BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel 2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel - Kajian Performansi Mesin Disen Stationer Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Bahan Bakar Biodisel Biji Kemiri Sunan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel
Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika selatan sebelum perang dunia II sebagai bahan bakar kenderaan berat. Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar fosfor (degumming) dan asam-asam lemak bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau
straight vegetable oil (SVO).
SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat, misalkan pada Castor Oil). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (atau kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang.
Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel. Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan proses kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil/SVO untuk menghasilkan metil ester asam
11 lemak (fatty acid methyl ester - FAME) yang memiliki berat molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah [tri, di, mono] gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak methil ester (FAME).
Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel (Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara khusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan (gambar 2.1). Mesin diesel atau biasa juga disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh kompressi atau penekanan campuran antara bahan bakar dan oxygen didalam suatu mesin motor, pada suatu kondisi tertentu. Konsepnya adalah bila suatu bahan bakar dicampur dengan oksigen (dari udara) maka pada suhu dan tekanan tertentu bahan bakar tersebut akan menyala dan menimbulkan tenaga atau panas. Pada saat itu, minyak untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran. Tetapi karena pada saat itu produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka minyak untuk mesin diesel tersebut digunakan minyak solar dari minyak bumi. Hal ini menjadi inpirasi terhadap penerus Karl Diesel yang mendesain motor diesel dengan spesifikasi minyak diesel.
Gambar 2.1 Rudolf Christian Karl Diesel12
2.1.2 Definisi Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoyang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari
Sebuah proses dari bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendayang rendah pelumas.
Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan aman sekarang.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.
Dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan diantaranya (Hambali,2007) : 1.
Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah)
2. Cetane number lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar
13
3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin 4.
Dapat terurai (biodegradable) 5. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui
6. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal Menurut Syah (2006), karakteristik emisi pembakaran biodiesel dibandingkan dengan solar adalah sebagai berikut :
1. Emisi karbon dioksida (CO2) netto berkurang 100% 2.
Emisi sulfur dioksida berkurang 100% 3. Emisi debu berkurang 40-60% 4. Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10-50% 5. Emisi hidrokarbon berkurang 10-50% 6. Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH = polycyclic aromatic
hydrocarbon ) berkurang, terutama PAH beracun seperti : phenanthren
berkurang 98%, benzofloroanthen berkurang 56%, benzapyren berkurang 71%, serta aldehidadan senyawa aromatik berkurang 13%. Karateristik dan standar daripada biodiesel ditunjukkan pada tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1 Standar biodiesel [lit 9]Parameter Satuan Biodiesel Standar Biodiesel Jarak pagar Kemiri Nasional Standard in
Sunan Indonesia ASTM
Angka Asam Mg KOH/g 0.1044 Maks 0.8 Maks 0.5 0.298
Air dan %vol Maks 0.05 Maks 0.05 <0.05
Sedimen Korosi Lempeng %wt No. 1.b Maks No. 3 Maks No. 3 Tembaga Residu Karbon %wt 0.1298 Maks 0.05 Maks 0.05 Abu %wt
0.02 Maks 0.02 Maks 0.02 Tersulfatkan Belerang mg/kg
13 Maks 100 Maks 50
14
Fosfor mg/kg
0.98 Maks 10 Maks 1
0.03 Gliserol Bebas %wt 0.0091 Maks 0.02 Maks 0.02 0.0045
Gliserol Total %wt 0.2086 Maks 0.24 Maks 0.24 0.053
Kadar Ester %wt99.56 Min 96.5 98.997 Alkil
Uji halphen Negatif Negatif Negatif
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006) European Commision (2007) Tjahjana dan Pranowo (2010) Kartika et al. (2011)2.1.3. Pembuatan biodiesel
Agar biodiesel bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi biomassa, dijelaskan pada Gambar 2.1. Teknologi konversi biodiesel tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biodiesel dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.
Gambar 2.1 Teknologi Konversi Biodiesel [lit.13]15
2.1.3.1 Esterifikasi
Ester merupakan salah satu gugus dari fungsi dari senyawa karbon. Ester adalah senyawa dengan gugus fungsi
- – COO – dengan struktur R – COO – R, dimana R merupakan suatu rantai karbon atau atom H, sedangkan R merupakan rantai karbon. Ester mempunyai rumus umum CnH nO . Pemberian nama ester
2
2
terdiri dari dua kata yaitu gugus alkil (berasal dari alkoksi) diikuti dengan nama asam karboksilatnya dengan menghilangkan kata asam. Gugus atom yang terikat pada atom O (Gugus R) diberi nama alkil dan gugus R
- – COO – H diberi nama alkanoat.
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alcohol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organic atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial
2.1.3.2 Transesterifikasi
Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng, dengan katalis kondisi basa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi.
Transesterifikasi adalah pertukaran alcohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat tanpa adanya katalis. Penggunaan alcohol atau mengambil alih salah satu produk adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk.
Tahapan proses transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut:
16
1. Pengaruh air dan asam lemak bebas Minyak nabati yang akan di transesterifikasi hasrus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakanharus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
2. Perbandingan pengaruh molar alkohol dengan bahan mentah Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida, untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4.8:1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi yang didapat akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah satu jam konversi yang dihasilkan adalah 98
- – 99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74
- – 89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena menghasilkan konversi yang maksimum.
3. Pengaruh jenis alkohol Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
4. Pengaruh jenis katalis Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling popular untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalahion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0.5
- – 1.5% berat minyak nabati.
5. Metanolisis Crude dan Refined minyak nabati Perolehan metal ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metal ester akan digunakan sebagai bahan
17 bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.
6. Pengaruh temperature
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30
- – 65% (titik
o
didih metanol sekitar 65
C) Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.
2.2 Biodiesel dari bahan-bahan lainnya
2.2.1 Biodiesel dari bahan baku minyak jelantah kelapa sawit
Menurut Wibisono, Adhi; 19 Februari 2013, telah dilakukan sintesis biodiesel dari minyak jelantah kelapa sawit dengan cara reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Biodiesel yang didapat kemudian dianalisis dengan teknik kromatografi gas dan spektrometer massa (GC-MS). Kualitasnya ditentukan dengan analisis sifat fisika dan kimia kemudian dibandingkan dengan standar Jerman DIN V 51606. Hasil analisis GC-MS menunjukkan enam senyawa metil ester(biodiesel) seperti: metil miristat, metal palmitat, metil linoleat, metil oleat, metil stearat dan metil arakhidat. Biodiesel yang didapat mempunyai berat jenis (0,8976±0,0003g/mL), vikositas (4,53±0,0872mm/s), bilangan asam (0,4238±0,0397mgKOH/g), dan bilangan iod (9,3354±0,0288g iod/100g sampel) yang memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh standar Jerman DIN 51606. Dengan kandungan metal ester mencapai 100 % yang diuji dengan menggunakan teknik GC (Gas Cromatography)
Sintesis biodiesel dilakukan dengan metoda two stage acid-base melalui dua tahap reaksi, yaitu tahap Esterifikasi, dilakukan dengan mereaksikan sejumlah
o
volume minyak jelantah dengan methanol pada suhu 35 C dengan katalis asam dan disertai dengan pengadukan selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan tanpa pemanasan selama 1 jam. Kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap reaksi kedua yaitu Reaksi Transesterifikasi. Campuran hasil tahap pertama ditambahkan dengan larutan natrium metoksida,
o kemudian dipanaskan pada suhu 55 C selama 2,5 jam diikuti dengan pengadukan.
Setelah itu campuran dipindahkan ke dalam corong pisah dan didiamkan selam 1
18 jam, akan terbentuk lapisan gliserol dan lapisan biodiesel. Pisahkan lapisan biodiesel dan dicuci pada pH netral beberapa kali dengan air. Keringkan air yang terdistribusi dalam biodiesel dengan garam penarik air (MgSO 4 anhidrid). Pisahkan biodiesel dari garam-garam yang mengendap dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh merupakan senyawa metil ester (biodiesel) hasil sintesis.
Identifikasi dan interpretasi hasil sintesis dengan GC-MS yakni biodiesel hasil sintesis dianalisis dengan GC-MS di Lab Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA UGM, untuk memastikan hasil yang diperoleh benar merupakan metil ester (biodiesel).
Penentuan sifat fisika dan sifat kimia biodiesel hasil sintesis, meliputi; Densitas, diukur dengan menimbang volume tertentu biodisel dalam gelas piknometer, Viskositas, diukur dengan metoda Oswald yaitu dengan mengukur laju mengalir biodiesel kemudian dibandingkan dengan laju mengalir dari senyawa pembanding yang telah diketahui densitasnya, Angka Asam, diukur dengan mentitrasi biodiesel dalam etanol dengan larutan KOH yang telah dibakukan dengan asam oksalat, dengan indicator phenolphtalein (pp), Angka Penyabunan, Sejumlah berat tertentu biodiesel direaksikan dengan jumlah tertentu KOH alkoholis berlebih dalam erlenmeyer tertutup kemudian dididihkan sampai semua biodiesel tersabunkan, ditandai dengan larutan bebas dari butir-butir minyak. Kelebihan KOH dititrasi dengan HCl untuk mencari jumlah KOH yang bereaksi dengan biodiesel, Bilangan Iod, sejumlah berat tertentu biodiesel direaksikan dengan I
2 dan KI, kemudian
ditutup rapat dan didiamkan selama 30 menit sambil sesekali digoyang. Campuran kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat yang telah dibakukan dengan kalium bikromat, dengan indikator amilum, sampai warna biru hilang. Dengan cara yang sama dilakukan titrasi blangko (tanpa biodiesel) dengan natrium tiosulfat. Selisih tiosulfat yang digunakan blanko dan sampel mencerminkan jumlah iodine yang bereaksi dengan biodiesel. hasil metal ester minyak jelantah sawit ditunjukkan pada tabel 2.2 di bawah ini.
19
Puncak Waktu Retensi Luas Puncak Senyawa yang di Duga
1 15.6451.32 Metil miristat 2 17.917
34.18 Metil palmitat 3 19.416
11.17 Metil inoleat 4 19.625
46.60 Metil oleat 5 19.801
5.46 Metil staarat 6 21.546
1.28 Metil astilat
2.2.2. Biodiesel dengan bahan baku minyak goreng bekas
Menurut Evy Setiawati, Fatmir Edwar; Balai Riset dan Standardisasi Industri
Banjarbaru, rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong tinggi dikarenakan adanya proses pengolahan bahan baku jelantah yang sesuai. Berdasarkan analisis GC, hasil metal ester terdapat dalam 7 senyawa yang dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Kandungan metal ester pada minyak goreng bekas [lit.3]Puncak Waktu Retensi % Senyawa Senyawa 1 17.070
0.56 Metil ester tridekanoat 2 19.368
39.93 Metil ester heksadekanoat (palmitat) 3 20.850
0.15 Olealdehid 4 21.163
51.29 Metil ester 9-octadecanoat (oleat) 5 21.326
4.58 Metil ester oktadekanoat (stearat) 6 22.925
3.31 Metal ester risinoleat (undekanoat) 7 23.137
0.18 Metil ester eikosanoat (arachidat)
2.2.3. Biodiesel dengan bahan baku minyak jarak pagar
Biodiesel (metil ester) dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak nabati antara lain dari minyak jarak pagar. Proses transesterifikasi dengan pereaksi metanol dan katalis basa (KOH) dapat dilakukan satu atau dua tahap pada berbagai variabel suhu reaksi dan nisbah molar metanol dengan minyak. Penelitian ini bertujuan membandingkan karakteristik físiko-kimia (viskositas, densitas dan bilangan asam) serta persentase ester asam lemak dari metil ester yang dihasilkan. Digunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga variabel o o
(B1= 30
C, B2= 65
C) dan (C) nisbah molar metanol-minyak (C1=3:1, C2=4:1, C3=5:1 dan C4=6:1), serta dua kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses transesterifikasi satu tahap pada suhu 30°C dengan nisbah molar metanol- minyak 5:1 menghasilkan
3
karakteristik metil ester terbaik yaitu viskositas kinematik 3,89 cSt, densitas 0,88g/cm dan bilangan asam 0,48 mg KOH/g sampel. Tidak terdapat perbedaan jenis senyawa ester asam lemak pada metil ester hasil transesterifikasi satu dan dua tahap yaitu berturut-turut metil oleat (47,09-47,46%), metil linoleat (32,20-32,53%), metil palmitat (18,65-18,93) dan metil lignoserat (0,26-0,30%). Jumlah persentase senyawa ester asam lemak yang menunjukkan persentase konversi trigliserida menjadi metil ester pada proses satu tahap adalah 100%, sedangkan pada proses dua tahap adalah 99,62%. Rendemen (yield) metil ester pada proses satu tahap adalah 77,99%, lebih tinggi dibandingkan proses dua tahap yaitu 70,80%. Berdasarkan karakteristik dan rendemen metal ester, proses satu tahap lebih baik dibandingkan dua tahap. Spesifikasi Metil ester minyak jarak pagar ditunjukkan pada tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.4 Spesifikasi Metil Ester Minyak Jarak [lit 1]
No Sample ME Waktu Retensi Nama Senyawa Komposisi %
(menit) 25.217 Metil Palmitat18.93 25.334 Metil
1.11 Palmitoleat
1 ME satu tahap 28.598 Metil Oleat
47.46 28.986 Metil Linoleat 32.20 31.440 Metil
0.3 Lignoserat Jumlah: 100
No Sample ME Waktu retensi Nama Senyawa Komposisi %
(menit)25.25 Metil Palmitat
18.65 25.348 Metal 1.09 palmitoleat
28.991 Metil Linoleat
32.53 31.457 Metil
0.26 Lignoserat Jumlah: 99.62
2.2.4. Biodiesel dengan Bahan Baku Biji Karet
Menurut Soemargono, Edy Mulyadi; pemanfaatan biji karet (Hevea Brasiliensis), sebagai sumber bahan baku biodiesel merupakan terobosan yang tepat untuk meningkatkan nilai tambah perkebunan karet. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan pola pemungutan minyak biji karet secara maksimal dan mendapatkan kondisi proses produksi biodiesel yang memenuhi standar SNI dan ASTM. Proses produksi biodiesel dilakukan menggunakan prototip alat berkapasitas 20 liter/jam. Proses esterifikasi dijalankan pada suhu 105C, penambahan methanol 10% dan katalis asam, waktu 90 menit. Proses trans- esterifikasi dijalankan dalam reaktor alir osilasi dengan dosis katalis 1% berat minyak dan methanol sebanyak 15% berat minyak. Variabel yang dipelajari adalah suhu dan waktu proses. Produk biodiesel dimurnikan dengan sistem vakum. Dari hasil penelitian ini diperoleh rendemen kernel sebanyak 53% dari berat biji karet. Sedangkan minyak dalam kernel yang dapat dipungut maksimum 56% dari berat kernel. Karakteristik biodiesel sesuai dengan yang distandarisasikan, yaitu densitas 0,8565 g/ml, angka asam 0,49, angka iod 62,88, kadar ester 97,2%, flash point 178°C dan panas pembakaran 16183 J/g.
2.3 Komposisi Bahan Baku
Tanaman kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) sebagai tanaman penghasil minyak nabati. Tanaman ini telah tumbuh dengan baik di daerah Jawa Barat pada ketinggian 0
- –1000 m dpl, mampu berproduksi tinggi, berumur panjang dengan kanopi daun yang lebar dan perakaran dalam dengan produktivitas tanaman dan rendemen minyak yang tinggi tidak hanya potensial sebagai penghasil minyak nabati tetapi dapat juga digunakan
Buah kemiri sunan (BKS) terdiri atas sabut atau husk, kulit biji atau cangkang dan inti biji atau kernel, biji atau kernel inilah yang mengandung minyak kasar yang cukup tinggi (>50 %). Inti dari buah kemiri sunan mampu menghasilkan minyak sebesar 56% (Vassen dan Umali, 2001 dalam Anomin,2009).
Untuk mendapatkan minyak kasar kemiri sunan (MKKS), kernel biji harus diperah terlebih dahulu, setelah itu baru diekstraksi. Hasil ekstraksi ini berupa minyak cairan bening berwarna kuning dan bungkil ekstraksi. Beberapa permasalahan dalam memproduksi MKKS ini diantaranya adalah : (1) Mutu atau kualitas biji sangat menentukan rendemen minyak yang diperoleh, sehingga diperlukan penanganan pasca panen yang sesuai, (2) Belum tersedia alat pengupas cangkang, sehingga pengupasan masih dilakukan secara manual dengan potensi yang sangat rendah dan membahayakan bagi pekerja karena biji beracun sehingga diperlukan penanganan biji secara khusus, (3) Belum tersedianya alat pengepres yang memadai, penggunaan alat pengepres jarak pagar belum mampu memerah minyak secara maksimal.
Hasil penelitian pendahuluan terhadap warna kernel kemiri sunan yang dipres dengan alat press mini Balittri-2 diperoleh bahwa rendemen MKKS yang dihasilkan berbeda, yaitu : (1) biji dengan warna kernel coklat kehitaman menghasilkan minyak kasar dengan redemen 24,72 % dengan warna minyak coklat kehitaman, (2) kernel berwarna coklat diperoleh sebanyak 37,22 % dengan warna minyak coklat, (3) kernel berwarna coklat keputihan menghasilkan minyak kasar 46,73 % dengan warna minyak coklat kekuningan, (4) kernel berwarna putih menghasilkan minyak kasar sebanyak 52,17 % dengan warna minyak kuning jernih, dan (5) biji tanpa dikupas (dipres dengan cangkangnya) diperoleh rendemen minyak sebanyak 29,81 % dengan warna minyak kasar coklat kekuningan. Dengan hasil yang demikian, biji yang menghasilkan kernel berwarna putihlah yang harus diperoleh untuk menghasilkan rendemen MKKS paling tinggi. Dari biji kemiri sunan dengan kadar air 12 % setelah dikupas cangkangnya akan diperoleh sekitar 70 % kernel dan 30 % cangkang. Kondisi kadar air yang demikian belum dapat menghasilkan MKKS yang optimal dan akan berpengaruh terhadap karakter fisik MKKS yang dihasilkan. Pembuatan minyak kasar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) biji kemiri sunan dikeringkan sampai dengan kadar air 7 % kemudian langsung dipres dengan alat pengepres. Dengan cara ini akan diperoleh minyak kasar sekitar 30 % dengan warna coklat kehitaman dan bungkil 70 % berwarna coklat keputihan. (2) biji kemiri sunan dikupas terlebih dahulu kemudian daging buah/kernelnya diperoleh minyak kasar yang lebih baik dan lebih banyak, yaitu 53 % minyak kasar yang berwarna kuning jernih dan 47 % bungkil yang berwarna putih.
Hasil analisis laboratorium terhadap asam-asam lemak MKKS diperoleh komposisi minyak yang terdiri dari asam palmitat 10 %, asam stearat 9 %, asam oleat 12 %, asam linoleat 19 % dan asam alpha-elaeostearat 51 %. Asam alpha-elaeostearat mengandung kandungan racun pada minyak. Sedang bungkil yang dihasilkan masih mengandung 6 % nitrogen, 1,7 % potassium dan 0,5 % phosphor sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk dan biogas untuk menuju Desa Mandiri Energi (Vassen dan Umali, 2001 dalam Anonim, 2009).
Minyak nabati dengan kadar asam lemak bebas (ALB) tinggi tidak dapat langsung diproses menjadi biodiesel dengan proses transesterifikasi karena akan terbentuk emulsi sabun sehingga menyulitkan proses pemisahan metil ester (biodiesel). Apabila dilakukan netralisasi terlebih dahulu akan berakibat pada kenaikan biaya produksi dan rendahnya rendemen. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memperbaiki penanganan pasca panen sehingga diperoleh mutu kernel yang baik atau melakukan proses produksi biodiesel melalui proses dua tahap yaitu esterifikasi yang bertujuan untuk mengurangi bilangan asam (kadar asam lemak bebas) dan transesterifikasi untuk mengubah trigliserida, monogliserida, dan digliserida menjadi metil ester. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak kemiri sunan sangat bervariatif antara 1,67
- –8,56 tergantung dari mutu biji yang diproses.
2.4 Mesin Diesel
Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” oleh karena penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang telah bertekanan dan bertemperatur ringgi sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 15
- – 22, sedangkan tekanan kompresinya mencapai 20 – 40 bar dengan suhu 500
C. Aplikasi dari motor diesel banyak pada industri-industri sebagai motor
- – 700 stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana (Kubota, S., dkk, 2001).
Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan (Y. A. Çengel and M. A. Boles, Thermodynamics: An Engineering
Approach, 5 th ed, McGraw-Hill, 2006.). Siklus diesel tersebut ditunjukkan pada gambar 2.2
dan 2.3 di bawah ini.Gambar 2.2 Diagram P-v [lit.17]Keterangan Gambar: P = Tekanan (atm)
3 V = Volume Spesifik (m /kg)
T = Temperatur (K) S = Entropi (kJ/kg.K)
Gambar 2.3 Diagram T-S [lit.12]Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik 2-3 Pemasukan Kalor pada Volume Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik 4-1 Pengeluaran Kalor pada Volume Konstan
2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel
Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan menggunakan injector. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4 langkah :
1. Langkah Isap Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati
Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang menyebabkan tekanan udara di dalam silinder seketika lebih rendah dari tekanan atmosfer ,sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.
2. Langkah kompresi
Karena udara yang berada di dalam silinder didesak terus oleh piston,menyebabkan terjadi kenaikan tekanan dan temperatur,sehingga udara di dalam silinder menjadi sangat panas. Beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA, bahan bakar di semprotkan ke ruang bakar oleh injector yang berbentuk kabut.
3. Langkah Usaha Pada langkah ini kedua katup masih tertutup, akibat semprotan bahan bakar di ruang bakar akan menyebabkan terjadi ledakan pembakaran yang akan meningkatkan suhu dan tekanan di ruang bakar. Tekanan yang besar tersebut akan mendorong piston ke bawah yang menyebkan terjadi gaya aksial. Gaya aksial ini dirubah dan diteruskan oleh poros engkol menjadi gaya radial (putar).
4. Langkah Buang Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywheel akan menaikkan kembali piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold dan langsung menuju knalpot
Begitu seterusnya sehingga terjadi siklus pergerakan piston yang tidak berhenti. Siklus ini tidak akan berhenti selama faktor yang mendukung siklus tersebut tidak ada yang terputus. Untuk lebih jelas, prinsip kerja mesin diesel dapat dilihat pada gambar 2.4.
Langkah isap Langkah kompresi Langkah usaha Langkah Buang
Gambar 2.4 Prinsip Kerja Mesin Diesel [Lit.13]1. Nilai Kalor Bahan Bakar.
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong yang ditunjukkan pada persamaan 2.1 di bawah ini:
2 ) + 9400 S ................................................... (2.1)
- HHV = 33950 + 144200 (H Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
H
2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O
2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar
S = Persentase sulfur dalam bahan bakar Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan
2
parsial 20 kN/m (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.2. berikut : LHV = HHV
2 ) ................................................................... (2.2)
- – 2400 (M + 9 H Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture) Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society
of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV),
(Lampiran).2. Daya Poros
Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator , yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu ditunjukkan pada persamaan 2.3 :
................................................................................................. (2.3) P = daya ( W )
B
T = torsi ( Nm ) n = putaran mesin ( Rpm )
3. Torsi
Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan- tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik. Untuk mencari day dan torsi ditunjukkan oleh persamaan 2.4 dan 2.5 di bawah ini. P B = ..................................................................................................... (2.4) T = ........................................................................................................... (2.5)
4. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan. Untuk mencari konsumsi bahan bakar spesifik ditunjukkan oleh persamaan 2.6 di bawah ini: SFC = .................................................................................................. (2.6)
.............................................................................. (2.7) Dengan : SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kw.h) P B = daya (W)
= konsumsi bahan bakar sgf = spesicific gravity t = waktu (jam)
5. Efisiensi Thermal
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi termal brake ( b ).
thermal efficiency, η
Jika daya keluaran P dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar m dalam satuan
B f
kg/jam, maka untuk mencari effesiensi termal ditunjukkan pada persamaan 2.8 di bawah ini
b =
η 3600 ............................................................................................. (2.8)
6. Heat Loss in Exhaust
Heat loss in exhaust atau dapat dikatakan sebagai besar kehilangan energi yang terjadi akibat adanya aliran gas panas buang dari exhaust manifold ke lingkungan. Gas buang ini berupa aliran gas panas. Besarnya Heat Loss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.9 di bawah ini. Heat Loss = (ma x mf)x (Te
- – Ta ) dimana: Te = suhu gas keluar exhaust manifold
o
Ta = Suhu lingkungan (27
C) Untuk mengetahui persentase heat loss, maka dilakukan perbandingan antara besarnya heat loss dengan energi yang dihasilkan dalam pembakaran bahan bakar dimana ditunjukkan pada persamaan 2.10.
- – % Heat Loss =
nomor 21 tahun 2008 tentang ambang batas emisi gas buang untuk mesin stasioner
pembangkit tenaga ditunjukkan dalam tabel 2.5 di bawah ini.Tabel 2.5 Standard Emisi Gas Buang [Lit.11]Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik
mengandung karbon dan hydrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, sulfur atau fosfor. Contohnya hidrokarbon, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lain-lain.
Polutan dibedakan menjadi Partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi
padatan, dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray. Partikulat dapat bertahan di atmosfer sedangkan Polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.
a. Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya
merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan magnetik asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu Partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan ke dalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir-butir berkumpul menjadi satu maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon-karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna terutama pada saat-saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar misalnya untuk
akselerasi maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi
itu terlalu banyak maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan berwarna hitam.
b. UHC (Unburned Hidrocarbon) Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon jika baru saja dihidupkan atau berputar bebas atau pemanasan.
Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar ditangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga akan menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.
c. Carbon Monoksida (CO) Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira-kira 85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk daripada campuran stoikiometris dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk, bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.
d. Nitrogen Oksida (NOX) Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Gas NO merupakan gas yang berbahaya karena mengganggu syaraf pusat. Gas NO terjadi karena adanya reaksi antara ion
2 dan O
2
- – ion N
2.4.3. Polutan Mesin Diesel
Polusi udara oleh gas buang dan bunyi pembakaran motor diesel merupakan gangguan terhadap lingkungan. Komponen-komponen gas buang yang membahayakan itu antara lain adalah asap hitam (jelaga), hidro karbon yang tidak
2
terbakar (UHC), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO) dan NO . NO dan NO
2 biasa dinyatakan dengan NOx. Namun jika dibandingkan dengan motor
bensin, motor diesel tidak banyak mengandung CO dan UHC. Disamping itu, kadar NO
2 sangat rendah jika dibandingkan dengan NO. Jadi boleh dikatakan bahwa
komponen utama gas buang motor diesel yang membahayakan adalah NO dan asap hitam. Selain dari komponen tersebut di atas beberapa hal berikut yang merupakan bahaya atau gangguan meskipun bersifat sementara. Asap putih yang terdiri atas kabut bahan bakar atau minyak pelumas yang terbentuk pada saat start dingin, asap biru yang terjadi karena adanya bahan bakar yang tidak terbakar atau tidak terbakar sempurna terutama pada periode pemanasan mesin atau pada beban rendah, serta bau yang kurang sedap merupakan bahaya yang menggangu lingkungan. Selanjutnya bahan bakar dengan kadar belerang yang tinggi sebaiknya tidak digunakan karena akan menyebabkan adanya SO
2 di dalam gas buang.
2.4.4. Soot (Jelaga)
Jelaga (soot) adalah butiran arang yang halus dan lunak yang menyebabkan munculnya asap hitam dimana asap hitam terjadi karena proses pembakaran yang tidak sempurna. Asap ini membahayakan lingkungan karena mengkeruhkan udara sehingga menggangu pandangan, tetapi karena adanya kemungkinan mengandung karsinogen. Motor diesel yang mengeluarkan asap hitam yang sekalipun mengandung partikel karbon yang tidak terbakar tetapi bukan karbon monoksida (CO). Jika jelaga yang terjadi terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam dan mengotori udara.
Butir bahan bakar akan lebih mudah menguap dan mempengaruhi proses pengkabutan saat penyemprotan. Butiran bahan bakar yang disemprotkan sangat berpengaruh terhadap proses pembakaran sehingga tekanan penyemprotan divariasikan untuk mempercepat dan memperbaiki proses pencampuran bahan bakar dengan udara. Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat diperoleh
homogenitas campuran yang lebih sempurna sehingga pembakaran yang sempurna
dapat tercapai. Dengan langkah ini diharapkan besar konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap hitam gas buang dapat dikurangi.
2.4.4 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan
2.4.4.1 Sulfur Dioksida
Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama
polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa penelitian