain. Sejauh ini, belum pernah ada
penelitian bagaimana model JIT yang tidak bertentangan dengan aturan Pengadaan
dan sesuai dengan karakteristik Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Oleh
karena itu, Peneliti tertarik untuk mengkonstruksikan Pengadaan Berbasis JIT di
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
8
B. Perumusan Masalah Penelitian
1. Apakah pimpinan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki
komitmen untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT?
2. Apakah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki Sumber Daya
Manusia yang kompeten untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT?
3. Apakah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki sarana dan
prasarana yang baik untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT?
4. Bagaimana model JIT yang tepat dan sesuai dengan karakteristik khas
(budaya organisasi, proses bisnis, dan ukuran entitas) Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan?
C. Batasan Masalah Penelitian
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki beberapa unit pengadaan
yang tersebar di beberapa biro dan pusat. Namun, unit pengadaan yang mengelola
dana terbesar dan melayani seluruh unit di Sekretariat Jenderal Kementerian
Keuangan adalah Biro Umum. Penelitian ini akan difokuskan pada pengadaan yang
dikelola oleh Biro Umum saja, tepatnya di Bagian Perlengkapan dan Bagian Rumah
Tangga.
Unit-unit pengadaan lain tidak diteliti karena hanya berwenang melakukan
pengadaan untuk kepentingan internal unit tersebut dengan nilai per paket pekerjaan
tidak lebih dari Rp 200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah).
9
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
keberadaan
komitmen
pimpinan
Sekretariat
Jenderal
Kementerian Keuangan untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT;
2. Mengetahui keberadaan kompetensi Sumber Daya Manusia di Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan dalam menerapkan pengadaan berbasis JIT;
3. Mengetahui keberadaan sarana dan prasarana yang baik di Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan untuk menerapkan pengadaan berbasis JIT;
4. Menganalisis model JIT yang tidak bertentangan dengan aturan pengadaan di
Indonesia dan sesuai dengan karakteristik khas (budaya organisasi, proses
bisnis, dan ukuran entitas) Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi menciptakan proses pengadaan
yang lebih efisien dan efektif, tanpa mengesampingkan prinsip akuntabilitas dan
transparansi, dengan mengadopsi model Just In Time yang tidak bertentangan dengan
aturan pengadaan di Indonesia dan sesuai dengan karakteristik khas Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Sekitar akhir tahun 1970-an, Mr. Taiichi Ohno yang saat itu menjabat sebagai
wakil presiden Toyota Motor Company mulai mengembangkan sebuah sistem baru
yang disebut dengan sistem Just In Time. Filosofi dasarnya adalah untuk
memperkecil pemborosan karena harga sumber daya di Jepang sangat mahal. Untuk
dapat memperkecil pemborosan, dilakukanlah hal-hal sebagai berikut :
1. Hanya memproduksi produk yang diperlukan
2. Hanya memproduksi sejumlah yang dibutuhkan
3. Hanya memproduksi produk pada saat diperlukan
Meski pada awalnya JIT didesain untuk efisiensi proses produksi di sektor
manufaktur, namun ternyata metode ini bisa juga dijalankan di sektor jasa/pelayanan,
termasuk jasa/pelayanan kepemerintahan.
Mahmoud M. Yasin, dkk dalam penelitiannya menjabarkan berbagai hasil riset
terdahulu yang menunjukkan bahwa sistem JIT memberikan banyak manfaat kepada
unit organisasi yang mengimplementasikannya, antara lain :
1. Mengeliminasi buangan dari proses produksi dan bahan baku (Tesfay, 1990),
2. Meningkatkan kualitas komunikasi internal organisasi (antara unit pengelola
persediaan dan unit pemakai) serta komunikasi eksternal (antara organisasi
dengan pemasok atau konsumen) (Inman dan Mehra, 1991),
11
3. Mengurangi biaya pembelian (Ansari dan Modarress, 1990 serta Gargeya dan
Thompson, 1994),
4. Mengurangi waktu tunggu (lead time), meningkatkan kualitas produksi, dan
meningkatkan kepuasan konsumen (Cook, 1996),
5. Meningkatkan disiplin organisasi dan keterlibatan manajemen (Ptak, 1991),
serta
6. Menjembatani jurang perbedaan antara unit-unit organisasi di suatu
perusahaan (Sandwell dan Molyneux, 1989).
Namun, Mahmoud M. Yasin, dkk juga mengingatkan bahwa manfaat JIT
bukanlah buah yang dapat dipetik tiba-tiba. Ada sejumlah upaya yang harus
dilakukan agar sistem JIT bisa berjalan dengan baik. Dalam hasil penelitiannya,
Mahmoud M. Yasin, dkk menjabarkan beberapa faktor yang berhasil diidentifikasi
oleh riset-riset sebelumnya sebagai penentu keberhasilan JIT :
1. Keterlibatan manajemen puncak dan pemberian training bagi karyawan
(Minahan, 1996, Prasad, 1995, serta Vora dan Saraph, 1990),
2. Sistem perencanaan logistic (Vickery, 1989, Prasad, 1995, dan Lee, 1996),
3. Pelatihan bukan hanya bagi pegawai di bagian teknis, namun juga di bagian
administrasi (Billesbach dan Schniederjans, 1989 serta Zhu dan Merdith,
1995),
4. Ramalan permintaan yang akurat (Francis, 1989), serta
5. Hubungan kerja yang kuat dengan pemasok (Hobbs, 1997, Lee, 1996, dan
Wafa, dkk 1996).
12
Jason Waterman dan Clifford McCue (2012) berhasil mengidentifikasi tujuh
hal tidak berguna yang mengakibatkan inefisiensi dalam rantai proses pengadaan
sektor publik, yaitu :
1. keterlambatan transportasi,
2. cacat produk,
3. proses yang tidak memberi nilai tambah,
4. waktu tunggu yang tidak memberi nilai tambah,
5. tindakan yang tidak memberi nilai tambah,
6. persediaan yang tidak diperlukan,
7. kelebihan jumlah barang yang diadakan.
BAB III
METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA
A. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Lokasi penelitian adalah
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan yang beralamat di Jalan Wahidin Raya
Nomor 1 Jakarta Pusat 10710 dengan fokus Bagian Perlengkapan dan Bagian Rumah
Tangga, Biro Umum.
Rencana jadwal penelitian sebagai berikut:
1. Pengajuan proposal pada seminar proposal : Akhir Desember 2015
2. Revisi proposal
: Minggu ke-2 Januari 2016
3. Persetujuan proposal
: Minggu ke-2 Januari 2016
4. Penyiapan bahan pertanyaan wawancara
: Minggu ke-3 Januari 2016
5. Penelitian lapangan
: Maret-Juni 2016
6. Penyusunan skripsi
: Juli 2016
7. Persetujuan skripsi
: Agustus 2016
8. Seminar hasil
: Agustus 2016
Dalam periode penelitian lapangan, Peneliti akan mengumpulkan data dengan
teknik-teknik sebagai berikut :
14
1. Wawancara
Tabel 2. Rencana Informan
Info
Komitmen
manajemen
Informan
Relevansi
a) Kepala Biro Kepala Biro Umum adalah Kuasa Pengguna Anggaran
Umum
di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Dengan
demikian, informan a) ini adalah pemimpin yang
menjadi objek analisis sejauh apa tingkat komitmennya
terhadap penerapan JIT.
b) Kepala Bagian Kepala Bagian Perlengkapan adalah Pejabat Pembuat
Perlengkapan
Komitmen di Bagian Perlengkapan yang akan
menandatangani dokumen pengadaan dan menjadi pihak
yang bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan
proses pengadaan. Dengan demikian, informan b) ini
juga merupakan pemimpin yang menjadi objek analisis
sejauh apa tingkat komitmennya terhadap penerapan
JIT. Selain itu, sebagai bawahan Kepala Biro Umum,
wawancara terhadap informan ini juga untuk
memvalidasi hasil wawancara dengan informan a).
c) Kepala Bagian Kepala Bagian Rumah Tangga adalah Pejabat Pembuat
Komitmen di Bagian Rumah Tangga yang akan
Rumah
menandatangani dokumen pengadaan dan menjadi pihak
Tangga
yang bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan
proses pengadaan. Dengan demikian, informan c) ini
juga merupakan pemimpin yang menjadi objek analisis
sejauh apa tingkat komitmennya terhadap penerapan
JIT. Selain itu, sebagai bawahan Kepala Biro Umum,
wawancara terhadap informan ini juga untuk
memvalidasi hasil wawancara dengan informan a).
d) Kepala
Subbagian
Pengadaan
Kepala Subbagian Pengadaan merupakan bawahan
langsung Kepala Bagian Perlengkapan. Wawancara
terhadap informan ini untuk memvalidasi hasil
wawancara dengan informan b).
e) Kepala
Subbagian
Kepala Subbagian Urusan Dalam merupakan bawahan
langsung Kepala Bagian Rumah Tangga. Wawancara
15
Urusan Dalam
Kompetensi
SDM
a) Kepala
Subbagian
Pengadaan
b) Kepala
Subbagian
Urusan Dalam
terhadap informan ini untuk memvalidasi hasil
wawancara dengan informan c).
Kepala Subbagian Pengadaan merupakan atasan
langsung para pelaksana di Subbagian Pengadaan.
Sebagai atasan langsung, informan ini memiliki
kompetensi untuk menilai bawahannya yang terlibat
dalam mata rantai proses pengadaan.
Kepala Subbagian Urusan Dalam merupakan atasan
langsung para pelaksana di Subbagian Urusan Dalam.
Sebagai atasan langsung, informan ini memiliki
kompetensi untuk menilai bawahannya yang terlibat
dalam mata rantai proses pengadaan.
c) Bapak Samsul Informan ini adalah ahli pengadaan dari Pusat
Pengkajian Pengadaan Indonesia (P3I) yang juga aktif
Ramli
meriset keterkaitan pengadaan di sektor publik dengan
supply chain management di sektor swasta. Informan ini
diharapkan dapat memberikan informasi kompetensi apa
yang harus dimiliki oleh pegawai di sektor publik jika
ingin menerapkan pengadaan berbasis JIT.
Kualitas
a) Pelaksana di Informan ini menangani langsung proses pengadaan
serta
Subbagian
sehingga diharapkan mengetahui sarana dan prasarana
kelengkapan
Pengadaan
apa yang saat ini tersedia untuk mendukung kerjanya
sarana dan
serta bagaimana kualitas sarana dan prasarana tersebut.
prasarana
pendukung
b) Pelaksana di Informan ini menangani langsung proses pengadaan
Subbagian
sehingga diharapkan mengetahui sarana dan prasarana
Urusan Dalam apa yang saat ini tersedia untuk mendukung kerjanya
serta bagaimana kualitas sarana dan prasarana tersebut.
c) Bapak Samsul Informan ini diharapkan dapat memberikan informasi
Ramli
sarana dan prasarana apa yang harus dimiliki oleh suatu
entitas di sektor publik jika ingin menerapkan
pengadaan berbasis JIT.
Model JIT a) Kepala Biro Untuk membuat model JIT yang tepat, terlebih harus
yang tepat
Umum,
dipahami dengan baik bagaimana budaya kerja, proses
Kepala Bagian bisnis dan ukuran entitas Sekretariat Jenderal
Perlengkapan, Kementerian Keuangan. Pemahaman yang baik terhadap
16
Kepala Bagian
Rumah
Tangga,
Kepala
Subbagian
Pengadaan,
Kepala
Subbagian
Urusan
Dalam,
Pelaksana
Subbagian
Pengadaan,
Pelaksana
Subbagian
Urusan Dalam
hal-hal tersebut dapat diperoleh dengan mewawancarai
pihak internal dari berbagai hierarki jabatan, mulai dari
Kepala Biro Umum sampai dengan pelaksana yang
menangani langsung proses pengadaan.
b) Bapak Samsul Sebagai ahli pengadaan, diharapkan dapat memberi
Ramli
masukan model JIT yang tidak bertentangan dengan
hukum pengadaan di Indonesia.
c) Penyedia
Barang/Jasa
yang memiliki
kontrak
dengan
Sekretariat
Jenderal
Kementerian
Keuangan
Salah satu faktor penting dalam penerapan JIT adalah
kecepatan penyedia dalam menyuplai barang yang
dibutuhkan oleh entitas. Informan beberapa perwakilan
penyedia diwawancara untuk mendapatkan gambaran
apakah penyedia akan mampu mengikuti ritme JIT.
2. Observasi
Observasi akan dilakukan untuk mengetahui proses kerja alamiah yang seharihari dilakukan oleh para pihak yang menangani pengadaan di Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan. Selama proses observasi, kondisi alamiah tidak akan terlalu
17
sulit dicapai karena objek penelitian merupakan tempat Peneliti bertugas sehingga
para pihak yang akan diobservasi tidak akan merasa asing dengan kehadiran Peneliti.
Proses-proses yang akan diobservasi antara lain :
a) perencanaan pengadaan,
b) pemilihan penyedia,
c) penyusunan dokumen pengadaan,
d) pelaksanaan kontrak,
e) serah terima hasil pengadaan dari penyedia ke unit pengadaan,
f) penyimpanan sementara hasil pengadaan sebelum didistribusikan, dan
g) distribusi hasil pengadaan dari unit pengadaan ke unit pengguna akhir.
Selain mengobservasi proses, Peneliti juga akan mengobservasi sarana dan
prasarana yang digunakan serta persona-persona yang terlibat di dalam proses
tersebut.
B. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan model Miles dan
Huberman (1984), yaitu secara interaktif dan terus-menerus sampai tuntas, hingga
datanya jenuh, dengan aktivitas analisis sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
2. Menyajikan Data (Data Display)
3. Menarik Kesimpulan (Conclusion : Drawing/Verifying)
Proses analisis akan menggunakan bantuan perangkat lunak NVivo.
DAFTAR PUSTAKA
Ajang Mulyadi. 2002. Akuntansi Manajemen. Program Studi Akuntansi : Universitas
Pendidikan Indonesia
Arlbjørn, J. dan Freytag, P. 2012. Public procurement vs private purchasing: is there
any foundation for comparing and learning across the sectors?
Carter, William K. dan Milton F. Usry . 2006. Akuntansi Biaya. Jakarta : Salemba
Empat.
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.
Loader, K. 2010. Is local authority procurement ‘lean’? An exploration to determine
if ‘lean’ can provide a useful explanation of practice.
McKevitt, D.,et al. 2012. An exploration of management competencies in public
sector procurement.
Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan
Akademi Manajemen Perusahaan YKPN
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015.
Oruezabala, G. dan Rico, J.-C. 2012. The impact of sustainable public procurement
on supplier management: the case of French public hospitals.
Ramli, Samsul. 2014. Bacaan Wajib Mengatasi Aneka Masalah Teknis Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Visimedia.
18
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung : Alfabeta.
Tadelis, S. 2012. Public procurement design: lessons from the private sector.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.
Voleza, Dickson Adagala. 2014. Factors Influencing Implementation Of Just In Time
Procurement in Public Institutions: A Case of Office of the Attorney General
and Department Of Justice.
Walker, H., Di Sisto, L. and McBain, D. 2008. Drivers and barriers to environmental
supply chain management practices: lessons from the public and private
sectors.
Waterman, Jason dan Clifford, Mc. Cue. 2012. Lean Thinking within Public Sector
Purchasing Department: The Case of The U.K Public Service.
Yasin, Mahmoud M., et al. 2001. Just-in-time Implementation in the Public Sector :
An Empirical Examination.
19